C. Asesmen dan Evaluasi Reflektif dalam Penelitian Tindakan
4. Peran Asesmen dan Evaluasi Reflektif dalam Penelitian Tindakan Kelas
Sebagaimana yang telah diketahui bahwa penelitian tindakan kelas secara garis besar bertujuan untuk mengubah perilaku anak didik, mengubah perilaku mengajar guru, mengubah cara kerja dalam melaksanakan pembelajaran, serta perbaikan praktik pembelajaran sehingga adanya peningkatan pelayanan profesional guru dalam melaksanakan proses dan aktivitas pembelajaran.
Penanggulangan pelbagai masalah belajar yang dihadapi oleh anak dan guru merupakan salah satu manfaat dari PTK.
Karakteristik PTK yang esensial yaitu penelitian melalui refleksi diri (self reflective inquiry). Hal ini mempersyaratkan dalam PTK adanya pengumpulan data oleh guru dari praktik pembelajaran yang dilakukannya sendiri dengan refleksi diri.
Untuk pengumpulan data dari praktik proses dan aktivitas pembelajaran yang telah dilaksanakan, guru sebagai peneliti dapat melakukannya dengan asesmen agar dapat melihat kondisi anak saat itu, baik kelemahan-kelemahan maupun kelebihan-kelebihannya anak. Dengan adanya asesmen ini, peneliti memiliki data konkret, jelas, dan terukur, serta meyakinkan. Inilah peran penting dari asesmen untuk menggiring ke arah penelitian tindakan kelas.
Melakukan asesmen terhadap perkembangan anak didik merupakan suatu kewajiban bagi seorang guru, karena guru bisa mendapatkan data tentang permasalahan pembelajaran dan perkembangan anak didik. Setelah melakukan asesmen, guru selanjutnya melakukan evaluasi atau memberikan penilaian terhadap sebuah program pembelajaran yang telah dijalankan, berdasarkan hasil pengumpulan data, analisis data, dan penafsiran data.
Apabila diketahui bahwa hasil asesmen kurang baik, hal ini memperlihatkan adanya sisi kelemahan dalam proses pembelajaran.
Guru sebagai peneliti berusaha untuk mengingat segala hal yang telah dilakukan selama proses pembelajaran di dalam kelas, dampak pembelajaran tersebut bagi anak, dan berusaha untuk memikirkan dampak yang terjadi. Dalam hal ini, guru sebagai peneliti berusaha untuk melakukan refleksi, renungan, dan berpikir ulang atas segala hal yang telah dilaksanakan dalam proses dan aktivitas pembelajaran dalam upaya untuk identifikasi aspek-aspek kelemahan yang muncul.
Informasi dari hasil evaluasi inilah yang dijadikan bahan refleksi bagi guru mengenai proses pembelajaran. Hal ini bisa menjadi dasar untuk menentukan penelitian tindakan kelas. Apakah guru sudah merasa puas atau merasa belum puas terhadap proses pembelajaran yang telah berlalu dan terhadap hasil perkembangan anak. Ketidakpuasan ini tentunya didapatkan dari hasil asesmen dan evaluasi. Akan tetapi, ketika guru sudah merasa puas dengan proses pembelajaran yang selama ini dilakukan saat terjadi permasalahan maka akan sulit memunculkan minat dan keinginan untuk melakukan penelitian tindakan kelas.
Selama proses perenungan tersebut, peneliti sebenarnya telah melakukan evaluasi reflektif yang bertujuan untuk mencari kelemahan pembelajaran yang selanjutnya dapat diambil kesimpulan dan tindak lanjut untuk pemberian tindakan. Peneliti berkolaborasi dengan guru kelas untuk mengevaluasi kemampuan motorik kasar anak sebelum tindakan. Ini menjadi dasar dalam merancang dan
menyusun suatu program pembelajaran sebelum melaksanakan proses pembelajaran yang akan datang dalam bentuk penelitian tindakan kelas. Evaluasi reflektif adalah evaluasi yang muncul dalam diri guru sebagai peneliti sendiri yang bisa berbentuk pendapat, kesan, komentar, atau tafsiran atas gejala-gejala yang ditemukannya. Bahan evaluasi reflektif adalah hasil asesmen yang sebelumnya telah dilakukan. Tujuannya adalah untuk memperbaiki sisi kelemahan proses pembelajaran.
Proses ini bisa dikatakan sebagai “siklus 0 (nol)” atau pratindakan, sebuah siklus yang berada di luar tindakan sebagai penelitian tindakan kelas. Artinya, siklus 0 juga dibutuhkan sebagai bahan pijakan untuk merancang dan menyusun tindakan. Pada lembaga atau institusi tertentu, siklus 0 (keadaan pratindakan) ini dicantum dalam laporan penelitian tindakan kelas agar perbandingan antara keadaan sebelum dan sesudah tindakan tampak jelas.
Sebagai sebuah siklus, siklus 0 juga memuat empat kegiatan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, asesmen, dan evaluasi reflektif.
Dalam kegiatan pertama, hampir semua guru dapat dipastikan membuat sebuah perencanaan pembelajaran. Kegiatan kedua adalah pelaksanaan perencanaan dalam proses pembelajaran. Kegiatan ketiga adalah penilaian atau asesmen.
Sebagai proses pengumpulan informasi, asesmen diperoleh dari pelbagai sumber mengenai segala pengetahuan dan pemahaman anak didik dalam pembelajaran dan segala hal perlakukan mereka terhadap pengetahuan dan pemahaman tersebut sebagai dampak pengalaman belajar yang diperoleh mereka. Dengan asesmen, kemajuan belajar anak dapat ditetapkan. Dengan asesmen, pencapaian tingkat kompetensi terhadap pelbagai program yang diikuti mereka dapat diketahui dan adanya penunjukan gambaran dari pencapaian standar yang telah ditentukan.
Agar mudah dipahami dan adanya makna dari sebuah penilaian, asesmen dinyatakan secara (1) abjad yang berupa A hingga, (2) numerik, seperti skala 5 atau skala 100, dan (3) deskriptif yang
terbagi dua, yaitu dikotomi dalam kelompok, seperti tidak kompeten atau kompeten; dan tingkat dalam degradasi, seperti kurang, cukup, baik, dan sangat baik.
Setelah melakukan asesmen, langkah selanjutnya adalah evaluasi reflektif. Dapat dipahami bahwa unsur yang sangat penting dalam PTK adalah refleksi. Melalui refleksi, guru sebagai peneliti terbantu dalam penggalian pengalaman mereka secara mendalam dan pengambilan keputusan langkah selanjutnya. Dalam melakukan refleksi, bisa dipandu dengan beberapa pertanyaan seperti berikut ini.
a) Adakah sisi menarik dari pembelajaran yang telah dilakukan?
b) Apakah anak tertarik dengan materi yang disampaikan?
c) Adakah manfaat dari materi yang telah disampaikan pada anak?
d) Bagian materi manakah yang masih sulit disampaikan?
e) Apakah cara mengajar sudah membantu dalam menyampaikan materi?
f) Apakah media pendukung juga telah membantu?
Kegiatan refleksi tersebut mempersyaratkan adanya pencermatan, pengkajian, dan analisis terhadap pelaksanaan pembelajaran dan data yang berhasil dikumpulkan secara menyeluruh dan mendalam.
Berdasarkan data yang telah dikumpulkan, baik data kuantitatif maupun data kualitatif, guru sebagai peneliti melaksanakan evaluasi secara reflektif untuk mengidentifikasi keberhasilannya atau tidak.
Jika kelemahan lebih dominan, maka dapat dijadikan dasar untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu proses dan aktivitas pembelajaran dan hasil belajar anak didik dengan penelitian tindakan kelas yang dimulai dari siklus pertama.
Ilustrasi cerita Bunda Zahra dapat dijadikan contoh dalam melakukan evaluasi reflektif.
Setelah Bunda Zahra memilih permasalahan yang akan dilakukan PTK, selanjutnya Bunda Zahra melakukan evaluasi reflektif guna mengetahui akar permasalahannya sehingga bisa
dicarikan solusi sesuai akar permasalahan yang terjadi. Bunda Zahra pun mulai melakukan refleksi diri dan memikirkan apa yang menyebabkan ketidakmampuan anak didiknya dalam menceritakan secara sederhana pengalaman yang dialami. Wardhani (2014:3.8) mengemukakan bahwa ada tiga cara yang bisa dilakukan dalam rangka menganalisis masalah atau mencari akar permasalahannya, yaitu mengajukan sejumlah pertanyaan yang harus dijawab sendiri oleh guru, bertanya kepada anak didik, dan menelaah berbagai dokumen yang berkaitan. Beberapa pertanyaan yang dapat diajukan oleh Bunda Zahra terhadap dirinya sendiri antara lain:
a) Apakah saya kurang menyediakan media pembelajaran yang memadai untuk pengembangan bahasa anak?
b) Apakah setting kelas yang saya atur kurang bisa mengembangkan kemampuan berbahasa anak?
c) Apakah metode yang saya gunakan sangat monoton?
d) Apakah saya kurang memotivasi anak didik saya agar berani bercerita di depan teman-temannya?
e) Apakah saya kurang memberikan stimulasi untuk perkembangan bahasa anak?
Selanjutnya, Bunda Zahra juga bertanya kepada anak didik, mengapa mereka tidak mau menceritakan pengalaman yang dialami.
Bunda Zahra juga bertanya kepada orang tua anak, apakah ketika di rumah anak-anak juga kurang mampu menceritakan pengalamannya? Jika kondisinya sama dengan di sekolah, guru bisa bertanya kepada orang tua mengapa anak belum mampu bercerita secara sederhana.
Jika ada dokumen catatan perkembangan anak, seperti raport atau catatan portofolio, guru juga bisa mengkaji dan menelaah berbagai dokumen tersebut untuk mencari keterkaitannya pada kemampuan bercerita tersebut. Misalnya, bagaimana perkembangan kognitif anak atau perkembangan sosial emosionalnya.
Oleh sebab itu, dapat disadari bahwa guru sebagai peneliti dalam penelitian tindakan kelas termasuk unsur dari sesuatu yang akan dikaji. Dia tidak hanya seorang pemantau yang berada di luar sistem yang diteliti, melainkan orang yang diikutsertakan dalam aktivitas pelaksanaan penelitian. Dengan demikian, dibutuhkan kolaborasi.
Dalam konteks evaluasi reflektif, peneliti sudah melibatkan orang lain untuk memberikan kontribusi untuk mencermati, memahami, mengayakan data yang dibutuhkan, dan memaknai pelaksanaan dan hasil pembelajaran (Asrori, 2008: 29).