• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penafsiran Kelompok Radikalisme

boleh menjatuhkan hukuman seperti hukuman terhadap kufur, seperti orang yang berdusta terhadap dirimu, padahal dia telah berzina dengan istrimu, bukan berarti engkau boleh berdusta terhadapnya dan menzinahi istrinya, karena kedustaan dan zina merupakan hal yang haram menurut hak Allah, sebagaimana pengafiran yang juga merupakan hak Allah. Tidak boleh ada yang mengkafirkan kecuali orang yang dikafirkan Allah dan Rasul-Nya.101

ma‟ruf nahi munkar, dan mendirikan negara Islam (Khilafah/Daulah Islamiyah).102 Konsepsi-konsepi teologis tersebut dapat di lihat dari penjelasan berikut:

1. Kekerasan Atas Nama Jihad

Salah satu konsep ajaran Islam yang dianggap menumbuh suburkan kekerasan adalah jihad. Konsep ini sering disalah pahami oleh kaum radikal, karena mereka tidak memahami arti jihad itu secara baik, benar dan utuh.103 Sebagai doktrin agama, jihad merupakan amunisi doktrinal yang berfungsi sebagai alat perjuangan agama dalam menjawab tantangan zaman. Hal yang perlu disadari adalah bahwa jihad bukanlah produk otoritas individu atau penafsiran organisasi tertentu. Melainkan produk dari berbagai individu dan otoritas yang menafsirkan dan menerapkan prinsip-prinsip teks-teks suci dalam konteks-konteks khusus secara historis dan politis. Sebenarnya makna jihad tidak ada satu pun yang berkonotasi untuk berperang dan melegalkan tindak kekerasan dalam menyelesaikan setiap persoalan. Tetapi, jihad justru semata-mata ditekankan untuk meningkatkan

ibadah baik vertikal maupun horisontal yang hanya diniatkan karena menggapai ridha Allah swt.104

Meski demikian, menurut Esposito jihad dalam beberapa hal bersifat ambivalen. Karena digunakan dan disalahgunakan. Meskipun jihad senantiasa menjadi bagian penting dalam tradisi Islam, pada tahun-tahun terakhir ini sebagian umat Islam berpendapat bahwa jihad adalah kewajiban agama yang bersifat universal bagi semua orang yang benar-benar mengaku dirinya Islam yang sejati untuk ikut berjihad dalam rangka mengadakan suatu revolusi Islam dalam skala global. Sehingga hal ini menjadi titik awal kesalahan penafsiran tentang jihad yang pada gilirannya kemudian dijadikan justifikasi oleh sebagian penafsir untuk melakukan ekspresi radikalisme agama.105

Para kaum radikal memahami arti jihad hanya pada perjuangan fisik atau perlawanan bersenjata.

Sebagaimana ketika mereka menafsirkan ayat yang

104Junaidi Abdillah, “Dekonstruksi Tafsir Ayat-Ayat Kekerasan”, Analisis, Volume XI, Nomor 1, Juni 2011, h. 80

105 Junaidi Abdillah, “Dekonstruksi Tafsir Ayat-Ayat Kekerasan”, Analisis, h. 80

menjadi dasar untuk jihad dengan melakukan perang mengangkat senjata, yang berbunyi:106































































































“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena Sesungguhnya mereka telah dianiaya.

dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu. (Yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan Kami hanyalah Allah". dan Sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-

benar Maha kuat lagi Maha perkasa.(QS. Al-Hajj [22]:

39-40)107

Penjelasan pada ayat ini bukanlah perintah untuk berjihad dengan cara mengangkat senjata tetapi ayat ini menunjukan bahwa perang diperkenankan dalam rangka untuk mempertahankan diri, agama dan tanah air.108 Perang itu dapat dilakukan jika musuh-musuh Islam telah melakukan serangan terlebih dahulu.109

Demikian pula dengan penafsiran lainnya dalam Firman Allah yang berbunyi:































































107 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur`an dan Terjemahnya, Cet. ke-10, h. 338

108 Muchlis Hanafi, Moderasi Islam (Menangkal Radikalisasi Berbasis Agama)), cet. 1, h. 53

109 Mahmoud Hamdi Zaqzouq, Islam Dihujat Islam Menjawab:

Tanggapan atas tuduhan dan Kesalah pahaman, terj. Irfan Mas‟ud, (Tangerang: Lentera Hati, 2008), cet. 1, h. 66

































































)

“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), Maka bunuhlah mereka. Demikanlah Balasan bagi orang-orang kafir. Kemudian jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), Maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim. (QS. Al-Baqarah [2]: 190-193)110

Pada ayat di atas secara jelas dan gamblang menyatakan bahwa kendati pun peperangan diperbolehkan dalam Islam dengan tujuan membela diri, akan tetapi didalamnya tidak diperkenankan untuk melampaui batas-batas, karena Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas. Karena itu Allah swt.

mengkonfirmasi ayat di atas dengan Firman-Nya:111

 ...

































)

“Barangsiapa yang menyerang kamu, Maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu.

bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah [2]: 194)112

Namun yang terjadi, kelompok radikal memaknai dan menafsirkan ayat tersebut secara literal yang kemudian menjadikan mereka eksklusif, yang tidak

111 Mahmoud Hamdi Zaqzouq, Islam Dihujat Islam Menjawab:

Tanggapan atas tuduhan dan Kesalah pahaman, terj. Irfan Mas‟ud, cet. 1, h. 67

112 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur`an dan Terjemahnya, Cet. ke-10, h. 30

jarang menuntut mereka untuk melakukan penampilan dan aksi simbolik yang bertujuan untuk membedakan antara Muslim dan non-Muslim.113

Selain itu ada hal lain yang sering disalahpahami dan direduksi oleh sebagian kelompok menjadi logika permusuhan dan peperangan serta konfrontatif.

Kemudian hal ini dikait-kaitkan dengan ayat-ayat yang bernuansa keras seperti Firman Allah swt. yang berbunyi114:























































)

“Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, Maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian. jika mereka

bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, Maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan.

Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. At-Taubah [9]: 5)115

Demikian pula dengan firman-Nya:

























)

“Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. tempat mereka ialah Jahannam. dan itu adalah tempat kembali yang seburuk-buruknya.” (QS.

At-Taubah [9]: 73)116

Demikian pula dengan firman-Nya yang lain:



















































. )

“Diwajibkan atas kamu berperang, Padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. boleh Jadi kamu

115 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur`an dan Terjemahnya, Cet. ke-10, h. 187

116 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur`an dan Terjemahnya, (Jakarta: CV. Darus Sunnah, 2012), Cet. ke-10, h. 199

membenci sesuatu, Padahal ia Amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, Padahal ia Amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2]: 216)117

Kemudian juga didukung dengan hadis-hadis yang bernuansa keras juga, misalnya:

“Dari Ibnu Umar ra., berkata Rasulullah saw. Bersabda:

“aku diperintahkan untuk memerangi manusia (non- muslim) sampai mereka benar-benar mengucapkan syahadat dan Muhammad pesuruh-Nya, mereka mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat, apabila

mereka melakukan perintah itu, maka selamatlah jiwa (darah), harta benda mereka karena memeluk Islam dan semua urusannya milik Allah swt.” (HR. Muslim no.

20)118

Semua ayat yang berkenaan dengan perang menyiratkan bahwa Islam memperkenankan peperangan hanya untuk mempertahankan diri atau membela korban kesewenang-wenangan dan penindasan. Bahkan ayat

“pedang” yang disebutkan di atas berkenaan dengan perjanjian Hudaibiyah yang dilanggar oleh orang-orang musyrik. Kemudian ayat yang melarang agresi militer di- mansukh (dihapus), seperti Firman Allah swt.:



























)

“Dan jika mereka condong kepada perdamaian, Maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (QS. Al-Anfal [8]: 61)119

118 Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Shahih Muslim jilid 1, hadis no. 20, (Kairo: Dar Al-Hadits, 2005), h. 35

119 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur`an dan Terjemahnya, Cet. ke-10, h. 196

Ayat 61 pada surah Al-Anfal di atas di-mansukh (dihapus) oleh surat Al-Taubah [9] ayat 5.120

Kebanyakan ahli tafsir menyatakan pendapat tertentu tentang ayat yang mereka sebut “ayat” pedang (Qs. At- Taubah [9]: 5) sebagaimana ayat yang telah disebutkan sebelumnya. Ibn Katsir menulis dalam tafsirnya: Ad- Dahak bin Muzahim berkata, “(ayat ini) membatalkan perjanjian, kontrak dan kesepakatan apapun antara Nabi saw., dan orang kafir. Ali –„Ufi berkata tentang ayat ini, menururt Ibnu “abbas, “tidak ada persetujuan, tidak ada pertahanan bersama dengan orang kafir yang dikenal, setelah turunnya perintah pembatalan tuntutan-tuntutan kewajiban yang ditetapkan oleh perjanjian itu”.121

Seorang ahli tafsir, Muhammad Ibn Ahmad Ibn Juzzay Al-Kalbi menurut penelitian Jeffery, berkata,

“pembatalan perintah untuk berdamai dengan orang- orang kafir, memaafkan mereka, berhubungan dengan mereka, secara pasif, dan menolerir penghinaan- penghinaan mereka, turun sebelum perintah memerangi mereka. Oleh karena itu, tampak berlebihan jika

pembatalan hidup damai dengan damai bersama orang- orang kafir diulang disetiap bacaan Al-Qur‟an. Perintah hidup secara damai dengan mereka disampaikan dalam 114 ayat yang tersebar di 54 surah. Semua ayat itu dihapuskan oleh (QS. At-Taubah [9]: 5) dan (QS. Al- Baqarah [2]: 216) diwajibkan atas kamu untuk berperang.122

Para kelompok radikal militan membaca ayat-ayat al-Quran tersebut dalam kesunyian, seakan-akan makna ayat tersebut begitu transparan sehingga ide moral dan konteks sejarah tidak relevan dalam penafsiran mereka.

Padahal, pemahaman terhadap konteks diturunkannya ayat-ayat al-Quran sangatlah penting, karena al-Quran tidak turun dalam sebuah ruang hampa. 123

2. Kekerasan dengan Dalih Amar Makruf Nahi Mungkar

Amar makruf nahi mungkar dengan pengertian menegakkan kebenaran dan memberantas kemungkaran adalah salah satu sendi terbesar dalam setiap agama. Para

122Nasaruddin Umar, Deradikalisasi Pemahaman Al-Qur‟an &

Hadis, h. 270-271

123Muhammad Harfin Zuhdi, “Fundamentalisme dan Upaya Deradikalisasi Pemahaman Al-Qur‟an dan Hadis”, dalam Religia Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman, h. 86

nabi pun di utus untuk itu, sebab tanpa prinsip tersebut kerusakan di muka bumi akan merajalela. Di dalam Al- Qur‟an perintah itu sangatlah jelas124. Allah swt.

berfirman:































“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar[217];

merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali- Imran [3]: 104)125

Dalam haditsnya Rasulullah saw. bersabda:

Abu Bakar bin Abu Syaibah menyampaikan kepada kami dari Waki‟, dari Sufyan; dalam sanad lain, Muhammad bin al-Mutsanna menyampaikan kepada kami dari Muhammad bin Ja‟far, dari Syu‟bah, keduanya dari Qais bin Muslim, dari Thariq bin Syihab-matan hadits ini dari Abu Bakar-dia berkata: orang pertama yang mendahulukan khutbah sebelum shalat pada hari raya adalah Marwan. Kemudian seorang laki-laki berdiri dan berkata, bukankah shalat terlebih dahulu sebelum khutbah? Marwan berkata, cara seperti itu sudah ditinggalkan, Abu Said pun angkat bicara, orang tersebut telah melaksanakan kewajibannya. Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa di antara kalian mendapati kemungkaran, maka hendaknya ia mengubahnya dengan tangannya (kekuatan), bila tidak bisa maka dengan lisannya, dan kalau tidak bis, maka

126Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Shahih Muslim jilid 1, hadis no. 78, (Kairo: Dar Al-Hadits, 2005), h. 296

dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslimno. 78)127

Dalam riwayat lain, Rasulullah saw. bersabda:

Qutaibah menyampaikan kepada kami dari Abdul Aziz bin Muhammad, dari Amr bin Abu Amr, dari Abdullah al-Anshari, dari Hudzaifah bin Al-Yaman bahwa Nabi saw. bersabda: “Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, hendaknya kalian beramar makruf nahi mungkar, atau (kalau tidak) Allah akan mengirimkan azab dari sisi-Nya dalam waktu dekat, kemudian kalian berdoa dan doa kalian tidak akan dikabulkan.” Hadis ini hasan. Ali bin Hujr menyampaikan kepada kami dari

127Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Ensiklopedi

Ismail bin Ja‟far, dari „Amr bin Abu Amr dengan lanjutan sanad seperti hadits sebelumnya dan matan yang serupa. (HR. At-Tirmidzino. 2169)129

Demikian prinsip-prinsip agama mengenai amar makruf nahi mungkar. Dalam tradisi keilmuan Islam, prinsip ini dikenal dengan hisbah yang bertujuan menjaga stabilitas internal masyarakat muslim dari berbagai bentuk pelanggaran dan penyelewengan terhadap nilai-nilai agama dan kemanusiaan. Dilihat dari tujuannya sangatlah mulia, dan bukan sebuah tugas yang ringan, sehingga dalam pelaksanannya memerlukan beberapa syarat dan perangkat kelengkapannya yang memadai. Karena itu, seperti pada ayat di atas, yang diharapkan dapat melaksanakannya adalah mereka yang mencukupi syarat, tidak semua orang berkewajiban hisbah. Kata minkum mengesankan arti sebagian di antara kalian, tidak semua.130

Namun dalam kenyatannya, prinsip hisbah ini banyak dilakukan melalui cara-cara kekerasan. Tidak

129Abu Isa Muhammad bin Isa at-Tirmidzi, Ensiklopedi Hadits 6;

Jami‟ at-Tirmidzi, terj. Tim Darussunnah (Idris, Huda, dkk), (Jakarta:

Almahira, 2013) cet. 1, h.728

130Muchlis Hanafi, Moderasi Islam (Menangkal Radikalisasi Berbasis Agama)), cet. 1, h. 59

sedikit aksi kekerasan dan teror dilakukan dengan dalih amar makruf nahi mungkar. Ayat-ayat dan hadits seperti di atas dipahami apa adanya, secara literal, tanpa mempertimbangkan dan menghubungkannya dengan sekian ayat atau hadits lainnya sebagai sebuah kesatuan nilai-nilai agama. Dalam sejarah Islam klasik cara-cara seperti ini pernah dilakukan oleh Khawarij yang dikenal begitu bersemangat dalam keagamaan, tetapi dengan pemahaman sempit sehingga berlebihan. Fenomena ini telah diprediksi sebelumnya oleh Rasulullah saw. dalam sebuah sabdanya131:

Dari Suwaid bin Ghaflah, dia berkata: Ali ra. Berkata,

“Apabila aku menceritakan kepada kamu dari Rasulullah saw, maka terjatuh dari langit lebih aku sukai daripada berdusta atas nama beliau. Jika aku menceritakan maka sesungguhnya perang adalah muslihat. Aku mendengar Rasulullah saw. Bersabda, “Akan datang pada akhir zaman sekelompok dari kalangan muda, dengan pemikiran yang sempit. Mereka mengutip ayat-ayat Al- Qur‟an tetapi mereka keluar dari kebenaran seperti panah lepas dari busurnya. Iman mereka hanya sampai di tenggorokan (tidak sampai ke hati sehingga dapat memahaminya dengan baik). Dimana saja kamu mendapati mereka maka bunuhlah mereka, sesungguhnya sipa saja yang membunuh mereka maka akan mendapat pahala pada hari kiamat .” (HR. Bukhari no. 1133)132

Karena kecewa dengan perkembangan politik pasca penetapan Imam Ali sebagai khalifah, kalangan Khawarij mengafirkan lawan-lawan politik mereka, dan menyerukan pembangkangan dengan dalih pernyataan, hukum hanya bersumber dari Allah. Beberapa aksi kekerasan di Mesir di tahun sembilan puluhan seperti

132 Abu Abdillah Muhammad Isma‟il al-Bukhari, Shahih al- Bukhari jilid 3, hadits no. 3611, (Kairo: Dar Al-Fikr, 1994), h. 216

penyerangan terhadap seniman yang danggap mengumbar aurat, tempat-tempat maksiat, sarana-sarana dan fasilitas milik non-musim juga terjadi atas nama amar makruf nahi mungkar. Yang terjadi, upaya memberantas kemunkaran dilakukan dengan menimbulkan kemunkaran baru.133

3. Sikap Fanatisme Buta kelompok Radikalisme

Dalam Islam, fanatisme buta sama sekali tidak dikenal. Karena, Islam tidak memerintahkan umatnya untuk mengelu-elukan fanatisme. Baik Al-Qur‟an maupun Hadits tidak sedikit pun memerintahkan atau pun mengenjurkan sikap ini. Dakwah dalam Islam, misalnya senantiasa harus mengindahkan asas hikmah, nasihat yang baik, dan perdebatan yang fair, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur‟an. Metode-metode dakwah seperti ni tentu sangat bertentangan dengan bentuk- bentuk dakwah yang lahir dari fanatisme.134

Fanatisme agama yang kuat dan anti-pluralisme yang dilakukan oleh kaum radikal, mereka memiliki gairah

133Muchlis Hanafi, Moderasi Islam (Menangkal Radikalisasi

besar dan intens mempelajari agama, terutama al-Qur‟an dan Hadis dengan semangat yang tinggi, namun terlepas dari konteks. Mereka cenderung fanatik buta karena tidak mempelajari ajaran Islam lain di luar kelompoknya (satu arah). dalam berbagai perdebatan tidak akan menerima dan mengakui pendapat lawan debat mereka walaupun pendapat itu dekat kepada kebenaran atau kebenaran yang terkandung di dalamnya sangat jelas.Selain itu, mereka cenderung tidak mau kalah dalam diskusi, kerapkali membuat simplifikasi dan generalisasi demi pembenaran ideologinya, dan berupaya mendominasi wacana ketimbang membuka diri dalam dialog yang objektif dan kritis.135

Sikap fanatik yang berlebihan akan mengakibatkan seseorang menutup diri dari pandangan-pandangan lain dan menganggap pandangan yang berbeda dengannya sebagai pandangan yang salah atau sesat. Perasaan bahwa dirinyalah yang paling benar membuat seseorang tidak bisa bertemu dengan lainnya, sebab pertemuan akan mudah terjadi jika berada ditengah jalan, sementara dia tidak tahu mana bagian tengah dan tidak mengakui

135Syamsul Rijal, Radikalisme Islam Kasik Dan Kontemporer:

Membanding Khawarij Dan Hizbut Tahrir”, dalam jurnal AL-FIKR, h. 225- 226

keberadaannya. Seakan dia memosiskan dirinya berada di timur dan orang lain di barat. Akan lebih berbahaya lagi jika kemudian diikuti dengan pemaksaan pendapat atau pandangan yang di anutnya kepada orang lain dengan menggunakan kekerasan, atau dengan melempar tuduhan sebagai ahli bid‟ah atau sesat atau bahkan kafir, terhadap mereka yang berbeda pandangan dengannya.136

Sikap yang paling berbahaya manakala sampai pada tingkat mengkafirkan hingga menghalalkan darahnya.

Hal ini pernah terjadi pada kelompok Khawarij dimasa awal Islam yang sangat taat dalam beragama dan melaksanakan semua ibadah, seperti puasa, shalat malam, dan membaca Al-Qur‟an tetapi karena pemikiran yang sangat berlebihan mereka menghalalkan darah banyak orang muslim. Sampai-sampai seorang ulama yang tertangkap oleh kaum Khawarij agar terbebas dari pembunuhan mengaku dirinya sebagai seorang musyrik yang mencari perlindungan dan ingin mendengar firman Allah.137 Sesuai dengan firman Allah swt.:







































)

“Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, Maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ketempat yang aman baginya. demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.”

(QS. At-Taubah [9]: 6)138

138 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur`an dan Terjemahnya, Cet. ke-10, h. 187

BIOGRAFI HAMKA & TAFSIRNYA