BAB I PENDAHULUAN
A. Landasan Teori
4. Pembelajaran dengan Peta Pikiran (Mind Map)
Peta pikiran merupakan cara sederhana untuk membuat catatan kreatif, efektif, dan secara harfiah akan memetakan pikiran-pikiran kita. Selain itu, peta pikiran juga akan memberi pandangan menyeluruh terhadap pokok suatu masalah serta menyenangkan untuk dilihat, dibaca, dicerna, dan diingat (Buzan, 2007: 4). Sedangkan Yoga (2007: 4) menyimpulkan bahwa peta pikiran merupakan “suatu teknik grafik yang sangat ampuh dan menjadi kunci yang universal untuk membuka potensi dari seluruh otak karena menggunakan seluruh keterampilan yang terdapat pada bagian neo korteks dari otak atau yang lebih dikenal sebagai otak kiri dan otak kanan”.
Otak manusia yang terdiri dari neuron sebagai struktur dasar, merupakan pusat berpikir, berperilaku, dan emosi. Menurut Lawrence (1990 dalam Uno 2009: 57), otak manusia dapat digolongkan dalam dua fungsi, berikut ini.
a. Otak logika.
b. Otak emosi, yang menjalankan fungsi berbeda dalam menentukan prilaku kita, namun saling bergantung.
Otak manusia terdiri dari dua belahan kiri dan kanan. Dari hasil penelitian Prof. Robert Ornstein dari Unversity of California, ditemukan bahwa otak bagian kiri mengendalikan aktivitas analisis kuantitatif yang terukur seperti matematika, logika, bahasa, dan lain-lain. Sedangkan otak bagian kanan berfungsi untuk aktivitas imajinasi seperti warna, musik, irama, insting, berkhayal, dan lain-lain (Uno, 2009: 61).
Demikian pula dalam hal merealisasikan respon keduanya berbeda, khususnya dalam menghayati pengalaman belajar. Belahan otak kiri berfungsi untuk berpikir rasional, analitis, berurutan, linier, dan saintifik. Sedangkan belahan otak kanan berfungsi untuk berpikir holistis, spasial, metaforis, lebih banyak menyerap konsep matematika, sintesis, mengetahui sesuatu secara intuitif, berpikir elaborasi, dan variabel serta dimensi humanistis mistis (Uno, 2009: 56).
Sistem pendidikan yang lebih mengutamakan pengembangan salah satu bagian otak saja, yakni otak kiri, dapat menyebabkan kurangnya potensi keseluruhan otak secara drastis karena otak bekerja secara sinergis. Melalui peta pikiran, kedua sisi otak dapat dipakai selama pembelajaran karena peta pikiran menggunakan warna, gambar, dan imajinasi yang merupakan wilayah otak kanan, seiring dengan penggunaan kata-kata, angka, dan logika yang merupakan wilayah otak kiri. Di samping itu, pemikiran yang sinergis juga akan didorong melalui cara kita membuat peta pikiran.
Semua gagasan di dalam peta pikiran yang berkaitan juga akan membantu otak membuat suatu asosiasi. Asosiasi disini berperan dalam mengaitkan informasi-informasi yang dipikirkan otak sehingga cara pikir otak yang sinergis dapat berjalan (Buzan, 2007: 60).
Dalam Buzan (2007: 41) dikemukakan urutan evolusi otak manusia sebagai berikut ini.
a) Batang otak, mengendalikan fungsi-fungsi penyangga kehidupan misalnya pernafasan dan laju denyut jantung.
b) Serebelum, atau otak kecil, mengendalikan gerakan tubuh dalam ruang dan menyimpan ingatan untuk respon-respon dasar yang dipelajari.
c) Sistem limbik, yang posisinya sedikit lebih ke depan dan terdiri atas talamus dan ganglia basal atau otak tengah.
Sistem limbik penting bagi pembelajaran dan ingatan jangka pendek tetapi juga menjaga homeostatis di dalam tubuh (tekanan darah, suhu tubuh, dan kadar gula darah).
d) Serebrum, atau korteks serebral, membungkus seluruh otak dan posisinya berada di depan. Serebrum adalah karya besar evolusi alam dan bertanggung jawab atas berbagai keterampilan termasuk ingatan, komunikasi, pembuatan keputusan, dan kreativitas. Serebrum adalah hasil evolusi yang paling mengagumkan, serebrum adalah bagian terakhir otak yang berkembang, dan adalah bagian yang memungkinkan kita membuat peta pikiran. Peta pikiran adalah fungsi master piece evolusi.
Peta pikiran adalah alat berpikir kreatif yang mencerminkan cara kerja alami otak, yang memungkinkan otak menggunakan semua gambar dan asosiasinya dalam pola radial dan jaringan sebagaimana otak dirancang, dan yang secara internal selalu digunakan otak (Buzan, 2007: 103). Dengan peta pikiran, kreativitas kita dapat terdorong dengan munculnya ide-ide cemerlang serta penemuan solusi yang inspiratif untuk menyelesaikan masalah atau menemukan cara baru untuk memotifasi diri dan orang lain. Hal ini dikarenakan peta pikiran akan membantu kita meningkatkan kecepatan berpikir, memberi kelenturan yang tak terbatas, dan menjelajahi ide-ide orisinal dalam pemikiran kita (Buzan, 2007: 110).
Proses pembuatan peta pikiran dapat dibagi menjadi 4 langkah yang harus dilakukan berurutan sebagai berikut ini.
a. Menentukan central topic yang akan dibuatkan peta pikirannya. Dalam buku pelajaran, biasanya yang menjadi central topic adalah judul materi atau bab. Letakkan judul tersebut di tengah kertas dan usahakan berbentuk gambar.
b. Membuat Basic Ordering Ideas (BOIs) untuk central topic yang telah dipilih. BOIs ini dapat berupa bagian-bagian inti dari materi atau sub topik yang akan dipelajari. Selain itu bisa juga dengan menggunakan 5WH (what, why, where, when, who and how).
c. Lengkapi setiap BOIs dengan cabang-cabang yang berhubungan dengan keterangan-keterangan yang terkait. Ini merupakan langkah yang sangat penting karena pada saat inilah seluruh data harus ditempatkan dalam setiap cabang BOIs secara asosiatif dan menggunakan struktur radian yang menjadi ciri paling khas dari suatu peta pikiran.
d. Lengkapi setiap cabang dengan image, baik berupa gambar, simbol, kode, daftar, grafik, dan garis penghubung, bila ada BOIs yang saling terkait satu dengan lainnya. Sehingga peta pikiran yang dibuat lebih menarik serta mudah dimengerti dan diingat (Yoga, 2007: 5-6).
Ada 4 langkah yang harus dilakukan dalam tahap aplikasi dari proses pembelajaran berbasis peta pikiran sebagai berikut ini.
a. Overview: merupakan tinjauan menyeluruh terhadap suatu topik pada saat proses pembelajaran baru dimulai, yang bertujuan untuk memberikan gambaran umum kepada siswa tentang topik yang akan dipelajari.
b. Preview: tinjauan awal yang merupakan lanjutan dari overview dengan gambaran umum yang lebih detail dibanding overview. Dengan ini siswa diharapkan telah memiliki pengetahuan awal yang cukup mengenai sub topik dari bahan sebelum memulai pembahasan yang lebih detail.
c. Inview: tinjauan mendalam yang merupakan inti dari suatu proses pembelajaran dimana suatu topik akan dibahas secara detail, terperinci, dan mendalam. Dalam proses ini siswa diharapkan bisa mengumpulkan informasi untuk membantunya dalam memahami dan menguasai bahan yang diajarkan.
d. Review: tinjauan ulang dilakukan menjelang berakhirnya jam pelajaran dan berupa ringkasan dari bahan yang telah diajarkan, serta ditekankan pada informasi, konsep, atau rumus penting yang harus diingat atau dikuasai siswa. Review dapat juga dilakukan saat pelajaran akan dimulai pada pertemuan berikutnya untuk membantu siswa mengingat kembali bahan yang telah diajarkan pada pertemuan sebelumnya (Yoga, 2007: 9- 10).
Gambar 1. Contoh Peta Pikiran (Buzan, 2007: 136)
Mind Map merupakan cara paling mudah untuk memasukkan dan mengambil informasi dari dalam otak. Cara ini merupakan cara yang kreatif dan efektif dalam membuat catatan, sehingga bisa dikatakan peta pikiran benar-benar memetakan pikiran. Semua peta pikiran memiliki kesamaan. Peta pikiran selalu menggunakan warna, dengan struktur alamiah berupa radial yang memancar keluar dari gambar sentral. Peta pikiran menggunakan garis, lambang, kata-kata, serta gambar, berdasarkan seperangkat aturan yang sederhana, mendasar, alami, dan akrab dengan otak. Melalui penggunaan peta pikiran, informasi yang panjang dan menjemukan bisa diubah menjadi bentuk
diagram berwarna-warni, mudah diingat dan sangat beraturan serta sejalan dengan kerja alami otak (Buzan, 2008: 6-7).
Peta pikiran (mind map) menggunakan kemampuan otak akan pengenalan visual untuk mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya. Dengan kombinasi warna, gambar, dan cabang-cabang melengkung, peta pikiran lebih merangsang secara visual dari pada metode pencatatan tradisional, yang cenderung linier dan satu warna. Hal ini akan sangat memudahkan kita mengingat informasi dari peta pikiran (Buzan, 2007: 9).