Kriteria Perencanaan Sistem Drainase
Kriteria perencanaan ialah suatu kriteria yang nnatinya akan digunakan oleh perancang sebagai pedoman untuk merancang dengan harapan mampu menggunakan kriteria perancangan tersebut secara tepat dengan cara membandingkan kondisi sebenarnya dengan parameter- parameter yang tersedia pada kriteria. Adapun kriteria perencanaan sistem Drainase perkotaan berdasarkan Pertaruan Menteri Pekerjaan Umum nomor 12/PRT/M/2014 meliputi :
a. Penysunan secara induk b. Studi kelayakan
c. Perencanaan teknik terinci atau detail design.
Rencana induk sistem Drainase perkotaan disusun dengan memperhatikan rencana pengelolaan sumber daya air, Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK), Tipologi kota atau Wilayah, Konservasi Air, Kondisi Lingkungan, Sosial, Ekonomi, Serta kearifan lokal. Studi kelayakan sistem Drainase perkotaan disusun untuk mengukur tingkat kelayakan rencana pembangunan prasarana dan sarana sistem drainase di suatu wilayah pelayanan sistem Drainase tersebut yang nantinya akan ditinjau dari aspek teknis, ekonomi, serta lingkungan. Studi kelayakan yang dimaksud meliputi perencanaan teknis, kelayakan teknis, kelayakan, ekonomi, kelayakan lingkungan dan, kelayakan penyediaan layanan pemukiman kembali apabila diperlukan.
Perencanaan teknik terinci atau detail desaign dari perencanaan sistem drainase perkotaan merupakanm suatu perencanaan detail prasarana dan sarana yang tersedia sampai memenuhi syarat untuk dilaksanakannya pembangynan sistem drainase di wilayah perkotaan tersebut. Perencanaan teknik terinci yang dimaksud meliputi rancangan teknik terinci sistem drainase, rancangan teknik terinci sistem penampungan, dan rancangan teknik terinci sistem resapan.
A. Jenis Sistem Drainase
Sistem drainase terdiri atas sistem teknis dan non teknis. Sistem teknis drainase perkotaan ialah jaringan drainase perkotaan yang terdiri dri saluran induk atau primer, saluran sekunder, saluran tersier, daluran lokal, bangunan peresapan, bangunnan tampungan besertasara pelengkapnyua yang berhubungan secara sistematik satu dengan yang lainnya. Saluran indyuk atau primer dan saluran sekunder dapat berupa sungai dan/atau anak sungai berfungsi sebagai darinase perkotaan, dan/atau kanal bautan yang seluruh daerah tangkapnnya airnya terletak dalam satu wilayah perkotaam. Sedangkan sistem non teknis drainase perkotaan ialah dukungan terhdap sistem drainase perkotaan yang terkait dengan pembiayaan, peran masyarakat, peraturan perundang-undangan, institusi, sosial ekonomi dan budaya, serta kesehatan lingkungan pemukiman.
B. Bentuk Saluran
Bentuk saluran dan tipe saluran drainase disesuaikan dengan keadaan lingkungan. Bentuk dan tipe saluran Drainase antara lainnya adalah sebagai berikut :
a. Saluran Tertutup
Saluran tertup ini dapat berupa pipa beton, besi tuang, tamah liat plastik (PVC) atau bahan-bahan lain yang tahan dari karat. Diterapkan pada daerah yang padat penduduk, atau jalan sempit. Pemasangannya dilakukan dengancara menanamkannya beberapa eeter dibawah muka
tanah dan harus dapat mendukung beban lalu lintas diatasnya. Unutk saluran yang besar atau apabila kondisi setempat tidak mengizinkan maka sebagai alternatif dapat digunakan box bertulang. Biasanya saluran Drainase dengan tipe memiliki harga yang lebih tinggi dan masa pemasangannya yang lebih lama. Sistem pengaliran air hujan dijalan yang digunakan adalah sistem pengaliran street inlet. Pada jarak tertentu, terdapat sumur pemeriksa (manhole) dan atau perubahan dimensi saluran (drop manhole).
b. Saluran Terbuka
Dibandingkan dengan sistem saluran tertutup, anggaran biaya pembuatan saluran terbuka lebih rendah dan tidak memrlukan teknologi yang begitu rumit sehingga sistem ini cenderung lebih sering digunakan sebagai alternatif pilihan dalam penanganan masalah sistem Drainase di wilayah perkotaan mengingat sistem pemelirahaannya yang relatif mudah dilakukan. Saluran terbuka cocok digunakan juka asih tersedia lahan yang cukup. Sistem saluran terbuka ini biasanya direncanakan hanya untuk menampung dan mengalirkan air hujan (sistem terpisah). Namun kebanyakan sistemsaluran ini berfungsisebagaisaluran campuran (gabungan) dimana misalnya sampah dan limbah penduduk dibuang ke saluran tersebut. Saluran terbuka didalam kota harus diberi lining dengan beton, pasangan batu (masony) ataupun dengan pasangan bata. Penampang saluran ini biasanya dibuat dengan bentuk trapesium. Namun kadang- kadang mengingat kondisi lapangan misalnya karena keterbatasan lahan yang tersedia sudah tidak memungkinkan lagi maka penampang saluran akan dibuat membentuk persegi. Dasar saluran dapat berupa setengah lingkaran atau datar maupun kombinasi dari keduanya. Apabila diperlukan, saluran ini juga dapat ditutup dengan plat beton. Tetapi harus dibuat lubang celah pemasukan (drain inlet) agar air dapat mengalir masuk ke dalam saluran.
a. Bentuk penampang saluran terbuka primer dan sekunder:
Bentuk trapesium adalah bentuk penampang saluran yang terbentuk secara alami dimana kemiringan talud akan mengikuti kemiringan dari jenis tanah asli. Jenis perkuatan yang digunakan adalah:
Saluran trapesium dengan perkuatan plat beton dan balok beton.
Saluran trapesium dengan perkuatan talud dengan pasangan batu belah.
Saluran trapesium dengan turap kayu.
Gambar 3. 1 Saluran Bentuk Trapesium
b. Bentuk Segi Empat dibentuk dengan syarat perkuatan talud.
Jenis perkuatan yang digunakan :
Saluran segi empat dengan perkuatan talud dari beton bertulang.
Saluran segi empat dengan perkuatan talud dari tiang pancang.
Saluran segi empat dengan perkuatan talud dari pasangan batu pecah.
Saluran segi empat dengan perkuatan talud site pile beton bertulang.
Gambar 3. 2 Saluan Bentuk Segiempat
C. Pola Saluran
Pola jaringan drainase bermacam-macam, diantaranya : a. Siku
Pola sistem jaringan drainase siku dibuat pada daerah yang memiliki topografi sedikit lebih tinggi daripada sungai yang berfungsi sebagai saluran pembuang akhir yang terletak di tengah kota.
Gambar 3. 3 Pola Jaringan Sekunder Siku
b. Paralel
Pada pola sistem jaringan Drainase Parallel, saluran utama terletak sejajar dengan saluran cabang. Saluran cabang (sekunder) memiliki jumlah yang cukup banyak dan memiliki panjang yang pendek, apabila terjadi perkembangan kota, maka saluran-saluran sekunder tersebut akan dapat menyesuaikan diri.
Gambar 3. 4 Pola Jaringan Sekunder Paralel
c. Grid Iron
Pola sistem jaringan Drainase Grid Iron adalah pola sistem drainase untuk daerah yang dimana sungainya terletak pada pinggiran kota, sehingga saluran-saluran cabang akan dikumpulkan terlebih dahulu pada saluran pengumpulan.
Gambar 3. 5 Pola Jaringan Drainase Grid Iron
d. Alamiah
Pola sistem jaringan Drainase alamiah memiliki mekanisme kerja yang sama seperti pola jaringan siku, yang membedakan hanyalah beban sungai pada pola jaringan alamiah memiliki beban yang lebih besar.
Gambar 3. 6 Pola Jaringan Drainase Alamiah
e. Radial
Pola sistem jaringan Drainase Radial diperuntukkan untuk daerah yang berkontur bukit sehingga pola saluran Drainase nantinya akan memencar ke segala arah.
Aspek Hidrologi
A. Karakteristik Hujan
Siklus hidrologi adalah sirkulasi daur air di alam mulai dari penguapan baik evaporasi maupun evapotranspirasi ke atmosfer, pengembunan sebagai awan, pencairan dan jatuh sebagai hujan, peresapan (infiltrasi) kedalam tanah dan pelimpasan (run-off) dipermukaan, pengumpulan air, kembali ke penguapan dan seterusnya sehingga membentuk siklus. Siklus
dan sebagainya yang nantinya akan menguap ke atmosfer dan kemudian akan menjadi awan. Pada keadaan jenuh, uap air (awan) akan menjadi bintik-bintik yang selanjutnya akan turun dalam bentuk hujan, salju, dan es. Siklus infiltrasi atau perkolasi dalam tanah dimulai dari air yang bergerak kedalam tanah melalui celah- celah dan pori-pori tanah dan batuan yang menuju ke permukaan air tanah. Berikut adalah beberapa karakteristik hujan :
a. Durasi
Durasi hujan adalah lama kejadian hujan (menit, jam, harian) diperoleh terutama dari hasil pencatatan alat pengukur hujan otomatis. Dalam perencanaan drainase, durasi hujan sering dikaitkan dengan waktu konsentrasi,khususnya pada drainase perkotaan diperlukan durasi yang relatif pendek,mengingat toleransi terhadap lamanya genangan air.
b. Intensitas
Intensitas adalah jumlah hujan yang dinyatakan dalam tinggi hujan atau volume hujan tiap satuan waktu. Besarnya intensitas hujan berbeda-beda tergantung dari lamanya curah hujan serta frekuensi kejadiannya. Intensitas hujan diperoleh dengan cara melakukan analisis dari hujan baik secara statistik maupun secara empiris.
c. Lengkung Intensitas
Lengkung intensitas hujan adalah grafik yang menyatakan hubungan antara intensitas hujan dengan durasi hujan, hubungan tersebut dinyatakan dalam bentuk lengkung intensitas hujan dengan periode ulang hujan tertentu.
d. Waktu Konsentrasi
Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan untuk mengalirkan air dari titik yang paling jauh pada daerah aliran ke titik kontrol yang ditentukan dibagian hilir suatu saluran. Pada prinsipnya, waktu konsentrasi dibagi menjadi :
Inlet Time (to) yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir diatas permukaan tanah menuju ke saluran drainase.
Conduit Time (td) yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di sepanjang saluran sampai titik kontrol yang telah ditentukan di bagian hilir.
Waktu konsentrasi dapat dihitung dengan rumus : tc = to + td
Lama waktu mengalir di dalam saluran ditentukan dengan rumus sesuai dengan kondisi salurannya, untuk saluran alami sifat- sifat hidroliknya akan sukar ditentukan maka menggunakan perkiraan kecepatan. Sedangkan pada saluran buatan, nilai kecepatan aliran dapat dimodifikasi berdasarkan nilai kekasaran dinding saluran menurut Manning, Chezy, atau lainnya.
B. Data Hujan
Berikut adalah komponen-komponen yang berhubungan dengan datan hujan :
a. Pengkuran
Pengukuran hujan dilakukan selama 24 jam, dengan cara ini berarti hujan yang diketahui adalah hujan total yang terjadi selama satu hari.
b. Alat Ukur
Alat ukur hujan biasa (Manual Rain Gauge)
Data yang diperoleh dari pengukuran dengan menggunakan alat ini berupa data hasil pencatatan oleh petugas pada setiap periode tertentu.
Alat ukur hujan otomatis (Automatic Rain Gauge)
Data yang diperoleh dari hasil pengukuran dengan menggunakan alat ini berupa data pencatatan secara menerus pada kertas pencatat yang dipasang pada alat ukur.
C. Pengolahan Data
a. Hujan Rerata daerah Aliran
Hujan rerata daerah aliran untuk suatu daerah dapat dihitung dengan cara rata-rata aljabar, cara thiessen, dan cara isohyet.
1. Cara Aljabar
Cara ini adalah perhitungan rata-rata secara aljabar curah hujan di dalam dan disekitar daerah yang bersangkutan.
R = (R1 + R2 + …. + Rn) Dimana :
R = Curah hujan daerah.
N= Jumlah titik atau pos pengamatan.
R1,R2 = Curah hujan di tiap titik pengamatan.
2. Cara Thiessen
Jika titik-titik di daerah pengamatan pada daerah tersebut tidak tersebar merata, maka cara perhitungan curah hujan dilakukan dengan cara memperhitungkan daerah pengaruh pada tiap titik pengamatan.
Gambar 3. 7 Polygon Thiessen
Berikut adalah rumus perhitungan dengan cara thiessen :
𝑅 =𝐴1. 𝑅1 + 𝐴2. 𝑅2 + ⋯ + 𝐴𝑛. 𝑅𝑛 𝐴1 + 𝐴2 + ⋯ + 𝐴𝑛
Dimana :
R = Curah hujan daerah.
R1,R2 = Curah hujan di tiap titik pengamatan.
A1,A2 = Bagian daerah yang mewakili tiap pengamatan.
3. Cara Ishoyet
Cara ini adalah cara rasional yang terbaik jika garis-garis isohyet dapat digambar dengan teliti. Akan tetapi, jika titik-titik pengamatan banyak dan jumlah variasi curah hujan di daerah bersangkutan tergolong besar, maka pada pembuatan peta isohyet akan terdapat kesalahan pribadi si pembuat data.
Gambar 3. 8 Peta Ishoyet
Berikut adalah rumus perhitungan dengan cara Ishoyet :
𝑅 =𝐴1. 𝑅1 + 𝐴2. 𝑅2 + ⋯ + 𝐴𝑛. 𝑅𝑛 𝐴1 + 𝐴2 + ⋯ + 𝐴𝑛
Dimana :
R =Curah hujan daerah.
R1,R2= Curah hujan rata-rata pada daerah A1,A2,…,An.
A1,A2 = Luas bagian- bagian antara garis isohayet.
b. Melengkapi Data
Hasil pengukuran hujan yang diterima Badan Meteorologi dan Geofisika dari lokasi pengamatan hujan kadang-kadang ada yang tak lengkap, sehingga didalam daftar hujan yang disusun ada data yang hilang. Tidak tercatatnya data hujan oleh petugas ditempat pengamatan mungkin karena alat penakarnya rusakatau kelupaan petugas untuk mencatat atau sebab lain. Sebagai dasar untuk perkiran data hujan yang hilang digunakan data hujan tahunan normal dari tempat pengamatan yang datanya tak lengkap kurang dari 10% maka perkiraan data yang hilang bisa diambil harga rata-
rata hitung dari data tempat pengamatan yang mengelilinginya.
Apabila selisih melebihi 10% maka diambil cara menurut perbandingan biasa yaitu :
𝑟 = 1 𝑛(𝑅
𝑅𝐴𝑟𝐴 + 𝑅
𝑅𝐵𝑟𝐵 + 𝑟 𝑅𝐶𝑟𝐶) Dimana :
R= Curah hujan rata-rata setahun pada tempat pengamatan R, datanya haruslengkap.
rA, rB, rC = Curah hujan di tempat pengamatan RA, RB, RC.RA,RB,RC = Curah hujan ratarata setahun di A, B, C.
D. Frekuensi Curah Hujan
Distribusi frekuensi digunakan untuk memperoleh probabilitas besaran curah hujan rencana dalam berbagai periode ulang. Dasar perhitungan distribusi frekuensi adalah parameter yang berkaitan dengan analisis data yang meliputi rerata, simpangan baku, koefisien varian dan koefisien skewness (kecondongan atau kemiringan). Penentuan periode ulang juga didsarkan pada pertimbangan ekonomis. Analisis frekuensi terhadap data hujan yang tersedia dapat dilakukan beberapa metode antara lain :
a. Metode Iwai Kadoya
b. Distribusi Log Normal 3 Parameter c. Distribusi Log Pearson III
d. Distribusi Gumbel Tipe 1 E. Intensitas Hujan
Intensitas hujan diperoleh dengan cara melakukan analisis data hujan baik secara statistik maupun empiris. Biasanya intensitas hujan dihubungkan dengan durasi hujan jangka pendek misalnya 5 menit, 30 menit, 60 menit dan jam. Padaperencanaan ini digunakan data hujan
jangka pendek, sehingga intensitas hujan ditentukan dengan persamaan, sebagai berikut :
a. Metode Tablot Rumus ini banyak digunakan karena mudah diterapkan dan tetapantetapana dan b ditetapkan dengan harga- harga terukur.
𝐼 = 𝑎 𝑡 + 𝑏
log𝑎 = ∑ 𝑙𝑜𝑔𝐼 ∑(log 𝑡)2− ∑ log 𝑡. log 𝐼 ∑ log 𝑡 𝑛 ∑(log 𝑡)2− (∑ log 𝑡)2
𝑎 = ∑ 𝐼. 𝑡 ∑ 𝐼2− ∑ 𝐼2. 𝑡 ∑ 𝐼 𝑛 ∑ 𝐼2− (∑ 𝐼)2
𝑏 = ∑ 𝐼. ∑ 𝐼. 𝑡 − 𝑛 ∑ 𝐼2. 𝑡 𝑛 ∑ 𝐼2 − (∑ 𝐼)2
𝑛 = ∑ 𝑙𝑜𝑔𝐼 ∑ log 𝑡 − 𝑛 ∑ log 𝑡. log 𝐼 𝑛 ∑(log 𝑡)2− (∑ log 𝑡)2
Dimana :
I = Intensitas hujan (mm/jam) T= Lamanya hujan
a dan b = Konsanta yang tergantung pada lamanya hujan yang terjadi di DAS.
b. Metode Ishiguro
Rumus yang digunakan dalam metode ini adalah sebagao berikut :
𝐼 = 𝑎
√𝑡 + 𝑏 Dimana :
I = Intensitas hujan (mm/jam) T = Lamanya hujan
a dan b = konstanta yang tergantung pada lamanya hujan yang terjadi di DAS.
c. Metode Sherman
Metode Sheerman cocok digunakan untuk jangka waktu curah hujan yanglamanya lebih dari 2 jam.
𝐼 = 𝑎 𝑡𝑛
𝑎 =∑ 𝐼. √𝑡 ∑ 𝐼2− ∑ 𝐼2. √𝑡 ∑ 𝐼 𝑛 ∑ 𝐼2− (∑ 𝐼)2
𝑏 =∑ 𝐼 ∑ 𝐼. √𝑡 − 𝑛 ∑ 𝐼2. √𝑡 𝑛 ∑ 𝐼2− (∑ 𝐼)2
Dimana :
I = Intensitas hujan ( mm/jam) T = lamanya hujan
a dan b = konstanta yang tergantung lamanya hujan yang terjadi di DAS.
Pemilihan intensitas hujan ditentukan berdasarkan selisih terkecil antara intensitas awal dan juga intensitas teoritis yang didapatkan dari hasil perhitungan dengan rumus di atas. Persamaan intensitas hujan dengan selisih terkecil digunakan untuk perhitungan debit.
F. Debit Rencana
Debit rencana adalah debit maksimum yang nantinya akan dialirkan oleh saluran drainase untuk mencegah terjadinya genangan. Untuk drainase perkotaan dan jalan raya, sebagai debit rencana banjir maksimum periode ulang 5 tahun, mempunyai makna kemungkinan banjir maksimum tersebut disamai atau dilampaui 1 kali dalam 5 tahun atau 2 kali dalam 10 tahun atau 20 kali dalam 100 tahun.
Penetapan debit banjir maksimum periode 5 tahun berdasarkan pada pertimbangan :
a. Luas lahan di perkotaan relatif lebih terbatas apabila ingin direncanakan saluran yang melayani debit rencana banjir maksimum periode lebih besar dari 5 tahun.
b. Daerah perkotaan mengalami perubahan dalam periode tertentu sehingga mengakibatkan perubahan pada saluran drainase.
Perencanaan debit rencana untuk drainase perkotaan dan jalan raya dihadapi dengan persoalantidak tersedianya data aliran.
Umumnya untuk menentukan debit aliran akibat air hujan diperoleh dari hubungan rasional antar air hujan dengan limpasannya (metode rasional).
c. Risiko akibat genangan yang ditimbulkan oleh hujan relatif kecil apabila dibandingkan dengan banjir yang ditimbulkan akibat meluapnya sebuah sungai.
Perencanaan debit rencana untuk drainase perkotaan dan jalan raya dihadapi dengan persoalan tidak tersedianya data aliran.
Umumnya untuk menentukan debit aliran akibat air hujan
diperoleh dari hubungan rasional antara air hujan dengan limpasannya (Metode Rasional). Untuk debit air limbah rumah tangga diestimasikan 25 liter/orang/hari. Adapun rumusan perhitungan debit rencana Metode Rasional adalah sebagai berikut:
𝑄 = 0,287. 𝐶. 𝐶𝑠. 𝐼. 𝐴
Sedangkan untuk mengetahui nilai koeefisien tampungan dengan cara menggunakan persamaan berikut:
𝐶𝑠 = 2𝑇𝑐 2𝑇𝑐 + 𝑇𝑑 Keterangan:
Q = Debit rencana dengan periode ulang Tr tahun (m3 /s) C = Koefisien aliran permukaan
Cs = Koefisien tampungan oleh cekungan terhadap debit rencana I = Intensitas hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam)
A = Luas daerah pengaliran (km2 ).
Tc = Waktu konsentrasi (jam)
Td = Waktu aliran air mengakir di dalam saluran dari hulu hingga ke tempat pengukuran (jam)
Dalam sebuah perencanaan sistem saluran drainase yaitu memakai standar yang telah ditetapkan, baik debit rencana (periode ulang) dan cara analisis yang dipakai, tinggi jagaan, struktur saluran, dan lain-lain. Tabel dibawah berikut menyajikan standar desain saluran drainase berdasar “Pedoman Drainase Perkotaan dan Standar Desain Teknis”.
Tabel 3. 1 Kriteria Desain Hidrologi Sistem Drainase
Luas DAS (Ha) Periode Ulang (tahun)
Metode Perhitugan Debit Banjir
< 10 2 Rasional
10 - 100 2 - 5 Rasional
101 - 500 5 - 20 Rasional
>500 10 - 25 Hidrograf satuan
(Suripin,2004, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan: 241)\
G. Koefisien Pengaliran
Koefisien pengaliran adalah perbandingan antara jumlah air hujan yang mengalir atau melimpas di permukaan tanah (surface run-off) dengan jumlah air hujan yang jatuh dari atmosfer (hujan total yang terjadi). Besaran ini dipengaruhi oleh tata guna lahan, kemiringan lahan, jenis dan kondisi tanah. Pemilihan koefisien pengaliran harus mempertimbangkan kemungkinan adanya perubahan tata guna lahan yang akan terjadi dikemudian hari.
Koefisien pengaliran untuk analisis dipergunakan dengan nilai terbesar atau nilai maksimum.
H. Waktu Konsentrasi
Menurut Wesli (2008) pengertian waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan untuk mengalirkan air dari titik yang paling jauh pada daerah aliran ke titik kontrol yang ditentukan di bagian hilir pada suatu saluran. Pada prinsipnya waktu konsentrasi dapat dibagi menjadi :
a. Inlet Time (to), yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di atas permukaan tanah menuju saluran drainase.
b. Conduit time (td), yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di sepanjang saluran sampai titik kontrol yang ditentukan di bagian hilir.
Perencanaan Sistem Drainase A. Landasan Perencanaan
Perencanaan sistem Drainase perkotaan perlu memperhatikan fungsi sistem drainase perkotaan sebagai prasarana kota yang dilandaskan pada konsep pembangunan yang berwawasan lingkungan. Konsep ini antara lain berkaitan dengan sumber daya air, yang pada prinsipnya adalah mengendalikan air hujan supaya dapat meresap dengan jumlah yang banyak kedalam tanah sehingga tidak banyak terbuang sebagai aliran, salah satu penerapannya antara lain seperti membuat bangunan resapan buatan, kolam tandon, penataan landscape dan sempadan.
B. Tahapan Perencanaan
Tahapan perencanaan meliputi :
1. Tahapan dilakukan melalui pembuatan rencana induk, studi kelayakan danperencanaan detail.
2. Sistem Drainase perkotaan di kota raya dan kota besar perlu direncanakan secara menyeluruh melalui tahapan rencana induk.
3. Sistem Drainase perkotaan di kota sedang dan kota kecil dapat direncanakan melalui tahapan rencana kerangka sebagai pengganti rencana induk.
C. Data dan Persyaratan
Sistem Drainase perkotaan memiliki data dan perencanaannya yang terdiri dari :
a. Data primer merupakan data dasar yang dibutuhkan dalam perencanaan yang dapat diperoleh baik dari lapangan maupun dari pustaka yang mencakup :
Data daerah pengaliran sungai atau saluran meliputi topografi, hidrologi, morfologi sungai, sifat tanah, tata guna tanah dan sebagainya. Data prasarana dan fasilitas kota yang telah ada dan direncanakan.
Data permasalahan dan kuantitatif pada setiap lokasi genangan atau banjir yang meliputi luas, lama, kedalaman rata-rata serta frekuensi genangan.
Data keadaan fungsi, sistem, geometri serta dimensi saluran
b. Data sekunder merupakan yang berfungsi sebagai data tambahan yang digunakan dalam melakukan perencanaan Drainase perkotaan yang sifatnya menunjang serta melengkapi data primer.