• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

C. Pengertian Pajak

Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau suatu Negara dalam pembiayaan pembangunan yaitu menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa pajak. Dimana pajak digunakan untuk membiayai pembangunan untuk kepentingan umum. Pajak adalah masalah masyarakat dan Negara sehingga setiap orang yang hidup dalam suatu Negara harus berhubungan dengan pajak. Sebagai anggota masyarakat dalam suatu negara harus mengetahui segala permasalahan yang berhubungan dengan pajak, baik

mengenai asas, jenis dan tata cara pembayaran serta hak dan kewajiban sebagai wajib pajak.

Apabila membahas mengenai pengertian pajak, banyak para ahli memberikan argumen diantaranya pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro dikutip oleh Mardiasmo (2009:1), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang- undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum .

Pembayaran pajak kepada Negara yang dilakukan pada sistem perpajakan yang lama sebagian besar merupakan warisan kolonial, sehingga untuk masa sekarang dianggap kurang memperhatikan hak asasi rakyat. Dahulu, falsafah yang dianut adalah pajak dipungut hanya merupakan kewajiban semata-mata yang harus dilaksanakan rakyat secara patuh untuk menghimpun dana bagi pemerintah penjajah.

Pada masa sekarang, falsafah pemungutan pajak adalah berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 yang berdasarkan Pancasila. Pemungutan pajak dilakukan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, di mana sistem dan mekanismenya menjadi ciri tersendiri dalam sistem perpajakan Indonesia.

Menurut Prasetyono (2012: 11), ciri dari corak perpajakan Indonesia adalah sebagai berikut :

1. Pemungutan pajak merupakan perwujudan, pengabdian, dan peran serta wajib pajak untuk pembiayaan Negara dan pembangunan nasional.

2. Tanggung jawab mengenai penunaian kewajiban pajak berada pada anggota masyarakat wajib pajak itu sendiri

3. Wajib pajak diberi kepercayaan penuh untuk dapat melaksanakan kegotong royongan nasional melalui seistem menghitung dan menyetor sendiri pajak yang terutang.

Adapun pemahaman pajak dari perspektif hukum, adalah suatu perikatan yang muncul karena adanya undang-undang yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga Negara untuk menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada negara, negara mempunyai kekuatan untuk memaksa, dan uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahn.

Pendekatan hukum ini memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut harus berdasarkan undang-undang, sehingga menjamin adanya kepastian hukum, baik bagi fiskus (petugas pemeriksa pajak) sebagai pengumpul pajak maupun wajib pajak sebagai pembayar pajak.

Pajak, menurut pasal 1 angka 1 UU No.6 Tahun 1983 sebagaimana telah disempurnakan terakhir dengan UU No.36 Tahun 2008 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Anonim (2012 : 4) :

“Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Banyak sekali definisi pajak yang diungkapkan oleh para ahli, khususnya ahli di bidang keuangan negara (public finance), ekonomi, maupun hukum.

Diantaranya pendapat yang dikemukakan oleh Adriani dikutip oleh Prasetyono (2012 : 12) bahwa definisi pajak adalah sebagai berikut:

“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang oleh wajib pajak yang membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapatkan prestasi secara kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara menjalankan pemerintahan”.

Menurut Sumitro, dikutip oleh Prasetyono (2012 : 13)“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berasarkan undang- undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Defenisi tersebut kemudian dikoreksinya, sehingga menjadi berbunyi sebagai berikut. Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.

Pajak bagi suatu negara pada prinsipnya mempunyai peran ganda, yaitu fungsi fiskal (budgetair) dan fungsi mengatur (regurelend). Dari kedua fungsi tersebut, kadang-kadang fungsi budgetair lebih menonjol dari pada fungsi regurelend.

Dari beberapa pengertian tentang definisi Pajak sebagaimana tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Pajak merupakan :

1) Iuran atau kontribusi (di dalam Undang-Undang lebih ditekankan pada istilah “peran serta” ) yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan yang berakibat adanya sanksi.

2) Yang dipungut oleh Pemerintah Pusat; Pemerintah Daerah Provinsi;

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, yang tidak mendapatkan imbalan secara langsung.

3) Yang oleh Pemerintah Pusat; Pemerintah Daerah Provinsi ataupun Pemerintah Kabupaten/Kota; dipergunakan untuk membiayai pengeluaran dalam penyelenggaraan negara/pemerintahan.

1. Fungsi Pajak

Menurut Prasetyono (2012:19) bahwa : Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya dalam pelaksanaan pembangunan, karena pajak merupakan sumber pendapatan Negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan.

Berdasarkan hal tersebut, maka pajak mempunyai beberapa fungsi,

1) Fungsi Anggaran (Budgetair)

Sebagai sumber pendapatan Negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran Negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin Negara dan melaksnakan pembangunan, Negara membutuhkan biaya. Biaya tersebut dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini, pajak digunakan untuk pembiayaan rutin, seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintahan, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah tersebut dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat, dan ini terutama diharapkan dari sector pajak.

2) Fungsi Mengatur (Regulered)

Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencaoai tujuan. Contohnya, dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Sedangkan dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeripembangunan.

Berdasarkan hal tersebut, maka pajak mempunyai beberapa fungsi, diantaranya sebagai berikut .

Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga, sehingga inflasi dapat dikendalikan. Hal ini bisa dilakukan, antara lain dengan jalan. Mengatur peredaran uang dimasyarakat, pemungutan pajak, serta penggunaan pajak yang efektif dan efisien.

4) Fungsi Redistribusi Pendapatan

Pajak yang sudah dipungut oleh Negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat

2. Jenis-Jenis Pajak Di Indonesia a. Menurut golonga:

1. Pajak langsung, yaitu pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain, tetapi menjadi beban langsung wajib pajak yang bersangkutan, misalnya pajak penghasilan (PPH).

2. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain, misalnya pajak pertambahan nilai (PPN).

b. Menurut sifatnya:

1. Pajak subjektif yaitu pajak yang berdasarkan subjeknya, yang selanjutnya dicari secara objektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan dari wajib pajak, misalnya PPh.

memperhatikan keadaan dari wajib pajak, misalnya PPN dan PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah)

c. Menurut Pungutannya:

1. Pajak Pusat atau Pajak Negara yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dan digunakan untuk membiayai Rumah Tangga Negara. Terdiri atas:

a) Pajak Penghasilan : Diatur dalam UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang diubah terakhir kali dengan UU No. 36 Tahun 2008 b) Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Diatur

dalam UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang diubah terakhir kali dengan UU No.

42 Tahun 2009

c) Bea Materai : UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai.

d) Bea Masuk : UU No. 10 Tahun 1995 jo. UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan.

e) Cukai : UU No. 11 Tahun 1995 jo. UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai.

2. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai Rumah Tangga Daerah. Contoh: Pajak reklame, pajak hotel, dll.

3. Sistem Pemungutan Pajak

Sistem Pemungutan Pajak menurut Mardiasmo (2009 : 7 ) yaitu a. Official Assesment System

pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya :

1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.

2) Wajib pajak bersifat pasif.

3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

b. Self Assesment System

Adalah suatu sistem pemungutan yang memberikan wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan besarnya pajak yang terutang.Ciri-cirinya : 1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib

pajak.

2) Wajib pajak aktif, mulai menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang .

3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi c. With Holding System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memeberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri- cirinya : wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak .

Tarif pajak didefenisikan suatu angka tertentu yang digunakan sebagai dasar perhitungan pajak. Ada 4 macam tarif pajak yaitu (Mardiasmo 2011: 9) : 1) Tarif sebanding/prporsional

Tarif yang berupa persentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak.

2) Tarif Tetap

Tarif yang berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak terutang tetap.

3) Tarif progresif

Persentase tariff yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar. Menurut kenaikan persentase tarifnya, tariff progresif dibagi:

a) Tarif progresif progresif : kenaikan persentase semakin besar b) Tarif progresif tetap : kenaikan persentase tetap

c) Tarif progresif degresi : kenaikan persentase semakin kecil 4) Tarif degresif

Persentase tariff yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) diterapkan di Perancis pada tahun 1954. Pajak Pertambahan Nilai pada saat itu diterapkan dengan sistem yang mudah dan sederhana. Undang-undang Nomor 11 tahun 1994, tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai. Sangat memberikan dedikasinya kepada negara dan bangsa Indonesia, undang-undang PPN 1984 secara resmi diubah menuju arah kesempurnaan. Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan pada setiap nilai tambah (added value) yang muncul dalam setiap jalur produksi dan distribusi sebagai akibat adanya penggunaan berbagai faktor produksi dari berbagai mata rantai dari perusahaan yang menyebabkan nilai tambah barang tersebut selalu berubah dalam setiap jalur produk yang merupakan dasar penggunaan pajak dalam setiap Pajak Pertambahan Nilai.

Untuk mengetahui lebih jelasnya pengertian Pajak Pertambahan Nilai para ahli memberikan pengertian atau definisi sebagai berikut : Menurut Diaz Priantara (2012:407), Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak tidak langsung atas konsumsi di daerah pabean, artinya beban pajak tersebut dapat dialihkan kepada pihak lain, sepanjang pihak yang mengalihkan pajak tersebut memenuhi syarat sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Menurut Munawir (2010: 231) Pajak Pertambahan Nilai dipungut pada berbagai jalur produksi dan distribusi, sedangkan pajak penjualan barang mewah dipungut satu kali saja. Berdasarkan definisi tersebut, maka Pajak

juga setiap penyerahan jasa oleh pemberi jasa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan pada setiap pedagang yang bergerak dalam perdagangan distribusi asal terdapat pertambahan nilai dari barang tersebut.

Kemudian menurut Untung Sukardji (2010:19) Pajak Pertambahan Nilai adalah merupakan pajak tidak langsung, artinya bahwa pajak tersebut terutang oleh perusahaan namun beban pajaknya pada pihak lain yang melakukan transaksi yang berupa pembelian, penerimaan jasa dan sebagainya.

Jelaslah bahwa pajak pertambahan nilai adalah pajak tidak langsung yang dipungut oleh pengusaha dan dibebankan melalui pihak lain yang melakukan transaksi, dengan kata lain Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dipungut dari konsumen akhir dari barang tersebut.

a. Subjek dan Objek Pajak Pertambahan Nilai 1) Subjek Pajak Pertambahan Nilai

Subjek pajak Pertamabahan Nilai adalah pengusaha kena pajak. Pengusaha orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah, melakukan usaha jasa atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.

2) Objek Pajaka Pertambahan Nilai

Pajak pertambahan nilai dikenakan atas :

oleh pengusaha. Penyerahan barang dikenakan pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

 Barang yang berwujud yang diserahkan merupakan barang kena pajak.

 Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan barang kena pajak tidak berwujud.

 Penyerahan dilakukan didalam daerah pabean

 Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaanya.

b) Impor barang kena pajak

c) Penyerahan jasa dilakukan didalam daerah pabean oleh pengusaha.

Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

 Jasa yang diserahkan merupakan jasa kena pajak

 Penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.

d) Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean ke daerah pabean

e) Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean ke daerah pabean

f) Ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak

g) Kegiatan pembangunan sendiri yang dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan.

semula aktiva tersebut tidak diperjualbelikan, sepanjang pajak pertambahan nilai yang dibayar pada saat perolehan dapat dikreditkan.

D. Dasar Pengenanan Pajak dan Tarif

Menurut untung sukardi dasar pengenaan pajak atas impor barang kena pajak adalah nilai impor yaitu berupa uang yang menjadi dasar perhitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pabean . Rumus umum :

Dalam surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-358/PJ.32.1990 bulan November 1990, ditegaskan bahwa dapat terjadi harga impor yang berbeda antara:

1) Harga impor menurut laporan pemeriksa Survenyor (LPS) yang dibuat oleh Survenyor tanpa terikat pada harga menurut invoice

2) Harga impor menurut PIUD (Pemeriksa Impor Untuk Dipakai) yang sesuai dengan syarat penyerahan (CIF)

3) Harga Impor yang di pengarauhi oleh praktek under invoicing

Dalam hal terjadi kasus seperti ini, maka nilai impor yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak adalah :

1) Nilai impor yang dihitung berdasarkan Laporan Pemeriksaa Survenyor

Nilai Impor = Harga Impor (CIF) + Bea Masuk

berdasarkan Laporan Pemeriksaan Survenyor, yang dibuktikan dengan jumlah PPN/PPnBM yang disetor menurut Surat Setoran Pajaknya.

3) Berdasarkan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak nomor : SE- 35/PJ.322/1990 tanggal 15 November 1990 tersebut di atas, ditegaskan bahwa dalam terjadi under invoicing atas impor, dasar pengenaan pajak akan dikoreksi berdasarkan harga pasar wajar yang diminta oleh importir atau distribusi, yang pada umumnya akan diketahui pada mata rantai jalur distribusi berikutnya. PPN/PPnBM yang kurang dibayar akibat dari prkatek under invoicing dapat ditagih pada setiap mata rantai distribusi yang melakukan praktek under invoicing tersebut.

Tarif Pajak Pertambahan Nilai yang berlaku atas impor barang kena pajak adalah 10%. Sedangkan tarif nilai pajak pertambahan nilai yang berlaku atas ekspor barang kena pajak yaitu 0%.

Adapun penetapan tarif dapat diberikan sebelum atau sesudah Pemberitahuan Pabean diserahkan, sedangkan penetapan nialai pabean hanya dapat diberikan setelah pemberitahuan Pabean diserahkan. Pengertian dapat dimaksudkan bahwa pejabat Bea dan Cukai menetapkan tarif dan nilai pabean, hanya dalam hal tarif dan nilai pabean yang diberitahukan dalam Pemberitahuan Pabean berbeda dengan tarif dan nilai pabean yang ada atau yang sebenarnya sehingga dapat mengakibatkan :

tetapkan lebih tinggi.

2) Bea masuk lebih bayar dalam hal tarif dan atau nilai pabean yang ditetapkan lebih rendah.

E. Bea Masuk

Bea masuk adalah pungutan negara berdasarkan undang-undang yang dikenakan terhadap barang yang memasuki daerah pabean. Sebagai salah satu jenis pajak berdasar asas domisili. Bea masuk menggunakan sistem tarif advalorum yang besarnya diatur oleh Menteri Keuangan dan dicantumkan dalam Harmonized System. Barang yang diimpor ke Indonesia wajib membayar bea masuk sebelum dikeluarkan dari kawasan pabean, kecuali dalam beberapa hal tertentu yang diatur dalam undang-undang.

1. Perhitungan Bea Masuk

Jenis dan kondisi barang impor akan sangat memengaruhi pengenaan bea masuknya. Bea masuk atas barang impor dihitung dari unsur harga barang (Cost), unsur Asuransi (Insurance) dan biaya angkut (Freight) yang dikonversi dalam satuan kurs Rupiah dengan nilai tukar yang berlaku pada hari dihitungnya bea masuk tersebut. Hasil perhitungan dari ketiga unsur tersebut disebut Nilai Pabean yang selanjutnya besarnya bea masuk akan didapatnya dengan dikalikan besaran bea masuk.

Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor” (Adrian Sutedi, 2012: 168). Didalam sistem sistem self asessment, besarnya nilai pabean harus diberitahukan oleh Importir dalam suatu pemberitahuan pabean dengan jujur. Nilai pabean adalah nilai yang digunakan sebagai dasar untuk menghitung Bea masuk, jika sistem yang digunakan adalah bea advolorum. Kegunaan penentuan nilai pabean bagi pihak pabean adalah untuk meneliti kebenaran nilai pabean yang diberitahukan oleh importir. Jika pemberitahuan nilai pabean oleh importir adalah benar, maka benar pulalah penghitungan Bea Masuk dan Pajak dalam rangka impor.

2. Bea Masuk Lainnya

a. Bea Masuk Anti Dumping : Bea masuk anti dumping dikenakan terhadap barang impor dalam hal harga ekspor dari barang tersebut lebih rendah dari nilai normalnya. Impor barang tersebut :

1) menyebabkan kerugian terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut.

2) mengancam terjadinya kerugian terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut.

3) menghalangi pengembangan industri barang sejenis di dalam negeri.

Yang dimaksud dengan "harga ekspor" adalah harga yang seharusnya dibayar atau akan dibayar untuk barang yang diekspor ke Daerah Pabean Indonesia. Dalam hal diketahui adanya hubungan antara importir dan eksportir

kebenarannya, harga ekspor ditetapkan berdasarkan :

1) harga dari barang impor dimaksud yang dijual kembali untuk pertama kali kepada pembeli yang bebas; atau

2) harga yang wajar, dalam hal tidak terdapat penjualan kembali kepada pembeli yang bebas atau tidak dijual kembali dalam kondisi seperti pada waktu diimpor.

Yang dimaksud dengan "nilai normal" adalah harga yang sebenarnya dibayar atau akan dibayar untuk barang sejenis dalam perdagangan pada umumnya di pasar domestik negara pengekspor untuk tujuan konsumsi. Dalam hal tidak terdapat barang sejenis yang dijual di pasar domestik negara pengekspor atau volume penjualan di pasar domestik negara pengekspor relatif kecil sehingga tidak dapt digunakan sebagai pembanding, nilai normal ditetapkan berdasar :

1) harga tinggi barang sejenis yang diekspor ke negara ketiga;atau

2) harga yang dibentuk dari penjumlahan biaya produksi, biaya administrasi, biaya penjualan, dan laba yang wajar (constructed value)

Yang dimaksud dengan "barang sejenis" adalah barang yang identik atau sama dalam segala hal dengan barang impor dimaksud atau barang yang memiliki karakteristik fisik, teknik, atau kimiawi meneyerupai barang impor yang dimaksud.

1. Latar Belakang Lahirnya UU No. 17 Tahun 2006 :

Dalam Adrian Sutedi 2009: 258 : Undang-undang Kepabeanan ini telah memperhatikan aspek-aspek:

a. Keadilan, sehingga Kewajiban Pabean hanya dibebankan kepada masyarakat yang melakukan kegiatan kepabeanan dan terhadap mereka diperlakukan sama dalam hal dan kondisi yang sama ;

b. Pemberian insentif yang akan memberikan manfaat pertumbuhan perekonomian nasional yang antara lain berupa fasilitas Tempat Penimbunan Berikat, pembebasan Bea Masuk atas Impor mesin dan bahan baku dalam rangka ekspor, dan pemberian persetujuan impor barang sebelum pelunasan Bea Masuk dilakukan ;

c. Netralitas dalam pemungutan Bea Masuk, sehingga distorsi yang mengganggu perekonomian nasional dapat dihindari ;

d. Kelayakan administrasi, yaitu pelaksanaan administrasi kepabeanan dapat dilaksanakan lebih tertib, terkendali, sederhana, dan mudah dipahami oleh anggota masyarakat sehingga tidak terjadi duplikasi. Oleh karena itu, biaya administrasi dapat ditekan serendah mungkin ;

e. Kepentingan penerimaan negara, dalam arti ketentuan dalam undang-undang ini telah memperhatikan segi-segi stabilitas, potensial, dan fleksibilitas, dari peneriman, sehingga dapat menjamin peningkatan penerimaan negara, dan dapat mengantisipasi kebutuhan peningkatan pembiayaan pembangunan nasional ;

dalam undang-undang ini ditaati ;

g. Wawasan nusantara, sehingga ketentuan dalam undang-undang ini diberlakukan di Daerah Pabean yang meliputi wilayah negara kesatuan Republik Indonesia, dimana Indonesia mempunyai kedaulatan dan hak berdaulat yaitu, diperairan pedalaman, perairan nusantara, laut wilayah , zona tambahan, Zona Ekonomi Eksklusif, Landasan Kontinen, dan Selat yang digunakan untuk pelayaran internasional ;

h. Praktik kepabeanan internasiaonal sebagaimana diatur dalam persetujuan perdagangan internasional.

2. Wewenag DJBC Terhadap Impor Produk Tertentu

Berdasarka Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 56/M- DAG/PER/12/2008 dan Peraturan Direktur Perdagangan Luar Negeri Nomor 14/DAGLU/PER/12/2008, pemeriksaan teknis (verifikasi atau penelusuran teknis) meliputi: Nilai Pabean, jumlah, jenis barang, pos tarif/HS, uraian impor produk tertentu, dan waktu pengapalan dilakukan oleh surveyor di pelabuhan muat, kecuali impor produk tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 11 Perauran Menteri Perdagangan Nomor 56/M-DAG/PER/12/2008.

Menurut Adrian Sutedi(2012: 26) ke depan untuk mengeluarkan impor produk tertentu (SPPB), bisa saja DJBC tidak lagi melakukan pemeriksaan pabean (pemeriksaan fisik barang dan penelitian dokumen) terhadap impor produk

Dokumen terkait