• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaporan Kinerja

Dalam dokumen Buku Manajemen Pemerintah Daerah (Halaman 173-181)

Bab V PERTANGGUNGJAWABAN

B. Pelaporan Kinerja

Pengukuran adalah aktivitas pembandingan antara sesuatu dengan alat ukurnya. 

Oleh karena itu, instrumen penting dalam pengukuran adalah alat ukurnya sendiri. 

Alat ukur kinerja adalah ukuran kinerja (performance measures) atau jika tidak ada  alat ukur yang lebih akurat cukup menggunakan indikator kinerja (performance  indicators). Oleh karenanya, kadang‐kadang istilah ukuran  kinerja dan  indikator  kinerja menjadi sinonim. 

Pengukuran kinerja di lingkungan  instansi  pemerintah  dilakukan  sesuai  dengan  peran,  tugas,  dan  fungsi  masing‐masing  instansi  pemerintah,  sehingga  lebih  mengandalkan pada pengukuran keberhasilan instansi pemerintah yang dilakukan  secara  berjenjang  dari  tingkatan  unit  kerja  sampai  pada  tingkatan  tertinggi  organisasi suatu instansi. Oleh karena itu, diperlukan berbagai indikator kinerja di  berbagai tingkatan. Misalnya indikator kinerja yang digunakan untuk  mengukur  kinerja pelaksanaan kegiatan. Dengan indikator itu diharapkan pengelola kegiatan,  atasan dan pihak luar dapat mengukur keberhasilan pelaksanaan kegiatan tersebut. 

Untuk  mengatasi  berbagai  kerumitan  pengukuran  di  berbagai  tingkatan  dan  agregasinya untuk mengambil simpulan, seringkali digunakan beberapa indikator  kinerja utama. Indikator kinerja utama (IKU) ini dipilih di antara berbagai indikator  yang paling dapat mewakili dan menggambarkan apa yang diukur. 

Pengukuran kinerja di berbagai tingkatan dilakukan dengan mengacu pada dokumen  perencanaan kinerja, penganggaran, dan perjanjian kinerja. Berbagai tingkatan itu  mempunyai tugas pokok, fungsi, dan tanggung jawab masing‐masing yang berbeda  antara satu tingkatan dengan tingkatan yang lain. 

Tingkatan entitas akuntabilitas itu dapat dikategorikan sebagai berikut: 

1) entitas  akuntabilitas  kinerja  satuan  kerja  atau  eselon  II  pada  instansi  pemerintah pusat; 

2) entitas akuntabilitas kinerja unit organisasi eselon I; 

3) entitas akuntabilitas kinerja kementerian negara/lembaga; 

4) entitas akuntabilitas kinerja SKPD; 

5) entitas akuntabilitas kinerja pemerintah provinsi/kabupaten/kota. 

Seluruh  entitas  tersebut  wajib  menyusun  rencana  kinerja,  melaksanakan  kegiatan/program dan memantau realisasi capaian berbagai indikator kinerja yang  digunakan  untuk  mengukur  terwujudnya  output  atau  outcome  sampai  sasaran  strategis kementerian/lembaga. Oleh karena itu, pengukuran kinerja juga dilakukan  pada setiap tingkatan tersebut, yaitu: 

1) pengukuran kinerja  hasil  kegiatan  atau  output untuk entitas akuntabilitas  kinerja satuan kerja atau eselon II pada pemerintah pusat; 

2) pengukuran kinerja hasil program atau outcome untuk entitas akuntabilitas  kinerja unit organisasi eselon I; 

3) pengukuran  kinerja  pencapaian  sasasaran  strategis  K/L  untuk  entitas  akuntabilitas kinerja kementerian negara/lembaga; 

4) pengukuran kinerja hasil program dan kegiatan untuk entitas akuntabilitas  kinerja SKPD; 

5) pengukuran  kinerja  hasil  program  untuk  entitas  akuntabilitas  kinerja  pemerintah daerah. 

Berikut disajikan formulir instrumen pengukuran kinerja. 

Gambar 5.3  Formulir Pengukuran Kinerja Tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota 

   

   

Gambar 5.3  Formulir Pengukuran Kinerja Tingkat SKPD 

 

b. Sistem Pengumpulan Data Kinerja 

Laporan kinerja sebagaimana dimaksud dalam PP Nomor 08 Tahun 2006 dihasilkan  dari suatu sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah yang diselenggarakan  oleh  masing‐masing  entitas  pelaporan  dan/atau  entitas  akuntansi.  Sistem   akuntabilitas   kinerja   instansi   pemerintah sebagaimana dimaksud dikembangkan  secara  terintegrasi  dengan  sistem  perencanaan,  sistem  penganggaran,  sistem  perbendaharaan, dan sistem akuntansi pemerintahan.  

2. Laporan Kinerja 

Salah  satu  bentuk  laporan  kinerja  yang  digunakan  sebagai  media  akuntabilitas  bagi  instansi pemerintah adalah LAKIP. Laporan akuntabilitas kinerja adalah laporan kinerja  tahunan  yang  berisi  pertanggung  jawaban  kinerja  suatu  instansi  dalam  mencapai  tujuan/sasaran strategis instansi. 

a. Prinsip‐Prinsip Penyusunan LAKIP 

Penyusunan LAKIP mengikuti prinsip‐prinsip yang lazim, yaitu laporan harus disusun  secara  jujur,  objektif,  dan  transparan. Di  samping  itu,  perlu  pula  diperhatikan  prinsip‐prinsip lain, seperti: 

1) Prinsip pertanggungjawaban (adanya responsibility center), agar lingkupnya  jelas.  Hal‐hal  yang  dikendalikan  (controllable)  maupun  yang  tidak  dapat  dikendalikan  (uncontrollable)  oleh  pihak  yang  melaporkan  harus  dapat  dimengerti pembaca laporan. 

2) Prinsip pengecualian, yang dilaporkan adalah hal‐hal yang penting dan relevan  bagi  pengambilan  keputusan  dan  pertanggungjawaban  instansi  yang  bersangkutan.  Misalnya hal‐hal  yang  menonjol  baik keberhasilan  maupun  kegagalan,  perbedaan‐perbedaan  antara  realisasi  dengan  sasaran/standar/ 

rencana/budget,  penyimpangan‐penyimpangan  dari rencana  karena  alasan  tertentu, dan sebagainya. 

3) Prinsip perbandingan, laporan dapat memberikan gambaran keadaan masa  yang dilaporkan dibandingkan dengan periode‐periode lain atau unit/instansi  lain. 

4) Prinsip akuntabilitas, sejalan dengan prinsip pertanggungjawaban dan prinsip  pengecualian, prinsip ini menyaratkan bahwa yang terutama dilaporkan adalah  hal‐hal dominan yang membuat sukses atau gagalnya pelaksanaan rencana. 

5) Prinsip manfaat, yaitu manfaat laporan harus lebih besar dibanding biaya  penyusunannya. 

Perlu pula diperhatikan beberapa ciri laporan yang baik seperti relevan, tepat waktu,  dapat dipercaya/diandalkan, mudah dimengerti (jelas dan cermat), dalam bentuk  yang menarik (tegas dan konsisten, tidak kontradiktif antar bagian), berdaya banding  tinggi, berdaya uji (verifiable), lengkap, netral, padat, dan terstandarisasi (untuk  yang rutin). 

b. Sistematika LAKIP 

Sesuai Permen PAN dan RB  Nomor 29 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan  Penetapan  Kinerja  dan  Pelaporan  Akuntabilitas  Kinerja  Instansi  Pemerintah,  sistematika LAKIP adalah sebagai berikut: 

Executive summary (Ikhtisar Eksekutif) 

• Bab  I  Pendahuluan,  menguraikan  gambaran  umum  organisasi  yang  melaporkan dan sekilas pengantar lainnya. 

• Bab  II Perencanaan  dan  Perjanjian  Kinerja,  mengikhtisarkan  beberapa  hal  penting  dalam  perencanaan  dan  perjanjian  kinerja  (dokumen  penetapan  kinerja). 

• Bab  III  Akuntabilitas  Kinerja,  menguraikan  pencapaian  sasaran‐sasaran  organisasi pelapor, dengan pengungkapan dan penyajian dari hasil pengukuran  kinerja. 

• Bab IV Penutup 

• Lampiran‐lampiran   

c. Kewajiban Penyusunan LAKIP 

Instansi yang wajib menyusun laporan akuntabilitas kinerja adalah: 

1) Kementerian/lembaga; 

2) Pemerintah provinsi/kabupaten/kota; 

3) Unit organisasi eselon I pada kementerian/lembaga; 

4) Satuan kerja perangkat daerah; 

5) Unit  kerja mandiri, yaitu unit kerja yang mengelola anggaran tersendiri dan/ 

atau unit yang ditentukan oleh pimpinan instansi masing‐masing. 

Jangka waktu penyampaian LAKIP untuk instansi pemerintah pusat diatur sebagai  berikut. 

1) Tingkat kementerian/lembaga disampaikan kepada presiden melalui Menteri  Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi selambat‐

lambatnya 2,5 (dua setengah) bulan setelah tahun anggaran berakhir. 

2) Tingkat unit organisasi eselon I dan unit kerja mandiri pada kementerian/ 

lembaga disampaikan kepada menteri/pimpinan lembaga. 

3) Tingkat unit organisasi eselon I dan unit kerja mandiri pada kementerian/ 

lembaga sebagaimana dimaksud pada butir 2 di atas diatur tersendiri oleh  menteri/pimpinan lembaga. 

Sedangkan jangka waktu penyampaian LAKIP untuk instansi pemerintah daerah  mengikuti ketentuan berikut. 

1) Tingkat  pemerintah provinsi/kabupaten/kota  disampaikan kepada presiden  melalui  Menteri  Negara  Pendayagunaan  Aparatur  Negara  dan  Reformasi  Birokrasi selambat‐lambatnya 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir. 

2) Tingkat SKPD dan unit kerja mandiri pada pemerintah provinsi/kabupaten/ 

kota disampaikan kepada gubernur/bupati/ walikota. 

3) Tingkat SKPD dan unit kerja mandiri sebagaimana dimaksud pada butir 2 di  atas diatur tersendiri oleh gubernur/ bupati/ walikota. 

Dalam dokumen Buku Manajemen Pemerintah Daerah (Halaman 173-181)

Dokumen terkait