• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Pembahasan

Dari pengolahan data diperoleh tabulasi silang antara sikap dengan keteraturan berobat diatas. Nilai statistik uji Chi-Square yaitu p-value 0,000 dengan  = 0,05 maka p-value <  sehingga H0 ditolak, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara sikap dengan keteraturan berobat pasien TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Kopo Kota Bandung.

Untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara variabel independen dengan dependen digunakan uji Odds Ratio atau estimasi resiko relatif variabel secara spesifik terhadap timbulnya masing-masing variabel pada responden. Pada perhitungan Odds Ratio diperoleh hasil 10,200 berarti hubungan antara sikap dan keteraturan berobat positif, yaitu sikap pasien yang tidak mendukung atau favorable memiliki resiko 10 kali lebih besar untuk cenderung berperilaku teratur dalam berobat dibandingkan pasien yang memiliki sikap dalam kategori unfavorable atau sikap pasien yang mendukung.

pasien atau hampir seluruh pasien dan yang memiliki pengetahuan kurang baik yaitu sebanyak 18% pasien atau hampir tidak ada dari seluruh pasien.

Bila melihat dari hasil kategori tersebut, pengetahuan pasien tuberkulosis paru sebagian besar pasien memiliki pengetahuan yang baik.

Hal ini sesuai dengan teori Green 1980 (dalam, Notoatmodjo, 2003) yang menyatakan bahwa pengetahuan merupakan salah satu faktor penentu (predisposing factor) terbentuknya perilaku seseorang dan pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dan membentuk tindakan seseorang (overt behavior) teori Bloom (dalam, Nana Syaodih, 2004).

Pengetahuan diperoleh baik di pendidikan formal maupun informal.

Pendidikan itu seseorang dapat mencapai taraf penguasaan dan pengembangan pengetahuan, sikap atau keterampilan untuk melakukan tindakan tertentu. Pengetahuan seseorang dapat diperoleh dari pengalaman hidup dan informasi-informasi yang didapat dari berbagai sumber (Notoatmodjo, 2003).

Menurut peneliti menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran pasien tentang perlunya pengetahuan mengenai Tuberkulosis sangat penting , tetapi tidak kalah pentingnya bagaimana menjaga tingkat pengetahuan pasien tersebut. Meningkatkan pengetahuan pasien, dapat dilakukan

dengan memberikan pendidikan kesehatan secara perorangan atau kelompok. Selain itu dapat diperoleh melalui televisi dengan iklan layanannya, surat kabar, radio, majalah, brosur dan poster.

Mengaplikasikan dan menganalisis pengetahuan yang diketahui dan dipahami, karena penambahan pengetahuan yang diketahui dan dipahami belum menjamin perubahan perilaku. Menjaga tingkat pengetahuan klien dapat dilakukan dengan mengulang informasi yang diberikan setiap melakukan pengobatan di puskesmas ataupun dengan memberikan leaflet sebagai bahan bacaan.

2. Sikap Pasien TB Paru tentang Pengobatan TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Kopo

Berdasarkan hasil penelitian bahwa sikap pasien TB Paru tentang pengobatan TB Paru di wilayah kera Puskesmas Kopo Bandung (tabel 4.2), yang termasuk sikap yang mendukung (favorable) yaitu sebanyak 51 atau sebagai dari seluruh pasien, sedangkan hasil sikap yang tidak mendukung (unfavorable) yaitu sebanyak 49% atau sebagian dari seluruh pasien. Sikap pasien terhadap penyakit tuberkulosis paru sangat penting karena sikap yang positif akan mendukung perilaku pasien terhadap pengobatan penyakit tuberkulosis yang sedang dilakukan.

Perilaku yang didasari oleh pengetahuan dan sikap yang baik lebih langgeng daripada jika tidak didasari oleh pengetahuan. Proses adopsi perilaku baru, penerimaan perilaku baru bila didasari oleh pengetahuan dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan sikap akan tidak berlangsung lama (Notoatmodjo,2003).

Menurut peneliti sikap yang mendukung (favorable) atau respon yang baik tentang pengobatan penyakit Tuberkulosis Paru dikarenakan adekuatnya penyampaian informasi yang didapat misalnya dari penyuluhan yang dilakukan oleh petugas kesehatan di puskesmas dibantu dengan peran mahasiswa yang menjalankan KKN sehingga perilaku keteraturan dalam pengobatan TB Paru akan berlangsung dengan baik.

Informasi-informasi yang didapat dari internet, televisi, surat kabar, majalah dan sumber informasi lainnya juga sangat mempengaruhi respon pasien terhadap pengobatan yang sedang dilakukannya. Perkembangan kemajaun IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) juga sangat mempengaruhi sikap atau respon pasien terhadap pengobatan yang sedang dilakukan

Sikap pasien yang tidak mendukung (unfavorable) terhadap penyakit Tuberkulosis Paru akan mempengaruhi proses pengobatannya dan juga

akan mempengaruhi orang lain yang berada disekitarnya. Hal ini menjadi risiko yang mempengaruhi proses penuntasan penyakit TBC di Indonesia.

Untuk itu dibutuhkan sikap yang positif dari pasien dalam menjalan pengobatan yang sedang dilakukannya.

Salah satu upaya yang dilakukan untuk menanamkan sikap yang positif kepada pasien adalah mulailah dari diri sendiri. Memperhatikan kebersihan diri dan menutup mulut pada saat batuk, tidak meludah sembarang tempat dan mengikuti dengan baik program pengobatan yang sedang dilakukan dengan teratur sampai pasien dinyatakan sembuh. Sikap ini akan mengurangi risiko penularan penyakit TB Paru di lingkungannya dalam hal ini wilayah kerja Puskesmas Kopo Bandung.

3. Hubungan Pengetahuan Pasien TB Paru dengan Keteraturan Berobat di Wilayah Kerja Puskesmas Kopo Bandung

Berdasarkan hasil penelitian hubungan pengetahuan pasien TB Paru tentang penyakit tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Kopo Bandung dapat dilihat pada tabel 4.4. Dari 45 pasien TB Paru yang memiliki tingkat pengetahuan dalam kategori baik, mayoritas sebanyak 31 pasien (68,9%) cenderung teratur dalam berobat atau dinyatankan favorable sedangkan sisanya sebanyak 14 pasien (31,1%) dinyatakan unfavorable atau tidak teratur dalam berobat. Dari 10 pasien yang memiliki tingkat pengetahuan

dalam kategori kurang, mayoritas sebanyak 7 pasien (70%) cenderung tidak teratur dalam berobat atau dinyatakan unfavorable sedangkan sisanya sebanyak 3 pasien (30%) dinyatakan favorable atau teratur dalam berobat.

Pada tabel 4.4 (tabel 2x2) tidak layak untuk diuji dengan uji Chi-Square karena sel yang nilai expected-nya kurang dari 5 ada 25% dari jumlah sel (yaitu sel d). Oleh karena itu uji yang dipakai adalah uji alternatifnya, yaitu uji Fisher. Nilai signifikansi (p-value) untuk 2 sisi adalah 0,033. Ternyata nilai p <  sehingga H0 ditolak, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan keteraturan berobat pasien TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Kopo Kota Bandung. Pada perhitungan Odds Ratio diperoleh hasil 5,167. Artinya hubungan antara pengetahuan dan Keteraturan Berobat positif, yaitu tingkat pengetahuan pasien TB Paru dalam kategori kurang memiliki resiko 5 kali lebih besar untuk cenderung berperilaku tidak teratur dalam berobat dibandingkan pasien yang memiliki pengetahuan dalam kategori baik.

Peneliti berasumsi bahwa pengetahuan tentang TB paru dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan yang memberi pengaruh positif dalam penyembuhan, hal ini sesuai dengan yang dikemukan oleh (Depkes RI, 2002) bahwa tingkat pendidikan yang relatif rendah pada penderita TB paru menyebabkan keterbatasan informasi tentang gejala dan pengobatan

TB paru. Seperti yang dikemukakan oleh Notoatmodjo (2003) bahwa pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo,2003).

Berdasarkan hasil penelitian pengetahuan mempunyai hubungan yang signifikan dengan keteraturan berobat di wilayah Kerja Puskesmas Kopo Kota Bandung dengan demikian hipotesis dalam penelitian ini terbukti dan diterima.

4. Hubungan Sikap Pasien TB Paru dengan Keteraturan Berobat di Wilayah Kerja Puskesmas Kopo Bandung

Berdasarkan hasil penelitian hubungan sikap pasien TB Paru tentang penyakit tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Kopo Bandung dapat dilihat pada tabel 4.5. Dari 28 pasien TB Paru yang memiliki sikap dalam kategori favorable atau mendukung, mayoritas sebanyak 24 pasien (85,7%) cenderung teratur dalam berobat atau dinyatakan favorable sedangkan sisanya sebanyak 4 pasien (14,3%) dinyatakan unfavorable atau tidak teratur dalam berobat. Dari 27 pasien yang memiliki sikap dalam kategori unfavorable atau tidak mendukung, mayoritas sebanyak 17 pasien (63%) cenderung tidak teratur dalam berobat atau dinyatakan unfavorable.

Sedangkan sisanya sebanyak 10 pasien (37%) dinyatakan favorable atau teratur dalam berobat.

Dari pengolahan data diperoleh tabulasi silang antara Sikap dengan Keteraturan berobat diatas, maka nilai statistik uji Chi-Square yaitu nilai p-value 0,000. Dengan  = 0,05 maka p-value <  sehingga H0 ditolak, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara sikap dengan keteraturan berobat pasien TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Kopo Kota Bandung.

Pada perhitungan Odds Ratio diperoleh hasil 10,200 berarti hubungan antara sikap dan keteraturan berobat positif, yaitu sikap pasien yang tidak mendukung atau unfavorable memiliki resiko 10 kali lebih besar untuk cenderung berperilaku tidak teratur dalam berobat dibandingkan pasien yang memiliki sikap dalam kategori favorable atau sikap pasien yang mendukung.

Sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang yang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya. Kaitan ini didasarkan oleh asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku. Kecenderungan berperilaku secara konsisten selaras dengan kepercayaan dan perasaan ini membentuk sikap individual. Sikap sering diperoleh dari orang lain yang paling dekat.

Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek

lain. Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata Azwar (2005).

Hal ini juga sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2003) bahwa sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Sikap seseorang terhadap objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung (unfavorable) pada objek tertentu.

Dokumen terkait