BAB II TINJAUAN PUSTAKA
F. Unsur-Unsur Dakwah
3. Metode Dakwah
Metode dakwah dalam arti luas mencakup strategi dan tekhnik dakwah.71 Kata metode telah menjadi bahasa Indonesia yang telah memiliki pengertian.”suatu cara yang bisa ditempuh atau cara yang ditentukan secara jelas untuk mencapai dan menyelesaikan suatu tujuan, rencana sistem, tata fikir manusia”.72 Atau jalan atau cara yang dipakai juru dakwah untuk menyampaikan ajaran materi dakwah Islam.73
4. Materi Dakwah
Materi dakwah adalah isi pesan atau materi yang disampaikan oleh da’i kepada mad’u.74 Pada dasarnya materi dakwah hanyalah al-Qur’an dan as-Sunnah. al-Qur’an merupakan sumber utamanya, ia merupakan
70M. Bahri Ghazali, Dakwah Komunikatif, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jawa, 1997), h. 11.
71Cahyadi Takariawan, Prinsip-Prinsip Dakwah Yang Tegar di jalan Allah, h. 24.
72M. Syafaa’t Habib, Buku Pedoman Dakwah, (Cet. 1, Jakarta: Wijaya, 1992), h. 160.
73M. Munir dan Wahyu Ilaihi, Mnajemen Dakwah, h. 33.
74M.Munir dan Wahyu Ilaihi, Mnajemen Dakwah, h. 24.
materi pokok yang harus disampaikan melalui dakwah dengan menggunakan bahasa yang dimengerti oleh masyarakat (komunikan atau audiens). al-Qur’an merupakan wahyu Allah subhanahu wata’ala yang mutlak kebenarannya dan dijaga sendiri oleh Allah akan keutuhan, keaslian, dan keakuratanya. al-Qur’an adalah kitab suci ummat Islam yang diturunkan Allah subhanahu wata’ala melalui perantara Jibril as, kepada Nabi Muhammad sallallahu a’laihi wasallam sebagai satu pedoman hidup yang harus ditaati dan dipatuhi ummat manusia dalam menuju keselamatan hidup dunia akhirat.
Sebagai pedoman hidup dalam al-Qur’an terkandung secara lengkap petunjuk, pedoman, hukum, sejarah serta prinsip-prinsip baik yang menyangkup masalah keyakinan, peribadatan, pergaulan, akhlak, politik, ilmu pengetahuan, teknologi dan sebagainya. Sebagai suatu pedoman yang masih bersifat umum/global maka pengungkapan-pengungkapan dalam al-Qur’an masih belum terinci sedetail-detilnya. Namun demikian tak ada satupun persoalan yang tak disinggung oleh al-Qur’an, sekecil apapun Allah Subhanahu wata’ala tidak melupakannya; tersebut dalam surat al- An’am ayat 38:
a. Bayan tafsir, yaitu menerankan ayat-ayat yang sangat umum, mujmal dan musytarak seperti penjelasan tentang cara (kaifiyat) sholat, haji dan sebagainya.
b. Bayan takrir, yaitu memperkokoh dan memperkuat pernyataan al- Qur’an.
c. Bayan taudikh, yaitu sebagai penjelas maksud dan tujuan suatu ayat al- Qur’an.
Dalam hal as-Sunnah sebagai pedoman hidup setelah al-Qur’an Allah Subhanahu wata’ala menjelaskan dalam berbagai tempat. Antara lain pada surat al-Anfal ayat 20, surat al-Mujadah ayat 13, surat Muhammad ayat 33, surat an-Nisa ayat 59, surat Ali-Imran ayat 32, surat an-Nuur ayat 54, surat al-Maidah ayat 92. Beberapa surat dapat disebutkan di sini:75 1. surat al-Anfal ayat 20:
Terjemahnya:
“Wahai orang0orang yang beriman! Taatlah kepada Allah dan rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling dari-Nya, padahal kamu mendengar (perintah-perintah-Nya)”.76
2. surat al-Mujadalah ayat 13:
Terjemahnya:
“Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum (melakukan) pembicaraan dengan rasul? Tetapi jika kamu tidak melakukannya dan Allah telah memberi ampun kepadamu, maka laksanakanlah salat, dan tunaikanlah zakat serta taatlah kepada Allah dan rasul-Nya! Dan Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan”.77
75Slamet Muhaimin Abda, Prinsip-Prinsip Metodologi Dakwah, (Cet. 1, Surabaya: Al- Ikhlas, 1994), h. 45-48.
76Departemen Agama RI, al-Hikmah, Alqur’an dan Terjemahnya, h. 179.
77Departemen Agama RI, al-Hikmah, Alqur’an dan Terjemahnya, h. 544.
3. surat Muhammad ayat 33:
Terjemahnya:
“Wahai orang-orang beriman! Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada rasul, dan janganlah kamu merusakkan segala amalmu”.78 4. surat an-Nisa ayat 59:
Terjemahnya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan)79 di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tetang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (Sunnah-nya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Yang demikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.80
5. surat Ali-Imran ayat 32:
78Departemen Agama RI, al-Hikmah, Alqur’an dan Terjemahnya, h. 510.
79Selama pemegang kekuasaan berpegang pada kitab Allah dan Sunnah Rasul.
80Departemen Agama RI, al-Hikmah, Alqur’an dan Terjemahnya, h. 87.
Terjemahnya:
“Katakanlah (Muhammad), Taatliah Allah dan Rasul. Jika kamu berpaling, ketahuilah bahwa Allah tidak menyukai orang-orang kafir”.81
6. surat an-Nuur ayat 54:
Terjemahnya:
“Katakanlah, “Taatilah Allah dan taatlah kepada Rasul; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya kewajiban Rasul (Muhammad) itu hanyalah apa yang dibebankan kepadamu, jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Kewajiban Rasul hanyalah meyampaikan (amanat Allah) dengan jelas”.82
7. surat al-Maidah ayat 92:
Terjemahnya:
“Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul serta berhati-hatilah. Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa kewajiban Rasul kami, hanyalah menyampaikan (amanat) dengan jelas”.83
Tentang keaslian dan kemurnian al-Qur’an, Allah Subhanahu wata’ala menjaminnya dalam QS. al-Hijr/15 : 9 :
81Departemen Agama RI, al-Hikmah, Alqur’an dan Terjemahnya, h. 54.
82Departemen Agama RI, al-Hikmah, Alqur’an dan Terjemahnya, h. 357.
83Departemen Agama RI, al-Hikmah, Alqur’an dan Terjemahnya, h. 123.
Terjemahnya:
“Sesungguhnya kami-lah yang menurunkan al-Qur’an, dan pasti kami (pula) yang memeliharanya”.84
Sebagai wahyu Allah Subhanahu wata’ala al-Qur’an tidak akan pernah ditandingi oleh kekuatan apapun. Tersebut dalam QS.al-Isra/17 : 88 :
Terjemahnya:
“katakanlah, sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa (dengan) al-Qur’an ini, mereka ridak akan dapat membuat yang serupa dengannya,, sekalipun mereka saling membantu satu sama lain”.85
Sumber kedua sumber materi dakwah setelah al-Qur’an adalah as-Sunnah, yaitu segala sesuatu yang menyangkut perbuatan Nabi Muhammad sallallahu a’laihi wasallam baik dalam ucapannya, tingkah lakunya ataupun dalam sikapnya. Sebagai sumber kedua materi dakwah as-Sunnah mempunyai perbedaan dengan al-Qur’an. Kalau al-Qur’an adalah wahyu Allah Subhanahu wata’ala yang mutlak kebenarannya, maka as-Sunnah hanyalah datang dari Nabi Muhammad Sallallahu a’laihi wasallam antara keduanya memiliki perbedaan-perbedaan yang prinsipiil. al-Qur’an nilai kebenarannya qoth’i (absolut), sedangkan as- Sunnah nilai kebenarannya zhanni (kecuali yang mutawatir). Kalau pada al-Qur’anseluruhnya mesti dijadikan pedoman hidup, tapi tidak semua yang ada dalam as-Sunnah mesti harus dijadikan pedoman hidup,
84Departemen Agama RI, al-Hikmah, Alqur’an dan Terjemahnya, h. 262.
85Departemen Agama RI, al-Hikmah, Alqur’an dan Terjemahnya, h. 291.
karena dalam as-Sunnah masih dikenal adanya sunnah yang tasyri’ dan ada ghoiru tasyri’, ada yang shahih dan ada yang dhaif. 86
Dalam hal ini sudah jelas bahwa yang menjadi materi dakwah adalah ajaran Islam itu sendiri, yang pada pokoknya meliputi tiga hal:
a. Aqidah yang meliputi iman kepada Allah, iman kepada Malaikat-Nya, iman kepada Kitab-Kitab-Nya, iman kepada Rasul-Rasul-Nya, Iman kepada Hari Akhir, Iman kepada Qodha dan Qodhar.
Menurut Ali Aziz, materi aqidah ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Keterbukaan. Ciri ini direpresentasikan dengan keharusan melakukan persaksian (syahadat) bagi yang hendak memeluk Islam. Persaksian ini sebagai bentuk penegasan identitas dihadapan orang lain.
2. Cakrawala pemikiran yang luas. Dalam konsep keimanan diperkenalkan dan harus diyakini bahwa pengakuan ketuhanan adalah kepada Tuhan seluruh kelompok manusia dan bahkan makhluk yang ada di alam semesta.
3. Kejelasan dan kesederhanaan konsep keimanan. Sistem keimanan dalam Islam adalah sederhana dan mudah dipahami.
4. Keterkaitan erat antara iman dan amal, antara keyakinan dan amal sebagai manifestasi dari keimanan seseorang. Sehingga seseorang tidak dapat dapat diakui keimananya jika hanya mengucapkan syahadat sementara tidak melakukan perbuatan sebagaimana dituntut dalam sistem keimanan.87
86Slamet Muhaimin Abda, Prinsip-Prinsip Metodologi Dakwah, h. 54
87M.Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2004), h.109-110.
b. Syari’ah hukum atau syari’ah ini juga sering disebut sebagai cermin peradaban dalam pengertian bahwa ketika ia tumbuh matang dan sempurna, maka peradaban mencerminkan dirinya dalam hukum- hukumnya. Pelaksanaan syari’ah merupakan sumber yang melahirkan peradaban Islam, yang melestarikan dan melindunginya dalam sejarah. Syari’ah inilah yang akan selalu menjadi kekuatan peradaban di kalangan kaum muslimin.88
c. Mua’malah, yaitu menurut etimologi, kata mua’amalah (ةلماعملا) adalah bentuk masdhar dari kata ‘amala (ةلماعم ـ لماعي ـ ةلماع) wajarnya adalah (ةلعافم ـ لعافي ـ لعاف) yang artinya saling bertindak, saling berbuat, dan saling beramal.89
d. Akhlaq, yaitu menyangkut tata cara menghias diri dalam melakukan hubungan dengan Allah (ibadah) dan berhubungan dengan sesama manusia dan sesama makhluk. Pembahasan tentang akhlak sangat luas karena menyangkut baik buruk, pantas dan tidak pantas, bahkan menyangkut rasa terhadap sesama.90 Dalam bahsa Arab kata akhlaq dengan jama’ khuluq dimaknai dengan budi pekerti, perangai, tingkah laku, dan tabi’at.91
88Ismail R. Al-Faruqi, Menjelajah Atlas Dunia Islam, (Bandung: Mizan, 2000), h. 305.
89Rachmat Syafe’i, Fiqh Mu’amalah, (Cet. 2, Bandung: Pustaka Setia, 2004), h.14.
90Ropingi el Ishaq, Pengantar Ilmu Dakwah, h. 80.
91Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir: Kamus Arab Indonesia, h. 393.
5. Media Dakwah
Media adalah suatu alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak. Media yang paling dominan dalam berkomunikasi adalah panca indera. Pesan yang diterima oleh panca indera selanjutnya diproses dalam pikiran manusia, untuk mengontrol dan menentukan sikapnya terhadap sesuatu sebelum dinyatakan dalam tindakan.92 Seorang da’i atau muballigh, dalam menyampaikan ajaran Islam tidak akan lepas dari yang namanya sarana atau media. Karena sebagaimana yang kita ketahui bersama di zaman modern sekarang ini yang dimana semua serba canggih dakwah tidak hanya cukup disampaikan melalui lisan tanpa melalui alat-alat komunikasi modern.93
Media dakwah adalah faktor yang dapat menentukan kelancaran proses pelaksanaan dakwah. Faktor ini kadang-kadang disebut defent variables, artinya dalam penggunaannya atau efektivitasnya tergantung pada faktor lain terutama orang yang menggunakannya. Namun kegunaannya bisa polypragmatis (kemanfaatan berganda) atau monopragmatis (kemanfaatan tunggal) dalam rangka mencapai tujuan dakwah.94
Dalam hubungannya dengan penggunaan media pada proses dakwah dibagi atas dua bagian:
1. Proses dakwah secara primer yang merupakan proses penyampaian materi dakwah dari da'i kepada mad'u dengan menggunakan lambang
92Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi (Cet. I, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), h. 131.
93I’anatut Thoifah, Manajemen Dakwah, h 56.
94Faizah dan Lalu Muchsin Effendi, Psikologi Dakwa, h. 137.
(simbol), misalnya bahasa sebagai media pertama yang dapat menghubungkan antara komunikator dan komunikan, yang Palam bahasa komunikasi disebut publik.95
2. proses dakwah secara sekunder yang merupakan proses penyampaian pesan oleh subyek dakwah kepada obyek dakwah dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang (bahasa).96. Dalam istilah komunikasi biasa disebut media massa.97