• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Berdasarkan judul penelitian ini yaitu “Interferensi Bahasa Bugis terhadap Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Berkomunikasi Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Marioriwawo Kabupaten Soppeng” maka, jenis penelitian yang digunakan merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk memberikan gambaran atau paparan tentang interferensi bahasa bugis terhadap penggunaan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Marioriwawo Kabupaten Soppeng.

B. Lokasi dan Subjek Penelitian

Lokasi penelitian ini diadakan di SMP Negeri 3 Marioriwawo KabupatenSoppeng dengan subjek penelitiannya yaitu siswa kelas VIII.

C. Fokus Penelitian

Interferensi bahasa Bugis terhadap penggunaan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi yang dilakukan oleh siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Marioriwawo Kabupaten Soppeng.

32

D. Prosedur Penelitian

Setelah informasi dan data terkumpul, selanjutnya data-data tersebut diseleksi dan direduksi kerelevannya dengan masalah yang dikaji. Proses penyajian masalah yang akan dibahas kemudian dianalisis secara deskriptif yaitu menguraikan atau memberikan paparan tentang interferensi-interferensi yang terjadi dalam komunikasi tersebut.

E. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini alat yang digunakan untuk mengumpulkan data yaitu sebuah buku catatan yang digunakan untuk mencatat hasil komunikasi siswa yang mengandung interferensi bahasa Bugis terhadap penggunaan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Marioriwawo Kabupaten Soppeng.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulandata dalam penelitian ini menggunakan teknik simak catat. Teknik simak catat yang dimaksud adalah teknik yang digunakan dalam pengumpulan data dengan menyimak penggunaan bahasa secara lisan dari percakapan informan (siswa) yang menggunakan dua bahasa, dalam hal ini bahasa Bugis dan bahasa Indonesia dalam berdialog. Selanjutnya hasil simakan tersebut dicatat untuk mempermudah menganalisis interferensi bahasa Bugis terhadap penggunaan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi.

G. Teknik Analisis Data

Pada tahap analisis data penulis menggunakan analisis deskriptif. Teknik deskriptif ini digunakan untuk memberikan gambaran mengenai interferensi bahasa Bugis terhadap penggunaan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Marioriwawo Kabupaten Soppeng.

Adapun langkah-langkah yang digunakan sehubungan dengan teknik tersebut adalah sebagai berikut:

1. Mengumpulkan dan mencatat data berupa hasil komunikasi siswa.

2. Menganalisis interferensi bahasa Bugis terhadap penggunaan bahasa Indonesia yang terjadi dalam komunikasi siswa.

Teknik ini ditempuh untuk menggambarkan bentuk interferensi bahasa Bugis terhadap penggunaan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Marioriwawo Kabupaten Soppeng.

BAB IV

PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN

A. Penyajian Data

Setiap manusia pasti pernah mengalami kesalahan dalam berbahasa, baik dalam berbicara maupun dalam bentuk tulisan. Sebagai salah satu penyebab terjadinya hal demikian karena adanya kondisi kedwibahasawan orang tersebut.

Bahasa pertama memengaruhi penggunaan bahasa kedua, begitupun sebaliknya sehingga penggunaan antar bahasa yang satu dengan bahasa yang lainnya sering terjadi interferensi atau saling memengaruhi antar bahasa.

Di negara kita yang terdiri ratusan bahasa daerah termasuk di dalamnya bahasa Bugis sangatlah memungkinkan terciptanya masyarakat dwibahasawan.

Adanya kondisi ini disadari atau tidak masyarakat pengguna bahasa Indonesia seringkali mengalami penggunaan bahasa yang keliru dan tidak sesuai dengan kaidah berbahasa atau tidak sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).

Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Soppeng khususnya masyarakat yang berada di Kecamatan Marioriwawo ini sangatlah sulit untuk menghindari pengaruh bahasa Bugis yang merupakan bahasa ibu (B1) dalam penggunaan bahasa Indonesia (B2). Dialek bahasa Bugis itu sangat tampak pada penggunaan bahasa Indonesia oleh masyarakat dalam berkomunikasi.

Hal seperti ini bukan hanya terjadi pada kehidupan dalam rumah tangga dan masyarakat, melainkan di lembaga pendidikan formal pun yakni di sekolah- sekolah. Di sinilah tampak jelas bahwa pengaruh bahasa ibu dalam hal ini bahasa

Bugis terhadap penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua, sulit untuk dihindari oleh masyarakat Soppeng pada umumnya dan siswa pada khususnya.

Sebab bahasa Bugis ini secara alamiah telah diperoleh seseorang sejak lahir sampai memasuki usia sekolah.

Oleh karena itu, setelah penulis melakukan penelitian langsung di lapangan dengan mengambil lokasi pada SMP Negeri 3 Marioriwawo sampailah waktunya untuk mendeskripsikan hasil penelitian itu pada bab IV ini.

Pada bab ini, penulis memberikan gambaran atau memaparkan tentang pengaruh bahasa Bugis (bahasa ibu) terhadap penggunaan bahasa Indonesia (bahasa kedua) dalam berkomunikasi siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Marioriwawo Kabupaten Soppeng. Adapun yang dibahas yaitu pengaruh fonologis, morfologis, dan sintaksis bahasa Bugis itu terhadap penggunaan bahasa Indonesia sesuai dengan pokok masalah yang telah dirumuskan.

1. Pengaruh fonologis bahasa Bugis terhadap penggunaan bahasa Indonesia

Adanya kondisi masyarakat yang dwibahasawan (bahasa bugis-bahasa Indonesia) menyebabkan terjadinya perubahan fonem atau sistem bunyi pada kata-kata tertentu dalam bahasa Indonesia. Hal ini terjadi sebagai akibat dari pengaruh bahasa ibu (B1) terhadap bahasa Indonesia (B2).

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan maka pengaruh bahasa Bugis terhadap perubahan fonem (sistem bunyi) terjadi pada tiga posisi pada kata dasar bahasa Indonesia yaitu:

 Terjadi pada awal kata dasar.

 Terjadi pada tengah kata dasar.

 Terjadi pada akhir kata dasar.

Oleh karena itu, sub bahasa dalam pembahasan ini adalah ketiga bagian letak perubahan fonem tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada uraian atau pembahasan di bawah ini.

a. Pengaruh dan perubahan di awal kata dasar

Berdasarkan dari data yang diperoleh, maka ada beberapa fonem atau bunyi yang diubah dari bunyi sebenarnya seperti di bawah ini:

1) Bunyi /c/ diubah menjadi /sy/

Data yang diperoleh antara lain terdapat pada dialog siswa yang dilakukan di dalam kelas yaitu:

Arul : Alfa, sekarang kita sudah mau ulangan semester untuk naik kelas III!

Alfa : Ya, tapi ngomong-ngomong apa sih cita-citamu?

Arul : Saya mau jadi polisi, dan ini syita-syita saya sejak kecil.

Alfa : Oww...baguslah Arul : Doain yah Al..

Alfa : Iya,semoga cita-citamu dapat tercapai.

Arul : Amin, terima kasih yah Al.

Alfa : Iya.,

Data lain diperoleh dengan meminta kepada siswa (responden) secara bergiliran untuk berdialog dengan bunyi dialog hampir sama dengan dialog di atas yang berbeda hanyalah cita-cita dari masing-masing siswa, misalnya ada yang ingin menjadi polisi, TNI, guru, dan dokter. Ternyata dari siswa yang diminta

untuk berdialog dalam kelas ada yang mengubah bunyi /c/ menjadi /sy/ dan ada pula yang tidak mengubahnya (tetap).

Berdasarkan data di atas, penulis memberikan simpulan bahwa ada kecenderungan siswa SMP Negeri 3 Marioriwawo Kabupaten Soppeng untuk mengubah bunyi /c/ menjadi bunyi /sy/ pada awal kata bahasa Indonesia.

2) Bunyi /sy/ diubah menjadi /c/

Perubahan bunyi seperti terjadi pula pada siswa dalam berbahasa Indonesia. Padahal bunyi yang seharusnya /c/ pada uraian di atas justru diubah menjadi bunyi /sy/. Fenomena ini memang sedikit lucu, tetapi itulah kenyataan yang ada. Menurut pendapat penulis hal seperti ini sulit untuk dihindari karena merupakan konsekuensi dari pengaruh bahasa Bugis yang menjadi bahasa pertama siswa tersebut.

Data yang diperoleh melalui pertanyaan penulis kepada 2 siswa yaitu sebagai berikut:

Penulis : Apa yang menjadi rukun Islam yang pertama?

Firman : Syahadat Arul : Cahadat

Dilihat dari jawaban kedua siswa tersebut Firman menjawab dengan benar kata yang dimaksud, namun Arul yang menjawab tidak tepat.

b. Perubahan di tengah kata dasar Bunyi /n/ diubah menjadi /ng/

Salah satu bentuk kesalahan berbahasa Indonesia pada masyarakat Bugis atau para penutur bahasa Bugis apabila menggunakan bahasa Indonesia dalam berbicara ada kecenderungan /n/ diubah menjadi /ng/.

Seperti data yang diperoleh melalui dialog dari 2 siswa yang sempat didengar dan dicatat oleh penulis yaitu sebagai berikut:

Aldi : Kamu tidak pangtas menegur saya tadi!

Fitri : Emangnya kenapa?

Aldi : Karena kamu juga menyontek, Fitri : Siapa bilang saya menyontek,

Aldi : Iya, kamu memang menyontek juga, bisanya kamu dapat nilai bagus kalau tidak menyontek,

Fitri : Saya kan pingtar tidak seperti kamu menyontek aja kerjamu setiap ada tugas dari bapak guru.

Dilihat dari dialog di atas walaupun huruf “n” terdapat di tengah kata ternyata diucapkan pula seperti /ng/. Hal ini merupakan pengaruh dari bahasa Bugis yang secara tidak sadar dilakukan karena bunyi tersebut tidak diucapkan dengan sebenarnya.

c. Perubahan di akhir kata dasar 1) Bunyi /n/ diubah menjadi /ng/

Untuk memperoleh data yang lebih meyakinkan dan akurat maka penulis meminta kepada responden untuk membaca kalimat di bawah ini:

- Pohon kelapa semakin berkurang

- Kami makan nasi kuning di kantin sekolah

- Saya tadi terlambat karena hujan

- Mungkin besok ibu tidak masuk mengajar karena ada rapat - Meskipun hujan, saya tetap berangkat ke sekolah

Hasil pembacaan responden menunjukkan bahwa sebagian besar /n/ pada kata yang ditulis miring diubah menjadi /ng/. Perubahan bunyi tersebut juga diperoleh dari dialog siswa di ruang laboratorium komputer ketika mau pulang yaitu:

Iin : Ayo kita pergi ke pasar!

Indah : Untuk apa?

Iin : Makang bakso.

Indah : Tapi kita disuruh oleh bapak sapu dulu ini ruangan!

Sisqa : Kalau begitu kita sapu cepat-cepat biar kita juga cepat pulang,

Indah : Biar cepat selesai kita panggil temang-temang yang lain untuk bantu kita dulu.

Sisqa : Ok..

Berdasarkan data di atas, penulis memberikan simpulan bahwa sebagian besar siswa SMP Negeri 3 Marioriwawo Kabupaten Soppeng mengubah /n/

menjadi /ng/ dalam berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia. Perubahan /n/ menjadi /ng/ memang paling banyak ditemukan pada masyarakat dwibahasawan (bahasa Bugis-Indonesia) baik itu dilakukan oleh masyarakat biasa, anak/siswa, maupun mahasiswa bahkan para pembina/guru pelajar bahasa Indonesia sekalipun sering menggunakan bahasa yang kurang tepat ini.

Kenyataan ini memang sulit untuk dihindari kalau tidak ada kesadaran untuk mengubah kebiasaan berbahasa. Karena sebagai masyarakat Bugis pada umumnya dalam sehari-hari menggunakan bahasa Bugis, /n/ pada akhir kata memang tidak ada. Hal inilah menyebabkan terjadinya kesalahan pengucapan atau bunyi pada huruf-huruf tertentu dalam berbahasa Indonesia.

2) Bunyi /m/ diubah menjadi /ng/

Setelah melakukan penelitian, ternyata ada pula sebagian siswa melakukan kesalahan berbahasa Indonesia dengan cenderung mengubah /m/ menjadi/ng/.

Realita ini berdasarkan data yang diperoleh melalui dialog siswa saat mereka berada di depan kelas seperti dibawah ini.

Arul : Seruji kemarin acara berenangnya!

Aslam : Apanya seru na tenggelangka kemarin di sana.

Arul : Kenapa bisa tenggelam?

Aslam : Saya kira tidak dalam airnya itu kolang langsungkah melompat.

Arul : Jadi siapa yang tolongko waktu tenggelam?

Aslam : Kebetulan banyak orang yang berenang di situ jadi mereka yang tolongka.

Pada saat siswa berdialog seperti di atas, terdengar dengan jelas adanya pengucapan /m/ diubah menjadi/ng/, bahkan terdapat pula enklitik -ka, dan -ko.

Semua bentuk kesalahan ini merupakan pengaruh dari bahasa Bugis yakni bunyi huruf tertentu cenderung dipindahkan ke bahasa Indonesia (B2). Dialog dengan mengubah/m/ menjadi/ng/ banyak dilakukan oleh siswa SMP Negeri 3 Marioriwawo Kabupaten Soppeng. Tetapi, tidak mungkin semua dialog yang

didengar dikutip ke dalam penyusunan skripsi ini karena keterbatasan yang dimiliki oleh penulis sendiri.

3) Menghilangkan /h/, /k/, dan/t/ pada akhir kata dasar.

Mengenai hal ini penulis memperoleh data dari hasil komunikasi siswa di kantin sekolah yaitu sebagai berikut:

Arul : Aldi, kok tangangmu dibalut, kenapa?

Aldi : Tanganku teriris sile kemarin.

Lindah : Banyak darana keluar!

Aldi : Nda ko,

Lindah : Tapi tidak taku‟jeko.

Aldi : Siapa yang taku, kan masih jauji dari jantung.

Dari data atau dialog di atas terjadi kesalahan berbahasa Indonesia yang cukup fatal. Karena di samping bunyi huruf /h/, /k/, dan /t/ dihilangkan juga memakai enklitik yang tidak ada dalam bahasa Indonesia. Dialog tersebut seharusnya berbunyi:

Arul : Aldi, kok tanganmu dibalut, kenapa?

Aldi : Tanganku teriris silet kemarin.

Lindah : Banyak darahnya keluar!

Aldi : Tidak kok,

Lindah : Tapi kamu tidak takut Aldi!

Aldi : Siapa yang takut, kan masih jauh juga dari jantung.

Dialog ini merupakan salah satu dialog yang dikutip dengan melakukan berbagai kesalahan berbahasa Indonesia. Hal ini terjadi sebagai pengaruh dari

kondisi keberadaan keluarga dan lingkungan masyarakat mereka yang menggunakan bahasa Bugis sebagai bahasa sehari-hari. Sehingga dalam berbahasa Indonesia mereka pun terbawa dan terpengaruh dengan dialek bahasa Bugis.

Untuk memperoleh data yang lebih akurat, maka penulis meminta kepada siswa untuk membaca kalimat di bawah ini.

- Hidup memang penuh kesulitan.

- Tanah tumpah darahku.

- Dialah yang membuat aku susah.

- Hadapilah hidup dengan penuh senyuman.

- Percayalah, hidup ini akan indah pada waktunya.

Dari pembacaan kalimat di atas, yang menghilangkan /h/ pada kata yang ditulis miring adalah tujuh siswa dari sepuluh siswa yang ditugaskan membaca.

Data ini menunjukkan bahwa ada kecenderungan bagi siswa SMP Negeri 3 Marioriwawo Kabupaten Soppeng untuk menghilangkan /h/, /k/, dan /t/ pada akhir kata dasar apabila mereka berkomunikasi atau bertutur kata bahasa Indonesia.Dalam hal ini kita bisa melihat bahwa biarpun dalam bentuk tulisan cara mereka membacanya juga masih banyak yang salah.

Demikianlah uraian tentang pengaruh fonologis bahasa Bugis terhadap penggunaan bahasa Indonesia dalam berkomunikasisiswa SMP Negeri 3 Marioriwawo Kabupaten Soppeng. Dari data yang diperoleh menunjukkan adanya kecenderungan fonem atau /ng/ dan lain-lainnya yang ada dalam bahasa Bugis di pindahkan ke dalam bahasa Indonesia.

2. Pengaruh Morfologis Bahasa Bugis terhadap Penggunaan Bahasa Indonesia

Untuk melihat dan mengetahui seberapa jauh adanya pengaruh bahasa Bugis dalam tataran morfologi terhadap penggunaan bahasa Indonesia dapat diketahui dari penggunaan klitik oeh siswa dalam berkomunikasi. Yang dimaksud klitik adalah morfem terikat yang melekat pada kata sebagai konstituennya. Klitik ini terdiri atas dua macam yaitu klitik yang melekat pada awal kata yang disebut proklitik dan klitik yang melekat pada posisi akhir kata disebut enklitik.

Adapun klitik yang dipakai oleh siswa SMP Negeri 3 Marioriwawo Kabupaten Soppeng dalam berbahasa Indonesia sebagai pengaruh dari bahasa Bugis adalah sebagai berikut:

a. Klitik penegas

- Pemakaian proklitik : tak-

- Pemakaian enklitik : -mi, -pi, -po, -pa, -ji.

b. Klitik Sapaan

- Pemakaian enklitik : -ki, -ko, -ka.

c. Klitik yang menyatakan milik

- Pemakaian proklitik : na-

- Pemakaian enklitik : -ta, -na, -i.

Untuk lebih jelasnya mengenai pemakaian klitik tersebut dapat dilihat pada uraian /pemaparan hasil penelitian berikut ini.

1) Klitik penegas pada bahasa Bugis a) Pemakaian proklitik tak-atau ta‟

Pada saat penulis mengadakan penelitian klitik tak- ini dipergunakan oleh siswa dalam menggunakan bahasa Indonesia seperti yang dikutip penulis pada saat siswa berkomunikasi yaitu:

Aldi : Arul, kenapa helmmu pecah?

Arul : Ta‟lempar kemarin Aldi : Di mana?

Arul : Di jembatan

Dialog di atas merupakan salah satu dari sekian banyak percakapan bebas yang dilakukan oleh siswa di luar kelas yang di dalamnya terdapat kesalahan berbahasa Indonesia dengan menggunakan klitik tak- (ta‟), seharusnya kata yang benar adalah terlempar. Namun merasa tidak dapat memperoleh data yang lebih akurat, karena mengingat percakapan itu di luar kelas dan hasil dialog mereka sulit untuk penulis merangkumnya secara keseluruhan maka penulis berinisiatif untuk mengajukan pertanyaan berupa dialog antara penulis dan responden. Dalam pertanyaan itu penulis sengaja mengarahkan responden untuk memberikan jawaban pada dua kemungkinan yaitu jawaban dengan menggunakan imbuhan ter- atau tak- .

Penulis: Apabila sebuah taksi melaju dengan kecepatan 120 km/jam persis pada tikungan tajam dan diarah yang berlawanan muncul sebuah mobil truk.

Maka, apa yang akan terjadi pada taksi tersebut apabila pengemudi tidak mengurangi kecepatannya?

Iin : Ta‟balik.

Dari jawaban yang diberikan oleh Iin merupakan jawaban yang mengandung unsur bahasa Bugis, seharusnya jawaban yang tepat adalah terbalik.

Kalau merujuk pada kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar, hal seperti ini sangatlah tidak dibenarkan karena telah menyimpang dari kaidah bahasa Indonesia itu sendiri. Namun kesalahan berbahasa memang sulit untuk dihindari oleh siswa SMP Negeri 3 Marioriwawo Kabupaten Soppeng karena bahasa Bugis tetap sebagai bahasa sehari-hari dalam lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat sehingga sampai di lingkungan sekolah pun pengaruh bahasa itu tetap akan ada.

Data lain yang diperoleh dari percakapan bebas pada siswa adalah adanya pemakaian imbuhan ta- sebagai pengganti prefiks ter-, yaitu:

Reski : Darimanako Alfa?

Alfa : Darika WC na tidak bisa terbuka pintunya.

Fitri : Ta‟kunciki mungkin dari dalam.

Alfa : Tidak kutaumi juga.

Dialog singkat yang penulis sempat dengarkan ini menunjukkan adanya pengaruh klitik bahasa Bugis ke dalam bahasa Indonesia. Dialog tersebut seharusnya:

Reski : Darimana Alfa?

Alfa : Dari WC baru tidak bisa terbuka pintunya.

Fitri : Terkunci mungkin dari dalam.

Alfa : Tidak kutahu juga.

b) Pemakaian enklitik -mi

Pemakaian enklitik -mi dalan bahasa Indonesia sering sekali didapatkan baik itu mengikuti kata kerja maupun kata sifat. Mengenai pemakaian enklitik -mi ini, penulis memperoleh data antara lain dengan melakukan pertanyaan kepada siswa yang bernama Armin dengan bunyi pertanyaan sebagai berikut:

- Kenapa kamu tidak masuk di kelas?

- Kenapa kamu memakai sepatu warna putih?

- Kenapa kamu memilih jawaban ini?

- Sudah datang semua teman-teman kamu?

- Kenapa kamu membuang buku itu?

- Kenapa kamu membuang pulpen itu?

Pertanyaan di atas dikondisikan atau disesuaikan dengan keadaan siswa pada saat ditanya. Dalam hal ini apakah pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat dijawab oleh siswa sesuai keadaan siswa pada saat itu. Adapun jawaban dari Firman yaitu:

- Istirahatmi kak

- Rusakmi sepatu hitamku kak

- Karena ini menurutku jawaban yang benarmi diantara yang lain - Adami semua kak

- Robekmi kak

- Habismi tintanya kak

Dari data di atas ditunjukkan bahwa enklitik -mi dapat mengikuti kata kerja dengan kata sifat. Apabila enklitik -mi mengikuti kata kerja maka maknanya adalah menegaskan tindakan pada kata dasarnya. Sedangkan kalau enklitik -mi mengikuti kata sifat maka maknanya menyatakan arti sudah.

Selain data di atas penulis juga sempat mendengar dan mencatat dialog bebas dua orang siswa, yaitu:

Aslam : Mauma pulang saya deh, karena mauka ke pasar.

Susi : Tunggu dulu sampai jam terakhir.

Aslam : Adami temanku tungguka di bawah.

Susi : Daripada kualfako.

Aslam : Biarmi.

Pemakaian enklitik -mi seperti di atas sering sekali penulis dengarkan pada saat melakukan penelitian tetapi tidak mungkin semua dikutip secara keseluruhan karena berbagai keterbatasan yang dimiliki. Namun dari semua data yang diperoleh melalui jawaban dari siswa maupun hasil dialog yang dikutip tadi, maka penulis dapat memberikan simpulan bahwa ada kecenderungan siswa SMP Negeri 3 Marioriwawo Kabupaten Soppeng memakai enklitik -mi apabila berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia. Padahal enklitik -miini merupakan enklitik dalam bahasa Bugis dan tidak ada dalam kaidah bahasa Indonesia. Jadi, adanya pemakaian enklitik -mi oleh siswa itu sebagai akibat dari pengaruh bahasa sehari-hari siswa yaitu bahasa Bugis.

c) Pemakaian enklitik -pi

Pemakaian enklitik -pi oleh siswa dalam berbahasa Indonesia dapat dilihat melalui dialog bebas yang didengar dan dicatat oleh penulis seperti di bawah ini:

Eni : Kenapa kamu belum masuk di kelas?

Firman : Belumpi juga datang bapak.

Eni : Memangnya datangpi bapak baruko mau masuk di kelas, ini sudah jam pelajaran bahasa Indonesia.

Firman : Biar saja. Tapi saya adapi bapak baruka mau masuk.

Pemakaian enklitik -pimengacu kepada orang ketiga dan enklitik ini dapat menjadi pengganti kata nanti, setelah, dan juga. Pemakaian enklitik -pi seperti data yang terdapat di atas merupakan enklitik bahasa Bugis yang dipindahkan ke dalam bahasa Indonesia. Hal ini merupakan suatu kesalahan dan penyimpangan terhadap kaidah bahasa Indonesia yang berlaku dan dilakukan oleh siswa SMP Negeri 3 Marioriwawo Kabupaten Soppeng.

d) Pemakaian enklitik -po dan -pa

Menurut pengamatan penulis sebelum menyelenggarakan penelitian secara resmi, enklitik -po dan -pa sering sekali dipakai oleh siswa dalam berkomunikasi baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Pada saat melakukan penelitian penulis memperoleh data dari hasil dialog siswa di bawah ini:

Firman : Belumpo makan bakso Alfa?

Alfa : Belum, karena makanpo baru saya makan juga.

Firman : Kenapa makanpa baru kamu makan juga.

Alfa : Yah, supaya kamu yang bayar semuanya.

Firman : Kalau begitu tungguka pale, datangpa dari WC baru kita sama-sama ke kantin.

Alfa : Iya..

Pada dialog di atas digunakan adanya kesalahan berbahasa dengan memasukkan atau mengikutsertakan klitik -po dan -pa dalam bahasa Indonesia.

Padahal klitik tersebut adalah klitik yang digunakan dalam bahasa Bugis.

Seharuanya dialog tersebut yang benar adalah:

Firman : Kamu belum makan bakso Alfa?

Alfa : Belum, karena nanti kalau kamu makan baru saya makan juga.

Firman : Kenapa nanti saya makan baru kamu makan juga.

Alfa : Yah, supaya kamu yang bayar semuanya.

Firman : Kalau begitu tunggu saya, nanti kalau saya datang dari WC baru kita sama-sama ke kantin.

Alfa : Iya..

Berdasarkan data mengenai pemakaian enklitik -po dan -pa dari data di atas, maka penulis dapat menarik beberapa simpulan yaitu:

- Pemakaian enklitik -po mengacu pada orang kedua tunggal.

- Pemakaian enklitik -po dapat menjadi pengganti kata nanti dan setelah.

- Pemakaian enklitik -pa lebih mengacu pada orang pertama tunggal/diri sendiri.

- Pemakaian enklitik -pa dapat menjadi pengganti kata setelah dan nanti.

- Enklitik -po dan -pa merupakan bentuk enklitik bahasa Bugis yang dapat menyatakan waktu (tenggang waktu) dan sering sekali dipakai dalam

Dokumen terkait