• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN

A. Tinjauan Pustaka

9. Penelitian yang Relevan

1) Tahap enaktif (enactive), seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upayanya untuk memahami lingkungan sekitarnya. Artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik.

Misalnya, melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya.

2) Tahap ikonik (iconic), seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan dan perbandingan.

3) Tahap simbolik (symbolic), seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuan dalam berbahasa dan logika. Semakin matang seseorang dalam proses berpikirnya, semakin dominan system simbolnya. Meskipun begitu tidak berarti ia tidak lagi menggunakan system enaktif dan ikonik.

Hal ini sesuai dengan prinsip model discovery learning yang menekankan kegiatan yang selalu memotivasi siswa dan menumbuhkan rasa percaya diri siswa.

lebih baik dari pada pembelajaran ekspositori dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Sejalan dengan penelitian Suriyani, Hasratuddin, dan Asmin (2015:230) bahwa terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif antara siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran matematika dengan pendekatan open ended dan pembelajaran konvesional.

Sementara berdasarkan penelitian Faridah, Isrok’atun, dan NurAeni (2016:1067) bahwa pendekatan open ended lebih baik daripada pendekatan konvesional dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.

Lebih lanjut lagi, Yuniarti, Kusumah, Suryadi, dan Kartasasmita (2017:661) “ The above result show that the achievement of the mathematical creative tinking ability of students who have open-ended problems based analytic-synthetic learning is significantly batter than conventional learning”. Dapat disimpulkan bahwa pencapaian kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dengan soal open-ended berbasis pembelejaran analytic-synthetic secara signifikan lebi baik daripada pembelajaran konvesional.

Nehe, Surya, dan Syahputra (2017:2151) “Creative thinking is a mental activity that is associated with sensitivity to the problem, consider the new information and ideas that are not usually with an open mind and can creat relationships in solving problems. Creative thinking is one of higher level human”. Yang artinya berpikir kreatif adalah aktivitas mental yang dikaitkan dengan kepekaan terhadap masalah, pertimbangan informasi dan ide baru yang biasanya tidak dengan pikiran terbuka dan bisa menciptakan hubungan dalam pemecahan masalah. Kreatif berpikir adalah salah satu pemikiran manusia tingkat

tinggi yang dimulai dengan mengingat kembali, pemikiran dasar, pemikiran kritis, dan kreatif berpikir.

Secara garis besar model discovery learning dimulai dari menghadapkan siswa pada suatu masalah agar mendorong siswa terlibat aktif dalam menemukan konsepnya sendiri. Hal ini dapat diharapkan mampu meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Berdasarkan hasil penelitian Mursidik, Samsiyah, dan Rudyanto (2015:31) mengungkapkan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa untuk kategori tinggi pada aspek berpikir lancar, berpkir luwes, keaslian berada pada kriteria terbaik. Sedangkan kemampuan pada aspek berpikir elaborative sangat baik. Kemampuan berpikir kreatif siswa untuk kategori sedang pada aspek berpikir lancar, aspek berpikir luwes dan aspek berpikir orisinal berada pada kriteria baik. Sedangkan kemampuan pada aspek berpikir elaborative berada pada kriteria sangat baik. Kemampuan berpikir kreatif siswa untuk kategori rendah secara keseluruhan berada pada kriteria kurang baik. Secara keseluruhan untuk siswa kemampuan rendah masih perlu pembinaan. Sejalan dengan penelitian Nasution, Surya, dan Syahputra (2015:47) menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis dan kemandirian belajar siswa yang diberi pembelajaran berbasis masalah (PMB) lebih tinggi daripada peningkatan berpikir kreatif matematis dan kemandirian belajar siswa yang yang memperoleh pembelajaran konvesional.

Yuliana, Tasari, ,dan Wiajayanti (2017:8) “It is Guided Discovery Learning Model is more effective than Conventional Model to improve students’

understanding toward integral”. Dapat disimpulkan bahwa Model Pembelajaran guided discovery learning lebih efektif daripada model konvesional untuk

meningkatkan pemahaman siswa terhadap integral. Model Pembelajaran guided learning terbukti lebih efektif karena dalam proses pembelajaran para siswa dilibatkan dalam menemukan konsepnya. Selanjutnya Simbolon, Muliyono, Surya, dan Syahputra (2017:730) Application of Problem Solving learning strategi by using Macromedia Flash can enhance the ability of critical thinking of students. Hal ini berarti penerapan strategi pembelajaran problem solving dengan menggunakan Macromedia Flash dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Hal ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Surya, Syahputra, dan Dermawan (2017:39) tentang The Efforts To Improving The Creative Thinking Ability Through Problem Based Learning Of Junior High School Students menyimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran berbasis masalah dalam pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa kelas VII-3 SMP Negeri 1 Rantau Selatan. Hal ini dapat diketahui dari hasil uji kemampuan berpikir kreatif siswa pada siklus 2 lebih tinggi dari siklus 1.

Persentase banyak siswa yang memiliki kemampuan minimal “medium” sebesar 56,41% pada siklus 1 meningkat menjadi 87,18% pada siklus 2. Dan pembelajaran dengan menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Masalah juga dapat membuat aktivitas siswa dalam pembelajaran menjadi kategori yang baik.

Selain itu, dalam penelitian ini juga membahas tentang representasi matematis siswa dalam belajar. Berdasarkan hasil penelitian di kelas VIIA SMP Negeri 1 Indralaya Utara, maka diperoleh gambaran kemampuan representasi matematis siswa dengan menggunakan pembelajaran berbasis teori Van Hiele pada materi segiempat dapat dikategorikan cukup baik, adapun rinciannya sebagai berikut: persentase siswa yang memiliki kemampuan representasi matematis

sangat tinggi sebesar 7,41%, persentase siswa dengan kemampuan representasi matematis tinggi sebesar 55,56%, persentase siswa dengan kemampuan representasi matematis sedang sebesar 33,33% dan persentase siswa dengan kemampuan representasi matematis kurang sebesar 3,7%. Persentase pencapaian siswa yang sudah mampu mempresentasikan tingkat berpikir level-level teori Van Hiele dengan rincian sebagai berikut: persentase siswa yang mampu mempresentasikan di tingkat berpikir level 0 teori Van Hiele dengan representasi visual sebesar 100%, persentase siswa yang mampu mempresentasikan di tingkat berpikir level 1 teori Van Hiele dengan representasi verbal sebesar 74,07%, persentase siswa yang mampu mempresentasikan di tingkat berpikir level 2 teori Van Hiele dengan representasi verbal sebesar 22,22% sedangkan representasi simbolik sebesar 37,03%.

Sementara, penelitian Kurniati, Pujiastuti, dan Kurniasih (2017:115) mengungkapkan bahwa kemampuan berpikir kritis peserta didik yang menerima pembelajaran discovery learning berbantuan Smart sticker lebih baik daripada peserta didik yang menerima pembelajaran Ekspositori. Sejalan dengan hasil penelitian Rambe dan Surya (2017:11) dengan model pembelajaran discovery learning lebih baik dan efektif untuk diterapkan dalam kegiatan pembelajaran matematika khususnya pada materi Lingkaran karena telah terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Berdasarkan dari beberapa penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model discovery learning lebih efektif dibanding dengan pembelajaran biasa.

Keefektifan tersebut ditinjau dari segi strategi pembelajaran, respon siswa

terhadap komponen pembelajaran, kemampuan guru mengelola pembelajaran, respon siswa terhadap komponen pembelajaran dan hasil belajar siswa. Implikasi dari beberapa penelitian diatas adalah model pembelajaran discovery learning akan berpengaruh positif terhadap hasil belajar matematika, prestasi belajar siswa, peningkatan motivasi, keaktifan, kreativitas dan kemampuan matematika siswa.