• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Kualitas Pelayanan

Dalam dokumen Harga dan Prinsip Pembiayaan Syariah (Halaman 47-61)

Model ServQual banyak digunakan untuk mengukur kualitas layanan. Model kualitas layanan ServQual yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry adalah model yang paling populer dan hingga kini banyak dijadikan sebagai acuan dalam riset manajemen dan pemasaran jasa. ServQual (Service Quality) mulai dikembangkan pada tahun 1988. Model tersebut dianggap sebagai yang paling efisien dalam membantu suatu perusahaan untuk meningkatkan kualitas layanan. Model ini dianggap sebagai alat pengukuran kualitas layanan yang paling banyak digunakan.29 Lebih lanjut, Kumar dkk. mengungkapkan bahwa ServQual yang dikemukakan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry pada tahun 1988 tersebut memberikan kontribusi yang sangat besar dan memunculkan banyak ketertarikan.30 Sebelum merumuskan ServQual pada tahun 1988, Parasuraman dkk. telah lebih dahulu melakukan penelitian pada tahun 1985 dan merumuskan 10 (sepuluh) dimensi kualitas layanan sebagai berikut:

1. Reliability (Keandalan), yaitu melibatkan konsistensi dari kinerja dan keterkaitan.

Dalam hal ini perusahaan dituntut untuk memberikan jasa dengan benar pada saat yang tepat. Setiap pelayanan memerlukan bentuk pelayanan yang andal, artinya dalam memberikan pelayanan, setiap karyawan diharapkan memiliki kemampuan dalam pengetahuan, keahlian, kemandirian, penguasaan dan profesionalisme.

2. Responssiveness (Ketanggapan), yaitu berhubungan dengan kesigapan atau kesediaan dari karyawan untuk menyediakan jasa. Ketanggapan ini melibatkan ketepatan waktu dari jasa.

29 Abdel Fattah Mahmoud al-Azzam, “The Impact of Service Quality Dimensions on Customer Satisfaction: A Field Study of Arab Bank in Irbid City, Jordan”, European Journal of Business and Management 7, no. 15 (2015): 45-53; Abod Ali Khatibi, Hishamuddin Ismail, and Venu Thyagarajan, “What Drives Customer Loyalty: An Analysis from the Telecommunications Industry”, Journal of Targeting, Measurement and Analysis for Marketing 11, no. 1, (2002): 34-44.

30 Abhishek Kumar, Sumana Chaudhuri, Biplab Kumar Biswal, “Service Quality Scales: A Review”, International Journal of Mechanical Engineering and Technology (IJMET) 9, no. 3 (2018): 497-505.

51 3. Competence (Kemampuan), berarti memiliki pengetahuan dan keterampilan yang

diperlukan untuk melaksanakan jasa.

4. Access (Mudah diperoleh), berarti memiliki pendekatan dan mudah melakukan kontak.

5. Corteesy (Kehormatan), yaitu melibatkan kesopanan, rasa hormat, pertimbangan, dan keakraban dari kontak personil.

6. Communication (Komunikasi), berarti memelihara konsumen dengan bahasa yang mudah dimengerti dan mendengarkan konsumen.

7. Credibility (Dapat dipercaya), meliputi kelayakan, kepercayaan, dan kejujuran.

8. Security (Keamanan), berarti bebas dari bahaya, resiko, dan ancaman.

9. Understanding atau Knowing (Memahami), yaitu usaha untuk memahami kebutuhan konsumen.

10. Tangibles (Bukti fisik kasat mata), berarti bukti secara fisik yang meliputi fasilitas fisik, penampilan personil, peralatan, dan perlengkapan yang disediakan.31

Setelah merumuskan 10 (sepuluh) dimensi kualitas jasa di atas, Parasuraman dkk. kembali melakukan penelitian pada tahun 1988 yang bertujuan untuk menyempurnakan dimensi kualitas jasa tersebut. Dalam penelitiannya, kesepuluh dimensi kualitas jasa itu dipertajam menjadi lima dimensi yang dikenal dengan istilah ServQual, yaitu:

a Bukti fisik (tangible). Dimensi ini merupakan kemampuan perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa.

b Reliabilitas (reliability). Dimensi ini merupakan kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya.

c Daya tanggap (responssiveness). Dimensi ini merupakan suatu kemauan membantu dan memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada pelanggan dengan penyampaian informasi yang jelas.

d Jaminan (assurance). Dimensi ini merupakan pengetahuan, kesopan santunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan.

e Empati (emphaty). Dimensi ini merupakan pemberian perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginannya. Perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.32

Tabel 2.1 berikut menyajikan informasi perbedaan antara dimensi kualitas layanan yang dikemukakan oleh Parasuraman dkk. pada tahun 1985 dan 1988.

31 A. Parasuraman, Valarie. A. Zeithaml, dan Leonard L. Berry, “A Conceptual Model of Service Quality and It’s Implications for Future Research”, Journal of Marketing, 4, (1985):

41-50.

32 A. Parasuraman, Valarie. A. Zeithaml, dan Leonard L. Berry, “SERVQUAL: A Multiple-Item Scale for Measuring Consumer Perceptions of Service Quality”, Journal of Retailing, 4 no. 1, (1988): 12-40.

52 Tabel 2. 1

Perbandingan Dimensi ServQual Tahun 1985 dan 1988.

Model Awal (1985)

Model Setelah Direstrukturisasi

(1988)

Deskripsi

Bukti fisik Bukti fisik Aspek fisik yang disediakan penyedia jasa kepada pelanggan

Keandalan Keandalan Kemampuan untuk memenuhi janji secara akurat

Ketanggapan Ketanggapan Kemampuan untuk hadir bagi pelanggan dan menyediakan layanan dengan cepat, memiliki kemampuan untuk fleksibel dan beradaptasi terhadap kebutuhan pengguna jasa

Kompetensi Jaminan Kompetensi dan kesopanan kepada pelanggan dan keamanan yang disediakan Kesopanan

Kredibilitas Keamanan Akses

Komunikasi Empati Perhatian individu kepada pelanggan Pemahaman

pengguna

Sumber: Marshall dan Murdoch.33

Adapun penjelasan kelima dimensi yang disebutkan di atas dapat diuraikan sebagai berikut:

Pertama, responsiveness. Setiap pegawai dalam memberikan bentuk-bentuk pelayanan, mengutamakan aspek pelayanan yang sangat memengaruhi perilaku orang yang mendapat pelayanan, sehingga diperlukan kemampuan daya tanggap dari pegawai untuk melayani masyarakat sesuai dengan tingkat penyerapan, pengertian, ketidaksesuaian atas berbagai hal bentuk pelayanan yang tidak diketahuinya. Hal ini memerlukan adanya penjelasan yang bijaksana, mendetail, membina, mengarahkan dan membujuk agar menyikapi segala bentuk-bentuk prosedur dan mekanisme kerja yang berlaku dalam suatu organisasi, sehingga bentuk pelayanan mendapat respon

33 G. Marshall dan I. Murdoch, “Service Quality in Consulting Marketing Engineers”, International Journal of Constr Mark 3, no. 1 (2001): 41-9, dalam Mileide Morais Pena, Edenise Maria Santos da Silva, Daisy Maria Rizatto Tronchin, Marta Maria Mellerio, “The Use of the Quality Model of Parasuraman, Zaithaml and Berry in Health Services”, Rev Esc Enferm USP 47, no. 5 (2013): 1227-32.

53 positif.34 Tuntunan pelayanan yang menyikapi berbagai keluhan dari bentuk-bentuk pelayanan yang diberikan menjadi suatu respek positif dari daya tanggap pemberi pelayanan dan yang menerima pelayanan. Seyogyanya pihak yang memberikan pelayanan apabila menemukan orang yang dilayani kurang mengerti atas berbagai syarat prosedur atau mekanisme, maka perlu diberikan suatu pengertian dan pemahaman yang jelas secara bijaksana, berwibawa dan memberikan berbagai alternatif kemudahan untuk mengikuti syarat pelayanan yang benar, sehingga kesan dari orang yang mendapat pelayanan memahami atau tanggap terhadap keinginan orang yang dilayani.35

Pada prinsipnya, inti dari bentuk pelayanan yang diterapkan dalam suatu instansi atau aktivitas pelayanan kerja yaitu memberikan pelayanan yang sesuai dengan tingkat ketanggapan atas permasalahan pelayanan yang diberikan. Kurangnya ketanggapan tersebut dari orang yang menerima pelayanan, karena bentuk pelayanan tersebut baru dihadapi pertama kali, sehingga memerlukan banyak informasi mengenai syarat dan prosedur pelayanan yang cepat, mudah dan lancar, sehingga pihak pegawai atau pemberi layanan seyogyanya menuntun orang yang dilayani sesuai dengan penjelasan-penjelasan yang mendetail, singkat dan jelas yang tidak menimbulkan berbagai pertanyaan atau hal-hal yang menimbulkan keluh kesah dari orang yang mendapat pelayanan. Apabila hal ini dilakukan dengan baik, berarti pegawai tersebut memiliki kemampuan daya tanggap terhadap pelayanan yang diberikan yang menjadi penyebab terjadinya pelayanan yang optimal sesuai dengan tingkat kecepatan, kemudahan dan kelancaran dari suatu pelayanan yang ditangani oleh pegawai.36

Suatu organisasi sangat menyadari pentingnya kualitas pelayanan daya tanggap atas pelayanan yang diberikan. Setiap orang yang mendapat pelayanan sangat membutuhkan penjelasan atas pelayanan yang diberikan agar pelayanan tersebut jelas dan dimengerti. Untuk mewujudkan dan merealisasikan hal itu, maka kualitas layanan daya tanggap memiliki peranan penting atas pemenuhan berbagai penjelasan dalam kegiatan pelayanan kepada masyarakat. Apabila pelayanan dan daya tanggap diberikan dengan baik atas penjelasan yang bijaksana, penjelasan yang mendetail, penjelasan yang membina, penjelasan yang mengarahkan dan yang bersifat membujuk, apabila hal itu secara jelas dimengerti oleh individu yang mendapat pelayanan, maka secara langsung pelayanan daya tanggap dianggap berhasil, dan ini menjadi suatu bentuk keberhasilan prestasi kerja.37

34 A. Parasuraman, Valarie. A. Zeithaml, dan Leonard L. Berry, “SERVQUAL: A Multiple-Item Scale for Measuring Consumer Perceptions of Service Quality”, Journal of Retailing, 4 no. 1, (1988): 12-40.

35 Ravichandran Krishnamurthy, Tamil Mani, Arun Kumar Sivakumar, Prabhakaran Sellamuthu, “Influence of Service Quality on Customer Satisfaction: Aplication of Service Model”, International Journal Business and Management 5, no. 4 (2010): 398-404.

36 A. Parasuraman, Valarie. A. Zeithaml, dan Leonard L. Berry, “A Conceptual Model of Service Quality and It’s Implications for Future Research”, Journal of Marketing, 4, (1985):

41-50.

37 A. Parasuraman, Valarie. A. Zeithaml, dan Leonard L. Berry, “A Conceptual Model of Service Quality and It’s Implications for Future Research”, Journal of Marketing, 4, (1985):

41-50.

54 Kualitas layanan daya tanggap adalah suatu bentuk pelayanan dalam memberikan penjelasan, agar orang yang diberikan pelayanan tanggap dan menanggapi pelayanan yang diterima, sehingga diperlukan adanya unsur kualitas layanan daya tanggap sebagai berikut: (a) memberikan penjelasan secara bijaksana sesuai dengan bentuk-bentuk pelayanan yang dihadapinya. Penjelasan bijaksana itu mengantar individu yang mendapat pelayanan mampu mengerti dan menyetujui segala bentuk pelayanan yang diterima. (b) memberikan penjelasan yang mendetail yaitu bentuk penjelasan yang substantif dengan persoalan yang dihadapi, yang bersifat jelas, transparan, singkat dan dapat dipertanggungjawabkan. (c) memberikan pembinaan atas bentuk-bentuk pelayanan yang dianggap masih kurang atau belum sesuai dengan syarat-syarat atau prosedur pelayanan yang ditunjukkan. (d) mengarahkan setiap bentuk pelayanan dari individu yang dilayani untuk menyiapkan, melaksanakan dan mengikuti berbagai ketentuan pelayanan yang harus dihadapi. (e) membujuk orang yang dilayani apabila menghadapi suatu permasalahan yang dianggap bertentangan, berlawanan atau tidak sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku.

Uraian-uraian di atas menjadi suatu interpretasi yang banyak dikembangkan dalam suatu organsisai kerja yang memberikan kualtias layanan yang sesuai dengan daya tanggap atas berbagai pelayanan yang ditunjukkan. Inti dari pelayanan daya tanggap dalam suatu organsiasi berupa pemberian berbagai penjelasan dan bijaksana, mendetail, membina, mengarahkan dan membujuk. Apabila hal ini dapat diimplementasikan dengan baik, dengan sendirinya kualitas layanan daya tanggap akan menjadi cermin prestasi kerja pegawai yang ditunjukkan dalam pelayanannya.

Kedua, assurance. Setiap bentuk pelayanan memerlukan adanya kepastian atas pelayanan yang diberikan. Bentuk kepastian dari suatu pelayanan sangat ditentukan oleh jaminan dari pegawai yang memberikan pelayanan, sehingga orang yang menerima pelayanan merasa puas dan yakin bahwa segala bentuk urusan pelayanan yang dilakukan atas tuntas dan selesai sesuai dengan kecepatan, ketepatan, kemudahan, kelancaran dan kualitas layanan yang diberikan.38 Jaminan atas pelayanan yang diberikan oleh pegawai sangat ditentukan oleh performance atau kinerja pelayanan, sehingga diyakini bahwa pegawai tersebut mampu memberikan pelayanan yang handal, mandiri dan profesioanal yang berdampak pada kepuasan pelayanan yang diterima. Selain perfomance itu, jaminan dari suatu pelayanan juga ditentukan dari adanya komitmen organisasi yang kuat, yang menganjurkan agar setiap pegawai memberikan pelayanan secara serius dan sungguh-sungguh untuk memuaskan orang yang dilayani. Bentuk jaminan yang lain yaitu jaminan terhadap pegawai yang memiliki perilaku kepribadian (personality behavior) yang baik dalam memberikan pelayanan, tentu akan berbeda pegawai yang memiliki watak atau karakter yang kurang baik dan yang kurang dalam memberikan pelayanan.

Inti dari bentuk pelayanan yang meyakinkan pada dasarnya bertumpu kepada kepuasan pelayanan yang ditunjukkan oleh setiap pegawai, komitmen organisasi yang menunjukkan pemberian pelayanan yang baik, dari perilaku dari pegawai dalam

38 A. Parasuraman, Valarie. A. Zeithaml, dan Leonard L. Berry, “A Conceptual Model of Service Quality and It’s Implications for Future Research”, Journal of Marketing, 4, (1985):

41-50.

55 memberikan pelayanan, sehingga dampak yang ditimbulkan dari segala aktivitas pelayanan itu diyakini oleh orang-orang yang menerima pelayanan, akan dilayani dengan baik sesuai dengan bentuk-bentuk pelayanan yang dapat diyakini sesuai dengan kepastian pelayanan. Melihat kenyataan kebanyakan organisasi modern dewasa ini diperhadapkan oleh adanya berbagai bentuk penjaminan yang dapat meyakinkan atas berbagai bentuk pelayanan yang dapat diberikan oleh suatu organisasi sesuai dengan prestasi kerja yang ditunjukinya. Suatu oraganisasi sangat membutuhkan adanya kepercayaan mmeberikan pelayanan kepada orang-orang yang dilayaninya. Untuk memperoleh suatu pelayanan yang meyakinkan, maka setiap pegawai berupaya untuk menunjukkan kualitas layanan yang meyakinkan sesuai dengan bentuk-bentuk pelayanan yang memuaskan, sesuai dengan komitmen organisasi, dan memberikan kepastian pelayanan sesuai dengan perilaku yang ditunjukkan.

Margaretha menyatakan bahwa suatu organisasi kerja sangat memerlukan adanya kepercayaan yang diyakini sesuai dengan kenyataan bahwa organisasi itu mampu memberikan kualias pelayanan yang dapat dijamin sesuai dengan hal-hal berikut:

a. Mampu memberikan kepuasan dalam pelayanan yaitu setiap pegawai akan memberikan pelayanan yang cepat, tepat, mudah, lancar dan berkualitas, dan hal itu menjadi bentuk kongkrit yang memuaskan bagi yang dilayani.

b. Mampu menunjukkan komitmen kerja yang tinggi sesuai dengan bentuk-bentuk integritas kerja, etos kerja dan budaya kerja yang sesuai dengan aplikasi dari visi, misi suatu organisasi dalam memberikan pelayanan.

c. Mampu memberikan kepastian atas pelayanan sesuai dengan perilaku yang ditunjukkan, agar orang yang mendapat pelayanan yakin sesuai dengan perilaku yang dilihatnya.39

Uraian di atas menjadi suatu penilaian bagi suatu organisasi dalam menunjukkan kualitas layanan yang meyakinkan kepada setiap orang yang diberi pelayanan sesuai dengan bentuk-bentuk kepuasan pelayanan yang dapat diberikan, memberikan pelayanan yang sesuai dengn komitmen kerja yang ditunjukkan dengan perilaku yang menarik, meyakinkan dan dapat dipercaya, sehingga segala bentuk kualitas layanan yang ditunjukkan dapat dipercaya dan menjadi aktualisasi pencermianan perstasi kerja yang dapat dicapai atas pelayanan kerja.

Ketiga, tangible. Pengertian tangible atau bukti fisik dalam kualitas pelayanan adalah bentuk aktualisasi nyata secara fisik dapat terlihat atau digunakan oleh pegawai sesuai dengan penggunaan dan pemanfaatannya yang dapat dirasakan membantu pelayanan yang diterima oleh orang yang menginginkan pelayanan, sehingga puas atas pelayanan yang dirasakan, yang sekaligus menunjukkan prestasi kerja atas pemberian layanan yang diberikan.40 Hal ini berarti bahwa dalam memberikan pelayanan, setiap orang yang menginginkan pelayanan dapat merasakan pentingnya bukti fisik yang ditunjukkan oleh pengembang pelayanan, sehingga

39 Margaretha, Kualitas Pelayanan: Teori dan Aplikasi (Jakarta: Mandar Maju, 2003), 163.

40 James A. Fitzsimmons, “Is Self Service the Future of Service?”, Managing Service Quality: An International Journal 13, no. 6 (2003): 443-444.

56 pelayanan yang diberikan memberikan kepuasan. Bentu pelayanan bukti fisik biasanya berupa sarana dan prasarana pelayanan yang tersedia, teknologi pelayanan yang digunakan, perfomance pemberi pelayanan yang sesuai dengan karakteristik pelayanan yang diberikan dalam menunjukkan prestasi kerja yang dapat diberikan dalam bentuk pelayanan fisik yang dapat dilihat.

Bentuk-bentuk pelayanan fisik yang ditunjukkan sebagai kualitas layanan dalam rangka meningkatkan prestasi kerja, merupakan salah satu pertimbangan dalam manajemen organsisai. Tamimi menyatakan bahwa prestasi kerja yang ditunjukkan oleh individiu sumberdaya manusia, menjadi penilaian dalam mengaplikasikan aktivitas kerjanya yang dapat dinilai dari bentuk pelayanan fisik yang ditunjukkan.

Biasanya bentuk pelayanan fisik tersebut berupa kemampuan menggunakan dan memanfaatkan segala fasilitas alat dan perlengkapan dalam memberikan pelayanan, sesuai dengan kemampuan penguasaan teknologi yang ditunjukkan secara fisik dan bentuk tampilan dari pemberi layanan sesuai dengan perilaku yang ditunjukkan.41 Dalam banyak organsiasi, kualitas layanan fisik terkadang menjadi hal penting dan utama, karena orang yang mendapat pelayanan dapat menilai dan merasakan kondisi fisik yang dilihat secara langsung dari pemberi pelayanan baik menggunakan, mengoperasikan, dan menyikapi kondisi fisik suatu pelayanan.

Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam suatu organsisasi modern dan maju, pertimbangan dari para pengembang pelayanan, senantiasa mengutamakan bentuk kualitas kondisi fisik yang dapat memberikan apresiasi terhadap orang yang memberi pelayanan. Abbas N. Albarq menyatakan bahwa kualitas pelayanan berupa kondisi fisik merupakan bentuk kualitas layanan nyata yang memberikan adanya apresiasi dan membentuk image positif bagi setiap individu yang dilayaninya dan menjadi suatu penilaian dalam menentukan kemampuan dari pengembang pelayanan tersebut memanfaatkan segala kemampuannya untuk dilihat secara fisik, baik dalam menggunakan alat dan perlengakapan pelayanan, kemampuan inovasi dan adopsi teknologi, dan memajukan suatu performance tampilan yang cakap, berwibawa dan memiliki integritas yang tinggi sebagai suatu wujud dari prestasi kerja yang ditunjukkan kepada orang yang mendapat pelayanan.42

Pengamatan Margaretha yang melihat dinamika dunia kerja dewasa ini yang mengedepankan pemenuhan kebutuhan pelayanan masyarakat, dibutuhkan identifikasi kualitas layanan fisik dalam pelayanan. Identifikasi kualitas layanan fisik dapat tercermin dari aplikasi lingkungan kerja berupa: (a) kemampuan menunjukkan prestasi kerja pelayanan dalam menggunakan alat dan perlengkapan kerja secara efisien dan epektif. (b) kemampuan menunjukkan penguasaan teknologi dalam berbagai akses data dan inventarisasi otomisasi kerja sesuai dengan dinamika dan perkembangan dunia kerja yang dihadapinya. (c) kemampuan menunjukkan integritas diri sesuai dengan penampilan yang menunjukkan kecakapan, kewibawaan dan dedikasi kerja. Diskripsi ini secara global memberikan suatu indikator yang jelas

41 Hussein A. Hassan Al-Tamimi, and A.A. Amiri, “Analyzing Service Quality in UAE Islamic Banks”, Journal of financial Service Marketing 8, no. 2 (2003): 119-132.

42 Abbas N. Albarq, “Applying a ServQual Model to Measure the Impact of Service Quality on Customer Loyalty among Local Saudi Banks in Riyadh”, American Journal of Industrial and Business Management 3 (2013): 700-707.

57 bahwa kualitas layanan sangat ditentukan menurut kondisi fisik layanan, yang inti pelayanannya yaitu kemampuan dalam menggunakan alat dan perlengkapan kerja yang dapat dilihat secara fisik, mampu menunjukkan kemampuan secara fisik dalam berbagai penguasaan teknologi kerja dan menunjukkan penampilan yang sesuai dengan kecapakan, kewibawaan dan dedikasi kerja. 43

Keempat, empathy. Setiap kegiatan atau aktivitas pelayanan memerlukan adanya pemahaman dan pengertian dalam kebersamaan asumsi atau kepentingan terhadap suatu hal yang berkaitan dengan pelayanan. Pelayanan akan berjalan dengan lancar dan berkualitas apabila setiap pihak yang berkepentingan dengan pelayanan memiliki adanya rasa empati dalam menyelesaikan atau mengurus atau memiliki komitmen yang sama terhadap pelayanan.44 Empati dalam suatu pelayanan adalah adanya suatu perhatian, keseriusan, simpatik, dan pengertian dan keterlibatan para pihak yang berkepentingan dengan pelayanan untuk mengembangkan dan melakukan aktivitas pelayanan sesuai dengan tingkat pengertian dan pemahaman dari masing- masing pihak. Pihak pemberi pelayanan harus memahami masalah dari pihak yang ingin dilayani. Pihak yang dilayani seyogyanya memahami keterbatasan dan kemampuan orang yang melayani, sehingga keterpaduan antara pihak yang melayani dan mendapat pelayanan memiliki perasaan yang sama. Artinya setiap bentuk pelayanan yang diberikan kepada orang yang dilayani diperlukan adanya empati terhadap berbagai masalah yang dihadapi orang yang membutuhkan pelayanan. Pihak yang menginginkan pelayanan membutuhkan adanya rasa kepedulian atas segala bentuk pengurusan pelayanan, dengan merasakan dan memahami kebutuhan tuntunan pelayanan yang cepat, mengerti berbagai bentuk perubahan pelayanan yang menyebabkan adanya keluh kesah dari bentuk pelayanan yang harus dihindari, sehingga pelayanan itu berjalan sesuai dengan aktivitas yang diinginkan oleh pemberi layanan dan yang membutuhkan pelayanan.

Empati dalam suatu organsisasi kerja menjadi sangat urgen dalam memberikan kualitas pelayanan sesuai prestasi kerja yang ditunjukkan oleh seorang pegawai. Empati itu memiliki inti yaitu mampu memahami orang yang dilayani dengan penuh perhatian, keseriusan, simpatik, pengertian dan adanya keterlibatan dalam berbagai permasalahan yang dihadapi orang yang dilayani.45 Parasuraman dkk.

menyatakan bahwa suatu bentuk kualitas layanan dari empati pemberi pelayanan terhadap yang mendapatkan pelayanan harus diwujudkan dalam lima hal, yaitu: (a) mampu memberikan perhatian terhadap berbagai bentuk pelayanan yang diberikan sehingga yang dilayani merasa menjadi orang yang penting. (b) mampu memberikan keseriusan atas aktivitas kerja pelayanan yang diberikan, sehingga yang dilayani memiliki kesan bahwa pemberi pelayanan menyikapi pelayanan yang diinginkan. (c) mampu menunjukkan rasa simpatik atas pelayanan yang diberikan, sehingga yang

43 Margaretha, Kualitas Pelayanan: Teori dan Aplikasi (Jakarta: Mandar Maju, 2003), 165.

44 A. Parasuraman, Valarie. A. Zeithaml, dan Leonard L. Berry, “A Conceptual Model of Service Quality and It’s Implications for Future Research”, Journal of Marketing, 4, (1985):

41-50.

45 Azman Ismail, Yusrizal Sufardi Mohd Yunan, “Service Quality as A Predictor of Customer Satisfaction and Customer Loyalty”, Scientific Journal of Logistic 12, no. 4 (2016):

269-283.

58 dilayani merasa memiliki wibawa atas pelayanan yang dilakukan. (d) mampu menunjukkan pengertian yang mendalam atas berbagai hal yang diungkapkan, sehingga yang dilayani menjadi lega dalam menghadapi bentuk-bentuk pelayanan yang dirasakan. (e) mampu menunjukkan keterlibatannya dalam memberikan pelayanan atas berbagai hal yang dilakukan, sehingga yang dilayani menjadi tertolong menghadapi berbagai bentuk kesulitan pelayanan.46 Berbagai bentuk pelayanan yang disebutkan ini menjadi suatu yang banyak dikembangkan oleh para pengembang organisasi, khususnya bagi pengembang pelayanan modern, yang bertujuan memberikan kualitas pelayanan yang sesuai dengan dimensi empati atas berbagai bentuk permasalahan pelayanan yang dihadapi oleh yang membutuhkan pelayanan, sehingga dengan dimensi empati ini seseorang pegawai menunjukkan kualitas layanan sesuai dengan prestasi kerja yang ditunjukkan.

Kelima, reliability. Setiap pelayanan memerlukan bentuk pelayanan yang handal, artinya dalam memberikan pelayanan, setiap pegawai diharapkan memiliki kemampuan dalam pengetahuan, keahlian, kemandirian, penguasaan dan profesionalisme kerja yang tinggi, sehingga aktivitas kerja yang dikerjakan menghasilkan bentuk pelayanan yang memuaskan, tanpa ada keluhan dan kesan yang berlebihan atas pelayanan yang diterima oleh masyarakat.47 Tuntutan keandalan pegawai dalam memberikan pelayanan yang cepat, tepat, mudah dan lancar menjadi syarat penilaian bagi orang yang dilayani dalam memperlihatkan aktualisasi kerja pegawai dalam memahami lingkup dan uraian kerja yang menjadi perhatian dan fokus dari setiap pegawai dalam memberikan pelayanan. Inti pelayanan keandalan adalah setiap pegawai memiliki kemampuan yang andal, mengetahui seluk beluk prosedur kerja, mekanisme kerja, memperbaiki berbagai kekurangan atau penyimpangan yang tidak sesuai dengan prosedur kerja dan mampu menunjukkan, mengarahkan dan memberikan arahan yang benar kepada setiap bentuk pelayanan tersebut yaitu pegawai memahami, menguasai, andal, mandiri dan profesional atas uraian kerja yang ditekuninya.

Kaitan dimensi pelayanan reliability merupakan suatu yang sanga penting dalam dinamika kerja suatu organsisasi. Keandalan merupakan bentuk ciri khas atau karakteristik dari pegawai yang memiliki prestasi kerja tinggi. Keandalan dalam pemberian pelayanan dapat dilihat dari keandalan memberikan pelayanan sesuai dengan tingkat pengetahuan yang dimiliki, keandalan dalam terampil menguasai bidang kerja yang diterapkan, keandalan dalam penguasaan bidang kerja sesuai pengalaman kerja yang ditunjukkan dan keandalan menggunakan teknologi kerja.

Menurut Ravichandran Krishnamurthy dkk. menyatakan bahwa keandalan dari suatu individu organisasi dalam memberikan pelayanan sangat diperlukan untuk menghadapi gerak dinamika kerja yang terus bergulir menuntut kaualitas layanan yang tinggi sesuai keandalan individu pegawai. Keandalan dari seorang pegawai yang berprestasi, dapat dilihat dari beberapa kriteria: (a) keandalan dalam memberikan

46 A. Parasuraman, Valarie. A. Zeithaml, dan Leonard L. Berry, “A Conceptual Model of Service Quality and It’s Implications for Future Research”, Journal of Marketing, 4, (1985):

41-50.

47 Barbara R. Lewis and Vincent W. Mitchell, “Defining and Measuring the Quality of Customer Service”, Marketing intelligence and Planning 8, no. 6 (1990): 11-17.

Dalam dokumen Harga dan Prinsip Pembiayaan Syariah (Halaman 47-61)