BAB I PENDAHULUAN
F. Metode Penelitian
yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian kualitatif.40Peneliti menggunakan kajian pustaka (library research). Misalnya saja buku, esai maupun jurnal. Pertama, peneliti mencari segala buku yang ada mengenai tokoh dan topik yang bersangkutan. Peneliti melakukan analisis terhadap isi buku (content analysis) maupun tulisan-tulisan selain buku.41 Khususnya studi tokoh, yakni penelitian yang khusus mengkaji pemikiran tokoh yang dalam hal ini adalah Gus Dur, baik seluruh pemikiran maupun sebagian pemikirannya.
Peneliti mengumpulkan data yang terdiri dari karya- karya yang ditulis Gus Dur, atau orang lain yang menulis tentang pemikiran ekonomi Gus Dur. Kajian yang diambil meliputi latar belakang internal maupun eksternal yang mempengaruhi pemikiran-pemikirannya serta kontribusi pemikiran Gus Dur pada masanya maupun masa-masa sesudahnya.42 Penelitian dilakukan dengan menelaah referensi primer berupa tulisan-tulisan lain yang memiliki kaitan.
40 Sedarmayanti & Syarifudin Hidayat, Metodologi Penelitian, (Bandung: Penerbit Mandar Maju, 2002), 86.
41 Suharismi Arikunto, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, cet. 11, 1998), 11.
42 Syharin Harahap, Metodologi Studi Tokoh & Penulisan Biografi, (Jakarta: Prenada, 2011), 6.
2. Pendekatan dan Metode Penelitian
Untuk melakukan pembacaan terhadap tulisan-tulisan Gus Dur yang masih terserak, dan mengungkap keterangan- keterangan dari orang-orang yang mengerti pola pemikiran ekonomi Gus Dur, peneliti menggunakan teori al-Jabiri. Bahwa Al-Jabiri menggunakan tiga pendekatan, yaitu strukturalis, historis, dan kritik ideologi.
Pendekatan pertama, metode strukturalis. Artinya, dalam mengkaji sebuah tradisi, pembaca berangkat dari teks- teks sebagaimana adanya. Ini juga berarti perlunya meletakkan berbagai jenis pemahaman tentang persoalan-persoalan tradisi dalam tanda kurung, serta membatasi objek kajian pada teks- teks tersebut semata.
Pendekatan semacam ini mengharuskan kita untuk
"melokalisir" pemikiran si empunya teks itu pada satu fokus persoalan tertentu (ishkaliyya>t). Dalam kerangka problematika inilah tercakup berbagai perubahan yang menggerakkan dan membatasi pemikiran si empunya teks.
Setiap ide dan gagasan menemukan ruang dan posisinya yang
"alami" (dalam arti yang absah dan yang diabsahkan) dalam kerangka kesatuan dan keseluruhan tersebut. Salah satu doktrin umum dalam pendekatan pertama ini menegaskan perlunya menghindari pembacaan makna sebelum membaca
ungkapannya. Suatu "ungkapan" yang dipahami sebagai bagian dari jaringan relasi, dan bukan sebagai kata-kata yang berdiri sendiri maknanya.
Implikasinya, kita mesti tidak terikat dengan berbagai jenis pemahaman apriori dari tradisi atau dari keinginan- keinginan yang merupakan konstruk masa kini. Semua pemahaman tersebut perlu diletakkan dalam tanda kurung, sebagai sesuatu yang perlu dipertanyakan. Kemudian dari sana kita mengalihkan persoalan pada satu tugas penting, yakni menimba makna dari teks itu sendiri, dari jaringan sistem relasi yang ada dalam segenap bagian-bagiannya.
Pendekaan kedua, analisis historis atau sejarah. Ini berkaitan dengan upaya untuk mempertautkan pemikiran si empunya teks, yang telah dianalisis dalam pendekatan pertama, dengan lingkup sejarahnya, dengan segenap ruang lingkup budaya, politik, dan sosiologisnya.
Pertautan semacam ini penting, karena dua hal:
Pertama, keharusan memahami historisitas dan genealogi sebuah pemikiran yang sedang dikaji; dan kedua, keharusan menguji seberapa jauh validitas konklusi-konklusi pendekatan strukturalis di atas. Yang dimaksud dengan "validitas" di sini bukanlah "kebenaran logis", karena ini sudah merupakan tujuan utama strukturalisme, melainkan "kemungkinan
historis" (al-imka>n al-tari>khi>). Yaitu kemungkinan- kemungkinan yang mendorong kita untuk mengetahui secara jeli apa saja yang mungkin dikatakan sebuah teks (said) dan apa yang tidak dikatakan (not-said), juga apa saja yang dikatakan namun didiamkannya (never-said).
Pendekatan ketiga, kritik ideologi. Maksudnya, mengungkap fungsi ideologis, termasuk fungsi sosial-politik, yang dikandung sebuah teks atau pemikiran tertentu, atau yang disengaja dibebankan kepada teks tersebut dalam satu sistem pemikiran (episteme) tertentu yang jadi rujukannya.
Menyingkap fungsi ideologis sebuah teks klasik merupakan satu-satunya cara untuk menjadikan teks itu kontekstual dengan dirinya. Ini dalam rangka melekatkan dalam dirinya satu bentuk historisitas atau sebagai produk sejarah.
Ketiga pendekatan yang saling terkait ini, tentu saja, dijalankan secara berurutan ketika melakukan kajian atas tradisi. Namun demikian, ketika merumuskan kesimpulan- kesimpulan, kita tetap harus mengikuti metode penulisan yang lazim berlaku hingga kini. Yaitu yang dimulai dari analisis historis, kritik ideologis, sebelum akhirnya dilakukan analisis strukturalisme.43
43 Muhammad Abed Al-Jabiri, Post Tradsonalisme Islam, (Yogyakarta: LKiS, 2000), 19-21.
Selanjutnya dalam melakukan pembacaan mengenai esensi pemikiran ekonomi Gus Dur, peneliti melihat berdasarkan kacamata seorang intelektual Iran: Muhammad Baqir ash-Shadr. Muhammad Baqir ash-Shadr memiliki karangan yang khusus mengupas perihal ekonomi dengan judul Iqtis}a>duna>.44Iqtis}a>duna> merupakan kajian yang berusaha mengupas perbandingan antara sistem ekonomi Islam, kapitalis, dan sosialis-Marxis.
Baqir ash-Shadr adalah pengkritik sistem kapitalis dan sosialis-Marxis, sama dengan Gus Dur yang sesekali juga melakukan kritik atas keduanya. Setelah mengkritik kapitalis dan sosialis, lantas Baqir ash-Shadr berusaha menerangkan bagaimana itu ekonomi Islam. Muhammad Baqir ash-Shadr sendiri sejatinya tidak begitu sepakat dengan pengistilahan sistem ekonomi Islam, karena menurutnya ekonomi tidak akan pernah sejalan dengan Islam. Menurut Baqir ash-Shadr, konsep ekonomi dan Islam tidak pernah dapat ketemu. Ekonomi mempercayai adanya konsep kelangkaan serta keterbatasan sumber daya ekonomi, dan adanya konsep ketidakterbatasnya keinginan manusia. Sementara secara Islam, Allah telah menciptakan alam semesta yang tidak terbatas. Seharusnya,
44 Muhammad Baqir ash-Shadr, Buku Induk Ekonomi Islam:
Iqtis}a>duna>, (Jakarta: Zahra Publishing House, 2008).
dengan adanya sumber daya yang tidak terbatas, jika manusia mampu mengelolanya secara baik, maka sejatinya sumber daya tersebut tidak akan pernah habis.45
Untuk itu, Baqir ash-Shadr mengganti istilah ekonomi dengan istilah iqtis}a>d yang artinya seimbang atau setara.
Oleh karena itu, persoalan atas pengertian ekonomi, bahwa iqtis}a>d bukanlah sekedar istilah atau versi terjemah tentang ekonomi dalam bahasa arab saja. Iqtis}a>d jelas dilatar belakangi oleh masalah prinsipil yang terjadi di tengah masyarakat, yaitu berkaitan dengan sumber daya ekonomi yang tidak benar-benar merata, distribusi pendapatan yang tidak merata, di mana ada ketimpangan antara kalangan kaya dan kalangan orang miskin yang sedemikian banyaknya.
Diantara uraiannya yang lain terkait ekonomi Islam adalah sebagaimana berikut ini: Bahwa posisi Islam, demi memenuhi kebutuhan dasar seluruh anggota masyarakat, Islam
45 Hal ini sesuai dengan yang telah dijelaskan dalam Q.S. al- Furqan (25) ayat 1-2: “Maha Terpuji Allah yang telah menurunkan Furqan (al-Qur’an) kepada hamba-Nya (Muhammad), sebagai peringatan bagi seluruh penghuni alam (jin dan manusia), Ia-lah Tuhan yang memiliki kekuasaan di langit dan bumi, dan yang tidak mengambil anak, dan juga tidak mempunyai sekutu dalam kekuasaan-Nya. Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan diperhitungkan dengan tepat.” Lihat: Zaini Dahlan dkk.
(penerjemah), Qur’an Karim dan Terjemahan Artinya, (Yogyakarta: UII Press, 1999), 636.
mewajibkan masyarakat untuk memproduksi komoditas dalam jumlah yang cukup demi memenuhi kebutuhan secara memadai sehingga setiap individu dapat memenuhi kebutuhannya.
Dalam Islam, produksi masyarakat tidak boleh berlebihan. Islam melarang pemborosan dan berlebih-lebihan, baik dalam skala individu maupun skala masyarakat. Islam mengizinkan pimpinan untuk mengintervensi produksi atas dasar justifikasi berikut ini: Pertama, negara supaya bisa menjamin tercapainya batas minimal produksi komoditas pokok dan menjamin tidak terlampauinya batas maksimal yang diizinkan. Bahwa usaha-usaha privat yang dijalankan berdasarkan kehendak pribadi para pemiliknya tanpa ada arahan dari otoritas hukum, akan memunculkan produksi massal yang berlebihan di satu sisi, dan tidak tercapainya batas minimal produksi di sisi lain. Pengawasan dan arahan otoritas hukum diperlukan guna menjamin produksi masyarakat berada di antara dua batas, batas bawah dan batas atas, supaya tidak terjadi kelangkaan atau pemborosan.
Kedua, guna mengisi kekosongan hukum sesuai dengan situasi dan kondisi aktual, kepala negara berhak mengisi kekosongan demi kepentingan umum dan demi tercapainya tujuan sistem ekonomi Islam. Dalam mengisi kekosongan ini, kepala negara berhak mengintervensi dan mengawasi
pergerakan produksi, termasuk mengarahkan dan menetapkan batas-batasnya.46 Ketika menilik beberapa hal yang telah dicetuskan Baqir ash-Shadr di atas, maka nanti akan diketahui Gus Dur secara pemikiran ekonomi, apakah ada kesesuaian dengan prinsip-prinsip ekonomi Baqir ash-Shadr tersebut, atau ada satu dua yang berbeda, atau bahkan tidak ada relevansinya sama sekali.
3. Teknik Pengumpulan Data
Merujuk pada Pedoman Penulisan Tesis Pascasarjana IAIN Ponorogo,47 pengumpulan data dilakukan dengan melakukan riset mendalam terhadap sumber-sumber kepustakaan, baik kepustakaan yang bersifat primer maupun sekunder.48 Kepustakaan primer adalah karangan asli yang ditulis oleh seseorang yang mengalami, melihat, atau mengerjakan sendiri.49 Bahan kepustakaan primer dapat berupa
46 Muhammad Baqir ash-Shadr, Buku Induk Ekonomi Islam:
Iqtis}a>duna>, (Jakarta: Zahra Publishing House, 2008), 450-452.
47 Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Tesis Pascasarjana IAIN Ponorogo, 41.
48 Syahrin Harahap, Metodologi Studi Tokoh & Penulisan Biografi (Jakarta: Prenada, 2011), 48-49.
49 I Made Indra P. & Ika Cahyaningrum, Cara Mudah Memahami Metodologi Penelitian (Yogyakarta: Penerbit Deepublish, 2019), 28.
kumpulan esai, skripsi, tesis, disertasi, jurnal50, maupun karya ilmiah lainnya.
Dalam penelitian ini, sumber-sumber yang menjadi rujukan peneliti adalah buku-buku atau tulisan-tulisan karya Gus Dur, sedangkan sumber-sumber kepustakaan sekunder ialah komentar orang lain terhadap suatu penelitian. Dapat pula diartikan sebagai penelitian dari seseorang yang tidak mengalami langsung peristiwa tersebut. Tidak berhenti di situ saja, kepustkaan sekunder dapat bersumber dari penelitian- penelitian atau karya ilmiah dengan tema-tema sejenis.
4. Sumber Data
Sumber data dapat berupa bahan kepustakaan yang bersifat primer maupun sekunder. Data-data primer dapat ditemukan dari tulisan-tulisan Gus Dur, antara lain:
50 Gus Dur seringkali menulis di Jurnal Prisma. Jurnal Prisma merupakan jurnal ilmu sosial yang berpengaruh yang mewakili cita- cendekia tahun 70-an hingga 80-an. Para cendekiawan terkemuka zaman itu atau calon cendekiawan yang kelak terkemuka di kemudian hari, tentu pernah memamerkan gagasannya di dalam Jurnal Prisma itu. Pemuatan tulisan dalam Prisma menjadi semacam pentahbisan seorang cendekiawan.
Sementara, hampir bisa dipastikan, mereka yang berminat pada pemikiran sosial dan penjelajahan intelektual saat itu, tidak akan melewatkan membaca Prisma. Lihat tulisan Hairus Salim HS berjudul: “Gus Dur dan Kenangan Zaman Prisma” dalam buku: Abdurrahman Wahid, Prisma Pemikiran Gus Dur, (Yogyakarta: LKiS, 2010), viii.
a. Islamku, Islam Anda, Islam Kita: Agama Masyarakat Negara Demokrasi51
b. Tuhan Tidak Perlu Dibela52 c. Prisma Pemikiran Gus Dur53
d. Muslim di Tengah Pergumulan,: Berbagai Pandangan Abdurrahman Wahid54
e. Tabayun Gus Dur: Pribumisasi Islam, Hak Minoritas, Reformasi Kultural55
f. Kumpulan Kolom dan Artikel Abdurrahman Wahid Selama Era Lengser56
g. Gus Dur Bertahta di Sanubari.57
51 Abdurrahman Wahid, Islamku, Islam Anda, Islam Kita: Agama Masyarakat Negara Demokrasi, (Jakarta: The Wahid Institute, 2006).
52 AbdurrahmanWahid, Tuhan Tidak Perlu Dibela, (Yogyakarta:
LKiS, cet. VII, 2012).
53 AbdurrahmanWahid, Prisma Pemikiran Gus Dur, (Yogyakarta:
LKiS, 2010).
54 AbdurrahmanWahid, Muslim di Tengah Pergumulan: Berbagai Pandangan Abdurrahman Wahid, (Jakarta: Lembaga Penunjang Pembangunan Nasional (Leppenas), 1981).
55 AbdurrahmanWahid, Tabayun Gus Dur: Pribumisasi Islam, Hak Minoritas, Reformasi Kultural, (Yogyakarta: LKiS, 2010).
56 AbdurrahmanWahid, Kumpulan Kolom dan Artikel Abdurrahman Wahid Selama Era Lengser, (Yogyakarta: LKiS, 2002).
Tulisan pemikiran Gus Dur yang terserak di banyak media massa (seperti: pada Kompas, Media Indonesia, Duta Msyarakat, Kedaulatan Rakyat, Sinar Harapan, Memorandum, Suara Pembaruan, Majalah Tempo, The Jakarta Post, sedangkan bahan kepustakaan sekunder dapat diperoleh dari karya ilmiah berupa artikel, skripsi, tesis, maupun buku-buku yang membahas kajian pemikiran ekonomi Gus Dur. Baik gagasan Gus Dur sendiri maupun kajian-kajian yang dilakukan oleh khalayak umum.
Seperti tulisan Sri Mulyani dengan judul “Mereformasi Ekonomi di Bawah Gus Dur”58 atau tulisan hasil dari transkrip Anwar Nasution sebagai mantan Deputi Senior Bank Indonesia dengan judul “Kabut Politik di Bidang Ekonomi”.59 Dimana kedua tulisan tersebut ada di buku Gus Dur di Istana Rakyat, Catatan Tahun Pertama, yang dieditori oleh Mohamad Sobary
57 Anita Wahid, (ed.), Gus Dur Bertahta di Sanubari, (Jakarta: The Wahid Institute, 2010).
58 Sobary, Mohamad (ed.) dkk. Gus Dur di Istana Rakyat: Catatan Tahun Pertama, (Jakarta: LKBN Antara & Bright Communication, 2000), 238-247.
59 Ibid. 226-237
dan kawan-kawan. Data juga didapat dalam buku berjudul Mulur Mungkretnya Gus Dur.60
Selain itu, data-data sekunder juga peneliti dapatkan melalui wawancara maupun hasil resume pemaparan presentasi seminar dengan beberapa kolega Gus Dur, juga dengan beberapa pemerhati, termasuk dengan sahabat dan murid ideologis Gus Dur.61
5. Analisis Data
Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan analisis taksonomi,62 di mana data-data yang dikumpulkan hanya terfokus pada pemikiran Gus Dur tentang ekonomi, sedangkan peran Gus Dur dalam bidang politik, pendidikan, budaya dan semisalnya tidak akan dibahas secara detail. Data yang diperoleh selanjutnya akan disusun sesuai kategori sehingga dapat dengan mudah dirumuskan untuk pada akhirnya
60 Soetopo dkk., Mulur Mungkretnya Gus Dur, (Jakarta: PT.
Galatama & Yayasan Jurnalis Kita, 2000).
61 Diantara murid ideologi yang telah peneliti wawancarai adalah:
Hakim Jaily, Jay Akhmad, Hairus Salim HS. Peneliti pernah pula mengikuti kelas seminar yang diampu Ah Mafuchan & Dewi Hutabarat.
62 Arief Furchan & Agus Maimun, Studi Tokoh: Metode Penelitian Mengenai Tokoh. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 65-66.
digunakan menjawab rumusan masalah lantas diambil kesimpulan berdasarkan data tersebut.63