BAB IV PAPARAN DATA DAN ANALISIS
A. Paparan Data
Dalam pembahasan di sini peneliti akan membahas data yang sudah dikumpulkan untuk dilakukan penyesuaian dengan fokus-fokus yang telah ditentukan dalam penelitian ini. Data yang ada kemudian akan diketengahkan untuk dilakukan proses analisa yang bersesuaian dengan tema dalam penelitian ini yaitu berkaitan dengan kepemimpinan kiai dalam mengembangkan budaya religius di Pondok Pesantren Nurul Qarnain Sukowono Jember dan Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Al-Azhar Mojosari Asembagus Situbondo, dan fokus penelitian di sini berkaitan dengan Otoritas dan Power Kiai dalam Mengembangkan Budaya Religius, Komunikasi Kiai dalam Mengembangkan Budaya Religius dan Strategi Kiai dalam Mengembangkan Budaya Religius. Di paparan data inilah yang kemudian akan dipetakan keterkaitan upaya-upaya tindakan nyata yang telah dilakukan oleh kiai dalam proses tata kelola di pesantren.
1. Paparan Data Kasus 1 Pondok Pesantren Nurul Qarnain Jember a. Otoritas dan Power Kiai dalam Mengembangkan Budaya Religius
di Pondok Pesantren Nurul Qarnain Jember
Dalam kehidupan pesantren santri memiliki rutinitas yang sangat padat dan bahkan itu semua telah menjadi kebiasaan yang telah membudaya dan menjadi ciri khas karakter. Dalam kesehariannya diawali dengan bangun tengah malam dengan melaksanakan aktifitas ubudiyah dengan menjalankankan qiyamul lail yakni shalat tahajjud, pembacaan wirid baik dilakukan secara mandiri maupun berjamaah, yang dilanjutkan dengan shalat Subuh berjamaah dan kemudian pengajian kitab kuning baik yang diselenggarakan diasrama masing- masing maupun dilaksanakan di Masjid pesantren. Selanjutnya di pagi hari sesuai jadwalnya santri menyapu dan membersihkan lingkungan pesantren, lingkungan asrama, ataupun disekitar Gedung sekolah. Ini menjadi budaya pesantren dalam aktivitas di Pondok Pesantren Nurul Qarnain.1 Yang kemudian dilanjutkan dengan pendidikan dilembaga masing-masing sesuai dengan tingkatnya, di waktu siang hari pesantren juga telah menyediakan kantin dimana untuk ketersediaan dan kebutuhan santri semisal makanan sudah disediakan langsung oleh pesantren, sehingga santri bisa fokus melaksanaka kegiatan-kegiatan kepesantrenan.2
1 Observasi di PP. Nurul Qarnain di damping Ust. Taufikurrahman Bagian Kebersihan Pesantren Rabu, 03 November 2021
2 Observasi di PP. Nurul Qarnain Rabu, 03 November 2021. Pesantren telah menyediakan layanan
Sebagai pemimpin dalam institusi pesantren keberadaan kiai menjadi pemeran utama dalam menajalankan tata kelola di pondok pesantren, peran inti ini yang kemudian menjadi kekuatan power Kiai dalam menjalankan organisasi pesantren. Di dalam beberapa sumber literasi hasil riset kepemimpinan sebelumnya, menunjukkan bahwasanya kepemimpinan Kiai di Pondok Pesantren Nurul Qarnain Jember memiliki kekhasan dengan ciri, Karismatik, demokratis, spiritual. Hal inilah yang kemudian memberikan kesan mendalam dalam membangun cara pandang dan kontruksi budaya di lingkungan pondok pesantren melalui kiat-kiat kepemimpinan spiritual yang dilakukan oleh pengasuh Pondok Pesantren KH. Yazid Karimullah:
kalau pesantren itu sejak saya mendirikan, tetap saya lakukan. Jadi, seperti riyadoh-riyadoh, contoh yang tidak pernah saya tinggalkan seperti maghrib yasin dan tabarok subuh yasin dan waqiah, itu secara umum secara pribadi sejak dari pondok yang saya amalkan diwajibkan seperti asmaul husna, karena berkeinginan bagimana pondok ini, akan terwujud dengan baik.3
Kuatnya pengaruh KH. Yazid Karimullah terhadap para pengikutnya (pengurus pesantren, santri dan masyarakat) karena beliau merupakan pribadi yang konsisten dan istiqomah dalam menjalankan berbagai hal, dalam menjaga kedisiplinan dan kegiatan ibadah lainnya.
Memiliki rutinitas riyadhoh dalam kesehariannya, hal ini dibuktikan dengan aktivitas beliau yang tak pernah lelah, sedari pagi sampai
yang mengantarkan kebutuhan tersebut ke asrama-asrama sesuai dengan jumlah santri dan telah dibentuk penanggung jawabnya. Sehingga disini menjadikan kebersamaan santri lebih terjaga
malam melaksanakan aktivitas di lingkungan pesantren dan baru istirahat jam 1 dini hari dan bangun pada jam 3 pagi.
Riyadhoh yang melibatkan jamaah dengan jumlah yang banyak beliau langsanakan pada malam jum’at legi. Awalnya kegiatan ini merupakan usulan sebagian alumni yang disampaikan ust. Bardi Faris Tamanan, bahwa alumni dipandang perlu dipertemukan di Pondok Pesantren Nurul Qarnain dengan kegiatan riyadhoh. Tujuannya untuk mengajak para alumni untuk ber-taqarrub kapada Allah, dan agar tidak lupa kepada pesantren dan gurunya. Karena usulan itu dipandang baik, maka Kiai Yazid menyetujuinya. Setelah riyadhoh ini berjalan, ternyata tidak hanya diikuti para alumni, namun juga diikuti oleh para santri, wali santri dan masyarakat sekitar. Riyadhoh ini dipimpin langsung oleh Kiai Yazid. Bahkan ketika beliau umroh dan bertepatan pada malam jum’at legi, khusushan dan doanya beliau pimpin dari Masjidil Haram via telephon.4
Kiai sangat menekankan kalau kegiatan ubudiyahnya itu yang jelas dari kiai wajib riyadhoh. Jadi wajib Riyadhoh. Setiap malam santri wajib Riyadhoh dan Wajib Burling (Burdah Keliling). Itu semua untuk santri secara keseluruhan.5
Informasi ini setidak memperkuat tentang betapa kiai sangat menekankan penguatan ruhani santri sebagai penempaan diri dalam aspek bathiniah, karena ketika ruhani sehat, mental sehat, psikologi sehat kecenderungannya akan berimplikasi kepada sehatnya jasmani
4 Mud’har Syarifudin & Fathor Rozi, Jejak Langkah Sang Kyai (Jember: Pustaka Radja, 2011), 162.
5 Wawancara dengan Ust. Muhammad Abdul Ghofur, Dewan Guru Ma’had Aly PP. Nurul
seseorang. Riyadhoh juga sebagai bukti penghambaan seseorang kepada penciptanya dan sebagai pengakuan diri atas kekurangan yang dimiliki.
Kekuatan/power Kiai Yazid dalam mengelola pondok pesantren menjadikannya sebagai wadah perjuangan dan melandaskannya dengan nilai-nilai agama melalui penguatan amaliah- amaliah keagamaan, sehingga Pondok Pesantrran Nurul Qarnain mampu mengembangkan kelembagaannya dengan terbuka dan inovatif. Praktik keagamaan yang sangat ketat ini menjadi landasan pola kepemimpinan Kiai Yazid dalam mengembangkan budaya religius.
Kiai Yazid sebagai seorang ulama yang karismatik, dalam memimpin pesantren, Kiai Yazid sangat bijaksana. Kiai Yazid mau bekerja keras demi kepentingan pesantren. Kiai Yazid juga demokratis, sangat peduli dengan kehidupan santri dan selalu berharap santrinya menjadi insan yang baik. Kiai Yazid adalah orang yang lebih suka memberi daripada menerima dan Kiai Yazid mencintai keilmuan sehingga selalu mendukung dan menunjang aktifitas belajar santri.6 Sebagai sosok yang karismatik dan mampu menginternalisasi nilai- nilai agama ke dalam kepemimpinan dalam mengayomi dan mengelola seluruh sumber daya yang ada di lingkungan pesantren. Sebagiamana disampaikan oleh Muhammad Haris Kurniawan:
Saya melihat setiap tindakan kiai itu, selalu dilandaskan atas agama, Kiai Yazid selain pengasuh, pemimpin tapi beliau ini bekerja sendiri, memperaktekkan langsung nilai-nilai agama, contohnya kebersihan turun langsung, saya tidak enak ketika melihat kiai itu bersih-bersih sendiri.7
Inilah salah satu identitas budaya di lingkungan pesantren menjadikan ajaran agama satu-satunya nilai inti sebagai inspirasi dalam kehidupan tata interaksi, tata kelola sebagai budaya religius yang berkembang dengan sangat ketat dan mejadi power kiai sebagai pemimpin pesantren dan lembaga-lembaga pendidikan yang ada di bawah naungan pesantren.
Pemahaman kiai terhadap kesadaran agama dalam proses pengembangan budaya religius, membentuk suatu tindakan kepemimpinan yang berdasarkan pada nilai agama. Hal Ini menjadi penegas bahwa kepemimpinan kiai perlu juga memiliki komitmen kuat dalam merawat budaya-budaya yang telah diajarkan oleh ulama’- ulama’ sebagai bagian integrasi pondasi dalam pengembangan pondok pesantren dalam menginternalisasi tindakan sebagai amanah dan kewajiban keagamaan dan menyandarkan setiap yang dilakukan pada sumber nilai agama.
Karenanya pemahaman santri akan pentingnya menjaga kebersihan merupakan kesadaran agama yang telah terbentuk dalam dirinya, yang dalam keseharaiannya dipraktikan dengan menjaga
7 Wawancara dengan Muhammad Haris Kurniawan, Ajudan/Sekretaris Pribadi Pengasuh, 11 April
kebersihan halaman, kamar, hingga kebersihan kamar mandi. Tak hanya itu, santri sangat di anjurkan menjaga kebersihan diri sendiri seperti menjaga kebersihan anggota badan. Karna Nabi Muhammad senantiasa menjaga kebersihan anggota anggota badannya seperti senang memakai wangi-wangian.8
Konsistensi dalam memegang nilai agama atau istiqomah terhadap praktik keagamaan menjadi power kekuatan pendirian kiai dalam kepemimpinannya sebagai pengasuh pondok pesantren mengarah pada dasar kesadaran dalam moral-moral agama. Pada pengembangan budaya religius yang dititik beratkan dan menjadi pondasi beliau adalah melalui budaya bersih dilingkungan pesantren, hal ini sebagai wujud dari pengejewantahan nilai-nilai agama yakni an-Nadhofah, sebagaimana yang diungkapkan Kiai Yazid Karimullah:
Budaya kebersihan diprioritaskan, karena kalau tidak diprioritaskan masalah itu, ya mungkin pesantren tidak akan bersih, malah saya utamakan, karena begini ya, ajaran Islam itu harus bersih dulu, jadi mau wudhu’ masih mencuci tangan akhlaknya kan begitu, jadi bangun tidur ya cuci muka , apalagi kalau sudah mengingat buniyal islam alannadhofah, memang saya tangani serius menangani kebersihan, karena budaya kotor sulit sekali, alhamdulillah tetapi masih jauh sekali menurut saya masih jauh sekali, walaupun kata orang kalau pejabat ke sini di sini paling bersih, diantaranya bukan hanya bersih yang saya terapkan, yaitu sesuai dengan ajaran agama kita, tertib, bersih belum tentu tertib.9
Pesan tersebut dengan tegas Kiai Yazid sampaikan dan menjadi perhatian Kiai Yazid Karimullah di pesantren, setidaknya ungkapan ini menjadi pembenar sebagai tumpuan kiai dalam menjalankan fungsinya
sebagai pemimpin yang mendasarkan diri dengan nilai tafaqquh fi ad- din. Bahwa budaya religius yang dikembangkan tidak hanya semata- mata kegaitan amaliah keagamaan, semisal: membaca wirid, shalat jamaah, qiyamul lail dan lain sebagainya. Namun, budaya religius itu beliau jewantahkan melalui menyadarkan santri dengan praktik nilai keagamaan melalui pengembangan budaya hidup bersih dengan memperhatikan kebersihan di lingkungan pondok pesantren.
Kesadaran ini sesungguhnya menjadi power kiai dalam bingkai agama sebagai tumpuan dalam menguatkan religiusitas dengan term-term kebudayaan yang dikembangkan.
Melihat kehariannya Kiai Yazid memiliki kecenderungan sendiri dalam menjalankan powernya, sesuai karakteristik sebagai tokoh agama, Kiai menjalankan kepemimpinannya dengan humanis, yang pada akhirnya penerimaan bawahan terhadap setiap perintah kiai dapat diterima dengan baik dan ikhlas. Nilai ini sesungguhnya terbangun atas kepercayaan dan keyakinan yang ada pada diri santri, dimana Kiai berposisi sebagai sosok orang tua, guru spiritual yang membimbing dan mengarahkannya. Karenanya santri meyakini dirinya sebagai murid dan berkhidmah kepada guru. Hal ini bisa dilihat dalam keseharian kiai beliau senantiasi menyapa atau berkomunikasi secara langsung kepada santri, baik ketika berpapasan maupun ketika hendak berkeliling disekitar pesantren memberikan perintah kepada santri
ketika melihat sampah berserakan ataupun hal-hal lainnya.10
Kesadaran dalam kebersihan sesungguhnya adalah pekerjaan umum yang dapat dikerjakan oleh siapa saja dan dimana saja, namun demikian walaupun tindakan tersebut kecil, tetapi tidak semua orang mampu memberikan atensi yang baik terhadap lingkungan yang bersih dan sehat. Di sinilah letak orkestrasi trasnformasi yang dilakukan oleh Kiai Yazid Karimullah dengan membingkai tindakan/pekerjaan sosial dengan nilai-nilai ilmu agama memadukannya menjadi kesadaran kolektif bahwa agama mengajarkan tentang pentingnya menjaga kebersihan, mendidik santri bahwa kebersihan itu adalah bagian dari iman dan agama dibangun atas bersih itu sendiri.
Tindakan kiai yang selama ini dijalankan sesungguhnya berdasar pada semangat implementasi ajaran agama, yang dilakukan kiai dalam mengembangakan budaya pondok pesantren bermuara juga pada kaidah-kaidah fiqhiyah sebagai landasan. Sepertihalnya hidup bersih ini adalah ajaran agama dan senantiasa ditegaskan dalam kajian- kajian fiqh dimana seseorang yang hendak melaksanakan ibadah dalam agama maka dipersyaratkan untuk bersesuci terlebih dahulu yang berarti harus membersihkan diri dari hadast asghar maupun hadast akbar, jika syarat ini tidak dilakukan maka akan menjadi penghalang baginya dalam sah tidaknya pekerjaan ibadah yang dilakukannya.
Penguatan karakter santri dilakukan juga dengan kesadaran