BAB I PENDAHULUAN
F. KERANGKA TEORI
1. Metode Takrir
a. Pengertian Metode
Secara etimologi metode ialah berasal dari bahasa yunani
“metodos” yang terdiri dari dua suku kata yaitu “metha” yang artinya melewati atau melalui, sedangkan suku kata yang kedua yaitu “hodos”
yang berarti jalan atau cara. Dengan demikian metode dapat di artikan sebagai jalan atau cara yang dilewati untuk mencapai sebuah tujuan.24
Sedangkan metode dalam bahasa Arab secara istilah dikenal dengan kata “thariqah” yaitu jalan, dalam hal ini yang dimaksud adalah langkah-langkah strategis yang harus dipersiapkan untuk melakukan suatu pekerjaan. Adapun untuk memahami pengertian metode secara istilah, maka ada beberapa pendapat para ahli. Adapun pendapat-pendapat tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1) Menurut Ramayulis mengemukakan bahwa definisi dari metode mengajar ialah sebagai cara yang dapat digunakan oleh seorang
24Muhammad Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm. 61.
guru dalam membelajarkan peserta didiknya ketika proses belajar dan mengajar berlangsung.25
2) Menurut Abuddin Nata mengemukakan bahwa definisi metode ialah sebagai suatu langkah dan cara yang dapat digunakan dalam menyampaikan suatu pemikiran, wawasan, maupun sebuah gagasan yang telah disusun secara sistematik agar dapat terencana sesuai dengan konsep, prinsip dan teori tertentu yang termuat dalam berbagai disiplin ilmu yang terkait.26
Dari beberapa pengertian di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa metode ialah seperangkat cara, jalan atau langkah yang dapat digunakan oleh pendidik agar peserta didik bisa memahami sesuatu dengan mudah dalam melaksanakan proses pembelajaran dan agar tujuan pembelajaran tercapai.
b. Pengertian Takrir
Sedangkan pengertian takrir ialah berasal dari bahasa Arab (
- ك ْكي
-
اً ْي ْكت )
yang berarti mengulang atau meniru.27Takrir merupakan salah satu cara agar informasi atau materi yang masuk ke dalam memori jangka pendek dapat berlangsung menuju ke memori jangka panjang, hal ini dapat dilakukan dengan pengulangan (rehearsal/takrir). Penyimpanan suatu materi/informasi
25Ramayulis, Ilmu…, hlm. 271.
26Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014), hlm. 176.
27Munawir, Kamus Al-Munawir, (Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1984), hlm. 1200.
di dalam memori dan sejauh mana kekuatannya menyimpan tergantung pada individu masing-masing.
Sebagian orang memiliki daya ingat yang kuat sehingga dapat men yimpan suatu materi/informasi dalam jangka waktu yang cukup lama, adapula yang menginginkan hal tersebut tetapi harus melalui proses pengulangan secara bertahap bahkan cenderung melakukannya secara terus-menerus. Memori “ingatan” ialah suatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena ingatan berperan penting bagi manusia agar mampu berkomunikasi, merefleksikan dirinya, serta menyatakan perasaan dan pikirannya yang berkaitan dengan pengalaman.
Dalam menghafal al-Qur‟an tentunya mengingat adalah proses awal yang di mana seluruh informasi maupun materi ayat-ayat al- Qur‟an harus mampu di ingat secara sempurna. Oleh sebab itu proses pengingatan ini dimulai dari awal hingga pada recalling (pengingatan kembali) harus dengan tepat. Apabila dalam proses memasukkan/menyimpan hafalan sudah keliru maka ketika pengingatan kembali juga akan terjadi kekeliruan dan bahkan materi tersebut sulit ditemukan kembali di dalam memori.
Untuk menuju pengungkapan atau mengulang kembali materi maka ada tahap sebelumnya yang harus dilewati yaitu: encoding (memasukkan informasi atau materi kedalam ingatan), kemudian yang kedua disebutkan storage (menyimpan informasi atau materi yang
telah dimasukkan), dan tahap terakhir inilah yang sangat penting dalam peoses menghafal al-Qur‟an yakni retrieval (mengingat atau mengungkap kembali informasi yang telah disimpan lama dalam memori).28 Pengungkapan kembali informasi/materi yang yang tersimpan lama dalam gudang memori adakalanya bersifat otomatis tanpa pancingan dan adapula yang membutuhkan pancingan terlebih dahulu, begitupula dalam proses menghafal al-Qur‟an. Pengulangan disebut sebagai jalan repetisi untuk mempertahankan sesuatu dalam proses daya ingat kerja.
Pengulangan sangat berperan penting dalam suatu pembelajaran terutama dalam proses menghafal, karena semakin lama bertahannya sesuatu di dalam daya ingat kerja maka semakin besar kemungkinan untuk dikirim ke jaringan daya ingat jangka panjang. Maka dari itu ingatan/hafalan akan menjadi lebih baik jika disertai dengan mengulang-ulang.29 Pengulangan sebuah informasi/materi hafalan dalam ingatan ini bertujuan untuk mempertahankan dan memelihara hal tersebut, sehingga pengulangan dalam suatu sistem pembelajaran dianggap sebagai rolate learning (sistem hafal).30
Jadi metode takrir ini merupakan suatu proses pengulangan atau mengulang-ulang ayat-ayat al-Qur‟an di waktu tertentu dengan menyima‟kan hafalan kepada seorang guru dengan tujuan agar hafalan
28Sa‟dullah, 9 Cara …, hlm. 48-49.
29Abu Ahmadi & Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008), hlm. 29.
30Iskandar, “Metode At-Takrir untuk Meningkatkan Daya Ingat pada Hafiz Qur‟an”, (Naskah Publikasi, Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta 2015), hlm. 2
mampu melekat di dalam memori jangka panjang. Metode takrir ini tidak bisa dipisahkan dengan metode menghafal (tahfiz), karena ini merupakan langkah awal untuk memasukkan ayat-ayat al-Qur‟an kedalam ingatan. Tentunya tahfiz dan takrir ini dua metode yang saling berdampingan dan mendukung satu sama lain. Metode takrir ini muncul dan diterapkan secara khusus atas dasar keluhan dan problematika yang dihadapi oleh para penghafal al-Qur‟an, baik yang sedang dalam proses menghafal maupun yang sudah khatam.
Dalam menghafal al-Qur‟an kecerdasan otak bukanlah pengukur suatu keberhasilan, IQ tinggi tidak bisa dijadikan patokan sukses tidaknya menghafal al-Qur‟an. Akan tetapi kecerdasan otak dalam proses menghafal ditandai dengan menjaga kualitas ingatan hafalan yang telah disimpan di daerah otak. Salah satu bukti keberhasilan penggunaan metode pengulangan atau takrir ini ialah dapat dilihat dari kisah dan Michael yang berhasil menghafal satu buku nomor telepon di kota San Fransisco, adapula peserta training yang berhasil menghafal 100 tokoh terkemuka dunia dengan mengurutkannya secara sempurna tanpa tertukar sama sakali.31
Keseimbangan di antara proses menghafal dengan mengulang dapat membuat para penghafal al-Qur‟an mampu menjaga dan memelihara hafalan dengan baik. Metode takrir yang diterapkan dalam kegiatan menghafal al-Qur‟an memiliki dua keuntungan yaitu dengan
31Masagus H.A Fauzan Yayan, 8 Cara Asyik Hafal Al-Qur‟an, (Pelembang: Tunas Gemilang Press, 2014), hlm. 44-45.
membuat hafalan baru dan mengulang hafalan yang telah lama dihafalkan sebelumnya agar melekat dalam ingatan.32 Metode takrir ini juga dijelaskan oleh Imam Al-Bukhari ketika beliau ditanya mengenai kekuatan hafalannya kemudian mengatakan “Saya tidak menemukan cara menghafal yang paling efektif selain dengan terus-menerus melihat, menulis, dan mengulang-ulang perkataan karena itulah sejatinya hafalan”.
Takrir merupakan sebagian dari proses menghafal al-Qur‟an dan juga berperan penting sebagai “key” atau kunci keberhasilan dari seluruh usaha dalam menghafal dan menjaga hafalan al-Qur‟an pada diri seseorang. Menghafal al-Qur‟an dengan metode takrir ini sangat mudah dan efisien tetapi harus di imbangi dengan usaha mentakrir hafalan secara disiplin dan ketat, karena ayat-ayat yang telah di hafal akan sia-sia dan tidak akan bertahan lama jika pemeliharaan tersebut tidak dilakukan, hal tersebut terjadi karena hafalan yang lama akan tertimbun dengan hafalan yang baru begitu juga seterusnya.33
Para penghafal al-Qur‟an akan memiliki hafalan yang lancar apabila terus-menerus dilakukan pengulangan secara rutin, karena menghafal al-Qur‟an beda dengan yang lain, al-Qur‟an mudah hilang dari pikiran. Ketika seorang penghafal al-Qur‟an dan meninggalkan hafalannya sedikit saja maka akibatnya akan mudah untuk
32Fithriani Gade, “Implementasi Metode Takrir Dalam Pembelajaran Menghafal Al- Qur‟an”, Didaktika, Vol. 14, Nomor 2, Februari 2014, hlm. 422.
33Mughni Najib, “Implementasi Metode Takrir Dalam Menghafal Al-Qur‟an Bagi Santri Pondok Pesantren Punggul Nganjuk”, Intelektual, Vol. 8, Nomor 3, November 2018, hlm. 338.
melupakannya, oleh karena itulah harus melakukan pengulangan secara teratur dan rutin. Mengulang-ulang disebut dengan salah satu cara yang efektif untuk melestarikan dan penguatan hafalan karena dengan pengulangan rutin dan pemeliharaan yang selalu berkesinambungan akan menguatkan hafalan secara sempurna, akan tetapi jika dilakukan dengan sebaliknya maka hafalan al-Qur‟an akan mudah lepas dari penghafalnya.34 Maka kunci keberhasilan menghafal al-Qur‟an ialah dengan mengulang-ulang materi hafalan yang telah dihafalkannya dan disebut dengan “Takrir”.35
Metode takrir ini sama halnya dengan metode pembiasaan. Jika dikaitkan maka metode pembiasaan dengan metode takrir ini memiliki keterkaitan satu sama lain. Seperti yang diungkapkan oleh Dr. Ahmad Tafsir dalam bukunya yang menjelaskan sebagai berikut:
Inti pembiasaan adalah pengulangan. Jika gurus setiap masuk kelas mengucapkan salam, itu telah dapat diartikan sebagai usaha membiasakan. Bila murid masuk kelas tidak mengucapkan salam, maka guru mengingatkan agar bisa masuk ruangan hendaklah mengucapkan salam; ini juga satu cara membiasakan. Karena pembiasaan berintikan pengulangan, maka metode pembiasaan juga berguna untuk menguatkan hafalan. Rasulullah berulang- ulang berdoa dengan doa yang sama. Akibatnya, dia hafal benar doa itu, dan sahabatnya yang mendengarkan doa yang berulang- ulang itu juga hafal doa itu.36
34Adis Aulia Fibriyanti & Hambali, “ Budaya Menjaga Hafalan Al-Qur‟an Bagi Para Huffadz”, Jurnal Akademika, Vol. 1, Juni 2019, hlm. 127-128.
35Mughni Najib, “Implementasi.., hlm. 338.
36Ahmad Tafisr, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), Hlm. 144-145.
c. Dasar, Tujuan dan Manfaat Metode Takrir
Dalam melaksanakan setiap perbuatan mestinya harus berpegang teguh pada dasar yang dijadikan sebagai sandaran dan pikiran oleh manusia terutama dalam rangka mencapai dan mensukseskan suatu tujuan tertentu. Adapun yang dijadikan dasar metode takrir dalam menghafal al-Qur‟an ialah sesuai dengan firman Allah Swt yang terdapat dalam al-Qur‟an surah al-Furqan ayat 32:
ب تبثنل لا ك ً حا ً لمج قلا يلع ز َ ل ا فك ن لا اق
َ ً
لب هانل كداؤف
Artinya: “Berkatalah orang-orang kafir, mengapa al-Qur‟an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja ? Demikianlah supaya kami perkuatkan hatimu dengan nya dan kami membacanya secara tartil dan benar”.37
Ibnu Abbas menceritakan sebab di turunkannya ayat ini berkaitan dengan kaum Musyrikin yang mengatakan bahwa: jika memang Muhammad Saw itu adalah sebagai nabi, maka Allah pasti akan menurunkan al-Qur‟an secara sekaligus kepadanya, dan tidak menyiksanya dengan cara menurunkan ayat demi ayat al-Qur‟an. Ayat tersebut merupakan dasar atas jawaban Allah tentang mengapa al- Qur‟an harus di turunkan secara berangsur-angsur, karena hal ini memiliki tujuan agar hati nabi menjadi lebih kuat dan tetap. Inilah alasan yang tepat untuk digunakan sebagai dasar dan landasan
37Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan Terjemahnya,(Bekasi: PT Citra Mulia Agung, 2017), hlm.
bahwasannya menghafalkan al-Qur‟an sangat memerlukan proses pengulangan agar dapat meletakkan hafalan sedikit demi sedikit di dalam ingatan kuat para penghafalnya.
Adapun beberapa tujuan penerapan metode takrir dalam menghafal al-Qur‟an ialah sebagai berikut:
1) Menjaga hafalan al-Qur‟an, Rasulullah Saw dalam perintahnya mengatakan bahwa hukum menghafal al-Qur‟an adalah fardu kifayah, untuk dapat menghindari terjadinya pemalsuan al-Qur‟an maka penghafal al-Qur‟an jumlahnya tidak boleh kurang dari jumlah mutawatir. Demikian pula aspek historis yang terlihat bahwa adanya usaha dalam pemeliharaan dan menjaga kitab suci al-Qur‟an telah tumbuh sejak zamannya Nabi Muhammad Saw hingga saat ini. Pemeliharaan terhadap hafalan-hafalan al-Qur‟an ini memiliki cara tersendiri sebagaimana yang telah dilakukan oleh nabi Muhammad Saw, para sahabat, serta penghafal al-Qur‟an lainnya. Maka metode takrir inilah salah satu cara yang dilakukan pada masanya nabi Saw dalam pemeliharaan al-Qur‟an
2) Sangat memudahkan hafalan ayat-ayat al-Qur‟an. Tanpa diragukan bahwasannya al-Qur‟an telah berhasil mempengaruhi sistem pendidikan pada masa Rasulullah Saw dan sahabat-sahabatnya. Hal ini di nilai dari salah satu keistimewaan al-Qur‟an yang sangat luar biasa adalah memudahkan bacaan serta hafalan dengan pemahamannya. Al-Qur‟an memuat suatu tuntunan besar kepada
umat Islam untuk senantiasa selalu memeliharanya, sebelum Rasulullah Saw wafat beliau berpesan untuk selalu memperhatikan kitab suci Allah yang sangat mulia. Proses diturunkannya al- Qur‟an secara berangsur-angsur agar dapat memudahkan Nabi Saw dan para sahabat dalam menghafalkannya.38
3) Untuk mengetahui letak kesalahan dalam bacaan dalam hafalan.
4) Memperkokoh hafalan yang telah dihafalkan 5) Sebagai pembiasaan mengasah otak dan hafalannya
6) Mamantapkan hafalan sebelumnya maupun yang sesudahnya.39 Di samping tujuan, fungsi dari takrir itu sendiri ialah untuk menguatkan atau proses penguatan hafalan para penghafal Qur‟an, karena semakin banyak dan seringnya seseorang mengulang hafalan al-Qur‟annya maka semakin kuat hafalan yang dimilikinya.40
Menghafalkan al-Qur‟an jauh berbeda dengan menghafalkan hadits atau syair-syair lainnya, karena al-Qur‟an akan lebih cepat terlupakan dari ingatan. Sebagaimana dijelakan dalam sabda Rasulullah Saw sebagai berikut:
ََلا
َ
َ
َف
َس َب
َي
ََه َل
َه
َ َا
َش
ََ
َفَل
َ
َم ا
َن
َل
َِ لب
َع
َقَل
َها
Artinya: “Demi yang diriku berada di tangan-Nya, sungguh al- Qur‟an itu lebih cepat hilangnya daripada seekor unta dari tali ikatannya”. (Muttafaqun „alaih)
38Fithriani Gade, Implementasi …, hlm. 419-421.
39 Khalid bin Abdul Karim al-laahim, mengapa saya menghafal al-Qur‟an, (solo, daar an-nab‟, 2008), hlm, 224.
40Adis Aulia Fibriyanti & Hambali, Budaya..., hlm. 126.
Hadits di atas menegaskan secara langsung bahwa sesungguhnya apabila al-Qur‟an yang telah dihafalkan tidak diberikan perhatian secara khusus dan optimal maka menurunlah kualitas daya ingat seseorang, oleh karena itu diperlukan suatu pemantauan dan pembiasaan takrir secara rutin dan terus-menerus.
d. Jenis-jenis Metode Takrir dan Langkah-langkahnya.
Seseorang yang menghafal al-Qur‟an, pada dasarnya harus memiliki prinsip bahwa ayat-ayat yang sudah dihafalkan tidak boleh lupa lagi apalagi sengaja untuk melupakannya. Untuk sampai kepada tahap demikian maka ia harus berusaha untuk menjaga hafalannya dengan cara mengulang-ulang (takrir). Ada beberapa jenis takrir yang dapat dilakukan agar hafalan al-Qur‟an tetap terjaga dalam memori otak yakni sebagai berikut:
1) Takrir Sendiri
Penghafal al-Qur‟an harus bisa mengatur dan memanfaatkan waktunnya mentakrir atau menambah hafalan. Hafalan yang baru saja disima‟ atau hafalan baru harus ditakrir minimal setiap hari sebanyak 2 kali dalam jangka waktu 1 minggu. Sedangkan untuk hafalan yang sudah lama hendaknya ditakrir menimal setiap hari atau 2 hari sekali. Dengan maksud agar hafalan semakin banyak dan semakin banyak juga waktu yang digunakan untuk takrir.
Jika dilihat dari tata cara pelaksanaannya takrir sendiri bisa disamakan dengan muraja‟ah. Muraja‟ah dan takrir sendiri dalam
pelaksanannya cenderung diserahkan kepada diri sendiri, bagaimana mereka mengulang hafalannya secara individual.
Adapunn langkah-langkah muraja‟ah hafalan ialah persiapan, menyetorkan hafalannya dan Pengulangan (mura‟jaah), adapun pengulangan (mura‟jaah) ini bisa dilakukan dengan banyak cara tergantung individu tersebut membuat target dengan ketentuan- ketentuan yang ia buat sendiri. Adapun Yahya bin Abdulrrazzaq al- Ghautsani menjelaskan tata cara yang bisa digunakan dalam kegiatan muraja‟ah al-Qur‟an sendiri ini bisa dilakukan dengan beberapa cara ialah sebagai berikut:
a) Membagi al-Qur‟an menjadi enam bagian b) Membagi al-Qur‟an menjadi tujuh bagian
c) Menyelsaikan atau mengkhatamkan al-Qur‟an selama 10 hari d) Prinsip pengkhususan dan pengulangan
e) Melakukan dua kali khatam sekaligus f) Sebulan sekali bisa menamatkan al-Qur‟an g) Memuraja‟ahnya ketika melaksanakan sholat
h) Memuraja‟ah dengan cara mendengarkan kaset rekaman bacaan-bacaan al-Qur‟an
i) Mengulangi dari awal.41
41Yahya Bin „Abdurrazzaq Al-Ghautsani, Cara Mudah Dan Cepat Menghafal Al-Qur‟an, (Jakarta: Putaka Imam Asy-Syafi‟I, 2010), Hlm. 189-198.
2) Takrir dalam Sholat
Seorang penghafal al-Qur‟an sudah sewajarnya menggunakan ayat-ayat al-Qur‟an yang telah dihafalnya ketika melaksanakan ibadah shalat, baik itu shalat wajib 5 waktu ataupun shalat-shalat sunnah, anjuran dalam mengenakan ayat-ayat al-Qur‟an yang dibaca saat shalat hendaknya secara berurutan di awali dengan surah al-Fatihah hingga seterusnya. Takrir hafalan ketika shalat sangat penting dan bermanfaat untuk menjaga dan menguatkan hafalan, karena dalam melaksanakan shalat tubuh tidak bisa bergerak seenaknya. Sehingga keseluruhan pancaindera kita seperti mata, telinga dan perasaan berkosentrasi secara sungguh-sungguh agar hafalan Qur‟annya tidak lupa. Oleh sebab itu ukuran kekuatan hafalan ialah ketika mampu melafazkan ayat-ayat al-Qur‟an saat melaksanakan shalat.
Mengenai takrir dalam sholat ini juga dijelaskan oleh Cece Abdulwaly dalam bukunya yang mengemukakan sebagai berikut:
Ketika shalat, anda akan merasakan betapa hafalan dapat dibaca dengan penuh konsentrasi, tidak seperti ketika anda membacanyanya diluar shalat. Dan, inilah salah satu alasan membaca hafalan al-Qur‟an di dalam shalat menjadi sarana yang sangat efektif, bahkan mungkin paling efektif untuk memperlancarkan hafalan.42
42Cece Abdulwaly, Jadilah Hafizh, (Yogyakarta: DIVA Press, 2018), hlm. 85-86.
3) Takrir Bersama
Takrir bersama adalah para penghafal al-Qur‟an melakukan takrir secara bersamaan dengan dua orang atau lebih. Adapun proses penggunaan takrir ini dapat dilakukan dengan dua cara ialah sebagai berikut:
a) Pertama, duduk dengan saling berhadapan. Setiap seseorang membacakan materi takrir yang telah ditentukan misalnya (3 halaman sekaligus/surah-surah tertentu) dengan cara bergantian, dan ketika takrir tersebut berlangsung maka yang lainnya mendengarkan.
b) Kedua, takrir bersama dengan duduk berbaris seperti shaf dalam shalat. Kemudian membaca atau melafazkan hafalan al- Qur‟an yang sudah ditentukan secara bersama-sama.
4) Mengulang “Takrir” Hafalan Di Hadapan Guru.
Penghafal al-Qur‟an harus menghadap guru (ustaz/ustazah) ketika melakukan takrir hafalan yang sudah diajukan. Ketika melakukan takrir maka materi hafalan takrir haruslah lebih banyak daripada materi hafalan baru seperti 1 berbanding 10. Artinya, apabila seorang penghafal al-Qur‟an sudah sanggup mengajukan hafalan baru sebanyak satu atau dua halaman perhari, maka ia juga harus mengimbangi dengan melakukan takrir sebanyak satu atau dua puluh halaman per hari (1 juz). Mentakrir hafalan dihadapan guru atau instruktur sangatlah bermanfaat untuk menjaga dan
menguatkan hafalan yang sudah ada sejak lama dalam memori otak seseorang. Di samping itu, sekaligus melakukan evaluasi terhadap bacaan al-Qur‟an benar atau tidaknya.43
e. Kelebihan dan Kekurangan Metode Takrir
Adapun kelebihan yang di miliki oleh metode takrir dalam ialah sebagai berikut:
1) Dapat menjaga, memelihara dan membuat hafalan lebih melekat, bertahan lama, serta lebih mantap.
2) Dapat membantu memori otak untuk selalu mengingat hafalan yang dihafal dalam menghafal al-Qur‟an.
Adapun kelemahan atau kekurangan yang di miliki oleh metode takrir ialah sebagai berikut:
1) Mengulang-ulang hafalan yang telah dihafal relatif membutuhkan waktu yang cukup lama, akibatnya dapat menimbulkan perasaan jenuh dan bosan dalam diri penghafal.
2) Dengan menggunakan metode takrir, dapat menghambat santri dalam menambah hafalan al-Qur‟an.44
f. Faktor Pendukung Dan Penghambat Metode Takrir.
Adapun faktor pendukung penerapan metode takrir ialah sebagai berikut.45 Peran intelegensi, Istiqomah, mengamati ayat-ayat mustasyabih, tempat menghafal, management waktu dan rasa sabar.
43Sa‟dullah, 9 Cara …, hlm. 65-66.
44Hajarman, “Implementasi Metode Sima‟I dan Takrir dalam Meningkatkan Hafalan Al- Qur‟an di Sekolah Dasar Muhammadiyah I Bandar Lambung, (Tesis, PPs IAIN Raden Intan Lampung, Lampung, 2017), hlm. 54.
45Muttaqien Said, Menuju Generasi Qur‟ani, (Bekasi: Firma Rofheta, 2006), hlm. 33.
Adapun faktor penghambat metode takrir ialah sebagai berikut:
menghafal itu susah, ayat-ayat yang sudah dihafal lupa lagi, banyak ayat-ayat yang serupa, gangguan lingkungan sekitar, banyak kesibukan atau terbatasnya waktu, dan melemahnya semangat.46