• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai Pendidikan Karakter

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. KajianPustaka

3. Nilai Pendidikan Karakter

Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia.Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia. Nilai sebagai kualitas yang independen akan memiliki ketetapan yaitu tidak berubah yang terjadi pada objek yang dikenai nilai.

Persahabatan sebagai nilai (positif/ baik) tidak akan berubah esensinya manakala ada pengkhianatan antara dua yang bersahabat. Artinya nilai adalah suatu ketetapan yang ada bagaimanapun keadaan di sekitarnya berlangsung.

Sastra dan tata nilai merupakan dua fenomena sosial yang saling melengkapi dalam hakikat mereka sebagai sesuatu yang eksistensial. Sastra sebagai produk kehidupan., mengandung nilai-nilai sosial, filsafat, religi, dan sebagainya baik yang bertolak dari pengungkapan kembali maupun yang mempunyai penyodoran konsep baru (Suyitno, 1986: 3). Sastra tidak hanya memasuki ruang serta nilai-nilai kehidupan personal, tetapi juga nilai-nilai kehidupan manusia dalam arti total.

Menilai oleh Setiadi (2006: 110) dikatakan sebagai kegiatan menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain sehingga diperoleh menjadi suatu keputusan yang menyatakan sesuatu itu berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar, baik, atau buruk, manusiawi atau tidak manusiawi, religius atau tidak religius, berdasarkan jenis tersebutlah nilai ada.

Lasyo (dalam Setiadi 2006: 117) menyatakan, nilai manusia merupakan landasan atau motivasi dalam segala tingkah laku atau perbuatannya.Sejalan

21

dengan Lasyo, Darmodiharjo (dalam Setiadi, 2006: 117) mengungkapkan nilai merupakan sesuatu yang berguna bagi manusia baik jasmani maupun rohani.Sedangkan Soekanto (1983: 161) menyatakan, nilai-nilai merupakan abstraksi daripada pengalaman-pengalaman pribadi seseorang dengan sesamanya.Pada hakikatnya, nilai yang tertinggi selalu berujung pada nilai yang terdalam dan terabstrak bagi manusia, yaitu menyangkut tentang hal-hal yang bersifat hakiki.

Dari beberapa pendapat tersebut di atas pengertian nilai dapat disimpulkan sebagai sesuatu yang bernilai, berharga, bermutu, akan menunjukkan suatu kualitas dan akan berguna bagi kehidupan manusia.

b. Pendidikan karakter

(Purwanto, 2007: 10) menyatakan pendidikan ialah segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan. Berdasarkan pendapat di atas peneliti mendefinisikan nilai-nilai edukatif adalah konsep-konsep, suatu ideal, suatu paradigma yang mengilhami anggota masyarakat agar berperilaku sesuai yang diterima masyarakat selanjutnya akan menentukan perilaku seseorang melalui usaha yang mendidik ke arah kedewasaan mengenai hal-hal yang dianggap baik maupun buruk.

Suryosubroto (2010: 2) mengatakan bahwa pendidikan adalah usaha yang sengaja dan terencana untuk membantu perkembangan potensi dan kemampuan anak agar bermanfaat bagi kepentingan hidupnya sebagai seorangindividu dan

sebagai warga negara atau masyarakat, dengan memilih isi (materi), strategi, kegiatan, dan teknik menilai yang sesuai.

Tilaar (2002;435) mengatakan hakikat pendidikan adalah memanusiakan manusia. Selanjutnya dikatakan pula bahwa, memanusiakan manusia atau proses humanisasi melihat manusia sebagai suatu keseluruhan di dalam eksistensinya.

Eksistensi ini menurut penulis adalah menempatkan kedudukan manusia pada tempatnya yang terhormat dan bermartabat.Kehormatan itu tentunya tidak lepas dari nilai-nilai luhur yang selalu dipegang umat manusia.

Purwanto (1986: 11) menyatakan bahwa pendidikan berarti segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan.Hakikat pendidikan bertujuan untuk mendewasakan anak didik, maka seorang pendidik haruslah orang yang dewasa, karena tidak mungkin dapat mendewasakan anak didik jika pendidiknya sendiri belum dewasa.

Segala sesuatu yang digunakan untuk mendidik harus yang mengandung nilai didik, termasuk dalam pemilihan media.Novel sebagai suatu karya sastra, yang merupakan karya seni juga memerlukan pertimbangan dan penilaian tentang seninya (Pradopo, 2005: 30).Pendidikan pada kahikatnya merupakan upaya membantu peserta didik untuk menyadari nilai-nilai yang dimilikinya dan berupaya memfasilitasi mereka agar terbuka wawasan dan perasaannya untuk memiliki dan meyakini nilai yang lebih hakiki, lebih tahan lama, dan merupakan kebenaran yang dihormati dan diyakini secara sahih sebagai manusia yang beradab (Setiadi, 2006: 114).

23

Adler (dalam Arifin, 1993:12) mengartikan pendidikan sebagai proses dimana seluruh kemampuan manusia dipengaruhi oleh pembiasaan yang baik untuk membantu orang lain dan dirinya sendiri mencapai kebiasaan yang baik.

Secara etimologis, sasta juga alat untuk mendidik (Ratna 2009:447). Masih menurut Ratna, lebih jauh dikaitkan dengan pesan dan muatannya, hampir secara keseluruhan karya sastra merupakan sarana-sarana etika. Jadi, pendidikan dan karya sastra (novel) adalah dua hal yang saling berkaitan.

Karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Individu yang berkarakter adalah individu yang dapat membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan setiap akibat dari keputusannya. Karakter dapat dianggap sebagai nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum tata krama, budaya adat istiadat, dan estetika. Karakter adalah perilaku yang tampak dalam kehidupan sehari-hari baik dalam bersikap maupun bertindak.

Warsono dkk. (2010) mengutip Jack Corley dan Thomas Philip (2000) menyatakan: “Karakter merupakan sikap dan kebiasaan seseorang yang memungkinkan atau mempermudah tindakan moral.

Scerenko (1997) mendefinisikan karakter sebagai atribut atau ciri-ciri yang membentuk dan membedakan ciri pribadi, ciri etis, dan kompleksitas mental dari seseorang, suatu kelompok atau bangsa.

Karakter dipengaruhi oleh hereditas. Perilaku seseorang anak seringh kali tidak jauh dari perilaku ayah atau ibunya. Dalam bahasa Jawa dikenal istilah

“Kacang ora ninggaal lanjaran” (Pohon kacang panjang tidak pernah meninggalkan kayu atau bambu tempatnya melilit dan menjalar). Kecuali itu lingkungan, baik lingkungan sosial maupun lingkungan alam itu membentuk karakter. Di sekitar lingkungan sosial yang keras seperti di Harlem New York, para remaja cenderung berperilaku antisosial, keras, tega, suka bermusuhan, dan sebagainya. Sementara itu di lingkungan yang gersang, panas, dan tandus, penduduknya cenderung bersifat keras dan berani mati.

Mengacu pada berbagai pengertian karakter tersebut di atas, serta faktor- faktor yang dapat memengaruhi karakter, maka karakter dapat dimaknai sebagai nilai dasar yang membangun pribadi seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.

Pada pengertian yang sederhana pendidikan karakter adalah hal positif apa saja yang dilakukan guru dan berpengaruh kepada karakter siswa yang diajarnya. (Winton, 2010) Pendidikan karakter adalah upaya sadar dan sungguh- sungguh dari seorang guru untuk mengajarkann nilai-nilai kepada para siswanya.

Lickona (1991) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai upaya yang sungguh-sungguh untuk membantu seseorang memahami, peduli, dan bertindak dengan landasan inti nilai-nilai etis.

Sementara itu Aqib (2011, 38) menjelaskan pendidikan karakter merupakan keseluruhan dinamika relasional antarpribadi dengan berbagai macam

25

dimensi baik dari dalam maupun dari luar dirinya. Hal ini diharapkan setiap pribadi semakin dapat menghayati kebebasannya sehingga ia dapat semakin bertanggung jawab atas pertumbuhan dirinya sendiri sebagai pribadi dan perkembangan orang lain dalam hidup mereka. Secara singkat pendidikan karakter dapat diartikan sebagai sebuah bantuan sosial agar individu itu dapat bertumbuh dalam menghayati kebebasannya dalam hidup bersama dengan orang lain dalam dunia.

Muslich (2011:81) menjelaskan pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia seseorang secara utuh, terpadu dan seimbang. Melalui pendidikan karakter diharapkan seseorang secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi, serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari

Menurut scerenko (1997) pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai upaya yang sungguh-sungguh dengan cara mana ciri kepribadian positif dikembangkan, didorong, dan diberdayakan melalui keteladanan, kajian (sejarah,dan biografi para bijak dan pemikir besar), serta praktik emulasi (usaha yang maksimal untuk mewujudkan hikmah dari apa-apa yang diamati dan dipelajari).

Berdasarkan dari beberapa pendapat di atas dapat dirumuskan bahwa nilai pendidikan karakter merupakan segala sesuatu yang baik maupun buruk yang berguna bagi kehidupan manusia yang diperoleh melalui proses pengubahan

sikap,tata laku dan menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, raga, serta rasa dan karsa dalam upaya mendewasakan diri manusia melalui upaya pengajaran dihubungkan dengan eksistensi dan kehidupan manusia, Nilai- nilai pendidikan karakter yang tersirat dalam berbagai hal dapat mengembangkan masyarakat berbagai dimensinya dan nilai-nilai tersebut mutlak dihayati dan diresapi manusia sebab ia mengarah pada kebaikan dalam berpikir dan bertindak sehingga dapat memajukan budi pekerti serta pikiran/ intelegensinya. Nilai-nilai pendidikan karakter dapat ditangkap manusia melalui berbagai hal diantaranya melalui pemahaman dan penikmatan sebuah karya sastra.

4. Macam-macam Nilai Pendidikan Karakter a. Jujur

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia karangan W.J.S Poerwadarminta (2007: 496), jujur berarti lurus hati, tidak curang. Secara singkat Agus Wibowo (2012: 40) mengartikan bahwa jujur adalah orang yang berbicara dan berbuat harus apa adanya, tanpa menutupi dengan kebohongan.

Jamal Ma’mur Asmani (2011: 37), bahwa kejujuran merupakan perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan diri sebagai orang yang selalu dapat dipercaya, baik terhadap diri sendiri maupun pihak lain. Hal ini diwujudkan dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

Abdul Majid dan Dian Andayani (2011: 48) menyatakan bahwa deskripsi jujur yaitu biasa mengatakan yang sebenarnya, apa yang dimiliki dan diinginkan, tidak pernah bohong, biasa mengakui kesalahan dan biasa mengakui kelebihan orang lain. Sejalan dengan Nurul Zuriah (2007: 83) yang

27

menyatakan bahwa jujur merupakan sikap dan perilaku yang tidak suka berbohong dan berbuat curang, berkata apa adanya, dan berani mengakui kesalahan. Jujur bisa diartikan mengakui, berkata atau memberikan informasi sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya.Buchari Alma (2010: 116) juga menambahkan bahwa kejujuran seeseorang bisa dilihat dari ketepatan pengakuan atau dari apa yang dibicarakan sesuai dengan kenyataan atau kebenaran yang terjadi.

Lickona (2013: 65) menyatakan bahwa kejujuran adalah salah satu bentuk nilai yang harus diajarkan di sekolah. Jujur dalam berurusan dengan orang lain, tidak menipu, mencurangi, atau mencuri dari orang lain merupakan sebuah cara mendasar untuk menghormati orang lain. Menurut Siti Irene Astuti (2011: 32) kejujuran adalah kemampuan seseorang untuk menyampaikan sesuatu dengan apa adanya sesuai dengan hati, ucapan dan perbuatan yang menjadi amanahnya yang terkait dengan hak dan kewajiban di segala aspek kehidupan yang sedang dijalaninya.

Menurut Mulyasa (dalam Siti Irene Astuti, 2011: 12) menyatakan bahwa nilai kejujuran merupakan nilai fundamental yang diakui oleh semua orang sebagai tolak ukur kebaikan seseorang dalam kehidupan sehari-harinya, bagaimanapun pintarnya, bagaimanapun berwibawa dan bijaksananya seseorang jika tidak jujur pada akhirnya tidak akan diakui oleh orang sebagai pemimpin yang baik atau bahkan dicap menjadi orang yang tidak baik. Oleh karena itu, nilai kejujuran menjadi hal yang sangat penting dalam kehidupan.

Menurut Dharma Kusuma, Cepi Triatna, dan Johar Permana (2012:

16), jujur sebagai sebuah nilai merupakan keputusan seseorang untuk mengungkapkan (dalam bentuk perasaan, kata-kata, dan/atau perbuatan) bahwa realitas yang tidak dimanipulasi dengan cara berbohong atau menipu orang lain untuk keuntungan dirinya .

Berdasarkan pendapat di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa kejujuran adalah perilaku yang menunjukkan perilaku tidak suka berbohong, mengakui kesalahan yang dilakukan, menceritakan kekurangan yang dimiliki, dapat dipercaya dalam perkataan, perbuatan dan pekerjaan sesuai dengan kondisi dan fakta yang ada sebenarnya.

b. Disiplin

Menurut Sugeng Prijodarminto (1994: 23) kedisiplinan dapat diartikan sebagai kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan ketertiban. Karena sudah menyatu dengannya, maka sikap atau perbuatan yang dilakukan bukan lagi atau sama sekali tidak dirasakan sebagai beban, bahkan sebaliknya akan membebani dirinya bilamana ia tidak berbuat sebagaimana lazimnya.

Menurut Santoso (2004) bahwa kedisiplinan adalah sesuatu yang teratur, misalnya disiplin dalam menyelesaikan pekerjaan berarti bekerja secara teratur. Kedisiplinan berperan dengan kepatuhan dan ketaatan seseorang atau kelompok orang terhadap norma-norma dan peraturan- peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.

Kedisiplinan dibentuk serta berkembang melalui latihan dan pendidikan

29

sehingga terbentuk kesadaran dan keyakinan dalam dirinya untuk berbuat tanpa paksaan.

(Sukadji, 2000) Kedisiplinan dapat diartikan sebagai serangkaian aktivitas atau latihan yang dirancang karena dianggap perlu dilaksanakan untuk dapat mencapai sasaran tertentu. Kedisiplinan merupakan sikap atau perilaku yang menggambarkan kepatuhan kepada suatu aturan atau ketentuan.

Menurut Sumarno (Roy Rahman, 2012) disiplin berarti perangkat peraturan yang berlaku untuk menciptakan kondisi tertib dan teratur. Maman Rachman (1999: 168) disiplin adalah sebagai upaya mengendalikan diri dan sikap mental individu atau masyarakat dalam mengembangkan kepatuhan dan ketaatan terhadap peraturan dan tata tertib berdasarkan dorongan dan kesadaran yang muncul dari dalam hatinya.Menurut Slameto (2010) disiplin merupakan suatu yang berkenaan dengan pengendalian diri seseorang terhadap bentuk-bentuk aturan.

Beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa disiplin adalah upaya pengendalian diri dalam mengembangkan kepatuhan yang perlu yang dilaksanakan agar menciptakan kondisi tertib atau teratur.

c. Kreatif

Menurut Evans dalam Munandar (1999:97), “kreativitas adalah ketrampilan untuk menentukan pertalian baru, melihat subyek dari perspektif baru, dan membentuk kombinasi-kombinasi baru dari dua atau lebih konsep yang telah tercetak dalam pikiran”.Menurut Roger dalam Setiawan (2002:74), menekankan bahwa sumber kreativitas adalah kecenderungan untuk

mengaktualisasikan diri, mewujudkan potensi, dorongan untuk berkembang dan menjadi matang, kecenderungan untuk mengekspresikan dan mengaktifkan semua kemampuan organisme.

Menurut CampbellSternberg juga berpendapat (dalam Efendi, 2005:261), bahwa kreativitas adalah sebuah proses yang menuntut keseimbangan dan aplikasi dari ketiga aspek esensial dari kecerdasan analitis, kreatif dan praktis, beberapa aspek yang ketika digunakan secara kombinatif dan seimbang akan melahirkan kecerdasan kesuksesan

(Tynan, 2005: 33) Istilah kreativitas dapat digunakan dalam dua cara, pertama adalah kreativitas sebagai kemampuan mental untuk berpikir kreatif.

Kedua adalah kreativitas sebagai energi yang bekerja dalam pikiran kita.

Ketika seseorang mengembangkan gagasan usaha baru, menciptakan lagu, melukis, atau merancang sesuatu yang baru dan inovatif, dapat terlihat energi tersebut.

Solso berpendapat (dalam Suharnan, 2011: 5-6) kreativitas adalah suatu aktivitas kognitif yang menghasilkan cara-cara baru dalam memandang suatu masalah atau situasi. Lebih lanjut Solso menegaskan bahwa kreativitas tidak terbatas pada menghasilkan hal-hal baru yang bersifat praktis, tetapi boleh jadi hanya merupakan suatu gagasan baru. Pandangan ini lebih menekankan kreativitas pada cara pandang yang baru terhadap suatu masalah atau situasi, dan bukan pada suatu karya baru yang memiliki nilai kegunaan praktis.

31

Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan tentang kreativitas, bahwa kreativitas pada dasarnya merupakan suatu proses tindakan dimana seseorang dapat mengaktualisasikan diri dengan mengkombinasikan konsep-konsep, pemikiran-pemikiran, serta ide-ide untuk menciptakan suatu alternatif yang berbeda untuk mencapai tujuan-tujuan yang sama dan yang pastinya berorientasi pada hal-hal yang bersifat positif.

d. Peduli sosial

Manusia hidup di dunia ini pasti membutuhkan manusia lain untuk melangsungkan kehidupannya, karena pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial. Menurut Buchari Alma, dkk (2010: 201) makhluk sosial berarti bahwa hidup menyendiri tetapi sebagian besar hidupnya saling ketergantungan, yang pada akhirnya akan tercapai keseimbangan relatif. Maka dari itu, seharusnya manusia memiliki kepedulian sosial terhadap sesama agar tercipta keseimbangan dalam kehidupan.

Manusia sebagai makhluk sosial (homo socialis) tidak hanya mengandalkan kekuatan sendiri, tetapi membutuhkan manusia lain dalam beberapa hal. Untuk itu manusia harus memiliki kesadaran sosial. Hera Lestari Malik (2008: 4.23) menjelaskan bahwa kesadaran sosial merupakan kemampuan untuk memahami arti dari situasi sosial. Sehingga nantinya manusia dalam berinteraksi akan saling menghormati, mengasihi, serta peduli terhadap berbagai macam keadaan di sekitarnya. Manusia yang mempunyai kesadaran sosial yang tinggi akan memiliki sikap kasih sayang dan perasaan empati terhadap suatu hal yang dialami orang lain.

Darmiyati Zuchdi (2011: 170) menjelaskan bahwa, peduli sosial merupakan sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan kepadamasyarakat yang membutuhkan.Berbicara masalah kepedulian sosial maka tak lepas dari kesadaran sosial.Kesadaran sosial merupakan kemampuan untuk mamahami arti dari situasi sosial (Hera Lestari Malik dkk, 2008: 4.23).

Hal tersebut sangat tergantung dari bagaimana empati terhadap orang lain.

Berdasarkan bererapa pendapat yang tertera diatas dapat disimpulkan bahwa, kepedulian sosial merupakan sikap selalu ingin membantu orang lain yang membutuhkan dan dilandasi oleh rasa kesadaran dan manusia yang mempunyai kesadaran sosial yang tinggi akan memiliki sikap kasih sayang dan perasaan empati terhadap suatu hal yang dialami orang lain.

e. Tanggung jawab

Menurut Tirtarahardja dan Sulo (2005: 8) bahwa tanggung jawab diartikan sebagai keberanian untuk menentukan sesuatu perbuatan sesuai dengan tuntutan kodratmanusia, dan bahwa hanya karena itu perbuatan tersebut dilakukan sehinggasanksi apa pun yang dituntutkan (oleh kata hati, oleh masyarakat, oleh norma-norma agama), diterima dengan penuh kesadaran dan kerelaan.

Dari penjelasan tersebut bahwa seseorang yang mempunyai kesediaan bertanggung jawab yang tinggi berarti apa yang ia perbuat sesuai dengan kata hati. Kemudian kesediaan dan kerelaannya menerima konsekuensi dari perbuatan juga diartikan sebagai perwujudan kesadaran seseorang akan kewajibannya dalam bertanggung jawab terhadap suatu perbuatannya. Jika

33

seseorang telah memiliki sikap tanggung jawab terhadap apa yang ia perbuat, maka seseorang itu juga telah memiliki sikap yang disiplin.

Kemampuan berdisiplin dan bertanggung jawab tidaklah lahir dengan sendirinya, tetapi bertumbuh melalui proses dan latihan kebiasaan yang bersifat rutin dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu sifat disiplin dan tanggung jawab harus ditanamkan sejak kecil agar nantinya mereka akan terbiasa untuk hidup disiplin dan bertanggung jawab. Dalam buku karangan Zubaedi (2011: 78) para pegiat pendidikan karakter membagi sembilan pilar pendidikan karakter yang salah satunya yaitu “tanggung jawab (responsibility) maksudnya mampu mempertanggungjawabkan serta memiliki perasaan untuk memenuhi tugas dengan dapat dipercaya, mandiri, dan berkomitmen”.Sesuai pendapat tersebut bahwa orang yang bertanggung jawab ditandai dengan adanya komitmen yang tinggi, menyelesaikan tugas dengan penuh rasa percaya diri, optimis, dan mandiri.

Zubaedi (2011: 76) bahwa “tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dilakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara, dan Tuhan Yang Maha Esa”. Zubaedi mengartikan bahwa segala sikap dan perilaku harus bisa dipertanggungjawabkan kepada diri sendiri, kehidupan masyarakat, lingkungan, negara, dan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Menurut Pam Schiller & Tamera Bryant (dalam Astuti, 2005: 17)

“tanggung jawab adalah perilaku yang menentukan bagaimana kita bereaksi

terhadap situasi hari, yang memerlukan beberapa jenis keputusan yang bersifat moral”.

Berdasarkan uraian pendapat di atas maka dapat dipahami bahwa tanggung jawab adalah suatu sikap dimana seseorang tersebut mempunyai kesediaan menanggung segala akibat atau sanksi yang telah dituntutkan (oleh kata hati, oleh masyarakat, oleh norma-norma agama) melalui latihan kebiasaan yang bersifat rutin dan diterima dengan penuh kesadaran, kerelaan, dan berkomitmen.

B. Kerangka Pikir

Sesuai dengan penjabaran tersebut, landasan teori yang digunakan pada novel “Hari Tanpa Cinta“ karya Rizky Siregar yaitu karya sastra. Karya sastra adalah sebuah karya yang pada hakikatnya dibuat dengan menggunakan aspek keindahan di samping keefektifan penyampaian pesan. Dalam karya sastra terbagi menjadi tiga bagian yaitu drama, puisi, dan prosa. Dalam pembagian karya sastra ini materi yang akan dikaji khusus mengenai prosa. Dalam prosa terbagi menjadi beberapa bagian diantaranya: cerpen, novel, dan roman. Aspek yang akan dikaji hanya terfokus pada novel. Dalam novel terbagi beberapa bagian diantaranya:

novel serius dan novel populer dan yang dikaji yaitu novel populer yang berjudul

“Hari Tanpa Cinta“ karya Rizky Siregar.

35

Karya Sastra

Hasil Novel

Hari Tanpa Cinta

Nilai Pendidikan Karakater

Jujur Disiplin

Kreatif Peduli sosial Tanggung Jawab

Temuan Hari Tanpa

Cinta

36

Dokumen terkait