• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

C. Pembahasan

-0.103, pada tahun 2017 sebesar -0.497, pada tahun 2018 sebesar - 0.870, pada tahun 2019 sebesar -0.690, dan pada tahun 2020 sebesar -1.343. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, perusahaan dalam kondisi bangkrut (financial distress).

Gambar 4. 2

Working Capital to Total Asset (X1)

Sumber: Data diolah, 2022

Berdasarkan hasil penelitian, Working Capital to Total Asset (X1) mengalami penurunan dan peningkatan. Penurunan yang terjadi pada tahun 2016 sampai dengan 2019 disebabkan karena adanya utang lancar lebih besar daripada aset lancar sehingga perusahaan memperoleh working capital (modal kerja) yang negatif. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tidak mampu mememuhi kewajiban lancarnya. WCTA yang menurun hingga bernilai negatif menujukkan perusahaan memiliki kemampuan yang kurang baik dalam menghasilkan modal kerja bersih dari keseluruhan total aset yang dimilikinya. Sedangkan, peningkatan yang terjadi pada tahun 2020 disebabkan karena adanya peningkatan yang signifikan pada total aset sehingga terjadi peningkatan nilai WCTA pada tahun tersebut.

Walaupun terjadi peningkatan, WCTA pada tahun 2020 masih bernilai negatif.

b. Earning Before Interest and Taxes (π‘ΏπŸ‘)

Earning Before Interest and Taxes (𝑋3) adalah satu satu rasio profitabilitas yang digunakan untuk mengidentifikasi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba sehingga dapat menutupi kewajibannnya. Berikut adalah grafik dari Earning Before Interest and Taxes (X3) PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Periode 2016 sampai dengan 2020.

Gambar 4. 3

Earning Before Interest and Taxes (X3)

Sumber: Data diolah, 2022

Berdasarkan hasil penelitian, Earning Before Interest and Taxes (X3) mengalami penurunan dan peningkatan. Penurunan yang terjadi pada tahun 2017, 2018, dan 2020 disebabkan karena adanya penurunan serta bernilai negatif atau mengalami kerugian pada laba sebelum bunga dan pajak sehingga menghasilkan EBITTA yang negatif.

Penurunan EBITTA hingga bernilai negatif menunjukkan perusahaan memiliki kemampuan yang buruk dalam menggunakan keseluruhan asetnya dalam memperoleh laba sebelum bunga dan pajak. Sedangkan

peningkatan yang terjadi pada tahun 2019 disebabkan karena adanya peningkatan laba sebelum bunga dan pajak. Peningkatan EBITTA menunjukkan perusahaan memiliki kemampuan baik dalam menggunakan keseluruhan asetnya dalam memperoleh laba sebelum bunga dan pajak.

c. Net Income to Total Asset (ROA)

Net Income to Total Asset (ROA) adalah salah satu rasio profitabilitas yang digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba dari aktiva yang digunakan. Berikut adalah grafik Net Income to Total Asset (ROA) PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Periode 2016 sampai dengan 2020.

Gambar 4. 4

Net Income to Total Asset

Sumber: Data diolah, 2022

Berdasarkan hasil penelitian, Net Income to total Aset (ROA) mengalami penurunan dan peningkatan. Penurunan yang terjadi pada tahun 2017, 2018, dan 2020 disebabkan karena adanya penurunan serta

bernilai negatif atau mengalami kerugian pada laba bersih sehingga menghasilkan ROA yang negatif. Penurunan ROA hingga bernilai negatif menunjukkan perusahaan memiliki kemampuan yang buruk dalam menggunakan keseluruhan asetnya dalam memperoleh laba bersih.

Sedangkan peningkatan yang terjadi pada tahun 2019 disebabkan karena adanya peningkatan laba bersih. Peningkatan ROA menunjukkan perusahaan memiliki kemampuan baik dalam menggunakan keseluruhan asetnya dalam memperoleh laba bersih.

2. Hasil Perhitungan Model Grover

Berdasarkan hasil penelitian, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk memiliki G-Score yang fluktuatif. Berikut adalah grafik G-Score PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Periode 2016 sampai dengan 2020.

Gambar 4. 5

Hasil Perhitungan G-Score

Sumber: Data diolah, 2022

PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk periode 2016 sampai dengan 2020 menunjukkan perusahaan dalam keadaan bangkrut (financial

distress). Pada tahun 2016, G-Score sebesar -0.103 atau memperoleh nilai kurang dari nilai cut off sebesar -0,02 artinya perusahaan dalam kondisi bangkrut atau financial distress. Hal tersebut disebabkan oleh modal kerja pada perusahaan yang negatif yang artinya perusahaan tidak dapat menutupi utang lancarnya.

Kinerja keuangan perusahaan pada tahun 2016 dipengaruhi perlambatan ekonomi global yang berdampak pada kondisi pertumbuhan ekonomi nasional yang mempengaruhi tingkat daya beli konsumen dan pertumbuhan industri penerbangan. Bencana alam yang melanda berbagai wilayah Indonesia seperti banjir, puting beliung, tanah longsor, kebakaran hutan, dan gempa bumi yang mengakibatkan kinerja perusahaan kurang maksimal disebabkan menurunnya minat konsumen menggunakan jasa penerbangan atau konsumen menunda penerbangan atau membatalkan penerbangan. Layanan haji pada tahun 2016 mengalami penurunan yang disebabkan oleh penurunan harga tiket haji oleh pemerintah Indonesia serta penurunan ini juga disebabkan oleh pengururangan kouta haji yang diberlakukan oleh pemerintahan Arab Saudi terkait renovasi Masjidil Haram.

Selain itu, perusahaan dihadapkan peningkatan utang. Walaupun harga bahan bakar avtur pesawat menurun, perusahaan harus menanggung beban usaha yang meningkat dari tahun sebelumnya akibat peningkatan biaya perbaikan dan pemeliharaan pesawat seiring penambahan armada dan beban bandara.

Pada tahun 2017, G-Score sebesar -0.497 atau memperoleh nilai kurang dari nilai cut off sebesar -0,02 artinya perusahaan dalam kondisi

bangkrut atau financial distress. G-Score pada tahun ini mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya sebesar 0.394. Nilai tersebut menandakan bahwa kondisi keuangan menurun dari tahun sebelumnya.

Aset lancar mengalami penurunan sebesar USD178,391,675 dan utang lancar mengalami peningkatan sebesar USD358,270,026 sehingga perusahaan Kembali dihadapkan modal kerja yang negatif.

Penurunan aset lancar ini terutama dipicu oleh penurunan kas karena menurunnya kas dari aktivitas operasional. Sedangkan peningkatan utang lancar disebabkan oleh peningkatan fasilitas modal kerja perseroan untuk membiayai pembayaran bahan bakar dan perawatan aset pesawat dan peningkatan liabilitas jangka panjang yang jatuh tempo dalam satu tahun yang disebabkan oleh Obligasi Rupiah Perseroan akan jatuh tempo pada tahun 2018.

Selain itu, pada tahun 2017 perusahaan mencatat kerugian bersih sebesar USD216,582,416. Hal ini disebabkan oleh perusahaan yang harus menanggung biaya operasional yang tinggi seperti kenaikan beban umum administrasi, beban transportasi, beban bandara, beban operasional penerbangan, serta beban pemeliharaan dan perbaikan. Beban tersebut banyak dikeluarkan terkait program perluasan ekpansi dan pengembangan rute-rute baru dengan menambah jumlah armada perusahaan. Selain itu, perusahaan melakukan transaksi luar biasa yang terjadi pada tahun 2017 seperti biaya pengampunan pajak dan denda kontijensi kartel kargo. Hal tersebut telah membuat kinerja perseroan menurun ditahun 2017.

Pada tahun 2018, G-Score sebesar -0.870 atau memperoleh nilai kurang dari nilai cut off sebesar -0,02 artinya perusahaan dalam kondisi

bangkrut atau financial distress. G-Score pada tahun ini mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya sebesar 0.373. Nilai tersebut menandakan bahwa kondisi keuangan menurun dari tahun sebelumnya.

Aset lancar mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya sebesar USD106,174,204 tetapi utang lancar juga mengalami peningkatan sebesar USD1,054,539,379. Perusahaan masih mencatat modal kerja yang negatif yang artinya perusahaan dihadapkan pada posisi likuiditas perusahaan yang rendah.

Aset lancar mengalami peningkatan disebabkan oleh bertambahnya piutang usaha dari pihak ketiga, baik dari jasa penerbangan maupun jasa non-penerbangan, piutang dari PT Mahata Aero Teknologi dan pendapatan yang masih harus diterima mencatatkan kenaikan yang cukup signifikan, serta kenaikan persediaan bersih yang disebabkan oleh penambahan suku cadang yang naik. Sedangkan utang lancar mengalami peningkatan berasal dari pinjaman jangka pendek dan utang usaha yang meningkat.

Selain itu, utang lain-lain, utang pajak, beban akrual, pendapatan yang diterima dimuka jangka pendek dan uang muka diterima masing-masing juga menujukkan tren peningkatan di tahun 2018.

Selain itu, pada tahun 2018 perusahaan mencatat kerugian bersih sebesar USD179,236,723. Kerugian tersebut mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Kerugian tersebut disebabkan oleh tinggi tingkat beban usaha yang terletak pada kenaikan harga bahan bakar avtur dunia. Selain itu, tingginya beban jasa layanan penumpang perusahaan sehingga beban operasional melebihi pendapatan usaha yang diperoleh perusahaan.

Pada tahun 2018, manajemen Garuda Indonesia di masa kepemimpinan Ari Askhara memanipulasi laporan keuangan perusahaan hingga mencatatkan untung. Namun, setelah penyajian ulang, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk ketahuan mengalami kerugian. Pencapaian tersebut dicapai melalui Strategi Quick Wins Priority yang dijalankan dalam upayanya mengurangi kerugian sebelumnya.

Pada tahun 2019, G-Score sebesar -0.690 atau memperoleh nilai kurang dari nilai cut off sebesar -0,02 artinya perusahaan dalam kondisi bangkrut atau financial distress. G-Score pada tahun ini mengalami penurunan dari tahun sebelumnya sebesar 0.180 masih menunjukkan bahwa perusahaan dalam kategori bangkrut (financial distress). Nilai tersebut menandakan bahwa kondisi keuangan mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Dimana aset lancar mengalami peningkatan sebesar USD40,976,702 tetapi utang lancar yang dicatat perusahaan mengalami peningkatan sebesar USD281,450,741 sehingga perusahaan memperoleh peningkatan modal kerja yang negatif.

Peningkatan aset lancar tahun 2019 berasal dari kas dan setara kas, dan piutang lain-lain yang masing-masing meningkat. Peningkatan kas dan setara kas berasal dari peningkatan bank. Piutang lain-lain tahun 2019 mengalami peningkatan berasal dari piutang dari PT Sriwijaya Air dan lain- lain. Sedangkan peningkatan utang lancar berasal dari pertumbuhan utang usaha pihak berelasi dan pinjaman jangka Panjang yang akan jatuh tempo dalam satu tahun.

Selain itu, pada tahun 2019 perusahaan kembali mencatat laba bersih sebesar USD6,986,140 yang sebelumnya di tahun 2016 perusahaan

telah mencatat laba bersih. Laba bersih tahun 2019 mengalami peningkatan karena kenaikan pendapatan usaha sementara beban usaha menurun. Pendapatan usaha meningkat karena penyesuaian tarif penerbangan penumpang dan kargo sedangkan beban usaha mengalami penurunan karena penyesuaian kapasitas produksi untuk menyeimbangkan supply dan demand.

Walaupun perusahaan telah mencatat laba bersih, akan tetapi perusahaan memperoleh peningkatan modal kerja yang negatif yang menunjukkan bahwa perusahaan kesulitan untuk memenuhi utang lancarnya sehingga mempengaruhi G-Score yang mengkategorikan perusahaan dalam kondisi bangkrut atau financial distress.

Pada tahun 2020, perusahaan memiliki G-Score lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya yaitu sebesar -1.343 atau memperoleh nilai kurang dari nilai cut off sebesar -0,02 artinya perusahaan dalam kondisi bangkrut atau financial distress. Nilai tersebut menandakan bahwa kondisi keuangan menurun segara signifikan dari tahun sebelumnya. Aset lancar mengalami penurunan yang cukup tinggi dari tahun sebelumnya sebesar USD597,345,357 dan utang lancar yang mengalami peningkatan sebesar USD1,036,961,488 sehingga perusahaan memperoleh peningkatan modal kerja yang negatif. Selain itu, pada tahun 2020 mencatat kerugian bersih yang juga cukup tinggi sebesar USD2,443,042,762.

Aset lancar tahun 2020 mengalami penurunan karena piutang usaha pihak ketiga menurun yang berasal dari agen penumpang pesawat karena turunnya jumlah trafik pemumpang di masa pandemic Covid-19 dan dampak penerapan PSAK 71 serta kas dan setara kas juga menurun yang

berasal dari Bank dan deposito berjangka. Sedangkan utang lancar tahun 2020 mengalami peningkatan karena terjadi penurunan pertumbuhan dan liabilitas sewa pembiayaan. Penerapan PSAK 73 menyebabkan kenaikan liabilitas yang signifikan karena peseroan mencatat komitmen operasi sebagai liabilitas sewa. Laba bersih pun demikian, mengalami penurunan atau rugi karena pandemic Covid-19 yang berdampak signifikan pada operasional Perseroan.

Dari hasil penelitian di atas, hal ini sejalan dengan teori financial distress. Financial distress menurut Platt dan Platt diartikan sebagai tahap menurunnya suatu kondisi keuangan perusahaan yang terjadi sebelum perusahaan tersebut mengalami kondisi likuidasi. PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mengalami penurunan kondisi keuangan, dimana perusahaan memperoleh modal kerja yang negatif, perusahaan memperoleh laba yang berfluktuatif bahkan perusahaan mengalami kerugian, serta perusahaan menanggung utang lancar perusahaan yang meningkat secara terus menerus.

PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mengalami economic failure atau kegagalan ekonomi yaitu kondisi dimana pendapatan perusahaan tidak dapat menutupi total biaya termasuk total modal. Hal tersebut dicerminkan dengan perusahaan yang mengalami kerugian. Perseroan juga mengalami business failure yaitu kondisi yang menggambarkan berbagai macam kondisi bisnis yang tidak memuaskan. Berbagai faktor yang mempengaruhi hal tersebut seperti ketatnya persaingan antar maskapai dan bencana alam yang tidak dapat dihindarkan. Perseroan juga mengalami insolvency bankruptcy yaitu kondisi dimana perusahaan tidak mampu memenuhi

kewajiban yang jatuh tempo sebagai akibat dari ketidakcukupan arus kas.

Kas yang dimiliki perseroan menurun sedangkan utang terus melonjak.

Kondisi tersebut dapat membawa perusahaan mengalami kegagalaan pada kontraknya yang akhirnya dapat dilakukan restrukturisasi finansial antara perusahaan, kreditur, dan investor.

Dari hasil penelitian di atas juga menunjukkan bahwa model Grover memprediksi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk periode 2016 sampai dengan 2020 mengalami kondisi financial distress. Hal ini sejalan dengan penelitian Helastica dan Paramita (2020) yang menunjukkan bahwa model Grover memprediksi 3 perusahaan ritel yaitu MPPA, SKYB, dan TRIO berada dalam financial distress. Penelitian Piscestalia (2019) juga menunjukkan bahwa model Grover memprediksi 2 perusahaan pertambangan batu bara yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2012 sampai dengan 2016 mengalami financial distress. Selain itu, penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Prasetianingtias dan Kusumowati (2019) yang menunjukkan bahwa model Grover memprediksi 12 perusahaan pertanian yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2016 sampai dengan 2017 mengalami financial distress.

53 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Hasil analisis dan perhitungan menyimpulkan Working Capital to Total Asset (𝑋1) periode 2016 sampai dengan 2019 memperoleh hasil yang terus menurun dan bernilai negatif. Pada tahun 2020, WCTA mengalami peningkatan namun masih bernilai negatif. Earning Before Interest and Taxes (𝑋3) tahun 2017 dan 2018 mengalami penurunan dan bernilai negatif.

Kemudian, pada tahun 2019, EBITTA mengalami peningkatan. Namun, pada 2020, EBITTA kembali menurun dan bernilai negatif. Net Income to Total Asset (ROA) pada tahun 2017 dan 2018 mengalami penurunan dan bernilai negatif. Kemudian, pada tahun 2019, NITA mengalami peningkatan. Namun, pada 2020, NITA kembali menurun dan bernilai negatif.

Hasil perhitungan G-score menunjukkan bahwa PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mengalami bangkrut atau financial distress selama 5 tahun berturut-turut periode 2016 sampai dengan 2020.

Terdapat potensi financial distress dengan model Grover pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk sesuai hasil perhitungan Working Capital to Total Asset (X1), Earning Before Interest and Taxes (X3), dan Net Income to Total Asset (ROA), serta PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk berada dalam kondisi financial distress sesuai dengan hasil perhitungan G-Score.

B. Saran

1. Bagi perusahaan, PT Garuda Indonesia (Persero) perlu melakukan perbaikan performa kinerja dengan memperbaiki pengelolaan dalam hal

manajemen bagi pihak-pihak yang ada dalam perusahaan, serta upaya- upaya untuk bisa mengatasi masalah tersebut agar kejadian di masa yang akan datang tidak akan terulangi lagi. Upaya-upaya tersebut seperti meningkatkan laba dengan mengevaluasi kinerja perusahaan, meminimalkan utang atau kewajiban dan menambah aset perusahaan.

Selain itu, perusahaan perlu membenahi aspek-aspek lain sehingga menciptakan efisiensi dan efektivitas operasional perusahaan sehingga perusahaan bisa dipercaya kembali oleh investor untuk dapat menanamkan modalnya dan juga meningkatkan nilai perusahaan.

2. Bagi penelitian selanjutnya disarankan agar menambah model prediksi financial distress lainnya sebagai analisis perbandingan model Grover dengan model lainnya, serta memperluas cakupan perusahaan agar mendapatkan hasil penelitian yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Arini, I. N. (2021). Analisis Akurasi Model – Model Prediksi Financial Distress.

Jurnal Ilmu Manajemen, 9(3), 1196–1204. https://journal.unesa.ac.id/index.php/

jim/article/view/14237

Barus, M. A. (2017). Kinerja Keuangan Perusahaan (Studi pada PT Astra Otoparts Tbk dan PT Goodyer Indonesia Tbk yang Go Public di Bursa Efek Indonesia). Jurnal Administrasi Bisnis, 44(1), 154–163.

Cahyo, Y. R. K., dan Magdalena, M. (2018). Analisis Potensi Kebangkrutan dengan Menggunakan Model Prediksi Finansial Distrees Ohlson, Grover, Altman Z-Score Pada Perusahaan Property & Real Estate. Jurnal Solusi, 13(2), 55–72.

Elia, R., dan Rahayu, Y. (2021). Analisis Prediksi Financial Distress dengan Model Springate, Zmijewski, dan Grover. Jurnal Ilmu Dan Riset Akuntansi, 1(3), 1–16. http://jurnalmahasiswa.stiesia.ac.id/index.php/jira/article/view/3 833

Fanny, T., dan Retnani, E. (2017). Analisis Perbandingan Model Prediksi Financial Distress pada Sub Sektor Perkebunan. Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi, 06(6), 1–15.

Garuda Indonesia: Pendaptan Rp 8,06 Triliun, Tapi Biaya Operasional Rp 18,31 Triliun. (2021). kompas.com, diakses pada tanggal 18 Januari 2022.

Helastica, M. B., dan Paramita, V. S. (2020). Analysis Financial Distress Prediction With Model Altman Z-Score , Zmijewski , And Grover In The Sub Sector Retail Listed On The Indonesian Stock Exchange (Idx) 2014-2018 Period. https://doi.org/10.4108/eai.26-9-2020.2302717

Herdiyan, Y. (2021). Duh! Daftar Lengkap 32 Saham Ekuitas Negatif 2021. Big Alpha. https://bigalpha.if/news/duh-daftar-lengkap-32-saham-ekuitas-negatif -2021

Hertina, D., Kusmayadi, D., dan Yulaeha. (2020). Comparative Analysis of The Altman, Springate, Grover and Zmijewski Models As Predicting Financial

Distress. 17(5), 552–561. https://archives.palarch.nl/index.php/jae/article/view/2854 Heryanto, A. C. N. (2020). Analisis Prediksi Kebangkrutan Perusahaan dengan

Model Grover. Competitive Jurnal Akuntansi dan Keuangan, 4(2), 54.

https://doi.org/10.31000/c.v4i2.2583

Hungan, A. G. D., dan Sawitri, N. N. (2018). Analysis of Financial Distress with Springate and Method of Grover in Coal in BEI 2012-2016. International Business and Accounting Research Journal, 2(2), 52–60.

Ini Dampak Pandemi Covid-19 ke Garuda Indonesia. (2020). Sinarmas Sekuritas.

https://www.sinarsekuritas.co.id/ini-dampak-pandemi-covid-19-ke-garuda-in donesia, diakses pada tanggal 18 Januari 2022.

Januar, F. D., Norisanti, N., & Mulia, F. (2020). Analisis Financial Distress dengan Menggunakan Model Grover pada Perusahaan Sektor Property, Real Estate dan KontruksI. Journal of Business, Management and Accounting, 1(2), 83–92. https://doi.org/10.31539/budgeting.v1i2.786

Jaya, I. M. L. M. (2020). Metode Penelitian Kuantitayif dan Kualitatif. Anak Hebat Indonesia.

Kasmir. (2010). Pengantar Manajemen Keuangan Edisi I, Jakarta: Kencana Media Group.

Khotmi, H. (2020). Analisis Perbandingan Prediksi Kebangkrutan Perusahaan dengan Model Altman Z-Score, Springate, dan Grover. Valid Jurnal Ilmiah, 17(2), 162–173. http://journal.stieamm.ac.id/index.php/valid/article/view/150 Kusumaningrum, T. M. (2021). Perbandingan Tingkat Akurasi Model-Model

Prediksi Financial Distress Pada Perusahaan yang Termasuk Kantar’ S 2020 Top 30 Global Retails (EUR). Jurnal Ilmiah Manajemen Ekonomi Dan Akuntansi, 5(3), 1309–1327. http://journal.stiemb.ac.id/index.php/mea/

article/view/1417

Laba Sebelum Bunga dan Pajak (EBIT). (2020). Bedah Bisnis.

https://bedahbisnis.id/artikel/laba-sebelum-bunga-dan-pajak-ebit, diakses pa da tanggal 16 Februari 2022.

Lienanda, J., dan Ekadjaja, A. (2019). Faktor yang Mempengaruhi Financial

Distress pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI. Jurnal Multiparadigma Akuntansi, 1(4), 1041–1048.

Lubis, A. I. (2017). Akuntansi Keperilakuan: Akuntansi Multiparadigma (3rd ed.).

Salemba Empat.

Musianto, L. S. (2002). Perbedaan Pendekatan Kuantitatif dengan Pendekatan Kualitatif dalam Metode Penelitian. Jurnal Manajemen & Kewirausahaan, 4(2), 123-136

Nugroho, A. Y. (2018). Model Analisis Z Score Terhadap Prediksi Kebangkrutan (Studi pada PT Garuda Indonesia, Tbk tahun 2015-2017). J-MACCβ€―: Journal of Management and Accounting, 1(2), 124–138.

Pengertian Net Income atau Laba Bersih dalam Pembukuan. (2022). Harmony.

https://www.harmony.co.id/blog/pengertian-net-income-atau-laba-bersih- dalam-pembukuan, diakses pada tanggal 16 Februari 2022.

Piscestalia, N., dan Priyadi, M. P. (2019). Analisis Perbandingan Model Prediksi Financial Distress dengan Model Springate, Ohlson, Zmijewski, dan Grover.

Jurnal Ilmu Dan Riset Akuntansi, 8(6), 1–17.

Prasetianingtias, E., dan Kusumowati, D. (2019). Analisis Perbandingan Model Altman, Grover, Zmijewski dan Springate Sebagai Prediksi Financial Distress. Jurnal Akuntansi Dan Perpajakan, 5(1), 1–13.

https://jurnal.unmer.ac.id/index.php/ap

Purwaji, A., Wibowo, & Murtanto, H. (2017). Pengantar Akuntansi 1 Edisi 2.

Salemba Empat.

Puspitasari, E. (2014). Analisis Laporan Keuangan. Universitas Terbuka.

Ramly, Razak, L. A., Sulaeha, S., dan Hasan, A. (2019). Prediksi Financial Distres dengan Menggunakan Informasi Fundamental (Studi Pada Perusahaan Property dan Real Estate yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia). Tangible Journal, 4(2), 312–327.

Tentang Garuda Indonesia-Garuda Indonesia. (2021). Garuda Indonesia.

https://www.garuda-indonesia.com/id/id/corporate-partners/company-profile/

about/index, diakses pada tanggal 18 Januari 2022.

Winasis, B. (2021). Working Capital adalah Modal Kerja, ini Jenis dan Rumusnya. Modal Rakyat. https://www.modalrakyat.id/blog/working-capital- adalah-modal-kerja-ini-jenis-dan-rumusnya, diakses pada tanggal 16 Februari 2022.

Wulandari, V. S. (2019). Pengaruh Kinerja Keuangan, Pertumbuhan Penjualan dan Ukuran Perusahaan Terhadap Financial Distress. Jurnal Ilmu Dan Riset Akuntansi, 8(1), 1–18.

Yuliani, M., dan Sulpadli. (2020). Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Kondisi Financial Distress pada Perusahaan Telekomunikasi di Bursa Efek Indonsia.

Change Agent For Management Journal (CAM), 4(2), 30–43.

LAMPIRAN

Lampiran 1

Laporan Keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Laporan Posisi Keuangan 2016

Laporan Laba Rugi 2016

Laporan Posisi Keuangan 2017

Laporan Laba Rugi 2017

Laporan Posisi Keuangan 2018

Laporan Laba Rugi 2018

Laporan Posisi Keuangan 2019

Laporan Laba Rugi 2019

Laporan Posisi Keuangan 2020

Laporan Laba Rugi 2020

Lampiran 2

Perhitungan Model Grover

2016 1.650(-0.0107) + 3.404(0.005) + 0.016(0.002) + 0.057 -0.103 Bangkrut 2017 1.650(-0.248) + 3.404(-0.042) + 0.016(-0.058) + 0.057 -0.497 Bangkrut 2018 1.650(-0.452) + 3.404(-0.053) + 0.016(-0.043) + 0.057 -0.870 Bangkrut 2019 1.650(-0.477) + 3.404(0.012) + 0.016(0.002) + 0.057 -0.690 Bangkrut 2020 1.650(-0.348) + 3.404(-0.241) + 0.016(-0.226) + 0.057 -1.343 Bangkrut Tahun

Persamaan Model Grover

= G-Score Kategori

Lampiran 3

Lampiran 4

Dokumen terkait