Perilaku menyimpang yang juga biasa dikenal dengan nama penyimpangan sosial adalah perilaku yangtidaksesuaidengan nilai nilai kesusilaan atau kepatutan, baik dalam sudut pandang kemanusiaan (agama) secara individu maupun pembenarannya sebagai bagian daripada makhluk sosial.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia perilaku menyimpang diartikan sebagai tingkah laku, perbuatan, atau tanggapan seseorang terhadap lingkungan yang bertentangan dengan norma-norma dan hukum yang ada di dalam masyarakat.
Dalam kehidupan masyarakat, semua tindakan manusia dibatasi oleh aturan (norma) untuk berbuat dan berperilaku sesuai dengan sesuatu yang dianggap baik oleh masyarakat. Namun di tengah kehidupan masyarakat kadang-kadang masih kita jumpai tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan aturan (norma) yang berlaku pada masyarakat, misalnya seorangsiswa menyontek pada saat ulangan, berbohong, mencuri, dan mengganggu siswa lain.
Penyimpangan terhadap norma-norma atau nilai-nilai masyarakat disebut deviasi (deviation), sedangkan pelaku atauindividu yang melakukan penyimpangan disebut devian (deviant). Kebalikan dari perilaku menyimpang adalah perilaku yang tidak menyimpang yang sering disebut dengan konformitas.
Konformitas adalah bentuk interaksi sosial yang di dalamnya seseorang berperilaku sesuai dengan harapan kelompok.
Fenomena perilaku menyimpang dalam kehidupan bermasyarakat memang menarik untuk dibahas. Sisi menarik bukan saja karena pemberitaan tentang perilaku manusia yang ganjil itu dapat mendongkrak media massa dan rating suatu pemberitaan, tetapi juga karena tindakan-tindakan menyimpang dianggap dapat mengganggu ketertiban masyarakat. Kasus-kasus pelanggaran norma susila dan berbagai tindakan criminal yang ditayangkan oleh berbagai stasiun televisi atau gossip-gosip gaya hidup selebriti yang terkesan jauh dari kehidupan masyarakat biasa, meskipun dicari penontonnya karena dapat memenuhi hasrat ingin tahu mereka, juga sering kali dicaci karena perilaku yang dianggap tak layak.
Perilaku menyimpang kemudian menyiratkan kesan, meskipun tidak ada masyarakat yang seluruh warganya dapat menaati denga patuh seluruh aturan norma sosial yang berlaku tetapi apabila terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang, maka hal itu dianggap telah mencoreng aib diri sendiri, keluarga maupun komunitas besaranya. Sebagai akibatnya masyarakat bertindak dengan cara mengefektifkan kontrol sosial. Media massa sebagai kepanjangan kontrol masyarakat seringkali juga menampilkan berita yang memojokkan seseorang atau kelompok yang menyimpang. Menghujat atau bahkan mengucilkan orang-orang yang dianggap menyimpang, merupakan salah satu bentuk hukuman yang cukup berat. Kontrol itu sebetunnya adalah reaksi masyarakat terhadap tindakan yang tidak sesuai dengan norma-norma sosial.
Menyebut namanya saja kita sudah dapat menduga bahwa yang dimaksud dengan perilaku menyimpang adalah perilaku dari para warga masyarakat yang dianggap tidak sesuai dengan kebiasaan, tata aturan atau morma sosial yang
berlaku. Secara sederhana kita memang dapat mengatakan, bahwa seseorang berprilaku menyimpang apabila menurut anggapan sebagian besar masyarakat (minimal disuatu kelompok atau komunitas tertentu) perilaku atau tindakan tersebut diluar kebiasaan, adat istiadat, aturan, nilai-nilai atau norma-norma sosial yang berlaku.
Tindakan menyimpang yang dilakukan orang-orang tidak selalu berupa tindak kejahatan besar, seperti merampok, korupsi, menganiya, atau membunuh.
Melainkan bias pula berupa tindakan pelanggaran kecil-kecilan, semacam berkelahi dengan teman, suka meludah di sembarangan tempat, berpacaran hingga larut malam, makan dengan tangan kiri dan sebagainya.
Secara umum, yang digolongkan sebagai perilaku menyimpang, antara lain adalah :
1. Tindakan yang nonconform, yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan nilai- nilai atau norma-norma yang ada. Contoh tindakan nonconform itu, misalnya memakai sandal butut kekampus atau ke tempat-tempat formal; membolos atau meninggalkan pelajaran pada jam-jam kuliah dan kemudian titip tanda tangan pada teman, merokok di area dilarang merokok, membuah sampah bukan ditempat yang semestinya, dan sebagainya.
2. Tindakan yang antisocial atau asocial, yaitu tindakan yang melawan kebiasaan masyarakat atau kepentingan umum. Bentuk tindakan asocial itu antara lain; menarik diri dari pergaulan, tidak mau berteman, keinginan untuk bunuh diri, minum-mimunan keras, menggunakan narkotika atau obat-obat berbahaya, terlibat
di dunia prostitusi atau pelacuran, penyimpangan seksual (homoseksual dan lebiannisme) dan sebagainya.
3. Tindakan-tindakan kriminal, yaitu tindakan yang nyata-nyata telah melanggar aturan-aturan hukum tertulis dan mengancam jiwa atau keselamatan orang lain. Tindakan kriminal yang sering kita temui itu misalnya; pencurian, perampokan, pembunuhan, korupsi, perkosaan, dan berbagai bentuk tindak kejahatan lainnya, baik yang tercatat di kepolisian maupun yang tidak karena tidak dilporkan oleh masyarakat, tetapi nyata-nyata mengancam ketentaraman masyarakat.
Bentuk - Bentuk Penyimpangan Sosial Berserta Contonya - Pengertian Penyimpangan sosial adalah bentuk perilaku yang dilakukan oleh seseorang yang tidak sesuai dengan norma dan nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat.
Bentuk-bentuk Penyimpangan Sosial : 1. Berdasarkan Sifat
a. Penyimpangan Bersifat Positif Penyimpangan bersifat positif adalah penyimpangan sosial yang mempunyai dampak positif terhadap sistem sosial karena dianggap ideal dalam masyarakat.
Contohnya : Munculnya wanita karier yang sejalan dengan emansipasi wanita.
b. Penyimpangan Bersifat Negatif Penyimpangan bersifat negatif adalah penyimpangan sosial yang berwujud tindakan ke arah nilai- nilai sosial yang dianggap rendah dan tercela karena tidak sesuai
dengan norma-norma yang berlaku. Contohnya : Pemerkosaaan, perampokan, dan pelacuran.
2. Bentuk penyimpangan yang bersifat negatif dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Penyimpangan Primer : Merupakan penyimpangan sosial yang bersifat sementara dan tidak berulang-ulang. Biasanya pelaku penyimpangan ini masih diterima didalam masyarakat Contohnya : Seseorang menunda pembayaran pajak karena alasan keuangan tidak mencukupi dan Pengendara kendaraan bermotor yang sesekali melanggar rambu lalu lintas.
b. Penyimpangan Sekunder : Merupangan perilaku menyimpang yang nyata dan yang terjadi secara berulang-ulang dan menjadi sebuah kebiasaan. Biasanya pelaku penyimpangan ini tidak lagi diterima didalam masyarakat. Contohnya : Pemabuk yang meresahkan masyarakat.
3. Berdasarkan Pelakunya
a. Penyimpangan Individual Merupakan penyimpangan yang dilakukan oleh individu/personal yang bertentangan dengan norma yang berlaku. Penyimpangan ini biasanya dilakukan di lingkungan keluarga. Contohnya : membandel, nakal, pembohong dll.
b. Penyimpangan Kelompok Merupakan penyimpangan yang berbentuk tindakan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang tunduk pada norma kelompoknya yang bertentangan dengan norma
yang berlaku dalam mayarakat. Contohnya : Aksi terorisme yang dilakukan secara berkelompok.
c. Penyimpangan Campuran Merupakan penyimpangan yang dilakukan oleh suatu golongan sosial yang memiliki organisasi yang rapi, sehingga individu ataupun kelompok didalamnya taat dan tunduk kepada norma golongan dan mengabaikan norma yang berlaku dalam masyarakat. Contohnya : Remaja yang tergabung dalam geng motor.
Faktor - Faktor Penyebab Penyimpangan Sosial
1. Faktor internal antara lain intelegensi atau tingkat kecerdasan, usia, jenis kelamin dan kedudukan seseorang dalam keluarga.
Contohnya : seseorang yang tidak normal dan pertambahan usia.
2. Faktor eksternal antara lain kehidupan rumah tangga atau keluarga, pendidikan di sekolah, pergaulan dan media massa.
Contohnya : seorang anak yang sering melihat orang tuanya bertengkar dapat melarikan diri pada obat-obatan atau narkoba. Pergaulan individu yang berhubungan teman-temannya, media massa, media cetak, media elektronik.
Meskipun secara nyata kita dapat menyebutkan berbagai bentuk perilaku menyimpang, namun mendefenisikan arti perilaku menyimpang itu sendiri merupakan hal yang sulit karena kesepakatan umum tentang itu berbeda-beda di antara berbagai kelompok masyarakat. Ada segolongan orang yang menyatakan perilaku menyimpang adalah ketika orang lain melihat perilaku itu sebagai
sesuatau yang berbeda dari kebiasaan umum. Namun, ada pula yang menyebutkan perilaku menyimpang sebagai sebagai tindakan yang dilakukan oleh kelompok- kelompok minoritas atau kelompok-kelompok tertentu yang memiliki nilai dan norma sosial berbeda dari kelompok sosial yang lebih dominan.
Terjadinya perilaku menyimpang, sebagaimana juga perilaku yang tidak menyimpang (conform), dipastikan selalu dalam setiap kehidupan masyarakat.
Lebih-lebih pada masyarakat yang bersifat terbuka atau mungkin permisif (serba boleh atau kontrol sosialnya sangat longgar). Pada masyarakat yang sudah semakin modern dan gaya hidup warganya semakin kompleks berbagai penyimpangan perilaku berseiring dengan perilaku normal, seperti halnya sifat baik dan buruk, ada hitam dan putih, atau surga dan neraka.
Defenisi tentang perilaku menyimpang yang dikemukakan disini adalah hasil rumusan para ahli yang telah melakukan studinya diberbagai kelompok masyarakat (clinard & meier, 1989: 4-7). Berdasarkan studi-studi tersebut, maka perilaku menyimpang dapat didefenisikan secara berbeda berdasarkan empat sudut pandang;
Pertama, secara statistical. Defenisi secara statistikal ini adalah salah satu yang paling umum dalam pembicaraan awam. Adapun yang dimaksud dengan penyimpangan secara statistikal adalah segala prilaku yang bertolak dari suatu tindakan yang bukan rata-rata atau perilaku yang jarang dan tidak sering dialkukan. Pendekatan ini berasumsi, bahwa sebagian besar masyarakat dianggap melakukan cara-cara dan tindakan yang benar. Defenisi ini sulit untuk diterima, karena dapat mengarah pada beberapa kesimpulan yang membingungkan.
Misalnya, ada kelompok-kelompok minoritas yang memilki kebiasaan berbeda dari kelompok mayoritas, maka apabila menggunakan defenisi statistikal, kelompok-kelompok tersebut dianggap sebagai orang-orang yang menyimpang.
Jadi, bagi siapa yang tidak pernah menggunakan mariyuana atau sabu-sabu, yang tidak pernah minum-minuman beralkohol, tidak pernah melakukian hubungan seksual premarital(sebelum menikah) atau eksstramital (diluar lembaga pernikahan, seperti perselingkuhan), mungkin dianggap atau dipertimbangan menyimpangan apabila kelompok mayoritasnya melakukan tindakan-tindakan tersebut.
Kedua, secara absolute atau mutlak. Defenisi perilaku menyimpang yang berasal dari kaum absolutis ini berangkat dari aturan-aturan sosial yang dianggap sesuatu yang mutlak atau jelas dan nyata, sudah ada sejak dulu, serta berlaku tanpa terkecuali, untuk semua warga masyarakat. Kelompok absolitis berasumsi, bahwa aturan-aturan dasar dari suatu masyarakat adalah jelas dan anggota-anggota harus menyetujui tentang apa yang disebut sebagai menyimpang dan bukan. Itu karena standar atau ukuran dari suatu perilaku yang dianggap conform sudah ditentukan terlebih dahulu, begitu pula dengan apa yang disebut menyimpang juga sudah ditetapkan secara tegas. Dengan demikian diharapkan setiap orang dapat bertindak sesuai dengan nilai-nilai yang dianggap benar dan menghindari perilaku yang dianggap benar dan menghindari perilaku yang dianggap menyimpang.
Contoh penerapan defenisi menyimpang secara absolut, pada umumnya terjadi di komunitas pedesaan atau masyarakat yang masih memegang teguh adat istiadat serta nilai-nilai tradisional. Kehidupan bergotong royong dan saling membantu
masih sangat kental dilingkungan pedesaan. Apabila ada salah satu warga yang tidak mau membantu tetangganya atau enggan diajak bergotong royong ketika di komunitasnya sedang ada hajatan atau kerja bakti,maka dapat dipastikan ia akan dicap menyimpang dari warga masyarakat lainnya. Contoh lainnya tentang aturan- aturan ketat dan nilai-nilai kepantasan yang ditujukan pada kaum perempuan.
Orang-orang tua akan menganggap menyimpang pada perilaku perempuan yang pergi seorang diri di malam hari.
Ketiga, secara reaktif. Perilaku menyimpang menurut kaum relaktivis bila berkenaan dengan reaksi masyarakat atau agen konrtol sosial terhadap tindakan yang dilakukan oleh seseorang. Artinya, apabila ada reaksi dari masyarakat tatu agen kontrol sosial atau kemudian mereka member cap atau tanda (labeling) terhadap si pelaku, maka perilaku itu telah dianggap menyimpang, demikian pula pelaku juga dianggap menyimpang. Menurut Becker (dalam Clinard dan Meier, 1989:5), penyimpangan adalah suatu akibat yang kepada siapa cap itu telah berhasil diterapkaan; perilaku menyimpang adalah perilaku yang dicapkan kepadanya atau orang lain telah member cap kepadanya. Dengan demikian apa yang menyimpang dan apa yang tidak, tergantung dari ketetapan-ketetapan(atau reaksi-reaksi) dari anggota masyarakat terhadap suatu tindakan. Kaum reaktivis menolak anggapan, bahwa apa yang dipertimbangkan menyimpang tergantung dari kualitas pembawaan lahir seseorang atau tindakaan –tindakan yang dianggap sebagai pembawaan lahir seseorang. Artinya, mereka menolak pendapat dari ahli biologi yang mengatakan bahwa cirri-ciri fisik tertentu dari seseorang dapat menjadi penanda khas seorang penjahat, misalnya bentuk kepala dan rahang yang
beasr, hidung bengkok,rambut keriting, kulit pucat dan sebagainya. karena reaktivis juga menolak anggapan bahwa perilaku menyimpang adalah turunan atau warisan genetis orang tuanya.
Ktitik untuk penganut relaktivis ini tertuju terutama pada defenisi tentenag penyimpangan yang mereka tetapkan. Meskipun interaksi antara si penyimpang dengan agen-agen kontrol sosial adalah suatu proses penting, tetapi hal itu belum tentu merupakan suatu upaya mendefenisikan pemnyimpangan. Salah satu contoh yang tidak logis dari pendaapat ini dapat digambarkan dari suatu kasus, diman seseorang melakukan suatu tindakan perampokan atau pembobolan bank, dan kemudian orang dan tin dibuktikan secara tindakannya tidak dapat dibuktikan secara hukum, dengan demikian dia tidak dianggap sebagai seorang yang berprilaku menyimpang.
Keempat, secara noormatif. Sudut pandang ini didasarkan atas asumsi, bahwa penyimpangan adalah suatu pelanggaran dari suatu norma sosial. Norma dalam hal ini adalah suatu standar tentang apa yang seharusnya dan apa yang tidak seharusnya dipikirkan, dikatakan, atau dilakukan oleh warga masyarakat pada suatu keadaan tertentu. Pelanggaran-pelanggaran terhadap norma, seringkali diberi sanksi oleh penonton sosialnya. Sanksi-sanksi tersebut merupakan tekanan dari sebagian besar anggota masyarakat yang merasa conform dengan norma tersebut. Ada dua konsepsi umum tentang norma, yaitu: (1) sebagai evaluasi atau penilaian terhadap perilaku yang dianggap baik atau tidak seharunya terjadi; (2) sebagai tingakh laku yang diharapkan atau dapat diduga, yaitu merujuk pada
aturan-aturan tingkah laku yang didasarkan pada kebiasaan atau adat istiadat masyarakat.
Konsep mengenai penyimpangan atau perilaku dari kaum normative ini dapat memberiakn jawaban atas pertanyaan yang muncul dari kaum relaktivis. Ada dua argument yang menarik, yaitu; (1) dengan dasar atau landasan apa orang-orang memberikan reaksi dari suatu tingkah laku, (2) jika penyimpangan memeng dididentifikasi melalui reaksi orang lain, bagaimana atau dengan apa orang tersebut bereaksi atau mencap/member label terhadap suatu kejadian atau tingkah laku tersebut. Jawaban dari kedua pertanyaan tersebut adalah norma-norma sosial.
Dengan demikian, kaum reaktivis dan normatif memiliki konsepsi yang sama, yaitu berlandaskan pada norma yang ada. Karena dalam setiap norma, disediakan dasar atau landasanuntuk melakukan reaksi pada suatu penyimpangan (diman reaksi sosial terjadi apabila norma-norma telah ditetapkan dan penyimpangan telah dididentifikasikan). Secara keseluruhan. Maka defenisi normative dari suatu perilaku menyimpang dari norma-norma, dimana tindakan-tindakan tersebut tidak disetujui atau dianggap tercela dan akan mendapatkan sanksi negative dari masyarakat.
Rangakaian atau karir menyipang seseorang dimulai dari penyimpangan- penyimpangan kecil yang mungkin tidak disadarinya.jenis penyimpangan semacam itu disebut primary deviance (penyimpangan primary). Pentimpangan jenis ini dialami seseorang manakala ia belum memiliki konsep sebagai penyimpangan atau tidak menyadari jika perilakunya dapat menjurus kea rah penyimpangan yang lebih berat. Sekelompok anak yang mengambil mangga milik
tetangga tanpa memnta izin terlebih dahulu pada pemiliknya dianggap sebagai kenakalan biasa, bukan suatu bentuk pencurian. Sepasang remaja yang sedang berpacaran dianggap tidak menyimpang sepanjang mereka tidak melakukan hubungan-hubungan seks pranikah.
Penyimpangan yang lebih berat apabila seseorang sudah sampai pada tahap secondary deviance (penyimpangan sekunder). Yaitu suatu tindakan menyimpang yang berkembang ketika perilaku dari si penyimpang itu mendaapat penguatan melalui keterlibatannya dengan orang atau kelompok yang juga menyimpang.
Bentuk dari penyimpangan sekunder itu berasal dari hasil penguatan penyimpanag primer . jadi, misalnya pada sekelompok anak yang mengganggap mencuri mangga milik tetangga itu tadi merupakan tindakan kenakalan biasa, dan mereka melakukan kegiatan itu berkali-kali hingga usia remaja dan yang dicuri tidak saja buah mangga tetangga, tetapi barang-barang berharga lainnya,maka tindakan negative itu lama kelamaan menjadi dirinya sebagi pencuri kelas kakap. Apabila masyarakat membiaraka tindakan itu tanpa melakukan kontrol sosial atau member hukuman berat terhadap perilaku mereka. Demikian pula bila sepasang remaja yang sedang berpacaran dan terseret arus pergaulan bebas, menghalalkan hubungan seks pranikah, maka ada kecenderungan kuat, entah itu pada pihak perempuan maupun prianya, untuk lebih mudah masuk ke dalam dunia prostitusi.
Tindakan menyimpang, baik primer maupun sekunder, tidak terjadi begitu saja tetapi berkembang melalui suatu periode waktudan juga sebagain hasil dari serangkaian tahapan interkasi yang melibatkan interpretasi tentang kesempatan unuk bertindak menyimpang. Karir menyimpang juga didukung oleh
pengendalian diri yang lemah serta kontrol masyarakat yang longgar( permisif).
Misalnya, ada seseorang melihat kunci tertinggal disebuah mobil. Bias jadi ia menginterpretasiakn situasi tersebut sebagai kesempatan untuk memiliki mobil dengan cara yang mudah, kebetulan pula saat itu tidak ada orang lain yang tahu atau mencegahnya, maka situasi itu dugunakan sebagai suatu kesempatan untuk mencuri.