BAB VI KENDALA YANG DI HADAPI
D. Pembinaan narapidana
1. Pembinaan Narapidana Secara Umum
Pembinaan adalah kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.Menurut KBBI Depdikbud ( dalam kristiyanto,2011:20) Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa orang yang telah melakukan tindak pidana dan dijatuhi vonis oleh pengadilan akan menjalani hari- harinya di dalam rumah tahanan atau lembaga pemasyrakatan sebagai perwujudan dalam menjalankan hukuman yang telah diterimanya.
Didalam lembaga pemasyrakatan itu, orang tersebut akan menyandang status narapidana dan menjalani pembinaan yang telah diprogramkan. Awalnya
pembinaan narapidana di indonesia menggunakan sistem kepenjaraan. Model pembinaan seperti ini sebenarnya sudah dijalankan jauh sebelum indonesia merdeka.
Narapidana juga tidak dibina tetapi dibiarkan, tugas penjara pada waktu itu tidak lebih dari mengawasi narapidana agar tidak membuat keributan dan tidak melarikan diri dari penjara.Pendidikan dan pekerjaan yang diberikan hanyalah sebagai pengisi waktu luang, namun dimanfaatkan secara ekonomis. Membiarkan seseorang dipidana, menjalani pidana, tanpa memberikan pembinaan tidak akan merubah narapidana.
Bagaimanapun narapidana adalah manusia yang memiliki potensi yang dapat dikembangkan kearah perkembangan yang positif, yang mampu merubah seseorang menjadi produktif.UU No.12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan pada pasal 14, sangat jelas mengatur hak-hak sorang narapidana selama menghuni lembaga pemasyarakatan yaitu:( Kristiyanto, 2011: 21)
a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaanya.
b. Mendapatkan perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani.
c. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran.
d. Mendapatkan pengajaran dan makanan yang layak.
e. Menyampaikan keluhan
f. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang.
g. Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum, atau orang tertentu lainya.
h. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang telah dilakukan.
i. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi).
j. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga.
k. Mendapatkan pembebasan bersyarat.
l. Mendapat cuti menjelang bebas.
m. Mendapatkan hak-hak lainnya sesuai perundangan yang berlaku.
Dalam membina narapidana tidak dapat disamakan dengan kebanyakan orang dan harus menggunakan prinsip-prinsip pembinaan narapidana. Ada empat komponen penting dalam membina narapidana yaitu:( kristiyanto, 2011:22) a. Diri sendiri, yaitu narapidana itu sendiri.
b. Keluarga, adalah anggota keluarga inti, atau keluarga dekat.
c. Masyarakat, adalah orang-orang yang berada di sekekiking narapidana pada saat masih diluar Lembaga pemasyarakatan/Rutan, dapat masyarakat biasa, pemuka masyarakat, atau pejabat setempat.
d. Petugas, dapat berupa petugas kepolisian, pengacara, petugas keagamaan, petugas sosial, petugas lembaga pemasyarakatan, Rutan, BAPAS, hakim dan lain sebagainya
Berbeda dari sistem kepenjaraan maka, dalam sistem baru pembinaan narapidana tujuannya adalah meningkatkan kesadaran narapidana akan eksistenisinya sebagai manusia. Menurut Harsono, kesadaran sebagai tujuan pembinaan narapidana, cara pencapainya dilakukan dengan berbagai tahapan sebagai berikut:( Kristiyanto,2011:23-24)
a. Mengenal diri sendiri. Dalam tahap ini narapidana dibawa dalam suasana dan situasi yang merenungkan, menggali dan mengenali diri sendiri.
b. Memiliki kesadaran beragama, kesadaran terhadap kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sadar sebagai mahluk Tuhan yang mempunyai keterbatasan dan sebagai mahluk yang mampu menentukan masa depannya sendiri.
c. Mengenal potensi diri, dalam tahap ini narapidana dilatih untuk mengenali potensi diri sendiri. Mampu mengembangkan potensi diri, mengembangkan hal-hal yang positif dalam diri sendiri, memperluas cakrawala pandang, selalu berusaha untuk maju dan selalu berusaha untuk mengembangkan sumber daya manusia, yaitu diri sendiri.
d. Mengenal cara memotivasi, adalah mampu memotivasi diri sendiri kearah yang positif, kearah perubahan yang lebih baik.
e. Mampu memotivasi orang lain, narapidan yang telah mengenal diri sendiri, telah mampu memotivasi diri sendiri, diharapkan mampu memotivasi orang lain, kelompoknya, keluarganya, dan masyarakat sekelilingnya.
f. Mampu memiliki kesadaran tinggi, baik untuk diri sendiri, keluarga, kelompoknya, masyarakat sekelilingnya, agama, bangsa dan negaranya. Ikut berperan aktif dan kreatif dalam membangun bangsa dan negara.
g. Mampu memiliki kesadaran tinggi, baik untuk diri sendiri, keluarga, kelompoknya, masyarakat sekelilingnya, agama, bangsa dan negaranya. Ikut berperan aktif dan kreatif dalam membangun bangsa dan negara.
h. Memiliki kepercayaan diri yang kuat, narapidana yang telah mengenal diri sendiri, diharapkan memiliki kepercayaan diri yang kuat. Percaya akan Tuhan, percaya bahwa diri sendiri mampu merubah tingkah laku, tindakan, dan keadaan diri sendiri untuk lebih baik lagi.
i. Memiliki tanggung jawab. Mengenal diri sendiri merupakan upaya untuk membentuk rasa tanggung jawab. Jika narapidana telah mampu berfikir, mengambil keputusan dan bertindak, maka narapidana harus mampu pula untuk bertanggung jawab sebagai konsekuen atas langkah yang telah diambil.
j. Menjadi pribadi yang utuh. Pada tahap yang terakhir ini diharapkan narapidana akan menjadi manusia dengan kepribadian yang utuh. Mampu menghadapi tantangan, hambatan, halangan, rintangan dan masalah apapun dalam setiap langkah dan kehidupannya.
Menurut Sahardjo( dalam Rhigettti Kheymal Wijaya, 2012:14) ada sepuluh prinsip dan bimbingan bagi narapidana antar lain sebagai berikut:
1. Orang yang tersesat harus diayomi dengan memberikan kepadanya bekal hidup sebagai warga negara yang baik dan berguna dalam masyarakat.
2. Penjatuhan pidana bukan tindakan pembalasan dendam dari negara.
3. Rasa tobat tidaklah dapat dicapai dengan menyiksa melainkan dengan bimbingan
4. Negara tidak berhak membuat seseorang lebih buruk daripada sebelum ia masuk penjara.
5. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana harus dikenal kepada masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat.
6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat mengisi waktu atau hanya diperuntukkan bagi kepantingan lembaga atau negara saja. Pekerjaan yang diberikan harus ditujukan untuk pembangunan negara.
7. Bimbingan dan didikan harus berdasarkan asas Pancasila.
8. Tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia meskipun ia telah tersesat. Tidak boleh ditujnukkan kepada narapidana bahwa ia adalah penjahat.
9. Narapidana itu hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan
10. Sarana fisik lembaga dewasa ini merupakan salah satu hambatan pelaksanaan sistem pemasyarakatan.
Secara formal, peran masyarakat dalam ikut serta membina narapidana atau mantan narapidana tidak terdapat dalam Undang-undang.Namun secara moral peran serta dalam membina narapidana atau bekas narapidana sangat diharapkan.
Sistem pemasyarakatan ini menggunakan falsafah pancasila sebagai dasar pandangan, tujuannya adalah meningkatkan kesadaran (consciousness) narapidana akan eksistensinya sebagai manusia diri sendiri secara penuh dan mampu melaksanakan perubahan diri ke arah yang lebih baik dan lebih positif. Kesadaran semacam ini merupakan hal yang patut diketahui oleh agar dapat memahami arti dan makna kesadaran secara benar dan dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Pembinaan Perilaku Napi
Pembinaan perilaku narapidana adalah penyampaian materi atau kegiatan yang efektif dan efesien yang diterima oleh narapidana yang dapat menghasilkan perubahan dari diri narapidana ke arah yang lebih baik dalam perubahan berfikir, bertindak atau dalam bertingkah laku.Hukum ada karakteristik tertentu yang
menyebabkan seseorang disebut narapidana. Maka Secara umum narapidana adalah manusia biasa, seperti kita semua, tetapi tidak dapat menyamakan begitu saja, karena dalam membina perilaku narapidana tidak dapat disamakan dengan kebanyakan orang atau satu narapidana dengan yang lain.Pembinaan yang sekarang dilakukan pada awalnya berangkat dari kenyataan bahwa tujuan pemidanaan tidak sesuai lagi denganperkembangan nilai dan hakekat yang tumbuh di masyarakat.
Bagaimanapun juga narapidana adalah manusia yang memiliki potensi yang dapat dikembangkan kearah yang positif, yang mampu merubah seseorang untuk menjadi lebih produktif, lebih baik dari sebelum seseorang menjalani pidana.,
Pokok dasar memperlakukan narapidana menurut kepribadian kita adalah:
a. Tiap orang manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia.
b. Tiap orang adalah mahluk kemasyarakatan, tidak ada orang diluar masyarakat.
c. Narapidana hanya dijatuhi hukuman kehilangan kemerdekaan bergerak.
Sistem pemasyarakatan pasal 1 ayat 2 Undang-undang No.12 Tahun 1995 adalah:Suatu tatanan mengenai arahan dan batasan serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan
masyarakat, dan aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab”.
Sistem ini menjanjikan sebuah model pembinaan yang humanis, tetap menghargai seorang narapidana secara manusiawi, bukan semata-mata tindakan balas dendam dari negara.Hukuman hilang kemerdekaan kiranya sudah cukup sebagai sebuah penderitaan tersendiri sehingga tidak perlu ditambah dengan penyiksaan serta hukuman fisik lainnya yangbertentangan dengan hak asasi manusia. Dalam sistem kepenjaraan, peranan narapidana untuk membina dirinya sendiri sama sekali tidak diperhatikan.
Sistem pemasyarakatan (narapidana) itu sendiri dilaksanakan berdasarkan asas:
1. Pengayoman
2. Persamaan perlakuan dan pelayanan 3. Pendidikan
4. Pembimbingan
5. Penghormatan harkat dan martabat manusia
6. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan
7. Terjaminya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang- orang tertentu.
Pembinaan narapidana menurut sistem pemasyarakatan terdiri dari pembinaan didalam lembaga, yang meliputi pendidikan agama, pendidikan umum, kursus ketrampilan, rekreasi, olah raga, kesenian, latihan kerja asimilasi, sedangkan
pembinaan diluar lembaga antara lain bimbingan selama terpidana, mendapat bebas bersyarat, cuti menjelang bebas.
E. Kemasyarakatan.
Kemasyarakatan adalah bagian dari tata peradilan pidana dari segi pelayanan tahanan, pembinaan narapidana, anak negara dan bimbingan klien pemasyarakatan yang dilaksanakan secara terpadu (dilaksanakan bersama-sama dengan semua aparat penegak hukum) dengan tujuan agar mereka setelah menjalani pidananya dapat kembali menjadi warga masyarakat yang baik.
kemasyarakatan adalah suatu proses, dimana narapidana pada waktu masuk lembaga pemasyarakatan berada dalam keadaan yang tidak harmonis dengan masyarakat sekitarnya, sejak itu narapidana mengalami pembinaan yang tidak lepas dari dan bersama dengan unsur-unsur lain dalam masyarakat sekeliling merupakan suatu kebutuhan dan keserasian hidup dan kehidupan.
Jadi Lembaga kemasyarakatan itu adalah suatu lembaga atau wadah tempat bagi tahanan dan narapidana, yang bertugas disamping melaksanakan hukuman bag narapidana juga membina dan membmbing dengan memberikan bimbingan fisik dan mental serta keterampilan agar setelah bebas dapat kembali ke tengah-tengah masyarakat, karena sifat pembinaan yang dilakukan adalah merubah sifat buruk atau jahat menjadi baik kembali.
Penempatan narapidana pada rumah penjara adalah merupakan manifestasi dari pelaksanaan pidana penjara yang pada hakikatnya merupakan pencabutan kebebsan individu yang merupakan konsep penjajah Belanda.
Perlakuan terhadap narapidana sesuai dengan system kepenjaraan yang berlaku di Indonesia. Pada kenyataannya kurang memperhatikan harkat dan martabatnya selaku manusia kurang menjadi pertimbangan dalam perlakuan sehari-hari terhadap mereka di rumah penjara, antar lain : pada waktu masuk penjara rambutnya harus digundul, pekerjaan dan pendidikan diberikan bersifat paksaan, kurangnya kegiatan di dalam penjara. Kuragnyapemeriksaan kesehatan, keadaan kamar dan lingkungan kerja yang kurang sehat.Perlakuan demikia semakin berlanjut walaupun Indonesia sudah merdeka dan Belanda sudah meninggalkan Indonesia. Seperti yang dinyatakan Koesnoen menyatakan “dalam penempatan narapidan bercampur terus-menerus dalam suatu kamar, pada waktu malam hari berkumpul 20 sampai 40 orang narapidana menjadi satu, tidur diatas sehelai tikar dengan bantal kecil dan selimut sarung dengan penerangan setengah gelap”.
Adanya perlakuan demikian, tentu saja merisaukan para praktisi dan tokoh-tokoh kepenjaraan di ndonesia pada saat itu, sehingga hal ini menjadi pemikiran untuk lagkah-langkah berikutnya bagi perbaikan narapidana selanjutnya.
Lembaga kemasyarkatan selain berfungsi sebagai tempat menjalankan pidana bagi narapidana, juga sekaligus berfungsi untuk melaksanakan pembinaan bagi mereka. Dengan demikia jelas bahwa Lembaga Pemasyarakatan bukan semata-mata sebagai tempat pelaksanaan pidana penjara, akan tetapi masih mempunyai satu fungsi lain yang bersifat kemanusiaan yaitu membina narapidana
agar dapat menjadi warga masyarakat yang berguna bagi lingkungan masyarakat dan negaranya sebagai bebas nanti.
Menurut Saharjo, (Rhigetti Kheymal Wijaya, 2012;13) tujuan pidana penjara berdasarkan Pancasila dirumuskan :
“Di samping menimbulkan rasa derita pada narapidana karena dihilangkan kemerdekaan bergerak, membimbing narapidana agar bertobat, mendidik supaya ia menjadi seorang anggota masyarakat Indonesia yang berguna.Dengan singkat tujuan pidana penjara adalah pemasyarakatan”.
Dalam system kemasyarkatan, tidak saja masyarakat yang dilindungi terhadap diulanginya perbuatan jahat oleh narapidana melainkan juga orang yang tersesat dilindungi dengan memberikan kepadanya bekal hidup sebagai warga yang berguna, untuk membina narapidana supaya menjadi seorang anggota masyarakat Indonesia yang berdasarkan pancasila, maka harus dipehatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Selama ia menjalani pidana ia harus dikenalkan pada masyarakat dan tidak bleh diasingkan, hal ini sesuai dengan sila kedua dari pacasila yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab.
2. Pekerjaan dan pendidikan yang diberikan kepadanya tidak boleh bersifat mengisi waktu atau hanya untuk kepentingan Negara saja, pekerjaannya harus satu dengan sila kelima Pancasila yaitu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
3. Bimbingan dan pendidikanharus berdasarkan Pacasila, segala macam kegiatan dalam pembinaan narapidana harus didasarkan Pancasila, seperti
adanya saling harga menghargai, kebebasan dalam beribadat, kebebasa dalam mengeluarkan pendapat, punya hak dan kewajiban yang sama.
F. Teori relevan
1. Teori relatif atau tujuan.
Menurut teori ini narapidana bukanlah untuk memuaskan tuntutan absolut dari keadilan. Pembalasan itu sendiri tidak mempunyai nilai, tetapi hanya sebagai sarana untuk melindungi kepentingan masyarakat. Pidana bukanlah sekedar untuk melakukan pembalasan atau pengimbalan kepada orang yang telah melakukan suatu tindak pidana, tetapi mempunyai tujuan-tujuan yang bermanfaat. Oleh karena itu teori inipun sering disebut teori tujuan.Jadi dasar pembenaran adanya pidana menurut teori ini adalah terletak pada tujuannya. Pidana dijatuhkan bukan
“quia peccatum est” (karena orang melakukan kejahatan) tetapi “ne peccetur”
(supaya orang jangan melakukan kejahatan). Mengenai tujauan pidana untuk pencegahan kejahatan dibedakan antara istilah antara prevensi spesial dan prevensi general. Dengan prevensi spesial dimaksudkan pengaruh pidana terhadap terpidana.
2. Teori Gabungan
Teori gabungan merupakan perpaduan dari teori absolut dan teori relatif atau tujuan yang menitik beratkan pada pembalasan sekaligus upaya prevensi terhadap seorang narapidana.Didalam rancangan KUHP Nasional edisi tahun 1999-2000, dalam pasal 50 ayat 1 telah menetapkan empat tujuan pemidanaan sebagai berikut:
a. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakan norma hukum demi pengayoman bagi masyarakat.
b. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang baik dan berguna.
c. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan akibat pidana.
d. Memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyrakat.
e. Membebaskan rasa bersalah terhadap terpidana.
Teori gabungan juga mendasarkan pidana pada asas pembalasan dan asas pertahanan tatatertib masyarakat, dengan kata lain dua alasan itu menjadi dasar dari penjatuhan pidana. Teori gabungan ini dibedakan menjadi dua golongan besar , yaitu:
1. Teori gabungan yang mengutamakan pembalasan, tetapi pembalasan itu tidak boleh melampaui batas dari apa yang perlu dan cukup dapatnya dipertahankannya tata tertib masyarakat.
2. Teori gabungan yang mengutamakan perlindungan tata tertib masyarakat, tetapi penderitaan atas dijatuhinya pidana tidak boleh lebih berat daripada perbuatan yang dilakukan terpidana.
G. Kerangka pikir.
Lembaga pemasyarakatan adalah sebagai salah satu alat revolusi dalam mencapai masyarakat sosialis indonesia, diresapi oleh ide pengayoman dan bertujuan membimbing dan mendidik narapidana agar menjadi peserta aktif 30 dan menjadi lebih baik dalam hidup bermasyarakat.
Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan, Tujuan narapidana di masukan ke Lembaga pemasyarakatan, disamping memberikan perasaan lega terhadap korban juga memberikan keresahan di masyarakat.Caranya yaitu dengan memberikan mereka pembinaan jasmani maupun rohani. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak ia harus dikenalkan denganmasyarakat dan tidak boleh diasingkan. Narapidana diayomi dengan memberikan bekal hidup sebagai waraga yang berguna dalam masyarakat.
Pembinaan Perilaku di indonesia dilaksanakan sebuah sistem, yang dikenal dengan sistem pemasyarakatan. Sebagai suatu sistem, maka pembinaan narapidana mempunyai beberapa komponen yang saling berkaitan untuk mencapai satu tujuan yaitu:
1. Pembinaan kesadaran beragama, usaha ini diberikan agar narapidana dapat meningkatkan Imanya.
2. Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara, usaha ini dilakukan dengan cara menyadarkan narapidana agar menjadi warga negara yang baik berbakti bagi bangsa dan negaranya.
3. Pembinaan kesadaran hukum, dilakukan dengan cara memberikan penyuluhan hukum yang bertujuan untuk mencari kadar kesadaran hukum.
4. Pembinaan kemampuan Intelektual (kecerdasan), usaha ini dilakukan agar pengetahuan serta kemampuan berfikir narapidana semakin meningkat.
Bagan kerangka pikir Narapidana
Pembinaan keperibadian (Rohani)
Pembinaan
Lembaga pemasyarakatan
Pembinaan kemandirian (Jasmani)
Menjadi Narapida yang bermoral
Masyarakat yang taat hukum
BAB III
METODE PENELITIAN