• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN

Dalam dokumen Pelajari tentang Tafsir Jalain (Halaman 172-175)

Mengetahui asbCbun

nuzll ini

banyak manfaatnya. Salahlah kalau ada orang yurrf

-"ngat"Lan

bahwa ilmu

ini

tiada gunanya, karena terjadinya sesuai de-

"g* p""j.tanan

sejarah.

Di

antara faedah-faedahnya

itu

ialah

untuk

menge-

tahui

makna

atau artinya

serta melenyapkan

kemusykilan. N-Wahidi

me'

ngatakan bahwa

tidak

mungkin m6ngetahui

tafsir

suatu ayat tanpa menge-

niti tisat

dan sebab-sebab turunnya, sementara menurut Ibnu Daqiqirid, As- bEbun

nuz[l ini

merupakan

jalan

yang ampuh

untuk

memahami makna-mak-

na Al-Qu/an. Ibnu tlimiyat,

mengatakan

pula

bahwa mengetahui asbdbun nuzill memberikan penjelasan

untuk

memahami ayat, karena mengetahui se- bab akan mempermudah

kita untuk

mengetahui musabab. Tidak jarang keja-

dian, suatu

golongan salaf menemui

kesulitan

dalam memahami ayat'ayat sampai

-"""L

berhasil menemukan sebab-sebab hrrunnya, maka

di

waktu

itu

hilanglah kesulitan-kesulitan tersebut. Contoh-contoh demikian telah dipa- parkan pada pasat ketujuh dari

kitab

Itqan

fi lllfrmil Qddn,

dan saya sebut'

iun prt.

faedah-faedah lainnya berupa pembahasan dan penyelidikan yang

ti-

dak dapat dimuat dalam

kitab

seperti

ini.

x"t Al-W.tidi: "Tidak boleh

menyebutkan asbabun

nuzdl dari

AI-

Quran kecuali dengan adanya riwayat dan pendengaran dari orang yang me' nyaksikan turunnya ayat serta menyelami sebab musabab dan menyelidiki

il-

munya."

Kata Muhammad bin sirin: saya pernah

menanyakan

kepada

Abu Ubaidah

tentang suatu ayat Al-Qufan,

jawabnya:

"Takutlah Anda

kepada

Allah

dan hendaklah selalu mengucapkan kebenaran! Orang-orang yang me-

ngetahui mengenai apa yang diturunkan ayat Al-Qur'an telah berlalu."

Kata

yang

lain:

Mengetahui asbcbun

nuzll ini

suatu

hal

yang dapat di- capai oleh sahabat dengan adanya qarinah-qarinah atau-petunjuk-petunjuk yang penuh dengan kasus. Adakalanya sebagian mereka tidak dapat'memasti- iiurrrryu, maka dikatakannyalah: "Saya

kira

ayat

ini turun

tentang hal

ini",

se-

perti yang dikatakan oleh Zubair mengenai ayat "tidah'demi Tuhanmu, tnere' ha tid.ak beriman... sampai dengan

akhir

ayat". (Surat An-Nis-a ayat 65)

Berkata

Hakim

mengenai

ilmu-ilmu

hadis,

jika

seorang sahabat menyak- sikan wah5ru dan

turunnya

suatu ayat Al-Qur'an menyampaikan bahwa ayat

I

i

LUBABUN NUoUL r[rcaAgt].I

NUaI

i

itu diturunkan

mengenai "masalah

ini", maka hadis itu

dianggap sebagai musnad. Pendapat ini juga merupakan pendapat Ibnus

salIh.

Mereka menge- mukakan contoh seperti yang dikeluarkan oleh Muslim,

dari Jabir,

katanya:

"orang-orang Yahudi mengatakan bahwa barangsiapa yang melakukan hu- bungan kelamin dengan

istrinya

dari pinggulnya, maka anaknya akan menja- di

juling".

Maka

Allah pun

menurunkan:

"Istrimu itu

menjadi tempat perse-

maian

bagimu

...

sampai dengan

akhir

ayat."

(surat Al-Baqarah

ayab 22J)

IGta

Ibnu Taimiyah:

IGta

mereka bahwa ayat

ini turun

tentang masalah

ini", maksudnya adakalanya untuk menyatakan asbdbun nuzil,

adakalanya pula bahwa masalah

itu

tercakup dalam ayat tersebut, walaupun

tidak

meru- pakan sebab turunnya. Dalam hal

ini tidak

ada perbedaannyajikaAnda kata- kan: "Yang dimaksud dengan ayat

ini

ialah begini."

Para ulama berbeda paha.m tentang ucapan sahabat "ayat

ini

diturunkan tentang

ini",

apakah

itu

sama halnya

jika ia

menyebutkan sebab turunnya ayat, ataukah dianggap sebagai tafsirnya belaka yang

tidak

termasuk dalam musnad?

Bukhari

menganggapnya termasuk, sedangkan yang lainnya mengatakan

lidak

termasuk. IGbanyakan

kitab-kitab mwnad

misalnya Musnad Ahmad dan lainnya

mengikuti istilah ini,

berbeda halnya

jika

disebutkan sebab tu- runnya

itu

di belakangnya, mereka memasukkannya sebagai musnad.

Berkata zarkasyi dalam

kitab

Al-Burhan: "Telah menjadi kebiasaan bagi para sahabat dan tabiin,

jika

seseorang

di

antara mereka mengatakan ,,ayat

ini

diturunkan tentang

ini",

maka yang dimaksudnya ialah bahwa ia mengan- dung hukum

ini,

dan bukan merupakan sebab turunnya.

Jadi

termasuk da- lam

jenis istidlal

-mengambil alasan-

terhadap hukum pada ayat dan bu- kan dari jenis menceritakan apa yang kejadian".

IGta

saya: "yang menyebab- kan menghangatnya perbedaan tentang asba'bun

nuz[l

ialah agar setiap ayat yang

turun di

saat terjadinya peristiwa

itu tidak

mengalami "nasib" seperti yang disebutkan oleh

Al-wahidi

tentang surat

Al-Fil

bahwa sebab turunnya

ialah

kisah penyerbuan orang-orang Habsyi, demikian

itu

sekali-kali bukan merupakan asbdbun

nuz[l

tetapi hanyalah berita tentang peristiwa-peristiwa

di

masa lampau, misalnya kisah umat Nabi Nuh, kaum 'Ad, Sarnud, pemba- ngunan

Katah,

dan lainJain. Demikian pula apa yang disebutkannya tentang sebab-sebab pengangkatan Ibrahim sebagai

khalil

(kekasih) dalam firman-Nya

"Dan

Allah

mengambil

lbrahirn

sebagai

hhalil." (surat An-Nisa ayat

L25) Demikian

itu

bukanlah merupakan asbdbun

nuzll.,

Perhatian

Pertama: Yang dianggap dan dimasukkan sebagai musnad dari sahabat, ialah yang diriwayatkan oleh Tabi'i, walaupun mursal, tetapi hakikatnya

marfu'ar- tinya

bersumber

dari Nabi

SAW.

Itu

dapat diterima,

jika

sanadnya sah. Di antara para

ahli tafsir

yang mengambil dari para sahabat misalnya Mujahid,

l

I

I l

I

I

i

t i

I

I

LUBABUN NUOUL rI RSEASII.I ruU6I- 165

Ikrimah,

dan Said bin Jubair.

Atau

dapat pula

jika

mursal

itu

diperkuat oleh mursal yang laiu, dan sebagainYa.

Kedua:-seringkali

terjadi para ahli tafsir

menyebutkan beberapa sebab tentang turunnya suatu ayat

itu.

Cara

kita

berpegang dalam hal

ini

ialah de- ngan melihat ucapan yang dipergunakannya.

Jika

salah seorang mengatakan:

"Ayat

ini turun

tentang

ini",

dan kata yang lain: : ""Ia

turun

dalam hal

ini", lalu

disebutkan soal lainnya, seperti yang

telah

diterangkan

dulu

maksudnya ia- lah,

tafsir,

bukan asbdbun nuzd}, hingga

tak

ada pertentangan antara kedua ucapan

itu

sebagaimana telah dijelaskan dalam kiLab Al-Itq-d'n yakni,

jika

ke- duanya tercakup oleh

lafal.

Karena

itu

sudah sewajarnyalah

jika

hal-hal se-

perti ini tidak

dicantumkan dalam

kitab-kitab

asbdbun

nuzll,

kecuali dalam kitab-kitab mengenai hukum-hukum Al-Qur'an.

Jika

seseorang menyatakan dengan perkataannya:

"Ayat ini turun

ten- tang

ini",

sedangkan yang

lain

menegaskan suatu asbabun

nuz[l

yang berla-

inan dari itu,

maka penegasan

dari

yang

lain itulah

yang akan menjadi pe- gangan. Contohnya ialah keterangan Ibnu Umar mengenai firman-Nya:

"Istri-

itti*u

merupakan tenxpat persemaian bagimu". (Surat Al-Baqarah ayaL 223)

diturunkan

khusus tentang mencampuri

istd dari

pinggul, sedangkan Jabir menegaskan suatu sebab

lain

yang berlainan

dari itu,

maka

yang

menjadi pegangan ialah penegasan dari Jabir ini.

Seandainya seseorang meny6butkan suatu sebab, sedangkan lainnya me- nyebutkan sebab yang berbeda, kemungkinannya

ayat itu turun tidak

lama sesudah berbagai sebab tersebut, seperti yang akan

ditemui nanti

pada ayat ,,Li,an," adakala

pula

ayat

itu turun

dua

kali

seperti pada ayat tentang ruh, pada bagian

terakhir dari

surat An-Nahl dan firman-Nya

"fidok

selayahnya bagi nabi dan orang-orang yang berirnon ... sampai dengan

akhir

ayat." (Surat At-Taubah ayat 113)

Di antara hal-hal yang

menjadi pegangan

dalam tarjih

-menentukan

mana yang lebih

kuat-

ialah dengan melihat isnad, kemudian

jika

perawi sa- lah satu dari kedua asbdbun

nuzll itu hadir

dalam peristiwanya atau terma-

suk dalam

golongan ulama-ulama

tafsir, misalnya Ibnu

Abbas

dan

Ibnu

Mas'ud. Adakalanya

lagi ia terlibat

dalam salah satu

dari

kedua kasus ter- sebut, hingga perawinya menjadi ragu,

lalu

katanya:

"Diturunkan

...",

hal ini

akan ditemui pada surat Az-Zumar.

Ketiga:

?(tab

yang paling masyhur mengenai ilmu asbdbun

nuzo

dewasa

ini

ialah kitab karya Al-Wahidi, sedangkan kitabku

ini

mempunyai perbedaan dengan

kitab

tersebut dalam beberapa

hal

Pertamo, menyajikannya secara ringkas. Kedua, menghimpun banyak pendapat, hingga memuat tambahan yang

tidak

sedikit apa yang telah dikemukakan oleh

Al-wahidi

dengan mem-

ieri ciri huruf kaf

pada tambahan tersebut. Ketiga, menghubungkan setiap hadis kepada yang mengeluarkannya

di

antara

pemilik kitab-kitab

yang di-

akui, misalnya kitab yang

enam,

Mtntadrak, Sahih lbnu Hibban'

Sunan Baihaqi dan Daruqulni, Musnad Ahmad, Bazzar dan Abu Ya'la serta Mu'jam

?b:??i _9"n Tafsir Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatirn, Ibnu Murdautaih,

Abusy

syaikh,Ibnu

Hibban, Faryabi, Abdur Razzaq, Ibnur

Mun2ir

dan rain-rain. Me_

ngenai kitab

Al-wahidi,

adakalanya dikemulakannya hadis

berikut

isnadnya,

tetapi di

samping

terlaru

panjang

tidak diketahui

siapa

yang

mengeruar_

kannya. Tidak syak lagi, menyebuikan sumbernya dari salah satu

kitab

yang disebutkan

tadi lebih

.1t1ma daripada menyandarkannya

pada

penjelasan yang bertele-tele

dari Ar-wahidi

semata, karena

ritab-kitau

tersebut sudah terkbnal

lagi

tepercaya hingga

hati

pun puas dan rega menerimanya. Adaka_

lanya

pula

disebutkan secara.terputus hingga

kita-tiaak

dapat mengetahui apakah

ia

punya isnad atau tidak. Keemyat, memisahkan yang sah dari yang

tidak,

dan yang

diterima dari

yang ditoiak- Kerima,

*"rrg"hi-prn

riwayat_ri_

*1yuJ yang bertentangan. Keenam, menyingkirkan hal-ha-i yang

tidak

terma_

suk dalam asbdbun

nuzil.

166 RssEauN ruuzUr_ suRAT AL-BAeARAH

ASBABUN NUZUL

Dalam dokumen Pelajari tentang Tafsir Jalain (Halaman 172-175)

Dokumen terkait