BIOGRAFI HAMKA & TAFSIRNYA
mendirikan Sekolah Diniyah petang hari kemudian Hamka dimasukkan ke sekolah ini. Kegiatan Hamka pagi hari pergi ke sekolah desa, sore hari pergi belajar ke Sekolah Diniyah. Pada tahun 1918 ayah Hamka yakni Haji Rasul kembali dari tanah jawa. Surau Jembatan Besi tempat Syaikh Abdul Karim Amrullah atau Haji Rasul memberikan pelajaran agama diubah menjadi sebuah madrasah yang kemudian dikenal dengan Thawalib School, yang kemudian Hamka dimasukkan ke dalam Thawalib School dan berhenti dari sekolah desa.3 Riwayat pendidikan formalnya hanya sempat masuk sekolah desa selama tiga tahun dan sekolah agama di Padang Panjang dan Parabek (dekat Bukit Tinggi) kira- kira selama tiga tahun. Pengetahuan agama ia dapatkan secara otodidak (belajar sendiri).4
Pada tahun 1924 Hamka mulai merantau ke tanah Jawa, yakni untuk pengembaraan mencari ilmu yang ia mulai dari kota Yogyakarta, kota di tempat mana Muhammadiyah -Organisasi pembaharu Islam- lahir.
Lewat Ja‟far Amrullah pamannya, Hamka mendapat
3 M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar, cet.
III, hlm. 40-41
4M. Yunan Yusuf, dkk., Ensiklopedi Muhammadiyah (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 134
kesempatan untuk mengikuti kursus-kursus yang diselenggarakan oleh Muhammadiyah dan Syarikat Islam. Pada kesempatan itu, Hamka bertemu dengan Ki Bagus Hadikusumo dan mendapatkan pelajaran Tafisr Qur’an darinya. Ia juga bertemu dengan H.O.S.
Tjokroaminoto dan mendengar ceramahnya tentang Islam dan Sosialisme, Disamping itu, ia berkesempatan pula bertukar pikiran dengan beberapa tokoh penting lainnya, seperti Haji Fachruddin dan Syamsul Ridjal, keduanya merupakan tokoh Jong Islamieten Bond. Kota Yogyakarta merupakan kota penting bagi Hamka dalam pertumbuhan sebagai seorang pejuang dan penganjur Islam. Menurutnya bahwa di Yogyakarta ia menemukan
“Islam sebagai sesuatu yang hidup, yang menyodorkan suatu pendirian dan perjuangan yang dinamis.5
Setelah beberapa lama di Yogyakarta, Hamka kemudian berangkat ke Pekalongan dan menemui kakak iparnya yakni A.R. Sutan Mansyur.6 Hamka berada di sana kurang lebih selama enam bulan. Dari A. R. Sutan Mansyur Hamka mendapatkan “jiwa perjuangan”. Sejak
5 M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar, cet.
saat itu, Hamka memastikan aktualisasi dirinya sebagai seorang pengajar dan penyiar Islam. Pada usia yang relatif sangat muda yakni 16 tahun, Hamka telah berpidato di mana-mana dengan jiwa dan semangat kesadaran baru itu. Pada usia 17 tahun Hamka kembali ke Minangkabau. Sejak saat itu, ia mulai menapaki jalan yang telah dipilihnya sebagai tokoh dan ulama dalam arus perkembangan pemikiran dan pergerakan Islam di Indonesia. Di Minangkabau Hamka membuka kursus pidato bagi teman-temannya di Surau Jembatan Besi. Ia catat dan susun kembali pidato teman-temannya, kemudian diterbitkan dalam sebuah majalah yang dipimpin serta diberinya nama Khatibul Ummah.7
Pada tahun 1927, menjelang pelaksanaan Ibadah Haji berlangsung Hamka mendirikan Organisasi Persatuan Hindia Timur. Organisasi ini bertujuan untuk memberikan pelajaran agama, termasuk manasik haji kepada calon jamaah haji asal Indonesia.8 Kemudian Hamka melaksanakan ibadah haji ke Makkah dan bermukim disana kurang lebih selama 6 bulan. Selama di
7 M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar, cet.
III, hlm. 45-46
8 M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar, cet.
III, hlm. 47
Makkah, ia bekerja pada sebuah percetakan dan baru pada bulan juli kembali ke tanah air dengan tujuan Medan.9 Kemudian tinggal di medan dan aktif sebagai ulama dan bekerja sebagai redaktur majalah Pedoman Masyrakat & Pedoman Islam pada tahun 1938-1941.10
Beberapa waktu setelah perkawinannya dengan Siti Raham, Hamka mengaktifkan diri sebagai pengurus cabang organisasi Muhammadiyah di Padangpanjang. Ia diberi tugas untuk memimpin sekolah yang diberi nama Tabligh School.11 Karir Hamka dalam organisasi Muhammadiyah dimulai dari ketua bagian Taman Pustaka, Ketua Tabligh, Ketua Muhammadiyah Cabang Padang Panjang, menjadi Mubaligh di Bengkalis dan Makassar, menjadi Konsul Muhammadiyah Sumatra Timur, Ketua Majejelis Pimpinan Muhammadiyah Daerah Sumatra Barat, sampai terpilih menjadi anggota Pimpinan Pusat Muhammadiyah sejak tahun 1953- 1971.12 Hamka merupakan tokoh dan pengarang Islam.
Keahliannya dalam Islam diakui dunia Internasional
9H. M. Yunan Yusuf, dkk., Ensiklopedi Muhammadiyah, hlm. 135
10 Ensiklopedi Indonesia edisi khusus 2, hlm. 1217
11 M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar, cet.
sehingga mendapat gelar kehormatan yakni Doktor Honoris Causa dari Al-Azhar pada tahun 1955 dan Universiti Kebangsaan Malaysia pada tahun 1976.13
Kariernya dalam bidang pemerintahan sudah dimulai sejak tahun 1950. Ia menjadi pegawai negeri golongan F di Kementrian Agama yang pada waktu itu dipimpin oleh KH. Abdul Wahid Hasyim. Saat itu Hamka bertugas untuk memberi kuliah di beberapa Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) Yogyakarta, Universitas Islam Jakarta, Fakultas Hukum dan Falsafah Muhammadiyah Padang Panjang, Universitas Muslim Indonesia (UMI) di Makassar, Universitas Islam Sumatra Utara (UISU) di Medan. Pada tahun yang sama, ia mengadakan lawatan ke beberapa negara Arab setelah menunaikan ibadah Haji yang kedua kalinya. Dalam kesempatan itu, Hamka bertemu dengan pengarang- pengarang Mesir yang telah lama dikenalnya. Di antaranya: Thaha Husein dan Fikri Abadah.14
Dalam bidang politik, Hamka pernah menjadi anggota Konstituante hasil Pemilihan Umum pertama
13Ensiklopedi Indonesia edisi khusus 2 (Jakarta: PT. Ichtiar Baru- van Hoeve, 1991), hlm. 1217
14 H. M. Yunan Yusuf, dkk., Ensiklopedi Muhammadiyah, hlm.
135
tahun 1955. Kemudian ia dicalonkan menjadi wakil pemilihan Masyumi Jawa Tengah oleh Muhammadiyah.
Dalam sidang Konstituante di Bandung, ia menyampaikan pidato penolakan gagasan Presiden Soekarno untuk menerapkan Demokrasi terpimpin.
Setelah Konstituante dan Masyumi dibubarkan oleh Presiden Soekarno, maka akhirnya Hamka memusatkan perhatiannya pada kegiatan Dakwah Islamiyah.15
Pada tahun 1957, ketika Majelis Ulama Indonesia (MUI) terbentuk, ia terpilih menjadi ketua umum pertama dan juga periode kedua pada tahun 1980.
Namun, sebelum berakhir masa jabatannya, ia akhirnya mengundurkan diri sebagai ketua umum karena bertentangan dengan pemerintahan dalam masalah perayaan Natal bersama. Ia mengeluarkan fatwa MUI yang mengharamkan umat Islam melakukan perayaan Natal bersama.16
Dua bulan setelah pengunduran dirinya sebagai ketua umum MUI, Hamka masuk rumah sakit akibat serangan jantung. Selama kurang lebih dua minggu
15 H. M. Yunan Yusuf, dkk., Ensiklopedi Muhammadiyah, hlm.
136
Hamka di rawat di rumah sakit Pertamina Pusat Jakarta.
Upaya telah dilakukan oleh pihak dokter ahli dalam menanganai kesembuhan Hamka secara maksimal.
Namun Allah berkehendak lain, pada tanggal 24 Juli 1981 Hamka meninggal dunia di Jakarta pada usia 73 tahun.17
2. Karya-Karya Hamka
Di Bawah Lindungan Ka’bah terbit pada tahun (1938), Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck terbit pada tahun (1939), Merantau ke Deli terbit pada tahun (1940), Di Dalam Lembah Kehidupan terbit pada tahun (1940) yang merupakan kumpulan cerita pendek, Negara Islam, Islam dan Demokrasi, Revolusi Pikiran, Revolusi Agama, Adat Minangkabau Menghadapi Revolusi, dan Dari Lembah Cita-Cita kesemuanya terbit pada tahun 194518, Ayahku terbit pada tahun (1949) yang merupakan riwayat hidup dan kisah perjuangan ayahnya.19
17 M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar, cet.
III, hlm. 55
18 M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar, cet.
III, hlm. 49
19 H. M. Yunan Yusuf, dkk., Ensiklopedi Muhammadiyah, hlm.
137