BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
B. Pembahasan
1. Gambaran Deskriptif Perilaku Seksual Remaja di Kota Makassar
Gambar 4.1
Gambaran perilaku seksual remaja di Makassar 3%
32%
34%
27%
4%
Perilaku Seksual
Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah
Berdasarkan hasil analisis deksriptif perilaku seksual remaja di Makassar dengan jumlah subjek 350 orang diketahui bahwa kategori yang berada pada tingkat sangat tinggi dengan presentase 3%, pada tingkat tinggi 32%, pada tingkat sedang 34%, pada tingkat rendah 27%
dan pada tingkat sangat rendah 4%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perilaku seksual remaja di Kota Makassar berada pada tingkat sedang dengan presentase 34%. Hal ini berarti remaja di kota Makassar kadang-kadang melakukan perilaku seksual.
Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Objek seksualnya bisa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri (Sarwono, 2013).
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pada remaja menurut (Sarwono, 2013) adalah perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual (libido seksual) remaja, penundaan usia perkawinan, norma-norma agama yang berlaku sehingga remaja tidak dapat menahan diri dan cenderung akan melanggar larangan-larangan tersebut, penyebaran informasi melalui media massa, sikap mentabukan pembicaraan seks oleh orang tua, dan kecenderungan pergaulan yang makin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat.
Penelitian yang dilakukan oleh Suryoputro, Ford & Shaluhiyah (2006), menunjukkan bahwa dukungan sosial terhadap hubungan seksual pra- nikah mempengaruhi terjadinya hubungan seksual sebelum menikah.
Responden yang mengaku melakukan hubungan seksual pra-nikah kebanyakan mereka yang mempunyai dukungan sosial “rendah” (lebih dari 75%). Walaupun berhubungan secara bermakna (p<0.05), hubungan kedua variabel tersebut menunjukkan adanya jenis hubungan yang negatif. Artinya, mereka yang mempunyai dukungan sosial yang rendah terhadap hubungan seksual pra-nikah, kebanyakan justru cenderung melakukan hubungan seksual pra-nikah.
Selain itu terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi perilaku seksual remaja. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Nina & Dian 2017), mengatakan bahwa semakin tinggi pengetahuan tentang kesehatan reproduksi maka semakin baik perilaku seksualnya.
Media informasi dan self-esteem juga merupakan variabel yang mempengaruhi perilaku seksual. Jadi komunikasi seksual bukanlah satu- satunya faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja.
2. Gambaran Deskriptif Komunikasi Seksual Orang Tua di Kota Makassar
Gambar 4.2
Gambaran komunikasi seksual orang tua di Makassar 0%11%
21%
39%
29%
Komunikasi Seksual
Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah
Berdasarkan hasil analisis deksriptif komunikasi seksual orang tua pada remaja di Kota Makassar dengan jumlah subjek 350 orang diketahui bahwa kategori yang berada pada tingkat sangat tinggi dengan presentase 0%, pada tingkat tinggi 11%, pada tingkat sedang 21%, pada tingkat rendah 39% dan pada tingkat sangat rendah 29%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komunikasi seksual orang tua berada pada tingkat rendah dengan presentase 39%.
Komunikasi mengenai seksualitas didefinisikan sebagai komunikasi yang berkaitan dengan diskusi tentang kesehatan seksual, termasuk HIV/AIDS, IMS, penggunaan kondom, dan KB. Komunikasi tentang seksualitas adalah bersedianya sesorang untuk berkomunikasi dan berdiskusi dengan orang lain mengenai topik-topik seksualitas yang berhubungan dengan seksualitas manusia itu sendiri. Komunikasi orang tua dan remaja mengenai seks juga diartikan sebagai komunikasi yang berfokus pada mengurangi perilaku seksual beresiko atau memberitahukan seks yang bertanggung jawab dan aman dikalangan remaja (Lefkowitz & Hernandez, 2007).
Penelitian yang dilakukan oleh Fox dan Inazu (dalam Sarwono, 2013) membuktikan bahwa makin sering terjadi percakapan tentang seks antara ibu dan anak, tingkah seksual anak makin bertanggung jawab.
Selanjutnya mereka mengatakan bahwa jika komunikasi antara ibu dan anak dilakukan sebelum anak melakukan hubungan seks, maka hubungan seks dapat di cegah. Makin awal komunikasi itu dilakukan, fungsi pencengahannya makin nyata. Tetapi, jika komunikasi itu dilakukan
setelah hubungan seks terjadi, maka komunikasi itu justru akan mendorong lebih sering dilakukannya hubungan seks.
Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti dapatkan dari 10 orang tua, 7 di antaranya menjawab bahwa mereka menghindari berbicara atau mengkomunikasikan hal mengenai seksualitas kepada anak mereka, karena hal ini tabu untuk di sampaikan ke anak. Sedangkan 3 di antaranya menjawab bahwa mereka sering menyampaikan hal-hal mengenai seksual kepada anak mereka seperti tentang mentruasi, mimpi basah, tidak boleh melakukan hubungan seksual sebelum menikah, dan agar anak menjaga pergaulan. Hal ini karena menurut mereka hal tersebut penting agar anak tidak terjerumus dalam pergaulan bebas.
3. Pengaruh Komunikasi Seksual Orang Tua terhadap Perilaku Seksual Remaja di Kota Makassar
Hasil uji hipotesis menunjukkan tidak terdapat pengaruh komunikasi seksual orang tua terhadap perilaku seksual remaja di Makassar. Hasil ini didapatkan dari nilai sig 0.734>0.05. Sehingga hipotesis awal dalam penelitian yang menyatakan bahwa ada pengaruh komunikasi seksual orang tua terhadap perilaku seksual remaja di Makassar di tolak. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Fauzy & Indrijati, 2014) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara komunikasi orang tua dan anak tentang seksual dengan persepsi remaja terhadap perilaku seks pranikah.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja. Faktor yang pertama adalah pengetahuan atau pendidikan orang tua. Penelitian yang dilakukan oleh (Bastien & Kajula, 2011) menemukan
bahwa tingkat pendidikan orang tua dapat mempengaruhi terjadinya komunikasi seksual antara orang tua dan anak. Orang tua yang tidak memiliki cukup pengetahuan mengenai seksual, akan lebih memilih tidak melakukan komunikasi seksual dengan anak mereka. Orang tua merasa tidak nyaman dan takut jika anak mereka bertanya tentang seksualitas yang tidak begitu di pahami.
Faktor kedua adalah gender. Persamaan gender antara orang tua dan anak mempengaruhi terjadinya komunikasi seksual seperti yang dinyatakan oleh (Dilorio, dkk 1999). Ibu sebagai perempuan lebih cenderung melakukan komunikasi seksual dengan anak perempuannya dibanding anak laki-lakinya. Oleh karena itu, remaja perempuan menunjukkan perilaku seksual yang lebih sedikit dibandingkan dengan remaja laki-laki.
Faktor ketiga adalah kenyamanan. Pada penelitian yang dilakukan oleh (Lou & Chen, 2009), remaja terbukti lebih nyaman untuk membicarakan seks dengan teman sebaya atau saudara yang lebih tua dibandingkan dengan orang tua mereka. (Lou & Chen, 2009) juga menyatakan bahwa adanya faktor lain yang menyebabkan tidak terjadinya komunikasi seksual antara orang tua dan remaja yaitu media.
Tersedianya media cetak, internet, televisi dan sejenisnya menyebabkan kurangnya komunikasi seksual antara orang tua dan anak remaja menjadi lebih asik dan lebih nyaman membicarakan seksualitas dengan teman-temannya berdasarkan informasi yang diperoleh dari internet.
Sarwono (2013) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja adalah : meningkatnya libido
seksualitas, perubahan-perubahan hormonal, penundaan usia perkawinan, penyebaran infromasi dan rangsangan seksual melalui media massa. Hal ini sesuai dengan penelitian (Trisnawati, Anasari &
Artathi, 2010) yang menunjukan hasil bawah ada hubungan yang signifikan antara akses media pornografi dengan perilaku seksual remaja.
Semakin sering seseorang tersebut berinteraksi atau berhubungan dengan pornografi maka akan semakin bersikap permisif terhadap hubungan seks secara bebas demikian pula sebaliknya, jika seseorang tersebut jarang berinteraksi dengan pornografi akan semakin tidak permisif terhadap hubungan seks secara bebas. Hal inipun selaras dengan penelitian (Nina & Dian, 2017) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara penggunaan media informasi tentang seks dengan perilaku seksual remaja.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suryoputro, Ford & Shaluhiyah (2006) menyatakan bahwa tingginya aktivitas sosial dan rendahnya harga diri dan rasa percaya diri untuk menentukan hal yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi, merupakan faktor terjadinya hubungan seksual pra-nikah pada remaja. Hal ini selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Mulyana, Purnamasari & Mulyana, 2010) yang menyatakan bahwa ada hubungan negatif signifikan antara sikap terhadap perilaku seksual pranikah dengan harga diri pada remaja dengan keluarga broken home. Artinya semakin tinggi harga diri remaja maka akan semakin negatif sikap remaja terhadap perilaku seksual pranikah. Sebaliknya semakin rendah harga diri remaja maka akan semakin positif sikap remaja terhadap perilaku seksual pranikah.
Selanjutnya (Sarwono, 2013) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja adalah kurangnya informasi/pendidikan tentang seks pergaulan remaja dan media. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh (Vashista & Rajshree, 2012), pendidikan seks yang diberikan di sekolah adalah pendidikan yang menyediakan pelajar sebagai kesempatan untuk mengakses informasi otentik dan pengetahuan tentang pertumbuhan, perkembangan dan kaitan dengan proses fisiologis dari bagian-bagian organ seks laki-laki dan perempuan.
Pergaulan di sekitar remaja juga turut berperan penting dalam perilaku seks pranikah yang dilakukan oleh remaja. (Agha & Rossem, 2004) menyatakan bahwa intervensi yang dilakukan oleh teman sebaya lebih efektif untuk mencegah perilaku seks pranikah pada remaja dibandingkan intervensi yang dilakukan oleh orang dewasa. Kemudian yang selanjutnya oleh media. (Parkes, dkk 2013) menemukan bahwa media yang menyediakan informasi tentang seks seperti cerita-cerita percintaan, berbagai model atau gaya dalam berhubungan seks, penjelasan orgasme, onani/masturbasi, ejakulasi, gambar-gambar wanita atau pria yang telanjang, pria dan wanita yang berhubungan seks juga dapat mempengaruhi perilaku seksual remaja. Remaja lebih tertarik untuk mencari segala informasi yang berhubungan dengan seksualitas di internet secara mandiri tanpa pengawasan dari orang dewasa.
Penelitian yang dilakukan oleh Mariani & Arsy (2017) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja, menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara media informasi dengan perilaku
seksual remaja. Hal menunjukkan bahwa ada pengaruh antara keterpaparan media informasi tentang seks dengan perilaku seks pada siswa VIII di SMP serta mendapatkan informasi tentang seksual melalui media massa (internet dan komik porno), serta teman sebayanya. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh (Sarwono, 2013) yang menyatakan bahwa, sebagian dari remaja memperoleh pengetahuan tetang seks dari surat kabar, majalah, atau konten-konten tentang seksual.
Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Mariani & Arsy (2017) menemukan bahwa variabel Self Esteem juga memiliki pengaruh yang siginfikan terhadap perilaku seksual remaja. Hasil ini sejalan dengan penelitian Savita (2014) yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang siginifkan antara harga diri dengan perilaku seksual. Penelitian lain yang mendukung juga menunjukkan bahwa harga diri beresiko sebesar 3.3 kali untuk melakukan perilaku seksual pranikah beresiko (Rosdarni, 2015).
Hasil ini juga sesuai dengan teori yang dikemukan oleh (Santrock, 2007) bahwa kepribadian remaja seperti harga diri merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh komunikasi seksual orang tua terhadap perilaku seksual remaja di kota Makassar, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Perilaku seksual remaja di kota Makassar berada pada kategori sangat tinggi dengan presentase 3%, pada tingkat tinggi 32%, pada tingkat sedang 34%, pada tingkat rendah 27% dan pada tingkat sangat rendah dengan presentase 4%. Hal ini dapat diartikan bahwa remaja di Kota Makassar kadang-kadang melakukan perilaku seksual.
2. Komunikasi seksual orang tua dan remaja di kota Makassar berada pada kategori sangat tinggi dengan presentase 0%, pada tingkat tinggi 11%, pada tingkat sedang 21%, pada tingkat rendah 39%, dan pada tingkat sangat rendah dengan presentase 29%. Hal ini menunjukan bahwa komunikasi seksual yang dilakukan oleh orang tua dan remaja tidak berjalan lancar atau orang tua jarang berdiskusi mengenai hal-hal yang berhubungan dengan seksualitas dengan anaknya.
3. Tidak ada pengaruh komunikasi seksual orang tua terhadap perilaku sesual remaja di kota Makassar. Dilihat dari hasil taraf signifikan sebesar 0.734 (0.734>0.05) maka tidak ada pengaruh antara komunikasi seksual orang tua terhadap perilaku seksual remaja.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan, maka saran yang dapat diajukan adalah:
1. Bagi Orang Tua
Peneliti berharap hasil penelitian ini dapat menambah bahan bagi orang tua agar dapat meluangkan waktunya untuk berkomunikasi dengan anak, dapat mengontrol pergaulan anak dan mengontrol media sosial yang di akses oleh anak.
2. Bagi Remaja
Peneliti berharap remaja dapat bijak dan cerdas lagi dalam menggakses konten-konten di internet terutama konten seksualitas agar mendapat pengetahuan yang benar agar bisa membentengi diri dari pergaulan bebas.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya peneliti berharap dapat menambahkan atau meneliti faktor lain yang tidak terdapat dalam penelitian ini yang dapat mempengaruhi perilaku seksual remaja seperti faktor teman sebaya, internet, dan lain-lain yang dapat mempengaruhi perilaku seksual remaja.
DAFTAR PUSTAKA
Agha & Rossem. (2004). Impact os a scholl-based Peer Sexual Health Intervention on Normative Beliefs, Risk Percption, and Sexual Behavior of Zambian Adolescent. Journal of Adolescent Health. Vol 34
Ali, M & Asrori, M. (2012). Psikologi Remaja. Jakarta : PT Bumi Aksara Andika. A. (2010). Ibu, Dari Mana Aku Lahir. Yogyakarta : Pustaka Grhatama Bastien, S., Kajula (2011). A review of studies of parent-child communication
about sexuality and HIV/AIDS in sub-Saharan Africa. Journal of Reproductive Health. Vol 8
Byrnes & Miller. (2012). The relationship between neighborhood characteristics and effective parenting behaviors: the role of social support. Journal of Family Issues. Gale Education: Religion and Humanisties Lite Package. (Online).
Diakses 20 Feb 2018
Dariyo, A. (2004). Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor Selatan : Ghalia Indonesia
Dilorio, Kelley, Hockenberry. (1999). Communication about sexual issues:
Mothers, fathers and friends. Journal of Adolescent Health. Vol 24
Donenberg, G dan Wilson, H. W. 2004. Quality of Parent Communication About Sex and Its Risky Sexual Behavior Among Youth Psychiatric Care : A Pilot Study . Vol 45. Online Jurnal.www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/14982251. Di akses tanggal 10 Februari 2018
Fauzy & Indrijati. (2014). Hubungan antara komunikasi orang tua dan anak tentang seksual dengan persepsi remaja terhadap perilaku seks pranikah.
Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial. Vol 3. Hal 93-102
http://news.rakyatku.com/read/54254/2017/06/27/kasus-kekerasan-perempuan- dan-anak-di-makassar-meningkat. Diakses tanggal 03 November 2017
http://www.bkkbn.go.id/ViewBerita.aspx?BeritaID=840. Diakses tanggal 03 November 2017
Jaccard, J., & Dittus, P. (1991). Parent-teenager communication: toward to prevention of unitenden pregnancies. New York: Springer-Verlag
Jufri, M. (2005). Seksualitas Manusia. Makassar : Badan Penerbit Universitas Negeri Makassar
Lefkowitz, E. S., & Espinosa-Hernandez, G. (2007). Sex-related communication with mothers and close friends during the transition to university. Journal of Sex Research
Lou & Chen. (2009). Relationships among sexual knowledge, sexual attitudes, and safe sex behavior among adolescents: A structural equation model.
Journal of Nursing Studies. Vol 6
Mariani, N. N & Arsy, F. D. (2017). Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja di SMP Negeri 15 Cirebon. Jurnal Care. Vol 5 No. 3
Martopo, N. (2000). Perilaku Seksual. Jakarta : Rajawali Pers
Maulana, H & Gumelar, G (2013). Psikologi Komunikasi dan Persuasi. Jakarta Barat : Akademia Permata
Monks, F.J; Knoers, A.M.P; Haditono S.R (1994). Psikologi Perkembangan:
pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Mubin & Cahyadi. (2006). Psikologi Perkembangan. Ciputat : Quantum Teaching Mulyana, Deddy. (2005). Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar. Bandung: Remaja
Rosda Karya
Parkes, Wight, Hunt, Henderson, & Sargent. (2013). Are Sexual Media exposure, parental, restrictions on media use and co-viewing TV and DVDs with parents and friends associated with teenagers early sexual behavior. Journal of Adolescence. Vol. 36
Poltekes Depkes Jakarta I. (2010). Kesehatan Remaja: Problem dan Solusinya.
Jakarta : Salemba Medika
Prihasiningrum (2015). Hubungan antara Komunikasi Seksual Orang Tua- Remaja dan Perilaku Seksual Beresiko pada Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta. Jurnal Bimbingan dan Konseling
Purnamasari & Mulyana (2010). Hubungan antara Harga Diri dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah pada Remaja dari Keluarga Broken home. (2010). Psycho Idea
Rahardjo, Wahyu. (2008). Perilaku Seks Pranikah pada Mahasiswa Pria, Kaitannya dengan Sikap Terhadap Tipe Cinta Eros & Ludus dan Fantasi Erotis, Indegenous, Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi. Vol. 10 No.1
Rosdarni, dkk. (2015). Pengaruh Faktor Personal terhadap Perilaku Seksual Pranikah pada Remaja Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. Vol.
9 No.3
Roqib. M. (2008). Pendidikan Seks pada Anak Usia Dini. Jurnal pemikiran Alternatif Pendidikan. Vol. 13 No. 2
Sadarjoen, S.S. (2005). Bunga Rampai Kasus Gangguan Psikoseksual. Bandung : PT Refika Aditama
Santrock, J.W. (2002). Life-span Development : Perkembangan Masa Hidup.
Edisi 5 jilid 2. Jakarta : Erlangga
Sarwono, S.W. (2007). Psikologi remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Sarwono, S.W. (2013). Psikologi remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Santrock, J. W. (2007). Adolescence. New York: Mc Graw Hill
Savita, R. (2014). Bandura A. Sosial cognitive theory. In: Paul AM Vanlange, KruglanskiAW, Higgins TE, ed. Hanbook of theories of social psychology.
California: Stanford
Simanjuntak, B. (1984). Psikologi remaja. Bandung : Tarsito
Skripsiadi, J. E. (2005). Pendidikan Dasar Seks untuk Anak. Yogyakarta : Curiosita
Soetjiningsih. (2004). Buku Ajar: Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta : Sagung Seto
Stainberg, L. (2002). Adolescane (sixth edition). New Baskerville: McGraw-Hill, Inc
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kombinasi. Edisi Keempat. Bandung : Alfabeta
Suryoputro, Ford & Shaluhiyah (2006). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Remaja di Jawa Tengah: Implikasinya Terhadap Kebijakan dan Layanan Kesehatan Seksual dan Reproduksi. Jurnal Kesehatan. Vol. 10 No. 1
Susilawati Dwi (2016). Hubungan antara Komunikasi Interpersonal dan Asertivitas terhadap Perilaku Seks Pranikah pada Remaja. Ejournal psikologi.
Vol . 4 No.4
Trisnawati, Anasari & Artathi. (2010). Perilaku Seksual Remaja SMA di Purwokerta dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jurnal Ilmiah Kebidanan. Vol 1
Wang, Z. (2009). Parent adolescent communication and sexual risk-talking behaviours of adolescents
Widjono. (2007). Bahasa Indonesia: Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Jakarta : PT. Grasindo
Wong, Donna. L. (2008). Buku Keperawatan Pediatri. Edisi 6. Jakarta : EGC Vashistha & Rajshree. (2012). A Study of attitude towards sex-education as
perceived parents & teachers. Journal of Education. Vol 1
Yusuf, S. (2011). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Lampiran 1
BLUE PRINT SKALA
BLUE PRINT SKALA PERILAKU SEKSUAL SEBELUM UJI COBA Aspek Indikator Favorable Unfavorable Jumlah Berpegangan
tangan
Menggenggam
tangan 1, 10, 26 31,34,43
Menggandeng 13
tangan 2, 11, 36 6, 12, 29, 38
Berciuman
Mencium pipi
20 35, 41, 45 Menicum 11
kening 3 7, 21, 27
Mencium bibir
5, 39 8
Meraba Payudara
Meraba/diraba payudara dari
dalam pakaian 4, 23, 46 13, 44, 48 Meraba/diraba 12
payudara dari
luar pakaian 14, 32, 42 16, 22, 37
Meraba alat kelamin
Meraba/diraba alat kelamin menggunakan pakaian
15, 18, 28 17, 24
7 Meraba/diraba
alat kelamin tidak
menggunakan pakaian
9 19
Hubungan badan
Melakukan hubungan badan dengan pasangan
25, 47 Melakukan 5
hubungan intim dengan
pasangan
30, 40 33
Total 48
BLUE PRINT SKALA PERILAKU SEKSUAL SETELAH UJI COBA Aspek Indikator Favorable Unfavorable Jumlah Berpegangan
tangan
Menggenggam
tangan 1 34,43
Menggandeng 4
tangan 38
Berciuman
Mencium pipi
35, 45 Menicum 4
kening 3
Mencium bibir
39
Meraba Payudara
Meraba/diraba payudara dari
dalam pakaian 4, 46 48
Meraba/diraba 4 payudara dari
luar pakaian 16
Meraba alat kelamin
Meraba/diraba alat kelamin menggunakan pakaian
28
3 Meraba/diraba
alat kelamin tidak
menggunakan pakaian
9 19
Hubungan badan
Melakukan hubungan badan dengan pasangan
25 Melakukan 2
hubungan intim dengan
pasangan
33
Total 17
BLUE PRINT SKALA KOMUNIKASI SEKSUAL SEBELUM UJI COBA Aspek Indikator Favorable Unfavorable Jumlah Frequency
(Frekuensi)
Kuantitas 1,11,21,31,41 6,16,26,36,46 10 Durasi 2,12,22,32,42 7,17,27,37,47 10 Quality
(Kualitas)
Kenyamanan 3,13,23,33,43 8,18,28,38,48 10 Kepuasan 4,14,24,34,44 9,19,29,39,49 10 Kehangatan 5,15,25,35,45 10,20,30,40,50 10
Total 50
BLUE PRINT SKALA KOMUNIKASI SEKSUAL SETELAH UJI COBA Aspek Indikator Favorable Unfavorable Jumlah Frequency
(Frekuensi)
Kuantitas 1,21,31,41 16,46 6
Durasi 12,22,32 27,37,47 6
Quality (Kualitas)
Kenyamanan 3,23,33,43 8,28,48 7 Kepuasan 4,14,24,34,44 9,29,49 8 Kehangatan 5,15,25,35,45 30,40,50 8
Total 35
Lampiran 2
SKALA UJI COBA
SKALA
PERILAKU SEKSUAL DAN KOMUNIKASI SEKSUAL Data Pribadi
Isilah data pribadi anda dengan lengkap dan benar. Data ini bersifat rahasia dan digunakan hanya untuk kepentingan penelitian dan tidak akan dipublikasikan Nama / Inisial :
Usia :
Jenis Kelamin : L / P
Status Hubungan : Berpacaran / Pernah Berpacaran Tinggal Bersama : Orang Tua / Wali
Petunjuk Pengisian Skala
1. Dibawah ini terdapat skala komunikasi seksual dan perilaku seksual yang berjumlah 50 dan 48 pernyataan.
2. Bacalah setiap pernyataan dan pahami baik-baik setiap pernyataan yang ada, kemudian berikan jawaban yang sesuai dengan kenyataan yang anda alami dan berdasarkan keadaan diri anda sesungguhnya, dengan cara memberikan tanda checklist (√) pada kolom jawaban yang tersedia.
Alternatif pilihan jawaban yang tersedia yaitu:
S : Selalu
HS : Hampir Selalu KK : Kadang-kadang HTP : Hampir Tidak Pernah TP : Tidak Pernah
Setiap orang mempunyai jawaban yang berbeda-beda, tidak ada jawaban yang dianggap salah. Oleh karena itu, pilihlah jawaban yang sesuai dengan diri anda.
Atas Partisipasi Anda, Saya Ucapkan Terima Kasih Banyak..
SKALA 1
No Pernyataan S HS KK HTP TP
1 Menggenggam tangan pasangan untuk membuat suasana lebih romantis
2 Bahagia saat bergandengan tangan dengan pasangan
3 Mencium pipi pasangan
4 Mengecup kening pasangan setiap kali bertemu
5 Berciuman bibir dengan pasangan
6 Meraba/diraba payudara oleh pasangan meskupun ditempat terang
7 Mencium/dicium pipi oleh pasangan saat berada di tempat sepi
8 Merasa bergairah saat berciuman bibir dengan pasangan
9 Khawatir ketika meraba/diraba alat kelamin oleh pasangan
10 Merasa malu ketika bergandengan tangan dengan pasangan di depan banyak orang 11 Memalingkan wajah ketika pasangan
meminta mencium/dicium di kening
12 Beranjak pergi ketika pasangan meminta berciuman bibir
13 Memperbolehkan pasangan menyentuh alat kelamin saya dari luar pakaian
14 Mengutarakan pasangan dengan mengenggam tangan pasangan
15 Menggandeng tangan pasangan saat jalan berduaan
16 Mencium/dicium pipi oleh pasangan saat berada di tempat umum