• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Pembahasan

Asuhan keperawatan pada pasien Ny. S dan Ny. N dengan diagnosa medis Kanker Serviks st. IIb di ruang Mawar Nifas RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda terhitung dari tanggal 02 April 2019 sampai 08 April 2019.

Pembahasan ini untuk melihat gambaran kesenjangan antara dasar teori dengan tinjauan kasus, pembahasan ini akan disajikan dalam tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

1. Pengkajian

Pengkajian terdiri dari pengumpulan informasi subjektif dan objektif (misalnya, tanda-tanda vital, wawancara pasien/keluarga, pemeriksaan fisik) dan peninjauan informasi riwayat pasien pada rekam medik. Perawat juga mengumpulkan kekuatan (untuk mengidentifikasi peluang promosi kesehatan) dan resiko (area yang merawat dapat mencegah atau potensi masalah yang dapat ditunda) (NANDA, 2015).

Nyeri pada pengkajian klien pertama keluhan subjektifnya yaitu klien mengeluh nyeri karena perdarahan dengan kualitas seperti tertusuk-tusuk pada bagian perut bawah, dengan skala 5 (nyeri sedang) hilang timbul. Pasien mengatakan lemas. Keluhan objektif yang didapatkan pasien terlihat meringis menahan sakit dan pemeriksaan tanda- tanda vital pasien TD : 170/80 mmHg, Nadi : 80x/menit, RR : 20 x/menit, dan suhu 36,oC.

Gangguan perfusi jaringan pada klien satu keluhan subjektif klien mengatakan lemas karena nyeri akibat perdarahan dan mual muntah keluhan objektif pada pemeriksaan CRT > 2 detik, akral pasien dingin, warna kulit

pucat, konnungtiva anemis, turgor menurun, pada pemeriksaan hemoglobin 5.4 g/dL.

Karsinoma servikal invasif tidak memilki gejala, namun karsinoma invasif dini dapat menyebabkan sekret vagina atau perdarahan vagina.

Walaupun perdarahan adalah gejala yang signifikan, perdarahan tidak selalu muncul pada saat awal, sehingga kanker dapat sudah dalam keadaan lanjut pada saat didiagnosis. Jenis perdarahan vagina yang paling sering adalah pasca coitus atau bercak antara menstruasi. Bersamaan dengan tumbuhnya tumor, gejala yang muncul kemudian adalah nyeri punggung bagian bawah atau nyeri tungkai akibat penekanan saraf lumbosakralis, frekuensi berkemih yang sering dan mendesak, hematuri atau perdarahan rektum (Price &

Wilson, 2012).

Menurut penulis masalah nyeri dan gangguan perfusi jaringan saling berkaitan dan sering terjadi pada pasien kanker serviks hal ini terdapat kesamaan antara kasus peneliti temukan dengan teori yang dikemukakan pada klien kanker serviks.

Berbeda dengan pasien kedua, pasien tidak ada mengeluh nyeri tetapi megeluh sesak nafas. Pada pengkajian klien kedua keluhan subjektif pasien mengatakan sesak nafas, dan pasien mengatakan dadanya seperti terkena benda berat, dan keluhan objektif pemeriksaan fisik terdapat pernafasan cuping hidung, menggunakan otot bantu nafas, dan frekuensi nafas pasien mencapai 26 x/menit.

Hipovolemia pada klien dua keluhan subjektif klien mengatakan lemas, pasien mengatakan mual muntah, dan BAB cair 5x/hari keluhan objktif yang didapatkan adalah frekuensi pasien meningkat 26 x/menit, mukosa bibir kering, dan hasil pemeriksaan balance cairan (-) 326 dan hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan Natrum 129, Kaliun 2.1, Kloride 102.

Menurut Aspiani (2017), pengobatan kanker serviks sendiri akan mengalami beberapa efek samping antara lain sesak nafas, mual, muntah, sulit menelan, bagi saluran pencernaan terjadi diare, gastritis, sulit membuka mulut, sariawan, penurunan nafsu makan (biasa terdapat pada terapi eksternal radiasi). Semua tadi akan berdampak buruk bagi tubuh yang menyebabkan kelemahan atau keletihan sehingga daya tahan tubuh berkurang dan resiko injury pun akan muncul.

Berdasarkan pendapat penulis terhadap kesamaan dan kesenjagan antara kasus peneliti temukan dengan teori yang dikemukakan pada klien kanker serviks dengan pola nafas tidak efektif dan hipovolemia sering terjadi karena efek samping dari kemoterapi.

Gangguan nutrisi pada pengkajian klien pertama keluhan subjektifnya yaitu klien mengeluh mual, muntah, perut terasa kenyang akibatnya pasien malas untuk makan, pasien mengatakan baju terlasa lebih longgar dan keluhan objektif yaitu penurunan berat badan 10 kg, kulit kering, bibir kering, pemeriksaan antroprometri lingkar lengan 26,5 cm, berat badan 45 kg, tinggi badan 150 cm, IMT 20, pemeriksaan hemoglobin 5.4 g/dL, Hematokrit 18,2

%, bibir kering, kulit kaki tangan kering, dan konjungtiva anemis.

Pada pengkajian klien kedua keluhan subjektif sama dengan pasien pertama nafsu makan menurun dikarenakan mual muntah, perut terasa kenyang, dan keluhan objektif pemeriksaan antroprometri berat badan 65 kg, tinggi badan 150 cm, IMT 28.8 pemeriksaan Natrium 129, Kalium 2.1, dan Kloride 102 bibir kulit tangan, kaki kering, mata anemis .

Hal ini sesuai teori menurut Julia Dewi (2014), malnutrisi juga menyebabkan terjadinya depresi pada pasien yang dtandai oleh perubahan kualitas hidup dan penurunan drastis pada pasien kanker serviks bersifat multifaktorial seperti akibat terapi anti-kanker, anoreksia, dan asupan makanan yang tidak adekuat

Berdasarkan pendapat penulis terhadap kesamaan dan kesenjagan antara kasus peneliti temukan dengan teori yang dikemukakan pada klien kanker serviks dengan deficit nutrisi berhubungan dengan kurang asupan makanan yaitu mual, muntah, penurunan nafsu makan, penurunan berat badan, kulit kering, mata anemis, penurunan hemoglobin, dan rambut rapuh . Keluhan subjektif klien pertama dan kedua dengan diagnose ansietas yaitu klien mengatakan merasa cemas dan khawatir terhadap kondisi yang dihadapi keluhan objektif pasien terlihat murung dan gelisah, pasien terlihat kurang kooperatif jika ditanya. Pada klien kedua keluhan subejektif sama dengan pasien pertama keluhan objektif pasien kurang kooperatif untuk menjawab pertanyaan, dan TD : 130/70 mmHg, Nadi : 80x/menit, RR : 24 x/menit, dan suhu 36,2oC.

Menurut teoi Asiani (2017) Tidak sedikit pula pasien dengan diagnosa positif kanker serviks ini merasa cemas akan penyakit yang dideritanya.

Kecemasan tersebut bisa dikarenakan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit, ancaman status kesehatan dan mitos dimasyarakat bahwa kanker tidak dapat diobati dan selalu dihubungkan dengan kematian.

Ansietas dapat terjadi karena berbagai hal misalnya penrunan kesehatan yang dirasakan pasien dan lain lain. Menurut penulis seseorang yang mengalami kanker serviks stadium lanjut on kemotherapi atau radiotherapi akan mengalami cemas atas kesembuhan kesehatannya oleh karena itu paliatif pasien harus ditingkatkan sesuai dengan fakta dan teori yang dikemukakan.

Pengkajian diagnose terakhir klien pertama dan kedua tidak ada keluhan subjektifnya karena masih bersifat risiko. Keluhan objektif klien pertama dan kedua yaitu diagnosa medis pasien kanker serviks st. IIb dan dari hasil pemeriksaan pasien pertama Hb pasien 5.4 g/dL karena adanya perdarahan, hasil pemeriksaan pasien kedua karena danya mual muntah serta BAB cair 5x/hari sehingga pasien mengalami kekurangan cairan.

Menurut penulis kondisi penyakit yang diderita pasien risiko infeksi sangat rentan terjadi. Terdapat kesamaan fakta dengan teori yang dikemukakan pada diagnosa gangguan perfusi jaringan tidak efektif dan hipovolemi.

Maka kesimpulan penulis mengenai keluhan subjektif serta objektif yang terjadi pada pasien diabetes militus dengan teori menurut beberapa penelitian sesuai antara teori dan fakta.

2. Diagnosa Keperawatan

Menurut asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis dalam SDKI (2017) terdapat 7 diagnose keperawatan yang muncul pada kasus kanker servks yaitu pola nafas tidak efektif, nyeri akut, perfusi jaringan tidak efektif, hipovolemia, defisit nutrisi, ansietas, dan risiko infeksi.

Berdasarkan hasil pengkajian dan analisa data terdapat 5 diagnosa keperawatan yang ditegakkan pada klien 1 dan klien 2. Pada klien 1 yaitu Nyeri berhubungan dengan agen pencedera fisiologis, Perfusi Jaringan Perifer Tidak Efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi hemoglobin, Defisit Nutrisi berhubungan dengan kurang asupan makanan, Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, dan Risiko Infeksi berhubungan dengan penyakit kronis. Sedangkan, pada klien 2 terdapat perbedaan di diagnosa keperawatan pertama dan kedua yaitu Pola Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas, Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.

Berikut pembahasan diagnose yang muncul sesuai teori pada kasus klien 1 dan 2 yaitu :

a) Pola Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas Dimana hanya klien kedua yang mengeluh sesak nafas, mual muntah, terdapat pernafasan cuping hidung, menggunakan otot bantu

pernafasan, dan frekuensi nafas pasien menigkat menjadi 24 x/menit.

Pola Nafas Tidak Efektif pada kanker serviks disebabkan efek samping dari pengobatan kanker serviks antara lain sesak nafas, mual, muntah, sulit menelan, bagi saluran pencernaan terjadi diare, gastritis, sulit membuka mulut, sariawan, penurunan nafsu makan (biasa terdapat pada terapi eksternal radiasi). Semua tadi akan berdampak buruk bagi tubuh yang menyebabkan kelemahan atau keletihan sehingga daya tahan tubuh berkurang dan resiko injury pun akan muncul. (Aspiani, 2017)

b) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis

Nyeri pada klien 1 karena perdarahan dengan kualitas seperti tertusuk-tusuk pada bagian perut bawah, dengan skala 5 (nyeri sedang) hilang timbul. Pada klien 2 nyeri tidak terdapat keluhan nyeri. Nyeri bersifat subjektif dan dibagi menjadi dua yaitu nyeri akut dan nyeri kronis, akut adalah suatu periode nyeri yang berakhir antara dua bulan sampai dengan kurang dari enam bulan. Kronik adalah suatu episode nyeri yang berakhir lebih dari enam bulan dan bisa intermitten atau kontinyu (Tamher dan Heryati, 2011). Menurut buku SDKI (2016), nyeri kronis adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual dan fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan, yang berlangsung lebih dari 2 bulan. Gejala dan tanda ada 2 yaitu mayor dan minor. Mayor, secara subjektif dan objektif, dengan subjektif mengeluh nyeri dan depresi (tertekan) serta objektifnya yaitu tampak

meringis, gelisah, tidak mampu menuntaskan aktivitas. Minor, secara subjektif dan objektif, dengan subjektif merasa takut mengalami cedera berulang dan objektifnya yaitu bersikap protektif, waspada, pola tidur berubah, anoreksia, fokus menyempit, serta berfokus pada diri sendiri.

Diagnosa medis dengan kanker nyeri stadium II yaitu, tumor telah menginvasi diluar uterus, tetapi belum mengenai dinding panggul atau sepertiga distal/bawah vagina, sehingga nyeri disebabkan akibat faktor biologis dari penekanan sel syaraf dari sel kanker atau karena massa tumor tersebut. Sehingga penulis menetapkan diagnosa sesuai dengan teori dan pengkajian di lapangan baik dari pengertian dan data subjektif serta objektif. Diagnosa keperawatan yang ditetapkan oleh penulis adalah nyeri kronis berhubungan dengan agens cedera biologis (penekanan sel syaraf).

c) Perfusi Jaringan Perifer berhubungan dengan penurunan konsentrasi hemoglobin

Parfusi jaringan perifer tidak efektif pada pasien pertama di karenakan adanya perdarahan dan penurunan hemoglobin, sedangkan pada pasien kedua tidak ada keluhan perdarahan. Hasil pemeriksaan dari pasien pertama Hb 5,4 g/dL. Menurut Brunner (2013), pada pasien kanker serviks pada pasien kanker serviks mengalami sekret berlebihan, keputihan, peradangan, pendarahan dan lesi, dan dilakukan pemeriksaan hematologi karna biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi

mengalami anemia karna penurunan hemaglobin. Nilai normalnya hemoglobin wanita 12-16 gr/dl.

d) Hipovolemia berhubungan dengan kekurangan cairan aktif

Diagnosa ini muncul karena pasien kedua mengeluhkan mual muntah dan BAB cair 5x/hari sehingga pasien mengalami kekurangan cairan aktif yang berlebih, biasanya diagnosa ini muncul karena efek samping dari kemoterapi sesuai dengan teori Astiani (2017) efek samping antara lain sesak nafas, mual, muntah, sulit menelan, bagi saluran pencernaan terjadi diare, gastritis, sulit membuka mulut, sariawan, penurunan nafsu makan (biasa terdapat pada terapi eksternal radiasi). Semua tadi akan berdampak buruk bagi tubuh yang menyebabkan kelemahan atau keletihan sehingga daya tahan tubuh berkurang dan resiko injury pun akan muncul.

e) Deficit nutrisi berhubungan dengan kurang asupan makanan

Dimana kedua klien mengeluh mual muntah, cairan konsistensi cair sebanyak 100-200 ml, nafsu makan menurun, perut terasa penuh sehingga malas untuk makan, kulit kering, berat badan turun, hemoglobin kurang dari normal, konjungtiva anemis. Defisit nutrisi pada kanker serviks disebabkan karena kurangnya asupan makanan karena nafsu makan menurun, kurang pengetahuan mengenai gizi esensial dan diet seimbang, tidak nyaman selama atau setelah makan, disfagia, anoreksia (kehilangan nafsu makan), mual atau muntah, dan sebagainya.

sehingga salah satu masalah keperawatan yang muncul yaitu defisit nutrisi berhubungan dengan kurang asupan makanan. Pencernaan dan penyerapan zat gizi yang tidak sesuai disebabkan karena produksi hormon yang tidak memadai. Defisit nutrisi dihubungkan dengan penurunan berat badan yang mencolok, kelemahan umum, perubahan kemampuan fungsional, kelambatan penyembuhan luka, peningkatan kerentanan terhadap infeksi, dan perpanjangan rawat inap (Barbara et al., 2011).

f) Ansietas berhubungan dengan acaman terhadap konsep diri

Diagnosa ini muncul karena kedua pasien merasa cemas terhadap kondisi penyakit yang diderita pasien dikarenakan pasien lelah untuk keluar masuk rumah sakit.

Biasanya tentang penerimaan pasien terhadap penyakitnya serta harapan terhadap pengobatan yang akan dijalani, hubungan dengan suami/keluarga terhadap pasien dari sumber keuangan. Konsep diri pasien meliputi gambaran diri peran dan identitas. Kaji juga ekspresi wajah pasien yang murung atau sedih serta keluhan pasien yang merasa tidak berguna atau menyusahkan orang lain, pasien kanker serviks post kemoterapi biasanya mengalami keluhan cemas dan ketakutan. (Reeder, dkk, 2013).

Menurut penulis tingkat kecemasan pasien dilihat dari lama, dan pengalaman pasien memiliki penyakit kanker serviks.

g) Risiko Infeksi berhubungan dengan penyakit kronis

Menurut hasil analisa peneliti muncul masalah keperawatan risiko infeksi pada pasien pertama dan kedua ditemukan dari diagnosa medis pasien menunjukkan kanker serviks stadium Iib dan dari peemeriksaan laboratorium. Menurut stadium kanker serviks menurut FIGO (2002), kanker serviks stadium IIb yaitu karsinoma yang sudah menginvasi di daerah parametrium, parametrium adalah sebuah jaringan fibrosa yang dimana memiiki fungsi untuk melakukan sebuah pemisahan terhada pada bagian supravaginal serviks yang terdapat pada kandung kemih.

Kemudian Parametrium kemudian terletak pada bagian yang berada di depan dari leher rahim yang dimana kemudian berada memanjang laterall yang dimana berada pada sebuah lapisan ligamen yang dimana luas.

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan didefinisikan sebagai “berbagai perawatan, berdasarkan penilaian klinis dan pengetahuan, yang dilakukan oleh seorang perawat untuk meningkatkan hasil klien/pasien” (CNC, n.d). Nursing Interventions Classification (NIC) adalah sebuah taksonomi tindakan komperhensif berbasis bukti yang perawat lakukan di berbagai tatanan keperawatan (NANDA, 2015).

Perencanaan asuhan keperawatan yang akan dilakukan pada pasien pertama dengan masalah keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen pecidera fisiologis berdasarkan criteria hasil yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan nyeri akut dapat teratasi dengan

kriteria hasil: mampu mengontrol nyeri (mengetahui penyebab nyeri, mempu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri), melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri, skala nyeri menjadi 1-2, tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal. Rencana tindakan dalam diagnose nyeri akut meliputi: Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri, identifikasi respons nyeri non verbal, kontrol linkungan yang mempengaruhi nyeri (seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan), ajarkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi nafas dalam, berikan analgetik sesuai dengan instruksi dokter

Perencanaa keperawatan yang akan dilakukan dengan pasien pertama dengan diagnosa keperawatan Perfusi Jaringan Perifer Tidak Efektif berhubungan dengan turunnya konsentrasi hemoglobin berdasarkan kriteria hasil yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan perfusi jaringan perifer kmbali efektif dengan kriteria hasil:

mempertahankan output sesuai dengan usia dan BB, HT normal, hemoglobin kembali normal, vital sign dalam batas normal, elistisitas turgor baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan. Rencana tindakan dalam diagnose nyeri akut meliputi: Kaji adanya perdarahan, monitor vital sign, monitor tingkat Hb dan Hematokrit, atur kemungkinan untuk tranfusi.

Perencanaan asuhan keperawatan yang akan dilakukan pada pasien kedua dengan dengan masalah keperawatan Pola Nafas Tidak Efektif

berhubungan dengan hambatan upaya nafas berdasarkan kriteria hasil yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5x24 jam diharapkan pola nafas kembali efektif dengan kriteria hasil: Frekuensi dan irama pernapasan dalam batas normal, kedalaman inspirasi dalam batas normal, tidak ada suara nafas tambahan. Rencana tindakan dalam diagnosa pola nafas tidak efektif meliputi: Posisikan untuk meringankan sesak, monitor status pernapasan dan oksigenasi, berikan oksigen tambahan seperti yang diperitahkan, monitor suara napas tambahan seperti ngorok atau mengi.

Perencanaan asuhan keperawatan yang akan dilakukan pada pasien kedua dengan masalah keperawatan Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif berdasarkan krteria hasil yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 6x24 jam diharapkan hipovolemia dapat teratasi dengan kriteria hasil: tekanan darah, nadi, suhutubuh dalam batas normal, tidak ada tanda tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak adarasa haus yang berlebihan, jumlah dan irama pernapasan dalam batas normal, elektrolit, Hb, Hmt dalam batas normal.

Rencana tindakan dalam diagnosa hipovolemia meliputi: pertahankan catatan intake dan output yang akurat, monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ), monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin, albumin, total protein ), monitor vital sign setiap 15 menit – 1 jam, kolaborasi pemberian cairan IV.

Perencanaan asuhan keperawatan yang akan dilakukan pada kedua klien dengan masalah keperawatan deficit nutrisi berhubungan dengan kurang asupan makanan berdasarkan criteria hasil yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4x24 jam diharapkan deficit nutrisi dapat teratasi dengan kriteria hasil: adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan, berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan, mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi. Rencana tindakan dalam diagnose deficit nutrisi meliputi: Identifikasi status nutrisi, identifikasi alergi dan intoleransi makanan, monitor asupan makanan, anjurkan pasien untuk menghabiskan porsi makan yang telah diberikan.

Perencanaan asuhan keperawatan yang akan dilakukan pada kedua klien dengan masalah keperawatan Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri berdasarkan kriteria hasil yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan ansietas dapat teratasi dengan kriteria hasil: pasien mampu mengungkapkan rasa cemas yang dirasakan, tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal. Rencana tindakan dalam diagnose ansietas meliputi: monitor tanda – tanda ansietas, ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan, dengarkan dengan penuh perhatian, anjurkan pasien untuk mengungkapkan perasaan, ajarkan pasien mengenai teknik relaksasi.

Perencanaan asuhan keperawatan yang akan dilakukan pada kedua klien dengan masalah keperawatan Risiko Infeksi berhubungan dengan penyakit kronis berdasarkan kriteria hasil yaitu setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 6x24 jam diharapkan risiko infeksi tidak terjadi dengan kriteria hasil: pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi, mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya, menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi, jumlah hemoglobin dan leukosit dalam batas normal. Rencana tindakan dalam diagnose risiko infeksi meliputi: pertahankan teknik aseptif, tingkatkan intake nutrisi, monitor tanda dan gejala infeksi sitemik dan lokal, dorong masukan cairan, dorong istirahat klien, ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi.

4. Pelaksanaan Keperawatan

Implementasi adalah tindakan dari rencana keperawatan yang telah disusun dengan menggunakan pengetahuan keperawatan, perawat melakukan dua intervensi yaitu mandiri/independen dan kolaborasi/interdisipliner (NANDA, 2015).

Pelaksanaan tindakan keperawatan pada pasien peratama dan kedua dilakukan diwaktu yang sama yaitu pada pasien pertama dilakukan empat hari perawatan pada tanggal 02 s/d 05 April 2019 diruang perawatan mawar.

Sedangkan pasien kedua dilakukan enam hari perawatan pada tanggal 02 s/d 07 April 2019 diruang perawatan mawar. Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang dibuat dan disesuaikan dengan masalah keperawatan yang telah ditemukan pada kedua pasien.

Berdasarkan perencanaan yang dibuat peneliti melakukan tindakan keperawatan yang telah disusun sebelumnya untuk mengatasi masalah pola nafas tidak efektif pada pasien kedua yaitu dengan memposisikan pasien untuk mengurangi sesak, memonitor status pernafasan dan oksigenasi, memonitor suara tambahan. Pelaksanaan tindakan keperawatan yang diberikan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah di buat.

Pentingnya memberikan tambahan oksigen kepada pasien dan mengatur posisi pasien senyaman mungkin dapat mngatasi maslah pola nafas pasien..

Tindakan yang dilakukan selanjutnya sesuai dengan perencanaan pada pasien pertama dengan mengidentifikasi karateristik nyeri PQRST, mengobservasi reaksi nonverbal terhadap rasa nyeri, mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi nyeri, dan berkolaborasi untuk memberikan obat analgetik sesuai dengan program terapi pada pasien pertama. Pentingnya pendekatan antara perawat dan klien mempengaruhi nyeri yang dirasakan pasien dapat teratasi selain itu, lingkungan yang nyaman, walaupun nyeri tetap klien rasakan, dan relaksaki nafas dalam.

Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah selanjutnya sesuai dengan perencanaan pada pasien pertama yaitu perfusi perifer tidak efektif dengan mengaji adanya perdarahan, memonitor vital sign, memonitor hasil hemoglobin dan memberikan tranfusi darah 2 kolf / hari.

Pentingnya memonitor hemoglobin dan tranfusi mempengaruhi teratasinya masalah ini.

Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah selanjutnya pada pasien kedua sesuai dengan perencanaan dengan mempertahankan intake dan output, memonitor status hidrasi memonitor hasil pemeriksaan laboratorium, memantau tanda-tanda vital setiap 15-1 jam, memberikan ciran dan obat melalui intra vena.

Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan defisit nutrisi pada kedua pasien dikarenakan adanya penrunan BB dan mual muntah dengan intervensi yang telah dibuat yaitu dengan mengidentifikasi status nutrisi pasien, mengidentifikasi alergi, memonitor asupan makanan dan yang terakhir menganjurkan pasien untuk menghabiskan porsi makan yang telah diberikan atau makan sedikit tetapi dalam jangka waktu seserig mungkin untuk menghindari adanya malnutrisi.

Dalam masalah ini penulis memberikan pendidikan kesehatan tentang pentingnya nutrisi yang adekuat bagi tubuh tidak hanya pada pasien saja tapi juga kepada keluarga kedua pasien.

Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan ansietas pada kedua pasien dikarenakan pasien murung, gelisah, dan kurang kooperatif saat diajak berbincang dengan intervensi yang telah dibuat yaitu memonitor adanya tanda-tanda ansietas, melakukan BHSP, mendengarkan keluhan pasien dengan penuh perhatian, menganjurkan pasien untuk mengungkapkan apa yang drasakan saat ini, dan mengajarkan teknik relaksasi. Pentingnya BHSP yang baik kepada pasien

Dokumen terkait