• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 PANCASILA MENJADI SISTEM ETIKA

4.2 Norma Etik Bersumberkan Pancasila

Sunoto(1982) memberikan pengertian Pancasila sebagai filsafat moral atau kesusilaan yang berdasar atas kepribadian, ideologim jiwa dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Etika Pancasila adalah cabang filsafat yang dijabarkan dari sila-sila Pancasila untuk mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia. Oleh karena itu, etika Pancasila terkandung nilai-nilai Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Etika Pancasila memiliki pengertian sebagai etika kebajikan, meskipun bercorak deontologi dan teleologi di dalamnya. Menurut Notonagoro, etika kebajikan lebih dominan karena etika Pancasila tercermin dalam empat tabiet saleh kebajikan, yaitu kebijaksanaan, kesederhanaan, keteguhan, dan keadilan.

Pancasila sebagai filsafat negara yang termuat dalam pembukaan UUD 1945, memilili implikasi etis, yakni sebagai sumber norma etik.

1. Nilai Pancasila sebagai Sumber Norma Etik

Menurut Yudi Latif(2011), sebagai sistem nilai yang mendasar, abstrak dan universal, implikasi etis Pancasila menjadi basis moralitas dan haluan kebangsaan-kenegaraan.

Nilai-nilai dalam Pancasila menjadi inspirasi sekaligus pegangan hidup dalam mewujudkan cita-cita bangsa.

Norma hidup bernegara dapat diwujudkan dari nilai Pancasila adalah norma hukum dan norma moral atau etik.

Sebagaimana menurut Kaelan(2013), bahwa sila-sila Pancasila pada hakikatnya bukan merupakan pedoman yang bersifat normatif, melainkan sebagai suatu sistem nilai etika yang menjadi sumber norma baik, moral, maupun hukum.

Nilai Ketuhanan yang tertuang dalam sila pertama Pancasila adalah nilai Ketuhanan, yang menyangkut keyakinan dan kepercayaan yang dimiliki bangsa ini. Agama merupakan salah satu sumber moralitas(Sudaryanto, 2007).

Nilai kemanusiaan yang terdapat dalam sila kedua merepresentasikan kedudukan manusia yang sederajat dan bermartabat. Kemanusiaan menyangkut segala unsur yang melekat pada diri manusia sebagai makhluk monopluralis(Notonagoro, 1980).

Sila ketiga memuat nilal dasar persatuan. Persatuan yang mengikat seluruh perbedaan yang ada dalam bangsa ini.

Dan merupakan modalitas utama dalam mengintegrasikan seluruh kepentingan di bawah payung kebangsaan.

Sila keempat Pancasila menempatkan kerakyatan sebagai nilai universal yang melengkapi sila sila sebelumnya.

Nilai kerakyatan menegaskan bahwa orientasi sesungguhnya dari keberadaan bangsa ini harus bermuara pada kepentingan rakyat.

Sila kelima Pancasila memuat nilai keadilan sosial yang ditujukan bagi seluruh bangsa Indonesia. Keadilan sosial menjamin pemerataan pembangunan. Kesejahteraan dan kemakmuran rakyat merupakan prioritas utama kerja pemerintah.

2. Etika Pancasila dalam ketetapan MPR RI No.II/MPR/1978 Ada dua norma dalam hidup bernegara, yakni norma hukum dan norma moral atau etik (Kaelan, 2013). Dalam pengalaman sejarah bernegara di Indonesia, ketetapan MPR

No.II/MPR/1978 tentang pedoman, penghayatan dan pengalaman Pancasila atau Ekaprasetya Pancakarsa dapat dipandang sebagai contoh norma etik bernegara. Dalam ketetapan tersebut dinyatakan pula bahwa P4 bukan merupakan tafsir Pancasila dasar negara. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa butir-butir P4 merupakan norma etik bersumberkan dari sila-sila Pancasila. Dikatakan demikian, karena Ketetapan MPR RI No.II/MPR/1978 telah dicabut dan tidak berlaku lagi.

Ada beberapa implikasi yang timbul setelah ditiadakannya ketetapan tersebut. Misalnya dalam pelajaran PPKn 1994, butir-butir Pancasila dalam P4 tidak lagi menjadi materi pokok. Dampak lainnya adalah dihapuskannya BP7(Badan Pembinaan Pendidikan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) sebagai lambang negara yang selama Orde Baru bertugas mengelola dan menyelenggarakan program Penataran P4, melalui keputusan Presiden No. 27 Tahun 1999 tentang Pencabutan Keputusan Presiden No. 10 Tahun 1978 tentang Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila.

3. Etika Pancasila dalam ketetapan MPR RI No.V/MPR/2001 Setelah norma etik dalam P4 dicabut pada tahun 1998, kehidupan berbangsa dan bernegara tampaknya tetap membutuhkan norma etik bernegara di samping norma hukum. Sebagaimana dikatakan bahwa sistem kenegaraan modern menuntut rasionalitas, berdasarkan sistem the rule of low dan juga the rule of ethics. Hal ini dikarenakan, masyarakat modern makin menyadari bahwa sistem hukum sekarang tak lagi cukup menjadi andalan dan acuan untuk mengontrol perilaku ideal manusia.

Etika kehidupan berbangsa yang ditetapkan oleh MPR melalui Ketetapan MPR No.VI/MPR/2001 dinyatakan bahwa

etika kehidupan berbangsa merupakan rumusan yang bersumber dari ajaran agama, khususnya yang bersifat universal dan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila sebagai acuan dasar dalam berpikir, bersikap, dan bertingkah laku dalam kehidupan bernegara.

Nilai Pancasila menjadi sumber norma etik bernegara Indonesia. Ketut Rindjin(2010) mengatakan ketetapan tentang etika kehidupan berbangsa dapat dipandang sebagai pengganti ketetapan MPR tahun 1978 tentang P4.

Norma etik sebagai derivat dari nilai-nilai Pancasila dipandang sebagai satu kesatuan yang terwujud ke dalam 6 bidang kehidupan yang perlu ada etikanya, yakni etik di bidang sosial dan budaya, politik dan pemerintahan, ekonomi dan bisnis, penegakan hukum yang berkeadilan, serta keilmuan dan lingkungan hidup. Adapun uraian Etika kehidupan berbangsa dalam berbagai bidang, sebagai berikut.

a. Etika Sosial dan Budaya

Etika ini bertolak dari rasa kemanusiaan yang mendalam dengan menampilkan kembali sikap jujur, saling peduli, memahami, menghargai, mencintai, dan saling tolong-menolong di antara sesama manusia dan warga negara.

Etika dalam hal ini dimaksudkan untuk menumbuhkan dan mengembangkan kembali kehidupan berbangsa yang berbudaya tinggi dengan bersumber dari budaya daerah agar mampu melakukan adaptasi, dan interaksi dengan bangsa lain tindakan proaksi sejalan dengan tuntutan globalisasi.

b. Etika Politik dan Pemerintahan

Etika ini dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efisien, dan efektif serta menumbukan suasana politik yang demokratis yang bercirikan

keterbukaan, rasa tanggung jawab, tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai perbedaan, jujur dalam persaingan, kesediaan untuk menerima pendapat yang lebih benar, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia dan keseimbangan hak dan kewajiban dan kehidupan bernegara.

Etika politik dan pemerintahan diharapkan mampu menciptakan suasana harmonis antar kekuatan sosial politik atau kelompok kepentingan untuk mencapai sebesar-besar kemajuan bangsa dan negara dengan mendahulukan kepentingan bersama melebihi kepentingan pribadi dan golongan.

c. Etika Ekonomi dan Bisnis

Etika ini dimaksudkan agar prinsip dan perilaku ekonomi, baik oleh pribadi, institusi, maupun mengambil keputusan dalam bidang ekonomi dapat melahirkan kondisi dan realitas ekonomi yang bercirikan persaingan yang jujur, berkeadilan, mendorong berkembangnya etos kerja ekonomi, daya tahan ekonomi dan kemampuan saing, serta terciptanya suasana kondusif untuk pemberdayaan ekonomi yang berpihak kepada rakyat kecil melalui kebijakan yang berkesinambungan.

BAB 5 PANCASILA DALAM KONTEKS