• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

G. Metode Penelitian

4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan50. Adapun metode pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah sebagai berikut:

a. Penelitian Pustaka (Library Research)

Teknik kepustakaan adalah penelitian kepustakaan yang dilaksanakan dengan cara membaca, menelaah dan

49 Ibid,h.91

50 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2017),h.224.

46

mencatat berbagai literatur atau bahan bacaan yang sesuai dengan pokok bahasan, kemudian disaring dan dituangkan dalam kerangka pemikiran secara teoritis51.teknik ini dilakukan guna memperkuat fakta untuk membandingkan perbedaan dan atau persamaan antara teori dan praktek yang sedang penulis teliti terkait masalah distribusi zakat pertanian di Desa Teratak Kecamatan Batukliang Utara Kabupaten Lombok Tengah Pandangan Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy.

b. Observasi

Nasution, sebagaimana dikutip Sugiyono observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi52. Oleh sebab itu berdasarkan metode ini peneliti mengamati kebiasaan masyarakat tani terkait dengan pendistribusian zakat hasil pertanian.

51 Kartini Kartono, Pengantar Metode Research, (Bandung: ALUMNI,1998),h.78

52 Sugiyono, Metode Penelitian kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2017),h.310

47 c. Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk mendapatkan keterangan lisan melalui bercakap-cakap dan berhadap muka dengan orang yang dapat memberikan keterangan pada peneliti53.

Wawancara ini berupa pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya yang akan diajukan kepada narasumber untuk dimintai keterangannya mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penelitian tersebut untuk memperoleh data-data yang diperlukan.

d. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari dari seseorang54. Dokumentasi merupakan pelengkap dari metode observasi dan wawancara. Metode ini digunakan untuk mencari data- data yang bersifat arsip atau gambaran-gambaran yang dibutuhkan untuk melengkapi data-data yang dibutuhkan.

Data tersebut seperti arsip-arsi desa yang memuat profil

53 Mardalis, Metode Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 1989),h.65

54 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,(Bandung: Alfabeta, 2017),h.240

48

desa, data penduduk, data luas lahan, serta data-data lain yang terkait dengan penelitian ini.

5. Analisi Data

Analisi data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesis, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain55. Dalam tahap ini penulis melakukan analisis dengan menggunakan tolak ukur buku Pedoman Zakat Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, dan analisi datanya meliputi analisis terhadap data yang diperoleh dari hasil wawancara kepada para petani di Desa Teratak terhadap pelaksanaan distribusi zakat pertanian yang mereka lakukan. Langkah ini dilakukan oleh penulis pada BAB III, yaitu dengan menganalisis hasil wawancara dengan kajian teori.

55 Sugiyono, Metode penelitian Kuantitatif, Kualitatif...,h.244.

49 6. Kredibilitas/Keabsahan Data

Untuk mendapatkan keabsahan (trustworthinnes) data diperlukan tekhnik pemeriksaan. Pelaksanaan tekhnik pemeriksaaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu56. Untuk membuktikan kesesuaian antara data yang diperoleh dengan kenyataan maka diperlukan adanya kreadibilitas atau keabsahan data, agar data yang diperoleh menjadi valid dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, maka diupayakan hal-hal sebagai berikut :

a. Ketekunan Pengamatan

Ketekunan pengamatan bermaksud menemukan ciri- ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. Hal ini berarti bahwa peneliti hendaknya mengadakan pengamatan dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan terhadap faktor-faktor yang menonjol.57

Berdasarkan uraian tersebut, maka ketekunan pengamatan akan dilakukan dengan cara peneliti

56 Lexy,Moleong, Metode Penelitian kualitatif,(Bandung: Remaja Rosda Karya,2012),h.324

57 Moleong, Metode...hlm.329-330

50

mengadakan pengamatan secara teliti , rinci dan terus menerus selama proses penelitian di Desa Teratak Kecamatan Batukliang Utara terhadap objek yang dipilih.

Kegiatan ini dapat diikuti dengan pelaksanaan wawancara dengan masyarakat para petani sekitar sehingga dapat terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti subjek berdusta, menipu atau berpura-pura.

b. Triangulasi

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.58 Penelitian ini menggunakan Triangulasi sumber, yang berarti menggunakan sumber yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dengan teknik yang sama.59

c. Kecukupan Referensi

Kecukupan referensi adalah sebagai alat untuk menjaring data dan menyesuaikannya dengan kritik tertulis untuk keperluan evaluasi. Kecukupan referensi ini digunakan sebagai landasan teoritis yang cukup kuat

58 Lexy Moleong, Metode Penelitian Kualitatif...,h.330.

59 Djam’an Satori & Aan Komariah, Metodelogi penelitan Kualitatif, (Bandung:

Alfabeta),h.330

51

merumuskan permaslahan. Oleh sebab itu, selaku peneliti selalu berpedoman pada kemutahiran referensi dengan banyak membaca referensi-referensi yang mendukung.60 H. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dalam penelitian ini untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh mengenai apa yang akan penulis uraikan dalam penelitian ini. Dimana hasil penelitian disusun dalam format empat BAB.

Bab I diuraikan tentang pendahuluan yang memuat permasalahan yang akan diteliti, pendahuluan teridir dari uraian latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, ruang lingkup serta setting penelitian, telaah pustaka, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab II paparan data dan temuan, pada bab ini berisi paparan data yang telah didapatkan dari hasil penelitian dan temuan pada saat penelitian, berupa data Desa seperti profil Desa dan sebagainya, serta profil Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy selaku pengarang buku yang merupakan pisau analisis penelitian ini.

60 H.M. Burhan Bungin, Metode Penelitian Sosial & Ekonomi,(jakarta: Kencana Prenada Media Group,2003),h.135

52

Bab III, pembahasan, pada bab ini akan di uraikan teori- teori yang mandasari analisis masalah yang berkaitan dengan pemahaman masyarakat terhadap pelaksanaan zakat pertanian.

Bab IV penutup, bagian ini merupakan bab penutup yang memuat kesimpulan dan saran.

I. Rencana Jadwal Kegiatan Penelitian

No. Kegiatan Bulan Ke

1 2 3 4 5 6

1. Observasi Awal

2. Penyusunan Proposal 3. Diskusi/Konsultasi

Proposal

4. Seminar Proposal √

5. Memasuki Lapangan √ √

6. Penyusunan Skripsi √ √

7. Diskusi/Konsultasi Skripsi

8. Penyempurnaan Skripsi √

9. Sidang Skripsi √

10 Yudisium √

53 BAB II

PAPARAN DATA DAN TEMUAN

A. Latar Belakang Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy 1. Biografi Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy

Muhammad Hasby Ash Shiddieqy dilahirkan di Lhokseumawe Aceh, pada 10 Maret 1904 di tengah-tengah keluarga ulama pejabat, ibunya bernama Tengku Amrah, adalah putri Tengku Abdul Aziz, pemangku jabatan Qadhi Chik Maharja Mangkubumi. Ayahnya bernama Al-Haj Tengku Muhammad Husen Ibn Muhammad Su’ud menempati jabatan sebagai Qadhi Chik, mereka golongan orang-orang besar Tengku Chik di Simeuluk Simalangga. Tengku Chik di Simeuluk adalah keturunan Faqir Muhammad (Muhammad Al- Ma’shum) ialah adalah keturunan Abu Bakae ash-Shiddiq, Khalifah pertama dari deretan Khalifah Al-Rasyidin, bahkan ada beberapa tulisan yang mengatakan bahwa Habi adalah keturunan ke-30 dari Abu Bakar Shiddiq. Terkait dengan hal tersebut semua anggota keluarganya diberikan sebutan nama

54

Ash Shiddieqy di belakang namnya, bermula pada tahun 1925.61

Ketika remaja ia telah dikenal di kalangan masyarakat karena ia sudah terjun berdakwah dan berdebat dalam diskusi- diskusi, sehingga mereka terkenal dan menjadi populer dikalangan masyarakat pada saat itu. Jenjang pendidikan pertamanya adalah di pesantresn yang dipimpin oleh ayahnya.

Pada usia 8 tahun ia telah khatam Al-Qur’an dan satu tahun ia belajar Qira’ah dan Tajwid serta dasar-dasar Tafsir dan Fiqh kepada ayahnya. Setelah belajar dengan ayahnya ia kemudian bertemu dengan salah satu pemikir pembaharu dalam Islam di Indonesia, yaitu Syekh Muhammad Ibn Salim al-Kalali, ia bertempat tinggal di Lhokseumawe. Pertemuan Hasbi dengan Syekh al-Kalali ia mendapat kesempatan untuk membaca kitab- kitab yang ditulis oleh pelopor-pelopor kaum pembaharu pemikiran Islam dan juga berkesempatan membaca majalah- majalah yang menyuarakan suara-suara pembaharuan yang

61 Herman, Abd. Halim Talli, dan Kurniati, “Pemikiran Hasbi Ash Shiddieqy Tentang Fiqh Zakat di Indonesia”, Jurnal Hukum Islam, vol 8, No 1, 2022, h. 74

55

diterbitkan di Singapura, pulau pinang dan Padang dan juga mendapat bimbingan langsung dari Syekh al-Kalali.62

Hasbi terjun didunia pendidikan dan membangun sarana pendidikan serta menulis beberapa karya . Beliau wafat di rumah sakit Islam Jakarta pada hari selasa tanggal 9 desember 1975, tepat sepekan mendahului Prof. Dr. Hazairin. Ia dimakamkan berdampangan dengan makam Prof. Thoha Yahya Omar dan dekat makam Sa’aduddin Jambek di Pemakaman IAIN Syari Hidayatullah Jakarta Ciputat Jakarta Selatan.

Hasbiwafat dengan meninggalkan 4 orang anak )2 laki-laki dan 2 perempuan) dan tujuh belas cucu.63

Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy lahir di Lhokseumawe, Aceh Utara 10 Maret 1904 ditengah keluarga ulama pejabat.

Dalam tubuhnya mengalir darah campuran arab dari sisilahnya diketahui bahwa beliau keturunan ke-37 dari Abu Bakar ash- Shiddieq. Anak dari pasangan Teungku Amrah, Puteri Teungku Abd al-Aziz pemangku jabatan Qadhi Chik Maharja mengkubumi dan Al-Hajj Teungku Muhammad Husen Ibn Muhammad Mas’ud. Ketika berusia 6 tahun ibungan wafat dan

62 Ibid, h. 74

63 Ibid, h. 74

56

diasuh oleh Teungku Syamsiyah (bibinya). Sejak berusia 8 tahun Hasbi meudagang (nyantri) dari dayah satu ke dayah yang lain yang berada di pusat kerajaan pasai tempo dulu.64

Sisi menarik dari Muhammad Hasbi adalah pertama, ia seorang otodidak. Pendidikan yang ditempuhnya dari dayah ke dayah dan hanya satu setengah tahun duduk di bangku sekolah Al-Irsyad (1926). Basis pendidikan formal seperti itu, ia memperlihatkan dirinya sebagai seorang pemikir.

Kemampuannya selaku seorang intelektual diakui oleh dunia internasional. Ia diundang dan menyampaikan makalah dalam international colloquium yang diselenggarakan si Iahore Pakistan (1958). Diluar hal terssebut, ia memiliki perbedaan dengan tokoh-tokoh pembaharu lainnya di Indonesia, sebab sebelum beliau naik haji mereka sudah menyampaikan pembaharuan di Timur Tengah pada saat menempuh pendidikan. Kedua, ia mulai bergerak di Aceh, di lingkungan masyarakat yang dikenal fanatic, bahkan ada yang menyangka

“angker”. Namun, Hasbi pada saat pertama kali menempu perjuangan pembaharuan ia sangat berani perbedaan, ia sangat kuat keyakinannya dan semangat yang tinggi untuk melakukan

64 Ibid, h.75

57

perjuangan pembaharuan meskipun ia dimusuhi oleh mereka yang tidak sepaham dengannya. Ketiga, dalam berpendapat ia merasa dirinya bebas tidak terikat dengan pendapat kelompoknya. Bahkan ia berani berbeda pendapat dengan jumhur ulama, sesuatu yang langka terjadi di Indonesia.

Keempat, ia adalah orang pertama di Indonesia yang sejak tahun 1940 dan dipertegas lagi pada tahun 1960, menghimbau perlunya dibina fiqh yang berkepribadian Indonesia. Himbauan ini menyentak sebagian ulama Indonesia. Mereka angkat bicara menentang fiqh (hukum in concrete) di-Indonesia-kan atau dilokalkan. Bagi mereka, fiqh dan syariat (hukum in abstracto) adalah semakna dan sama-sama universal.65

Karir akademiknya, menjelang wafat, memperoleh dua gelar Doctor Honoris Causa karena jasa-jasanya terhadap perkembangan perguruan tinggi Islam dan perkembangan Ilmu Pengetahuan ke-Islaman di Indonesia. Satu diperoleh dari universitas Islam Bandung (UNISBA) pada tanggal 22 maret 1975 dan dari IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tanggal 29 Oktober 1975. Tanggal 9 Desember 1975, setelah beberapa

65 Herman, Abd. Halim Talli, dan Kurniati, “Pemikiran Hasbi Ash Shiddieqy Tentang Fiqh Zakat di Indonesia”, Jurnal Hukum Islam, vol 8, No 1, 2022, h.75

58

hari memasuki karantina haji, dalam rangka menunaikan ibadah haji, beliau wafat. Dan jasad beliau dimakamkan di pemakaman keluarga IAIN Ciputat Jakarta. Pada upacara pemakaman pelepasan jenazah almarhum, turut memberi sambutan almarhum Buya Hamka dan pada saat pemakaman beliau dilepas oleh almarhum Mr. Moh. Rum. Naskah terakhir yang diselesaikan adalah pedoman Haji.66

2. Ideologi Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy

Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy adalah seorang ulama dan cendikiawan muslim. Beliau ahli dalam ilmu fikih, hadits, tafsir dan ilmu kalam. Ia juga seorang penulis yang produktif, dan pembaharu (mujaddid) yang terkemuka dalam menyeru kepada umat, agar kembali ke Al-Qur’an fan Hadits Rasulullah saw.67

Hasbi tersebut sebagai pembaharu Islam, sebab beliau mampu keluar dari kungkungan dan pengaruh yang sangat kuat ketika itu, dalam mengikuti pendapat mazhab tanpa mencoba melihat kembali dasar hukum ajaran Islam yang murni dengan

66 Ibid,h.76

67 Departemen Pendidikan Nasional, Ensiklopedia Islam (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, cet.9,2001),jilid II,h.94

59

tradisi yang berbaur syirik dalam pelaksanaan ibadah umat Islam.68

Hasbi memang bukan satu-satunya orang yang melakukan tajdid (perubahan sikap, nilai dan cara berpikir dalam memahami Islam, meskipun tetap menggunakan acuan semula).

Yakni walaupun tetap memakai metode yang digunakan mazhab tertentu seperti ushul fikihnya, qawaid fikihnya dan perangkat ilmu alat yang lain.69

Adapun perkenalan Hasbi dengan gagasan pembaharuan pemikiran islam terjadi ketika ia bertemu dengan Syekh Muhammad Ibn Salim al-Kalali – pemimpin Majalah al-Iman yang terbit di Singapuura dan gencar menyuarakan pembaharuan Islam yang menetap di Lhokseumawe. Dari tokoh inilah Hasbi mendapat kesempatan luas untuk membaca tulisan para pelopor pembaharuan serta majalah-majalah yang menyuarakannya. Syekh al-Kalali pula yang menyarankan penambahan gelar Ash-Shiddieqy di belakang nama Hasbi karena ia merupakan keturunan ketigapuluh tujuh dari Abu Bakar al-Shiddiq, sahabat utama Rasulullah dan Khalifah

68 Heni Julidar Daulay, Pemikiran Hadis T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy Pada Buku Koleksi Hadits-Hadits Jilid Satu Pembahasan Pertama (ThaRah),(UIN Sumatera Utara, 2016),h.14

69 Ibid,h.14

60

pertama Islam. Ia juga menyarankan agar Hasbi melanjutkan pendidikan di perguruan al-Irsyad Surabaya untuk memperdalam bahasa Arab.70

Menurut Abdurrahman Wahid dalam buku Kontroversi Pemikiran Islam di Indonesia, beliau mengatakan “bahwa tidak ada gerakan Islam di Negeri kita yang tidak melakukan tajdid”.

Baik itu gerakan secara individu dari beberapa orang yang melakukan pembersihan di lingkungannya masing-masing seperti, K.H. Achmad Dahlan, K.H. Mas Mansur, K.H. Hasyim Asy’ari. Maupun gerakan secara kumpulan atau organisasi Islam, seperti NU (Nahdatul Ulama), Al-Wasliyah, Perti, dan Muhammadiyah.71

Para pembaru Islam seperti di atas, mereka berkeyakinan, ajaran islam mampu memecahkan semua masalah kehidupan manusia untuk mencapai tingkat hidup lebih baik, sejahtera di dunia dan bahagia di akhirat. Menurut mereka saat ini Islam mundur dan lemah disebabkan oleh kebodohan, kemiskinan dan keterpecahbelahan umat Islam. Islam kehilangan vitalitas dan

70 Hendhi Nadhira, Corak Pemikiran Hukum Islam Hasbi Ash-Shiddieqy Antara Purifikasi dan Modernisasi, (IAIN Raden Fatah Palembang :Media Syariah, Vol. XIV No. 2 Juli –Desember 2012),h.253

71 Heni Julidar Daulay, Pemikiran Hadis T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy Pada Buku Koleksi Hadits-Hadits Jilid Satu Pembahasan Pertama (ThaRah),(UIN Sumatera Utara, 2016),h.14-15

61

dinamika, disebabkan oleh umat Islam, tidak lagi mengamalkan ajaran-ajaran Islam sesederhana dan seluwes seperti yang diajarkan Nabi Saw. Tetapi umat Islam telah menambah- nambah ajaran Islam sehingga menjadi kompleks, memberatkan, kaku dan lamban. Tambahan-tambahan inilah yang disebut bid’ah.72

Adapun mengenai metode pemikiran para ulama berbeda- beda dalam menetapkan suatu hukum Islam. Berikut metodelogi pemikiran para ulama yang dikembangkan oleh Wael B. Hallaq digolongkan menjadi tiga, yaitu:73

a. Tipe pemikiran hukum yang literalisme religius adalah penafsiran yang bertumpu pada literal al-Qur’an dan sunnah dan tidak bisa dirubah-ubah misalnya penafsiran terhadap ayat al-Qur’an tentang pembagian waris bagi laki-laki dua kali bagian perempuan. Pembagian yang yang ditetapkan oleh ayat tersebut tidak bisa diotak-atik lagi karena sebagaimana pandangan kaum Asy, ari menyatakan bahwa kemampuan intelektual manusia dipandang tidak memadai untuk menentukan hikmah dibalik wahyu Tuhan. Kearifan

72 Ibid,h.15

73 Wael B. Hallaq, Sejarah Teori Hukum Islam, terj. E. Kusumadiningrat, Abdul Haris bin Walidn(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2000),h.307-377

62

Tuhan, yang terhujam secara mendalam dalam hukum-Nya, tidak mungkin dipahami amnusia. Oleh karena itu manusia hanya dapat menjalankan apa yang ditentukan oleh teks.

b. Tipe utilitariansme religius, yaitu tipe pemikiran yang bertumpu pada teks al-Qur’an, sunnah dan konsensus para sahabat sembari melihat konteksnya. Tipe kedua ini menurut Hallaq diilhami oleh pemikiran yang dikembangkan oleh Muhammad Abduh yang dilanjutkan oleh muridnya Rasyid Ridha. Rasyid Ridha mengajukan sejumlah “premis” yang tidak semuanya dapat dilihat dengan sendirinya sebagai relevan dengan klaimnya.

Pertama, diketahui dengan pasti bahwa Tuhan menyempurnakan agamanya. Kedua, al-Qur’an adalah batu pijakan dan dasar alam. Ketiga, perkataan-perkataan Nabi yang berkaitan dengan materi ibadan dan mutlak, tetapi yang berkaitan dengan masalah duniawi, atau hal-hal biasa itu adalah relatif karena Nabi menyerahkan urusan dunia itu kepada umatnya. Keempat, Tuhan mengamanahkan kepada umat Islam baik secara individual maupun kolektif untuk menjalankan urusan keduniaanya sendiri berdasarkan asumsi fundamental yang menyatakan bahwa semua

63

makhluk sederajat. Kelima, Tuhan menyempurnakan, sekali dan selamanya, semua hal yang terkait dengan ibadah (pengabdian) yang sejak itu tidak berubah dalam waktu maupun tempat. Namun karena hal duniawi bener-bener berubah dari waktu ke waktu dan dari tempat yang satu ke tempat yang lain, maka tuhan hanya meletakkan perinsip umum yang menurut prinsip itu persoalan-persoalan itu diperlukan. Keenam, konsensus yang dapat dipahami dan diyakini hanyalah konsensus dari para sahabat.

c. Tipe liberalisme religius, tipe pemikiran yang memahami wahyu secara teks dan konteks. Kelompok ini membuang semua prinsip yang dikembangkan oleh fuqoha tradisional.

Mereka justru mengadopsi sisi rasionalitas Muhammad Abduh dengan mengedepankan kajian hermeneutik.

Menurut mereka, hubungan antara teks wahyu dalam masyarakat medern tidak tergantung pada satu penafsiran secara literalis tetapi lebih kepada penafsiran terhadap semangat dan tujuan yang ada dibalik bahasa khusus dari teks-teks wahyu.

Dilihat dari teori pemikiran tersebut Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy menggunakan pemikiran tipe hukum yang

64

utilitariansme religius dimana tipe pemikiran ini yang bertumpu pada teks al-Qur’an, sunnah dan konsensus para sahabat sembari melihat konteksnya. Karena didalam pembahasan buku-buku karyanya Hasbi menggunakan sumber dari al- Qur’an, as Sunnah serta pendapat-pendapat dari para Sababat untuk menetapkan suatu hukum untuk buku-buku karyanya termasuk tentang hukum zakat.

3. Karya-karya Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy Hasbi adalah ulama yang produktif menuliskan idea pemikiran keIslaman. Menurut catatan, buku yang ditulis berjumlah 73 judul (142 jilid). Sebagian besar karyanya adalah bidah fiqh (36 judul). Bidang-bidang lainnya adalah hadits (8 judul), tafsir (6 judul), tauhid (ilmu kalam) (5 judul).

Sedangkan selebihnya tidak kurang 17 judul adalah tema-tema keIslaman yang bersifat umum dan tidak kurang 50 artikel telah ditulisnya dalam bidang tafsir, hadits, fiqh, dan ushul fiqh serta pedoman ibadah. Di antara karya-karya tersebut, berikut ini hanya akan dikemukakan beberapa karya yang terkait dalam bidang-bidang ilmu tertentu.

65

a. Bidang Tafsir dan Ilmu Qur’an

(1) Beberapa Rangkaian Ayat (1952); (2) Sejarah dan Pengantar Ilmu Tafsir (1954); (3) Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur (30 Juz) (1956); (4) Tafsir Al Bayan (1966);

(5) Mujizat al-Qur’an (1966); (6) Ilmu-ilmu Al-Qur’an:

Media Pokok Dalam Menafsirkan Al-Qur’an (1972).

b. Bidang Hadits dan Ilmu Hadits

(1) Beberapa Rangkuman Hadits (1952); (2) Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits (1954); (3) 2002 Mutiara Hadits, 8 jilid (1954-1980); (4) Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadits, 2 jilid (1958); (5) Problematika Hadits Sebagai Dasar Pembinaan Hukum Islam (1964); (6) Koleksi Hadits-hadits Hukum, 11 Jilid (1970-1976); (7) Rijalul Hadits (1970); (8) Sejarah Perkembangan Hadits (1973); (9) Bidang fiqh/Ushul Fiqh; (10) Sejarah Peradilan Islam (1950); (11) Tuntutan Qurban (1950); (12) Pedoman Shalat; (13) Hukum-hukum Fiqh Islam; (14) Pengantar Hukum Islam (1953); (15) Pedoman Zakat; (16) Al-Ahkam (Pedoman Muslimin) (1953); (17) Pedoman Puasa; (18) Kuliah Ibadah; (19) Pemindahan Darah (Blood Transfusion) Dipandang dari Sudut Hukum Islam (1954); (20) Ichtisar

66

Tuntutan Zakat dan Fitrah (1958); (21) Syariat Islam Menjawab Tantangan Zaman (1961); (22) Peradilan dan Hukum Acara Islam; (23) Poligami Menurut Syariat Islam;

(24) Pengantar Ilmu Fiqh (1967); (25) Baitul Mal Sumber- sumber dan Penggunaan Keuangan Negara Menurut Ajaran Islam (1968); (26) Zakat Sebagai Salah Satu Unsur Pembina Masyarakat Sejahtera (1969); (27) Asas-asas Hukum Tatanegara Menurut Syaariat Islam (1969); (28) Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam (1971); (29) Hukum Antar Golongan dalam Fiqh Islam;

(30) Perbadaan Muthla’ Tidak Mengharuskan Kita Berlainan Pada Memulai Puasa (1971); (31) Ushul Fiqh;

(32) Ilmu Kenegaraan Dalam Fiqh Islam (1971); (33) Beberapa Problematika Hukum Islam (1972; (34) Kumpulan Soal Jawab (1973); (35) Pidana Mati dalam Syari’at Islam; (36) Sebab-sebab Perbedaan Faham Para Ulama dalam Menetapkan Hukum Islam; (37) Pokok-pokok Pegangan Imam-imam Madzhab dalam Membina Hukum Islam; (38) Pengantar Fiqh Muamalah; (39) Fakta-fakta Keagungan Syariat Islam (1974); (40) Falsafah Hukum Islam (1975); (41) Fiqh Islam Mempunyai Daya Elastis,

Dokumen terkait