Bab V PERTANGGUNGJAWABAN
B. Pelaporan Kinerja
Pengukuran adalah aktivitas pembandingan antara sesuatu dengan alat ukurnya.
Oleh karena itu, instrumen penting dalam pengukuran adalah alat ukurnya sendiri.
Alat ukur kinerja adalah ukuran kinerja (performance measures) atau jika tidak ada alat ukur yang lebih akurat cukup menggunakan indikator kinerja (performance indicators). Oleh karenanya, kadang‐kadang istilah ukuran kinerja dan indikator kinerja menjadi sinonim.
Pengukuran kinerja di lingkungan instansi pemerintah dilakukan sesuai dengan peran, tugas, dan fungsi masing‐masing instansi pemerintah, sehingga lebih mengandalkan pada pengukuran keberhasilan instansi pemerintah yang dilakukan secara berjenjang dari tingkatan unit kerja sampai pada tingkatan tertinggi organisasi suatu instansi. Oleh karena itu, diperlukan berbagai indikator kinerja di berbagai tingkatan. Misalnya indikator kinerja yang digunakan untuk mengukur kinerja pelaksanaan kegiatan. Dengan indikator itu diharapkan pengelola kegiatan, atasan dan pihak luar dapat mengukur keberhasilan pelaksanaan kegiatan tersebut.
Untuk mengatasi berbagai kerumitan pengukuran di berbagai tingkatan dan agregasinya untuk mengambil simpulan, seringkali digunakan beberapa indikator kinerja utama. Indikator kinerja utama (IKU) ini dipilih di antara berbagai indikator yang paling dapat mewakili dan menggambarkan apa yang diukur.
Pengukuran kinerja di berbagai tingkatan dilakukan dengan mengacu pada dokumen perencanaan kinerja, penganggaran, dan perjanjian kinerja. Berbagai tingkatan itu mempunyai tugas pokok, fungsi, dan tanggung jawab masing‐masing yang berbeda antara satu tingkatan dengan tingkatan yang lain.
Tingkatan entitas akuntabilitas itu dapat dikategorikan sebagai berikut:
1) entitas akuntabilitas kinerja satuan kerja atau eselon II pada instansi pemerintah pusat;
2) entitas akuntabilitas kinerja unit organisasi eselon I;
3) entitas akuntabilitas kinerja kementerian negara/lembaga;
4) entitas akuntabilitas kinerja SKPD;
5) entitas akuntabilitas kinerja pemerintah provinsi/kabupaten/kota.
Seluruh entitas tersebut wajib menyusun rencana kinerja, melaksanakan kegiatan/program dan memantau realisasi capaian berbagai indikator kinerja yang digunakan untuk mengukur terwujudnya output atau outcome sampai sasaran strategis kementerian/lembaga. Oleh karena itu, pengukuran kinerja juga dilakukan pada setiap tingkatan tersebut, yaitu:
1) pengukuran kinerja hasil kegiatan atau output untuk entitas akuntabilitas kinerja satuan kerja atau eselon II pada pemerintah pusat;
2) pengukuran kinerja hasil program atau outcome untuk entitas akuntabilitas kinerja unit organisasi eselon I;
3) pengukuran kinerja pencapaian sasasaran strategis K/L untuk entitas akuntabilitas kinerja kementerian negara/lembaga;
4) pengukuran kinerja hasil program dan kegiatan untuk entitas akuntabilitas kinerja SKPD;
5) pengukuran kinerja hasil program untuk entitas akuntabilitas kinerja pemerintah daerah.
Berikut disajikan formulir instrumen pengukuran kinerja.
Gambar 5.3 Formulir Pengukuran Kinerja Tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota
Gambar 5.3 Formulir Pengukuran Kinerja Tingkat SKPD
b. Sistem Pengumpulan Data Kinerja
Laporan kinerja sebagaimana dimaksud dalam PP Nomor 08 Tahun 2006 dihasilkan dari suatu sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah yang diselenggarakan oleh masing‐masing entitas pelaporan dan/atau entitas akuntansi. Sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sebagaimana dimaksud dikembangkan secara terintegrasi dengan sistem perencanaan, sistem penganggaran, sistem perbendaharaan, dan sistem akuntansi pemerintahan.
2. Laporan Kinerja
Salah satu bentuk laporan kinerja yang digunakan sebagai media akuntabilitas bagi instansi pemerintah adalah LAKIP. Laporan akuntabilitas kinerja adalah laporan kinerja tahunan yang berisi pertanggung jawaban kinerja suatu instansi dalam mencapai tujuan/sasaran strategis instansi.
a. Prinsip‐Prinsip Penyusunan LAKIP
Penyusunan LAKIP mengikuti prinsip‐prinsip yang lazim, yaitu laporan harus disusun secara jujur, objektif, dan transparan. Di samping itu, perlu pula diperhatikan prinsip‐prinsip lain, seperti:
1) Prinsip pertanggungjawaban (adanya responsibility center), agar lingkupnya jelas. Hal‐hal yang dikendalikan (controllable) maupun yang tidak dapat dikendalikan (uncontrollable) oleh pihak yang melaporkan harus dapat dimengerti pembaca laporan.
2) Prinsip pengecualian, yang dilaporkan adalah hal‐hal yang penting dan relevan bagi pengambilan keputusan dan pertanggungjawaban instansi yang bersangkutan. Misalnya hal‐hal yang menonjol baik keberhasilan maupun kegagalan, perbedaan‐perbedaan antara realisasi dengan sasaran/standar/
rencana/budget, penyimpangan‐penyimpangan dari rencana karena alasan tertentu, dan sebagainya.
3) Prinsip perbandingan, laporan dapat memberikan gambaran keadaan masa yang dilaporkan dibandingkan dengan periode‐periode lain atau unit/instansi lain.
4) Prinsip akuntabilitas, sejalan dengan prinsip pertanggungjawaban dan prinsip pengecualian, prinsip ini menyaratkan bahwa yang terutama dilaporkan adalah hal‐hal dominan yang membuat sukses atau gagalnya pelaksanaan rencana.
5) Prinsip manfaat, yaitu manfaat laporan harus lebih besar dibanding biaya penyusunannya.
Perlu pula diperhatikan beberapa ciri laporan yang baik seperti relevan, tepat waktu, dapat dipercaya/diandalkan, mudah dimengerti (jelas dan cermat), dalam bentuk yang menarik (tegas dan konsisten, tidak kontradiktif antar bagian), berdaya banding tinggi, berdaya uji (verifiable), lengkap, netral, padat, dan terstandarisasi (untuk yang rutin).
b. Sistematika LAKIP
Sesuai Permen PAN dan RB Nomor 29 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, sistematika LAKIP adalah sebagai berikut:
• Executive summary (Ikhtisar Eksekutif)
• Bab I Pendahuluan, menguraikan gambaran umum organisasi yang melaporkan dan sekilas pengantar lainnya.
• Bab II Perencanaan dan Perjanjian Kinerja, mengikhtisarkan beberapa hal penting dalam perencanaan dan perjanjian kinerja (dokumen penetapan kinerja).
• Bab III Akuntabilitas Kinerja, menguraikan pencapaian sasaran‐sasaran organisasi pelapor, dengan pengungkapan dan penyajian dari hasil pengukuran kinerja.
• Bab IV Penutup
• Lampiran‐lampiran
c. Kewajiban Penyusunan LAKIP
Instansi yang wajib menyusun laporan akuntabilitas kinerja adalah:
1) Kementerian/lembaga;
2) Pemerintah provinsi/kabupaten/kota;
3) Unit organisasi eselon I pada kementerian/lembaga;
4) Satuan kerja perangkat daerah;
5) Unit kerja mandiri, yaitu unit kerja yang mengelola anggaran tersendiri dan/
atau unit yang ditentukan oleh pimpinan instansi masing‐masing.
Jangka waktu penyampaian LAKIP untuk instansi pemerintah pusat diatur sebagai berikut.
1) Tingkat kementerian/lembaga disampaikan kepada presiden melalui Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi selambat‐
lambatnya 2,5 (dua setengah) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
2) Tingkat unit organisasi eselon I dan unit kerja mandiri pada kementerian/
lembaga disampaikan kepada menteri/pimpinan lembaga.
3) Tingkat unit organisasi eselon I dan unit kerja mandiri pada kementerian/
lembaga sebagaimana dimaksud pada butir 2 di atas diatur tersendiri oleh menteri/pimpinan lembaga.
Sedangkan jangka waktu penyampaian LAKIP untuk instansi pemerintah daerah mengikuti ketentuan berikut.
1) Tingkat pemerintah provinsi/kabupaten/kota disampaikan kepada presiden melalui Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi selambat‐lambatnya 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
2) Tingkat SKPD dan unit kerja mandiri pada pemerintah provinsi/kabupaten/
kota disampaikan kepada gubernur/bupati/ walikota.
3) Tingkat SKPD dan unit kerja mandiri sebagaimana dimaksud pada butir 2 di atas diatur tersendiri oleh gubernur/ bupati/ walikota.