• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Drainase dan Sewerage

N/A
N/A
Muhammad Aufan Fakhrusy

Academic year: 2024

Membagikan "Laporan Drainase dan Sewerage"

Copied!
173
0
0

Teks penuh

(1)

DI KABUPATEN PASURUAN

Disusun Oleh:

Muhammad Aufan Fakhrusy 21513170

ASISTEN:

Dr. Joni Aldilla Fajri, S.T., M.Eng.

DOSEN:

Eko Siswoyo, S.T., M.Sc.es., Ph.D.

PROGRAM SUTDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA

2022/2023

(2)

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS BESAR PERENCANAAN PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA MOJOKERTO

Disusun Oleh:

MUHAMMAD AUFAN FAKHRUSY 21513170

Disetujui Oleh:

Dosen Mata Kuliah Drainase dan Sewerage

Eko Siswoyo, S.T., M.Sc.ES., Ph.D.

Disetujui Oleh:

Asisten Pembimbing Drainase dan Sewerage

Dr. Joni Aldila Fajri, S.T., M.E

(3)

KATA PENGANTAR

Dengan meneyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Puji sukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat meneyelesaikan Tugas Drainase yang diberi judul

TUGAS PERENCANAAN SISTEM DRAINASE DAN SEWERAGE

KABUPATEN PASURUAN sebagai syarat wajib tugas Mata Kuliah Drainase dan Sewerage semester ganjil T.A 2023/2024 Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dengan memberikan dukungan moral maupun informasi selama penyusunan tugas perenacanan ini hingga selesai dengan baik terutama disampaikan kepada :

1. Orang tua saya tercinta yang telah memberikan doa, semangat dan dukungan

2. Bapak Eko Siswoyo ST., M.Sc.ES Ph.D, selaku dosen mata kuliah Drainase dan Sewerage Teknik Lingkungan UII

3. Dr. Joni Aldila Fajri, S.T., M.Eng. selaku dosen asisten tugas besar Perencanaan drainase dan sewarage

4. Rekan-rekan seperjuangan yang telah memberikan semangat kepada kami

Yogyakarta, 1 Januari 2024

(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

1.1. LATAR BELAKANG ... 1

1.2. MAKSUD DAN TUJUAN ... 4

Maksud dan Tujuan dari Sistem Perencanaan Drainase ... 4

Maksud dan Tujuan dari Sistem Perencanaan Sewerage ... 5

1.3. RUANG LINGKUP PERENCANAAN ... 6

Sistem Drainase ... 6

Sistem Sewerage ... 7

1.4. SISTEMATIKA LAPORAN ... 8

BAB II ... 9

2.1. Batas Wilayah Administrasi ... 9

2.2. Demografi Kependudukan ... 11

2.3. Sarana dan Prasarana ... 14

Pendidikan ... 14

Tempat Ibadah ... 16

Fasilitas Kesehatan ... 17

(5)

BAB III ... 19

3.1. Perencanaan Drainase ... 19

Kriteria Perencanaan Sistem Drainase ... 19

Aspek Hidrologi ... 25

Perencanaan Sistem Drainase ... 37

3.2. Perencanaan Sewerage ... 38

Kriteria Perencanaan Sewerage ... 38

Ketentuan dan Jenis ... 39

Pengkajian Demografi ... 40

Desain Aktual ... 40

Bangunan Pelengkap ... 46

BAB IV ... 48

4.1. Penentuan Daerah Pelayanan ... 48

4.2. Perencanaan Sistem Jaringan Drainase... 48

Penentuan Sistem Jaringan yang Direncanakan ... 48

Lay Out Jaringan ... 49

4.3. Perhitungan Beban Aliran ... 49

Penentuan Blok Pelayanan ... 49

Perhitungan Kapasitas Aliran ... 50

Analisa Hidrologi ... 54

4.4. Pemilihan Bentuk dan Bahan Saluran ... 84

4.5. Perhitungan Potensi Pengurangan Aliran Hujan Mengacu PerMenPU 11/2014 ... 86

4.6. Perhitungan Dimensi dan Elevasi Saluran ... 88

Perhitungan Kemiringan Saluran ... 88

(6)

Perhitungan Debit Saluran ... 89

Perhitungan Dimensi Saluran ... 93

Perhitungan Elevasi Saluran ... 96

Profil Hidrolis ... 100

4.7. Rencana Bangunan Pelengkap ... 103

Street Inlet ... 103

Gorong-Gorong ... 106

BAB V ... 109

5.1. Perencanaan Jaringan Sewerage ... 109

Area Pelayanan ... 109

Penentuan Sistem yang Direncanakan ... 110

5.2. Kriteria Perencanaan ... 110

5.3. Perhitungan Beban Aliran ... 111

Penentuan Sub Area Pelayanan ... 111

Perhitungan Kapasitas Aliran ... 112

5.4. Perhitungan Dimensi Saluran ... 120

Kemiringan Saluran (Slope) ... 121

Dimensi Saluran ... 123

Perhitungan Kecepatan Kontrol Saluran ... 126

Penanaman Pipa ... 128

Profil Hidrolis ... 131

5.5. Rancangan Bangunan Pelengkap (Manhole) ... 134

BAB VI ... 135

6.1. BOQ & RAB DRAINASE ... 135

BOQ URUG ... 135

(7)

BOQ & RAB GORONG-GORONG ... 137

BOQ & RAB STREET INLET ... 141

RAB PEKERJA ... 143

RAB U-DITCH ... 144

6.2. BOQ & RAB SEWERAGE ... 146

BOQ GALIAN SEWERAGE ... 146

BOQ & RAB MANHOLE ... 148

RAB PEKERJA ... 150

RAB PIPA SEWER ... 153

6.3. REKAPITULASI RAB DRAINASE & SEWERAGE ... 154

LAMPIRAN ... 157

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Kecamatan dan Luas Tiap Kecamatan ... 10

Tabel 2. 2 Jumlah Pendnduk Per Kecamatan di Kabupaten Pasuruan ... 12

Tabel 2. 3 Rasio Jenis Kelamin Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Pasuruan ... 13

Tabel 2. 4 Fasilitas Pendidikan ... 14

Tabel 2. 5 Fasilitas Tempat Ibadah ... 16

Tabel 2. 6 Fasilitas Kesehatan ... 17

Tabel 3. 1 Kriteria Desain Hidrologi Sistem Drainase ... 35

Tabel 3. 2 Kecepatan Pengaliran Pipa... 41

Tabel 4. 1 C Gabungan Saluran Primer Drainase ... 51

Tabel 4. 2 C Gabungan Saluran Sekunder Drainase ... 53

Tabel 4. 3 Data Curah Hujan Hilang ... 55

Tabel 4. 4 Rata-Rata Curah Hujan Metode Aritmatik ... 57

Tabel 4. 5 Data Polygon Thiessen ... 58

Tabel 4. 6 Data Curah Hujan Metode Polygon Thiessen ... 59

Tabel 4. 7 Curah Hujan Maksimum Metode Gumbel ... 60

Tabel 4. 8 PUH 2, 5, 10 dan 25 Tahunan Metode Gumbel ... 62

Tabel 4. 9 Perhitungan Standar Deviasi Curah Hujan Metode Log Pearson iii .... 62

Tabel 4. 10 Curah Hujan Harian Metode Log Pearson III ... 63

Tabel 4. 11 Nilai bi... 65

Tabel 4. 12 Curah Hujan Maksimum Metode Iwai Kadoya ... 65

Tabel 4. 13 Nilai PUH 2, 5, 10, dan 25 Tahunan Metode Iwai Kadoya ... 66

Tabel 4. 14 Perbandingan Metode Curah Hujan Makssimum ... 66

Tabel 4. 15 Data yang Digunakan UNtuk Metode Mononobe ... 68

Tabel 4. 16 Intensitas Curah Hujan Metode Mononobe ... 68

Tabel 4. 17 Nilai PUH Metode Gumbel... 70

Tabel 4. 18 Hasil Perhitungan Van Breen PUH 2 Tahun ... 70

Tabel 4. 19 Hasil Perhitungan Van Breen PUH 5 Tahun ... 71

(9)

Tabel 4. 20 Hasil Perhitungan Van Breen PUH 10 Tahun ... 71

Tabel 4. 21 Hasil Perhitungan Van Breen PUH 25 Tahun ... 72

Tabel 4. 22 Nilai PUH Metode Gumbel... 72

Tabel 4. 23 Hasil Perhitungan Metode Van Breen PUH 2 Tahun ... 74

Tabel 4. 24 Hasil Perhitungan Metode Van Breen PUH 5 Tahun ... 75

Tabel 4. 25 Hasil Perhitungan Metode Van Breen PUH 10 Tahun ... 75

Tabel 4. 26 Hasil Perhitungan Metode Van Breen PUH 25 Tahun ... 76

Tabel 4. 27 Hasil Perhitungan Talbot PUH 2 Tahun ... 78

Tabel 4. 28 Hasil Perhitungan Talbot PUH 5 Tahun ... 78

Tabel 4. 29 Hasil Perhitungan Talbot PUH 10 Tahun ... 79

Tabel 4. 30 Hasil Perhitungan Talbot PUH 25 Tahun ... 79

Tabel 4. 31 Hasil Perhitungan Metode Sherman PUH 2 Tahun ... 80

Tabel 4. 32 Hasil Perhitungan Metode Sherman PUH 5 Tahun ... 81

Tabel 4. 33 Hasil Perhitungan Metode Sherman PUH 10 Tahun ... 81

Tabel 4. 34 Hasil Perhitungan Metode Sherman PUH 25 Tahun ... 82

Tabel 4. 35 Hasil Perhitungan Metode Ishiguro PUH 2 Tahun ... 82

Tabel 4. 36 Hasil Perhitungan Metode Ishiguro PUH 5 Tahun ... 83

Tabel 4. 37 Hasil Perhitungan Metode Ishiguro PUH 10 Tahun ... 83

Tabel 4. 38 Hasil Perhitungan Metode Ishiguro PUH 25 Tahun ... 83

Tabel 4. 39 Koefisien Kekasaran Manning ... 85

Tabel 4. 40 Slope Saluran Primer Drainase ... 88

Tabel 4. 41 Slope Saluran Sekunder Drainase ... 89

Tabel 4. 42 Debit Saluran Primer Drainase ... 92

Tabel 4. 43 Debit Saluran Sekunder Drainase ... 93

Tabel 4. 44 Dimensi Saluran Primer Drainase ... 95

Tabel 4. 45 Dimensi Saluran Sekunder Drainase ... 96

Tabel 4. 46 Elevasi Saluran Primer Drainase... 98

Tabel 4. 47 Elevasi Saluran Sekunder Drainase ... 99

Tabel 4. 48 Profil Hidrolis Saluran Primer Drainase ... 100

Tabel 4. 49 Profil Hidrolis Saluran Sekunder Drainse ... 102

Tabel 4. 50 Street Inlet Saluran Drainase ... 104

(10)

Tabel 4. 51 Street Inlet Saluran Sekunder ... 105

Tabel 4. 52 Gorong - Gorong Saluran Primer Drainase... 107

Tabel 4. 53 Gorong - Gorong Saluran Sekunder Drainase ... 108

Tabel 5. 1 Data Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Pasuruan 113 Tabel 5. 2 Preykesi Mundur Metode Aritmatika Kabupaten Pasuruan ... 114

Tabel 5. 3 Proyeksi Mundur Meteiode Geometrik Kabupaten Pasuruan ... 115

Tabel 5. 4 Proyeksi Mundur Metode Least Square Kabupaten Pasuruan ... 116

Tabel 5. 5 Proyeksi Maju Kabupaten Pasuruan ... 117

Tabel 5. 6 Perhitungan Debit Limbah Saluran Primer ... 119

Tabel 5. 7 Pehitungan Debit Saluran Sekunder ... 120

Tabel 5. 8 Slope Saluran Primer Sewerage ... 122

Tabel 5. 9 Slope Saluran Sekunder ... 122

Tabel 5. 10 Dimensi Salruan Primer Sewerage ... 125

Tabel 5. 11 Dimensi Saluran Sekunder Sewerage ... 126

Tabel 5. 12 Hasil Kecepatan Kontrol Saluran Primer Sewerage ... 127

Tabel 5. 13 Hasil Kecepatan Kontrol Saluran Sekunder Sewerage ... 128

Tabel 5. 14 Elevasi Saluran Primer Sewerage ... 130

Tabel 5. 15 Elevasi Saluran Sekunder Sewerage ... 130

Tabel 5. 16 Profil Hidrolis Saluran Primer Sewerage ... 131

Tabel 5. 17 Profil Hidrolis Saluran Sekunder Sewerage ... 133

Table 6. 1 BOQ Uurg Drainase Saluran Primer 135 Table 6. 2 BOQ Uurg Drainase Saluran Sekunder ... 136

Table 6. 3 BOQ Gorong-Gorong Saluran Primer Drainase ... 137

Table 6. 4 BOQ Gorong-Gorong Saluran Sekunder Drainase ... 138

Table 6. 5 RAB Gorong-Gorong Saluran Primer Drainase ... 139

Table 6. 6 RAB Gorong-Gorong Saluran Sekunder Drainase ... 140

Table 6. 7 RAB Street Inlet Saluran Primer Drainase ... 141

Table 6. 8 RAB Street Inlet Saluran Sekunder Drainase ... 142

Table 6. 9 RAB Pekerja Drainase ... 143

Table 6. 10 RAB U-Ditch Saluran Primer Drainase ... 144

Table 6. 11 RAB U-Ditch Saluran Sekunder Drainase ... 145

(11)

Table 6. 12 BOQ Galian Saluran Primer Sewerage ... 146

Table 6. 13 BOQ Galian Saluran Sekunder Sewerage ... 147

Table 6. 14 RAB Manhole Saluran Primer Drainase ... 148

Table 6. 15 RAB Manhole Saluran Sekunder Sewerage ... 149

Table 6. 16 RAB Pekerja Persiapan Pekerjaan Sewerage ... 150

Table 6. 17 RAB Pekerja Galian Saluran Sewerage ... 151

Table 6. 18 RAB Pekerja Manhole ... 152

Table 6. 19 RAB Pipa Saluran Primer Sewerage ... 153

Table 6. 20 RAB Pipa Saluran Sekunder Sewerage ... 153

Table 6. 21 Rekapitulasi RAB Drainase ... 154

Table 6. 22 Rekapitulasi RAB Sewerage ... 154

Table 6. 23 Rekapitulasi RAB Perencanaan Drainase dan Sewerage Kabupaten Pasuruan ... 155

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Peta Wilayah Kabupaten Pasuruan ... 10

Gambar 3. 1 Saluran Bentuk Trapesium 22 Gambar 3. 2 Saluan Bentuk Segiempat... 23

Gambar 3. 3 Pola Jaringan Sekunder Siku ... 23

Gambar 3. 4 Pola Jaringan Sekunder Paralel ... 24

Gambar 3. 5 Pola Jaringan Drainase Grid Iron ... 24

Gambar 3. 6 Pola Jaringan Drainase Alamiah ... 25

Gambar 3. 7 Polygon Thiessen ... 29

Gambar 3. 8 Peta Ishoyet ... 30

Gambar 3. 9 Grafik Elemen Hidrolis ... 43

Gambar 4. 1 Peta Pelayanan Drainase Kabupaten Pasuruan 48 Gambar 4. 2 Lay Out Jaringan Drainase ... 49

Gambar 4. 3 Grafik Lengkung Intensitas Hujan ... 69

Gambar 4. 4 Bentuk Saluran Drainase ... 84

Gambar 4. 5 Profil Hidrolis Saluran Primer A1-A3 ... 101

Gambar 4. 6 Profil Hidrolis Saluran Primer A3-A5 ... 101

Gambar 4. 7 Profil Hidrolis Saluran Sekunder A2-A3 ... 102

Gambar 4. 8 Profil Hidrolis Saluran Sekunder A4-A5 ... 103

Gambar 5. 1 Area Pelayanan Sewerage 110 Gambar 5. 2 Peta Sub Layanan Saluran Sewerage Kabupaten Pasuruan ... 112

Gambar 5. 3 Grafik Pertumbuhan Penduduk ... 117

Gambar 5. 4 Grafik Elemen Hidrolis ... 124

Gambar 5. 11 Grafik Profil Hidrolis Saluran Primer A1-A3 ... 132

Gambar 5. 12 Grafik Profil Hidrolis Saluran Primer A3-A5 ... 132

Gambar 5. 13 Grafik Profil Hidrolis Saluran Sekunder A2-A3 ... 133

Gambar 5. 14 Grafik Profil Hidrolis Saluran Sekunder A4-A5 ... 134

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Pada zaman modern seperti sekarang ini, segeala pemabaharuan teknoogi sedang gencar-gencarnya. Pembaruan teknologi ini juga memiliki dampak yang cukup signifikan terhadap lingkungan, misalnya pemanasan global.

Peristiwa ini banyak disebabkan oleh terjadinya pertumbuhan manusia yang sangat cepat yang menyebabkan penggunaan lahan didominasi oleh manusia sehingga semakin meningkatkan efek pemansan global itu sendiri.

Di Indonesia, saat ini sudah mersasakan eefk dari persitiwa alam berupa pemanasan global ini. Misalnya saja adalah terjadi penurunan yang sginifikan terhadapa suhu air laut di Samudera Pasifik yang biasa di sebut dengan fenomena La Nina. Fenomena ini menyebabkan hujan menjadi turun lebih banyajk di daerah Indonesia

Dengan adanya peristiwa tersebut maka Indonesia perlu melakukan penvegahan dan penanganan terhadap dampak yang ditimbulkan dari peristiwa tersebut. Ditambah lagi populasi manusia menempati wilayah di Indonesia juga semakin bertamabah banyak tiap tahunnya, hal ini menagakibatkan tata guna lahan terbuka hijau di Indonesia juga semakin terkikis keberadaannya.

Pertambahan jumlah penduduk dan menignkatnya kawasan pemukiman di daerah-daerah terutama di kawasan perkotaan, hal ini menyebabkan berkurangnnya lahan hijau sebagai daerah yang menyerap air hujan. Untuk itu diperlukan saluran air yang dapat mengalirkan air dengan cepatagar tidak menyebabkan masalah dan berdampak pada lingkungan. Dalam upaya untuk mengurangi masalah genangan air hujan di berbagai kota di Indonesia maka

(14)

adanya upaya pemerintah untuk membuat kajian untuk program di bidang Cipta Karya. Adapun salah satu program tersebut adalah sektor Drainase.

Melihat kejadian nyata di Indonesia bahwa masih sering terjadi peristiwa banjir terutama kawasan perkotaan, untuk itu keberadaan dari saluran drainase sangar diperlukan guna mengalirkan air baik dari air hujan maupun genangan air yang dapat pengguna jalan lainn, sehingga dengan adantya saluran drainsae tersebut maka badan jalan akan tetap kering.

Konsep drainase secara umum yang telah diterapkan hampr di seluruh wilayah di Indonesia saat ini adalah konsep drainase konvesional, konsep ini tersebut sudah banyak mengalami evaluasi. Konsep ini memiliki bahwa seluruh air hujan yang jatuh di suatu daerah harus seceepatnya dibuang ke sungai atau ke saluran drainase. Drainase sendiri adalah aspek yang pentin yang diperlukan dalam menunjang infrastruktur suatu daerah maupun kawasan. Jika semua air hujan dialirkan langsung ke sungai tanpa dibiarkan meresap ke tnah, maka lambat laun dampakanya akan berkibat fatal kerna sungai-sungai akan menerima beban yang melampaui dari kapasitas seharusnya, sehingga nantinya sungai dapat meluap dan dapat mengakibatkan terjadinya genangan serta akan menimbulkan berbagai kerugian, baik material, jiwa dan fisik (berupa penyaki) (Muliawati, 2013).

Untuk mengartur permaslah infrastruktur tersebut, diperlukan sistem draise yang berwawasan lingkungan yang memili prinsip dasar tujuan untuk mengendalikan kelebihan air ada permukaan tanah seingga dapat dialirkan secara terkendali dan lebih banyak memiliki kesempatan untuk meresap kedalam tanah. Hal ini dimaksudkan agar konservasi air tanah dapat berlangsung dengan baik dan dimensi struktur bangunan sara drainase dapat dibangun dengan lebih efisien, untuk dapat memadukan berbagai tingkat kepentingan, maka perlu diupayakan adanya koordinasi antara instansi atau lembaga ang terkai dengan masyarakat sesuai dengan kebijkan pemerintah dalam pembangunan di bidang perumahan dan pemukiman yaitu upaya penciptaan lingkungan pemukiman yang bersih dan juga sehat. Peningkatan

(15)

pembangunan perumahan dan pemukiman secara terarah dan terpadu dapat dilakukan dengan jalam pemenuhan kebutuhan prasrana ataupun menata kembali berbagai infrastruktur yang telah ada.

Di beberapa kota besar dan berbagai kota lain sering terjadi peristiwa banjir yang pada umumnya disebabkan oleh sistem saluran air buangan dan air hujan tidak berkerja sebagaimana mestinya. Hal tesebut dapat terjadi karean adanya penyumbatan, endapan lumpur, kurangnya perawatan atau karean perencanaan serta pelaksanaan pembangunan sistem penyaluran air buangan yang tidak sesuai dengan ketentuan teknis. Dari sejumlah studi dan juga survei diperkirakan 80% air bersih yang kita gunakan ini akan menjadi air limbah.

Sementara, untuk air limbah domestik yang dihasilkan dari pemukikan yang menganduung kotoran mansuia, sisa pencucian, sisa mandi dan lain sebagainya. Dengan begitu banyaknya unsur pencemar yang etekandung dalam air limbah, tidak memungkinkan air limbah tersebut dibuang langsung begitu saja ke lingkungan tanpa adanya proses pengelolaan lo,bah yang lebih lanjut. Oleh sebab itu, harus ada sistem pengumpulan dan penyaluran air limbah tersebut sehingga dapat diolah pada IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) yang biasa disebut dengan sistem Sewerage. Sistem sewerage dapat diartikan sebgai sustu sistem pengelohan ait limbah mulai dari pengumpulan (sewer), pengolahan (treatment) sampai dengan pembuangan (disposal).

Pengelohan atau perlakuan yang tidak baik terhadap air buangan dapat mengakibatkan dampak negatif yaitu timbulnya berbagai macam penyakir bawaan air yang dibawa oleh vektor yang berada di dalam air buangan tersebut, sehingga nantinya akan mengganu kesehatan masyarakat. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, dapat dibangunsaluran sewer, dimana saluran sewer adaalhsuatu sistem pembuangan air limbah yang menuju atau mengalirkan air limbah ke pengolahan air limbah yang bertujuan untuk menjaga kondisi air tanah. Adapun damapk negati dari tidak adanya sistem sewer pada kehidupan manusia dan lingkungan yang dapat ditimbulkan oleh air buangan, secara disadari atau tidak telah mendorong berkembangnya

(16)

teknologi untuk menangani air buangan secara saniter. Hal ini berarti air buangan dilakukan dengan teknis ddan prosedur yang sesuai dengan kaidah- kaidah ilmu sanitasi serta kesehatan lingkungan. Penerapan dari teknolog penanganan air limbah diharapkan dapat mengurangi seoptimal mungkin damapak negatif yang ditimbulkan oleh air limbah tersebut. Masalah air buangan memiliki hubungan yang erat dengan masalah lingkungan hidup dan masalah kesehatan masyarakat. Masalah yan ada dapat dieleminasi apabila faktor penyebab masalah dijauhkan atau dipisahkan dari kontak dengan manusia. Selain itu juga dibutuhkan perencanaan saluran air limbah yang baik untuk menyalurkan air limbah yang dihasilkan dari kegiatan manusia yang ada disuatu wilayah tersebut untuk menuju ke IPAL tanpa mencemari lingkungan.

Dalam tugas besar perencanaan sistem Drainase dan Sewerage ini akan direncanakan sistem pencenaan Drainase dan Sewrage di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timut, Indonesia dengan 24 kecamatan yang ada.

1.2. MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud dan Tujuan dari Sistem Perencanaan Drainase

Maksud dari perencanaan sistem Drainase ini adalah untuk merencanakan sistem drainase di Kabupaten Pasuruan berdasarla penentuan daerah pelayanan, kriteria perencanaan, perhitungan baeban aliran, pemilihan bentuk dan bahan saluran, perhitungan potensi pengurangan aliran hujan dengan acuan Regulasi yaitu PerMen PU No. 11 Tahun 2014, perhitungan dimensi dan eleveasi salurgan dan merencanaan Bill of Quantity dan Rancangan Anggaran Biaya. Serta juga dimaksud dari adanya perencaan sistem drainase juga untuk menghambat terjadinya limpasan air pada daerah hulu. Adapaun tujuan dari perencanaan ini adalah :

(17)

1. Mengendalikan elevasi air tanah di lahan produktif 2. Mencegah terjadinya erosi tanah

3. Mengendalikan banjir

4. Menegah terjadinya lingkungan yang kurang sehat

Maksud dan Tujuan dari Sistem Perencanaan Sewerage

Maksud dari perencanaan sistem Sewerageadalah untuk merenanakan sistem jaringan sewerage Kabupaten Pasuruan berdasarkan penentuan area pelayanan, kriteria perencanaan, perhitungan beban aliran, perhitungan dimensi saluran, rencana bangunan pelengkap, dan merencanakan Bill of Quantity serta Rancangan Anggaran Biaya. Tujuan dari perencanaansistem serage ini yaitu :

1. Mencegah munculnya gangguan kesehatan

2. Mengurangi serta menghiulangkan pengaruh negatif air buangan pada kesehatan dan lingkungannya

3. Mencegah timbulnya penyakit bawaan air dan secara estetika mencegah bau tidak sedan yang ditimbulkan air buangan

4. Meningkatnya mutu lingkungan hdiup melalui pengelolaan, pembangunan, dan atau pemanfaatan air buangan untuk kepentingan hidup manusia dan lingkungannya

5. Menciptakan dan memperoleh jaringan yang efektif dan efisien dengan menekan biaya yang seminimal mungkin namun memperoleh hasil yang semaksimal mungkin

6. Mengurangi dan menghilangkan pengaruh buruk air baungan pada kesehatan dan lingkungannya yang akan berdampak pada terciptanya suatu kondisi lingkungan yang sehat

7. Mencegah gangguan estetik

(18)

1.3. RUANG LINGKUP PERENCANAAN

Ruang lingkup perenccanaan sistem drainase dan sewewrage ini menjelaskan tentang tahap-tahap didalam merencanakan sebuah sistem drainase dan sewerage yang nantinya akan dibangun di Kabupaten Pasuruan.

Sistem Drainase

Ruang lingkup perencanaan sistem Drainase adalah sebagai berikut : 1. Penentuan daerah pelayanan

2. Perencanaan sistem jaringan drainase yang meliputi : a. Penentuan sistem yang direncanakan

b. Layout jaringan

3. Perhitungan beban aliran yang meliputi : a. Penentuan blok pelayanan (sub area)

b. Perhitungan kapasitas aliran ( sesuai tata guna lahan) c. Menghitung cuarah hujan rata-rata daerah dengan

menggunakan Thiessen, Gumbel, Iwai Kadoya, dan Log Pearson Tipe III

d. Menghitung distribusi hujan dengan menggunakan metode Hasper Weduwen

e. Menghitung lengkung intensitas hujan untuk tinggi hujan rencana yang terpilih menggunakan cara Talbot, Ishuguro, dan Sherman

4. Pemilhan bentuk dan bahan saluran 5. Perhitungan dimensi dan elevasi saluran 6. Rencana bangunan pelengkap meliputi :

a. Pompa dan rumah pompa (bila diperlukan) b. Bangunan bantu (bila diperlukan)

c. Gorong-gorong d. Street Inlet

(19)

7. Perhitungan BOQ (Bill of Quantity) dan RAB (Rancangan Anggaran Biaya)

8. Gambar-gambar yang meliputi : a. Peta lokasi

b. Peta daerah pelayanan dengan pembagian blok pelayanan

c. Layout jaringan saluran air hujan d. Profil hidrolis saluran induk

e. Gambar detail bangunan pelengkap Sistem Sewerage

Ruang lingkup perencanaan sistem sewerage meliputi : \ 1. Area pelayanan

2. Penentuan sistem yang direncanakan 3. Kriteria perencanaan

4. Perhitungan beban aliran meliputi : a. Penentuan sub area pelyanan b. Perhitungan kapasitas aliran 5. Perhitungan dimensi saluran

6. Rencana bangunan pelengkap (bila dibutuhkan) yang meliputi : a. Pompa

b. Bangunan perlintasan dan sebagainya 7. Gambar-gambar yang meliputi :

a. Peta daerah pelayanan

b. Peta pembagian sub area pelayanan c. Layout jaringan saluran air buangan d. P gambar profil hidrolis saluran utama e. Gamabr detail bangunan pelengkap

8. Perhitungan BOQ (Bill of Quantity) dan RAB (Rancangan Anggaran Biaya)

(20)

1.4. SISTEMATIKA LAPORAN

Sistematika lapooran tugas perencanaan sistem Drainase dan Sewerage di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur meliputi :

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan 1.3 Ruang Lingkup 1.4 Sistematika Laporan Bab II Kondisi Umum Daerah Perencanaan Bab III Kriteria Perencanaan

Bab IV Perencanaan Drainase Bab V Perencanaan Sewerage Bab VI BOQ dan RAB

Daftar Pustaka Lampiran

(21)

BAB II

KONDISI UMUM DAERAH PERENCANAAN

2.1. Batas Wilayah Administrasi

Kabupaten Pasuruan berada pada posisi strategis yaitu jalur regional juga jalur perekonomian Surabaya – Malang – dan Surabaya – Banyuwangi.

Kabupaten Pasuruan berada di poisis geografi antara 112°33’55”hingga 113°30’37” Bujur Timur dan antara 7°32’34” hingga 8°30’20” Lintang Selatan.

Kabupaten Pasuruan memiliki luas wilayah 147.410,50 Ha (3,13% luas provinsi Jawa Timur). Yang terdiri dari 15 kecamatan, 24 kelurahan, 341 Desa dan 1694 Pendukuhan. Batas-batas wilayah Pasuruan adalah sebagai berikut :

Utara : Kabupaten Sidoarjo dan Selat Madura

Selatan : Kabupaten Malang

Timur : Kabupaten Probolinggo

Barat : Kabupaten Mojokerto

Bagian utara wilayah Kabupaten Pasuruan merupakan dataran rendah. Bagian barat daya merupakan pegunungan, dengan puncaknya Gunung Arjuno dan Gunung Welirang. Bagian Tenggara adalah bagian dari Pegunungan Tengger, dengan puncaknya Gunung Bromo. Kabupaten Pasuruan memili wilayah perairan laut dan kawasan pantai yag membentang sepanjang ±48 km mulai dari Kecamatan Nguling hingga Kecamatan Bangil dengan wilayah eksploitasi laut mencapoai 112,5 mil laut persegi dan potensi laut lestari/Maximum Sustainable Yield (MYS) sebesar ±27.000 ton/tahun. Kawasan perairan laut di Kabupaten Pasuruan memiliki garis pantai memanjang dari Barat ke Timur menghadap ke Selat Madura dengan luas kawasan pesisir secara administratif.

(22)

Gambar 2. 1 Peta Wilayah Kabupaten Pasuruan

Tabel 2. 1 Kecamatan dan Luas Tiap Kecamatan

Kecamatan Luas km2

Purwodadi 102,46

Tutur 86,3

Puspo 58.3

Tosari 90

Lumbang 125,55

Pasrepan 89,95

Kejayan 79.15

Wonorejo 47,3

Purwosari 59,87

Prigen 121,9

(23)

Sukorejo 58,18

Pandaan 43,27

Gempol 64,92

Beji 39,9

Bangil 44,6

Rembang 42,52

Kraton 50,75

Pohjentrek 11,88

Gondang Wetan 26,25

Rejoso 37

Winongan 45,97

Grati 50,78

Lekok 46,57

Nguling 42,6

Sumber : Kabupaten Pasuruan dalam Angka 2023

2.2. Demografi Kependudukan

Jumlah penduduk Kabupaten Pasuruan berdasarkan hasil sensus penduduk Tahun 2022 tercatatt sebanyak 1.619.035 juta jiwa terdiri dari jenis kelamin laki-laki sebanyak 809.968 jiwa dan jenis kelamin perempuan sebanyak 809.067 jiwa dengan sex ratio Kabupaten Pasuruan sebesar 100,11. Dari tahun ke tahun jumlah penduduk Kabupaten Pasuruan relatif terus bertambah. Rata-rata pertumbuhan penduduk sebesar 0,81%. Pertahun. Distribusi penduduk Kabupaten Pasuruan dapat dikatakan tersebar secara merata untuk masing-masing kecamatan.

Kecamatan dengan jumlah penduduk paling banyak adalah Kecamatan Gempol sebanyak 130.719 jiwa dan Kecamatan yang memiliki penduduk yang paling sedikit ialah Kecamatan Tosari dengan jumlah penduduk sebanyak 18.837 jiwa. Kepadatan penduduk rata-rata di Kabupaten

(24)

Pasuruan pada Tahun 2022 adalah sebesar 1.098,38 jiwa/km2. Kepadatan penduduk yang paling tinggi ialah di Kecamatan Pohjentrek dengan tingkat kepadatan sebesar 2.672,64 jiwa/km2, sedangkan Kecamatan Tosari memiliki tingkat kepadatan terendah dengan 192,21 jiwa/km2.

Tabel 2. 2 Jumlah Pendnduk Per Kecamatan di Kabupaten Pasuruan

Kecamatan Penduduk

Purwodadi 70601

Tutur 53830

Puspo 27778

Tosari 18837

Lumbang 35464

Pasrepan 52596

Kejayan 65589

Wonorejo 60286

Purwosari 84962

Prigen 87745

Sukorejo 88336

Pandaan 111651

Gempol 130719

Beji 88385

Bangil 83724

Rembang 67631

Kraton 88969

Pohjentrek 31751

Gondang Wetan 56705

Rejoso 47132

Winongan 44686

Grati 79512

(25)

Lekok 78551

Nguling 63595

total 1619035

Sumber : Kabupaten Pasuruan Dalam Angka 2023

Tabel 2. 3 Rasio Jenis Kelamin Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Pasuruan

Kecamatan Rasio Jenis Kelamin

Purwodadi 103,1

Tutur 101,72

Puspo 99,1

Tosari 99,29

Lumbang 98,9

Pasrepan 97,35

Kejayan 97,15

Wonorejo 97,87

Purwosari 101,47

Prigen 102,14

Sukorejo 99,32

Pandaan 100,32

Gempol 101,3

Beji 101,07

Bangil 99,63

Rembang 97,2

Kraton 102,88

Pohjentrek 102,25

Gondang Wetan 102,62

Rejoso 101,83

(26)

Winongan 99,3

Grati 98,99

Lekok 98,49

Nguling 96,33

kabupaten pasuruan 100,11

Sumber : Kabupaten Pasuruan Dalam Angka 2023

2.3. Sarana dan Prasarana

Secara umum dari data Tahun 2022 dengan wilayah 1.325,52 Km2 terdapat beberapa fasilitas umum di Kabupaten Pasuruan berdasarkan data dari BPS Kabupaten Pasuruan.

Pendidikan

Kondisi demografis pada suatu daerah juga menejlaskan keadaan dari segi pendidikan. Pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan sumber daya manusia.

Tabel 2. 4 Fasilitas Pendidikan

KECAMATAN FASILITAS PENDIDIKAN

TK SD SMP SMA

Purwodadi 29 39 7 2

Tutur 21 32 8 2

Puspo 12 19 4 -

(27)

Tosari 11 16 5 2

Lumbang 17 27 4 2

Pasrepan 16 29 5 -

Kejayan 25 39 5 1

Wonorejo 35 28 5 1

Purwosari 32 39 9 3

Prigen 44 34 9 4

Sukorejo 41 39 8 2

Pandaan 53 45 11 5

Gempol 49 36 11 4

Beji 37 31 12 1

Bangil 45 36 12 5

Rembang 27 27 5 -

Kraton 28 30 8 2

Pohjentrek 15 13 3 2

Gondang Wetan 21 23 4 1

Rejoso 22 25 6 -

Winongan 20 23 2 -

Grati 30 34 4 1

Lekok 20 30 6 1

Nguling 22 28 5 1

Sumber : Kabupaten Pasuruan Dalam Angka 2023

(28)

Tempat Ibadah

Tabel 2. 5 Fasilitas Tempat Ibadah

KECAMATA N

FASILITAS IBADAH Masji

d

Mushol a

Gereja Protesta

n

Gereja

Katholik Pura Vihara

Purwodadi 75 47 6 0 0 0

Tutur 63 197 5 0 9 0

Puspo 63 145 1 0 2 0

Tosari 28 20 6 0 29 0

Lumbang 35 144 0 0 0 0

Pasrepan 91 85 0 0 0 0

Kejayan 106 219 0 0 0 0

Wonorejo 63 431 1 0 0 0

Purwosari 59 326 2 0 0 0

Prigen 59 26 12 0 0 0

Sukorejo 95 357 3 0 0 0

Pandaan 121 41 10 1 0 0

Gempol 125 299 8 0 1 0

Beji 139 32 2 0 0 0

Bangil 58 98 5 0 1 0

Rembang 92 77 0 0 0 0

Kraton 94 101 0 0 0 0

Pohjentrek 33 126 0 0 0 0

Gondang

Wetan 60 241 0 0 0 0

Rejoso 59 160 0 0 0 0

Winongan 69 156 0 0 0 0

(29)

Grati 67 87 3 0 0 0

Lekok 49 476 0 0 0 0

Nguling 45 455 0 0 0 0

Total 1748 4346 64 1 42 0

Sumber : Kabupaten Pasuruan Dalam Angka 2023

Fasilitas Kesehatan

Tabel 2. 6 Fasilitas Kesehatan

KECAMATAN

FASILITAS KESEHATAN Rumah

Sakit

Rumah Sakit Bersalin

Poliklinik Puskesmas Apotek

Purwodadi 0 0 2 1 2

Tutur 0 0 0 2 1

Puspo 0 0 0 1 0

Tosari 0 0 0 1 0

Lumbang 0 0 0 1 0

Pasrepan 1 0 0 1 1

Kejayan 0 0 1 2 1

Wonorejo 0 0 1 0 1

Purwosari 0 1 3 2 2

Prigen 1 0 4 2 1

Sukorejo 2 0 3 1 3

Pandaan 3 2 7 2 7

Gempol 2 0 4 2 4

Beji 0 0 4 1 2

(30)

Bangil 1 0 6 2 7

Rembang 1 0 2 1 1

Kraton 1 0 4 3 4

Pohjentrek 0 0 2 1 2

Gondang

Wetan 0 0 0 1 1

Rejoso 1 0 0 1 0

Winongan 0 0 2 1 1

Grati 2 0 0 2 3

Lekok 0 0 3 2 1

Nguling 0 0 0 2 1

Total 15 3 48 35 46

Sumber : Kabupaten Pasuruan Dalam Angka 2023

(31)

BAB III

KRITERIA PERENCANAAN 3.1. Perencanaan Drainase

Kriteria Perencanaan Sistem Drainase

Kriteria perencanaan ialah suatu kriteria yang nnatinya akan digunakan oleh perancang sebagai pedoman untuk merancang dengan harapan mampu menggunakan kriteria perancangan tersebut secara tepat dengan cara membandingkan kondisi sebenarnya dengan parameter- parameter yang tersedia pada kriteria. Adapun kriteria perencanaan sistem Drainase perkotaan berdasarkan Pertaruan Menteri Pekerjaan Umum nomor 12/PRT/M/2014 meliputi :

a. Penysunan secara induk b. Studi kelayakan

c. Perencanaan teknik terinci atau detail design.

Rencana induk sistem Drainase perkotaan disusun dengan memperhatikan rencana pengelolaan sumber daya air, Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK), Tipologi kota atau Wilayah, Konservasi Air, Kondisi Lingkungan, Sosial, Ekonomi, Serta kearifan lokal. Studi kelayakan sistem Drainase perkotaan disusun untuk mengukur tingkat kelayakan rencana pembangunan prasarana dan sarana sistem drainase di suatu wilayah pelayanan sistem Drainase tersebut yang nantinya akan ditinjau dari aspek teknis, ekonomi, serta lingkungan. Studi kelayakan yang dimaksud meliputi perencanaan teknis, kelayakan teknis, kelayakan, ekonomi, kelayakan lingkungan dan, kelayakan penyediaan layanan pemukiman kembali apabila diperlukan.

(32)

Perencanaan teknik terinci atau detail desaign dari perencanaan sistem drainase perkotaan merupakanm suatu perencanaan detail prasarana dan sarana yang tersedia sampai memenuhi syarat untuk dilaksanakannya pembangynan sistem drainase di wilayah perkotaan tersebut. Perencanaan teknik terinci yang dimaksud meliputi rancangan teknik terinci sistem drainase, rancangan teknik terinci sistem penampungan, dan rancangan teknik terinci sistem resapan.

A. Jenis Sistem Drainase

Sistem drainase terdiri atas sistem teknis dan non teknis. Sistem teknis drainase perkotaan ialah jaringan drainase perkotaan yang terdiri dri saluran induk atau primer, saluran sekunder, saluran tersier, daluran lokal, bangunan peresapan, bangunnan tampungan besertasara pelengkapnyua yang berhubungan secara sistematik satu dengan yang lainnya. Saluran indyuk atau primer dan saluran sekunder dapat berupa sungai dan/atau anak sungai berfungsi sebagai darinase perkotaan, dan/atau kanal bautan yang seluruh daerah tangkapnnya airnya terletak dalam satu wilayah perkotaam. Sedangkan sistem non teknis drainase perkotaan ialah dukungan terhdap sistem drainase perkotaan yang terkait dengan pembiayaan, peran masyarakat, peraturan perundang-undangan, institusi, sosial ekonomi dan budaya, serta kesehatan lingkungan pemukiman.

B. Bentuk Saluran

Bentuk saluran dan tipe saluran drainase disesuaikan dengan keadaan lingkungan. Bentuk dan tipe saluran Drainase antara lainnya adalah sebagai berikut :

a. Saluran Tertutup

Saluran tertup ini dapat berupa pipa beton, besi tuang, tamah liat plastik (PVC) atau bahan-bahan lain yang tahan dari karat. Diterapkan pada daerah yang padat penduduk, atau jalan sempit. Pemasangannya dilakukan dengancara menanamkannya beberapa eeter dibawah muka

(33)

tanah dan harus dapat mendukung beban lalu lintas diatasnya. Unutk saluran yang besar atau apabila kondisi setempat tidak mengizinkan maka sebagai alternatif dapat digunakan box bertulang. Biasanya saluran Drainase dengan tipe memiliki harga yang lebih tinggi dan masa pemasangannya yang lebih lama. Sistem pengaliran air hujan dijalan yang digunakan adalah sistem pengaliran street inlet. Pada jarak tertentu, terdapat sumur pemeriksa (manhole) dan atau perubahan dimensi saluran (drop manhole).

b. Saluran Terbuka

Dibandingkan dengan sistem saluran tertutup, anggaran biaya pembuatan saluran terbuka lebih rendah dan tidak memrlukan teknologi yang begitu rumit sehingga sistem ini cenderung lebih sering digunakan sebagai alternatif pilihan dalam penanganan masalah sistem Drainase di wilayah perkotaan mengingat sistem pemelirahaannya yang relatif mudah dilakukan. Saluran terbuka cocok digunakan juka asih tersedia lahan yang cukup. Sistem saluran terbuka ini biasanya direncanakan hanya untuk menampung dan mengalirkan air hujan (sistem terpisah). Namun kebanyakan sistemsaluran ini berfungsisebagaisaluran campuran (gabungan) dimana misalnya sampah dan limbah penduduk dibuang ke saluran tersebut. Saluran terbuka didalam kota harus diberi lining dengan beton, pasangan batu (masony) ataupun dengan pasangan bata. Penampang saluran ini biasanya dibuat dengan bentuk trapesium. Namun kadang- kadang mengingat kondisi lapangan misalnya karena keterbatasan lahan yang tersedia sudah tidak memungkinkan lagi maka penampang saluran akan dibuat membentuk persegi. Dasar saluran dapat berupa setengah lingkaran atau datar maupun kombinasi dari keduanya. Apabila diperlukan, saluran ini juga dapat ditutup dengan plat beton. Tetapi harus dibuat lubang celah pemasukan (drain inlet) agar air dapat mengalir masuk ke dalam saluran.

(34)

a. Bentuk penampang saluran terbuka primer dan sekunder:

Bentuk trapesium adalah bentuk penampang saluran yang terbentuk secara alami dimana kemiringan talud akan mengikuti kemiringan dari jenis tanah asli. Jenis perkuatan yang digunakan adalah:

 Saluran trapesium dengan perkuatan plat beton dan balok beton.

 Saluran trapesium dengan perkuatan talud dengan pasangan batu belah.

 Saluran trapesium dengan turap kayu.

Gambar 3. 1 Saluran Bentuk Trapesium

b. Bentuk Segi Empat dibentuk dengan syarat perkuatan talud.

Jenis perkuatan yang digunakan :

 Saluran segi empat dengan perkuatan talud dari beton bertulang.

 Saluran segi empat dengan perkuatan talud dari tiang pancang.

 Saluran segi empat dengan perkuatan talud dari pasangan batu pecah.

 Saluran segi empat dengan perkuatan talud site pile beton bertulang.

(35)

Gambar 3. 2 Saluan Bentuk Segiempat

C. Pola Saluran

Pola jaringan drainase bermacam-macam, diantaranya : a. Siku

Pola sistem jaringan drainase siku dibuat pada daerah yang memiliki topografi sedikit lebih tinggi daripada sungai yang berfungsi sebagai saluran pembuang akhir yang terletak di tengah kota.

Gambar 3. 3 Pola Jaringan Sekunder Siku

(36)

b. Paralel

Pada pola sistem jaringan Drainase Parallel, saluran utama terletak sejajar dengan saluran cabang. Saluran cabang (sekunder) memiliki jumlah yang cukup banyak dan memiliki panjang yang pendek, apabila terjadi perkembangan kota, maka saluran-saluran sekunder tersebut akan dapat menyesuaikan diri.

Gambar 3. 4 Pola Jaringan Sekunder Paralel

c. Grid Iron

Pola sistem jaringan Drainase Grid Iron adalah pola sistem drainase untuk daerah yang dimana sungainya terletak pada pinggiran kota, sehingga saluran-saluran cabang akan dikumpulkan terlebih dahulu pada saluran pengumpulan.

Gambar 3. 5 Pola Jaringan Drainase Grid Iron

(37)

d. Alamiah

Pola sistem jaringan Drainase alamiah memiliki mekanisme kerja yang sama seperti pola jaringan siku, yang membedakan hanyalah beban sungai pada pola jaringan alamiah memiliki beban yang lebih besar.

Gambar 3. 6 Pola Jaringan Drainase Alamiah

e. Radial

Pola sistem jaringan Drainase Radial diperuntukkan untuk daerah yang berkontur bukit sehingga pola saluran Drainase nantinya akan memencar ke segala arah.

Aspek Hidrologi

A. Karakteristik Hujan

Siklus hidrologi adalah sirkulasi daur air di alam mulai dari penguapan baik evaporasi maupun evapotranspirasi ke atmosfer, pengembunan sebagai awan, pencairan dan jatuh sebagai hujan, peresapan (infiltrasi) kedalam tanah dan pelimpasan (run-off) dipermukaan, pengumpulan air, kembali ke penguapan dan seterusnya sehingga membentuk siklus. Siklus

(38)

dan sebagainya yang nantinya akan menguap ke atmosfer dan kemudian akan menjadi awan. Pada keadaan jenuh, uap air (awan) akan menjadi bintik-bintik yang selanjutnya akan turun dalam bentuk hujan, salju, dan es. Siklus infiltrasi atau perkolasi dalam tanah dimulai dari air yang bergerak kedalam tanah melalui celah- celah dan pori-pori tanah dan batuan yang menuju ke permukaan air tanah. Berikut adalah beberapa karakteristik hujan :

a. Durasi

Durasi hujan adalah lama kejadian hujan (menit, jam, harian) diperoleh terutama dari hasil pencatatan alat pengukur hujan otomatis. Dalam perencanaan drainase, durasi hujan sering dikaitkan dengan waktu konsentrasi,khususnya pada drainase perkotaan diperlukan durasi yang relatif pendek,mengingat toleransi terhadap lamanya genangan air.

b. Intensitas

Intensitas adalah jumlah hujan yang dinyatakan dalam tinggi hujan atau volume hujan tiap satuan waktu. Besarnya intensitas hujan berbeda-beda tergantung dari lamanya curah hujan serta frekuensi kejadiannya. Intensitas hujan diperoleh dengan cara melakukan analisis dari hujan baik secara statistik maupun secara empiris.

c. Lengkung Intensitas

Lengkung intensitas hujan adalah grafik yang menyatakan hubungan antara intensitas hujan dengan durasi hujan, hubungan tersebut dinyatakan dalam bentuk lengkung intensitas hujan dengan periode ulang hujan tertentu.

(39)

d. Waktu Konsentrasi

Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan untuk mengalirkan air dari titik yang paling jauh pada daerah aliran ke titik kontrol yang ditentukan dibagian hilir suatu saluran. Pada prinsipnya, waktu konsentrasi dibagi menjadi :

 Inlet Time (to) yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir diatas permukaan tanah menuju ke saluran drainase.

 Conduit Time (td) yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di sepanjang saluran sampai titik kontrol yang telah ditentukan di bagian hilir.

Waktu konsentrasi dapat dihitung dengan rumus : tc = to + td

Lama waktu mengalir di dalam saluran ditentukan dengan rumus sesuai dengan kondisi salurannya, untuk saluran alami sifat- sifat hidroliknya akan sukar ditentukan maka menggunakan perkiraan kecepatan. Sedangkan pada saluran buatan, nilai kecepatan aliran dapat dimodifikasi berdasarkan nilai kekasaran dinding saluran menurut Manning, Chezy, atau lainnya.

B. Data Hujan

Berikut adalah komponen-komponen yang berhubungan dengan datan hujan :

a. Pengkuran

Pengukuran hujan dilakukan selama 24 jam, dengan cara ini berarti hujan yang diketahui adalah hujan total yang terjadi selama satu hari.

(40)

b. Alat Ukur

 Alat ukur hujan biasa (Manual Rain Gauge)

Data yang diperoleh dari pengukuran dengan menggunakan alat ini berupa data hasil pencatatan oleh petugas pada setiap periode tertentu.

 Alat ukur hujan otomatis (Automatic Rain Gauge)

Data yang diperoleh dari hasil pengukuran dengan menggunakan alat ini berupa data pencatatan secara menerus pada kertas pencatat yang dipasang pada alat ukur.

C. Pengolahan Data

a. Hujan Rerata daerah Aliran

Hujan rerata daerah aliran untuk suatu daerah dapat dihitung dengan cara rata-rata aljabar, cara thiessen, dan cara isohyet.

1. Cara Aljabar

Cara ini adalah perhitungan rata-rata secara aljabar curah hujan di dalam dan disekitar daerah yang bersangkutan.

R = (R1 + R2 + …. + Rn) Dimana :

R = Curah hujan daerah.

N= Jumlah titik atau pos pengamatan.

R1,R2 = Curah hujan di tiap titik pengamatan.

2. Cara Thiessen

Jika titik-titik di daerah pengamatan pada daerah tersebut tidak tersebar merata, maka cara perhitungan curah hujan dilakukan dengan cara memperhitungkan daerah pengaruh pada tiap titik pengamatan.

(41)

Gambar 3. 7 Polygon Thiessen

Berikut adalah rumus perhitungan dengan cara thiessen :

𝑅 =𝐴1. 𝑅1 + 𝐴2. 𝑅2 + ⋯ + 𝐴𝑛. 𝑅𝑛 𝐴1 + 𝐴2 + ⋯ + 𝐴𝑛

Dimana :

R = Curah hujan daerah.

R1,R2 = Curah hujan di tiap titik pengamatan.

A1,A2 = Bagian daerah yang mewakili tiap pengamatan.

3. Cara Ishoyet

Cara ini adalah cara rasional yang terbaik jika garis-garis isohyet dapat digambar dengan teliti. Akan tetapi, jika titik-titik pengamatan banyak dan jumlah variasi curah hujan di daerah bersangkutan tergolong besar, maka pada pembuatan peta isohyet akan terdapat kesalahan pribadi si pembuat data.

(42)

Gambar 3. 8 Peta Ishoyet

Berikut adalah rumus perhitungan dengan cara Ishoyet :

𝑅 =𝐴1. 𝑅1 + 𝐴2. 𝑅2 + ⋯ + 𝐴𝑛. 𝑅𝑛 𝐴1 + 𝐴2 + ⋯ + 𝐴𝑛

Dimana :

R =Curah hujan daerah.

R1,R2= Curah hujan rata-rata pada daerah A1,A2,…,An.

A1,A2 = Luas bagian- bagian antara garis isohayet.

b. Melengkapi Data

Hasil pengukuran hujan yang diterima Badan Meteorologi dan Geofisika dari lokasi pengamatan hujan kadang-kadang ada yang tak lengkap, sehingga didalam daftar hujan yang disusun ada data yang hilang. Tidak tercatatnya data hujan oleh petugas ditempat pengamatan mungkin karena alat penakarnya rusakatau kelupaan petugas untuk mencatat atau sebab lain. Sebagai dasar untuk perkiran data hujan yang hilang digunakan data hujan tahunan normal dari tempat pengamatan yang datanya tak lengkap kurang dari 10% maka perkiraan data yang hilang bisa diambil harga rata-

(43)

rata hitung dari data tempat pengamatan yang mengelilinginya.

Apabila selisih melebihi 10% maka diambil cara menurut perbandingan biasa yaitu :

𝑟 = 1 𝑛(𝑅

𝑅𝐴𝑟𝐴 + 𝑅

𝑅𝐵𝑟𝐵 + 𝑟 𝑅𝐶𝑟𝐶) Dimana :

R= Curah hujan rata-rata setahun pada tempat pengamatan R, datanya haruslengkap.

rA, rB, rC = Curah hujan di tempat pengamatan RA, RB, RC.RA,RB,RC = Curah hujan ratarata setahun di A, B, C.

D. Frekuensi Curah Hujan

Distribusi frekuensi digunakan untuk memperoleh probabilitas besaran curah hujan rencana dalam berbagai periode ulang. Dasar perhitungan distribusi frekuensi adalah parameter yang berkaitan dengan analisis data yang meliputi rerata, simpangan baku, koefisien varian dan koefisien skewness (kecondongan atau kemiringan). Penentuan periode ulang juga didsarkan pada pertimbangan ekonomis. Analisis frekuensi terhadap data hujan yang tersedia dapat dilakukan beberapa metode antara lain :

a. Metode Iwai Kadoya

b. Distribusi Log Normal 3 Parameter c. Distribusi Log Pearson III

d. Distribusi Gumbel Tipe 1 E. Intensitas Hujan

Intensitas hujan diperoleh dengan cara melakukan analisis data hujan baik secara statistik maupun empiris. Biasanya intensitas hujan dihubungkan dengan durasi hujan jangka pendek misalnya 5 menit, 30 menit, 60 menit dan jam. Padaperencanaan ini digunakan data hujan

(44)

jangka pendek, sehingga intensitas hujan ditentukan dengan persamaan, sebagai berikut :

a. Metode Tablot Rumus ini banyak digunakan karena mudah diterapkan dan tetapantetapana dan b ditetapkan dengan harga- harga terukur.

𝐼 = 𝑎 𝑡 + 𝑏

log𝑎 = ∑ 𝑙𝑜𝑔𝐼 ∑(log 𝑡)2− ∑ log 𝑡. log 𝐼 ∑ log 𝑡 𝑛 ∑(log 𝑡)2− (∑ log 𝑡)2

𝑎 = ∑ 𝐼. 𝑡 ∑ 𝐼2− ∑ 𝐼2. 𝑡 ∑ 𝐼 𝑛 ∑ 𝐼2− (∑ 𝐼)2

𝑏 = ∑ 𝐼. ∑ 𝐼. 𝑡 − 𝑛 ∑ 𝐼2. 𝑡 𝑛 ∑ 𝐼2 − (∑ 𝐼)2

𝑛 = ∑ 𝑙𝑜𝑔𝐼 ∑ log 𝑡 − 𝑛 ∑ log 𝑡. log 𝐼 𝑛 ∑(log 𝑡)2− (∑ log 𝑡)2

Dimana :

I = Intensitas hujan (mm/jam) T= Lamanya hujan

a dan b = Konsanta yang tergantung pada lamanya hujan yang terjadi di DAS.

(45)

b. Metode Ishiguro

Rumus yang digunakan dalam metode ini adalah sebagao berikut :

𝐼 = 𝑎

√𝑡 + 𝑏 Dimana :

I = Intensitas hujan (mm/jam) T = Lamanya hujan

a dan b = konstanta yang tergantung pada lamanya hujan yang terjadi di DAS.

c. Metode Sherman

Metode Sheerman cocok digunakan untuk jangka waktu curah hujan yanglamanya lebih dari 2 jam.

𝐼 = 𝑎 𝑡𝑛

𝑎 =∑ 𝐼. √𝑡 ∑ 𝐼2− ∑ 𝐼2. √𝑡 ∑ 𝐼 𝑛 ∑ 𝐼2− (∑ 𝐼)2

𝑏 =∑ 𝐼 ∑ 𝐼. √𝑡 − 𝑛 ∑ 𝐼2. √𝑡 𝑛 ∑ 𝐼2− (∑ 𝐼)2

Dimana :

I = Intensitas hujan ( mm/jam) T = lamanya hujan

a dan b = konstanta yang tergantung lamanya hujan yang terjadi di DAS.

(46)

Pemilihan intensitas hujan ditentukan berdasarkan selisih terkecil antara intensitas awal dan juga intensitas teoritis yang didapatkan dari hasil perhitungan dengan rumus di atas. Persamaan intensitas hujan dengan selisih terkecil digunakan untuk perhitungan debit.

F. Debit Rencana

Debit rencana adalah debit maksimum yang nantinya akan dialirkan oleh saluran drainase untuk mencegah terjadinya genangan. Untuk drainase perkotaan dan jalan raya, sebagai debit rencana banjir maksimum periode ulang 5 tahun, mempunyai makna kemungkinan banjir maksimum tersebut disamai atau dilampaui 1 kali dalam 5 tahun atau 2 kali dalam 10 tahun atau 20 kali dalam 100 tahun.

Penetapan debit banjir maksimum periode 5 tahun berdasarkan pada pertimbangan :

a. Luas lahan di perkotaan relatif lebih terbatas apabila ingin direncanakan saluran yang melayani debit rencana banjir maksimum periode lebih besar dari 5 tahun.

b. Daerah perkotaan mengalami perubahan dalam periode tertentu sehingga mengakibatkan perubahan pada saluran drainase.

Perencanaan debit rencana untuk drainase perkotaan dan jalan raya dihadapi dengan persoalantidak tersedianya data aliran.

Umumnya untuk menentukan debit aliran akibat air hujan diperoleh dari hubungan rasional antar air hujan dengan limpasannya (metode rasional).

c. Risiko akibat genangan yang ditimbulkan oleh hujan relatif kecil apabila dibandingkan dengan banjir yang ditimbulkan akibat meluapnya sebuah sungai.

Perencanaan debit rencana untuk drainase perkotaan dan jalan raya dihadapi dengan persoalan tidak tersedianya data aliran.

Umumnya untuk menentukan debit aliran akibat air hujan

(47)

diperoleh dari hubungan rasional antara air hujan dengan limpasannya (Metode Rasional). Untuk debit air limbah rumah tangga diestimasikan 25 liter/orang/hari. Adapun rumusan perhitungan debit rencana Metode Rasional adalah sebagai berikut:

𝑄 = 0,287. 𝐶. 𝐶𝑠. 𝐼. 𝐴

Sedangkan untuk mengetahui nilai koeefisien tampungan dengan cara menggunakan persamaan berikut:

𝐶𝑠 = 2𝑇𝑐 2𝑇𝑐 + 𝑇𝑑 Keterangan:

Q = Debit rencana dengan periode ulang Tr tahun (m3 /s) C = Koefisien aliran permukaan

Cs = Koefisien tampungan oleh cekungan terhadap debit rencana I = Intensitas hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam)

A = Luas daerah pengaliran (km2 ).

Tc = Waktu konsentrasi (jam)

Td = Waktu aliran air mengakir di dalam saluran dari hulu hingga ke tempat pengukuran (jam)

Dalam sebuah perencanaan sistem saluran drainase yaitu memakai standar yang telah ditetapkan, baik debit rencana (periode ulang) dan cara analisis yang dipakai, tinggi jagaan, struktur saluran, dan lain-lain. Tabel dibawah berikut menyajikan standar desain saluran drainase berdasar “Pedoman Drainase Perkotaan dan Standar Desain Teknis”.

Tabel 3. 1 Kriteria Desain Hidrologi Sistem Drainase

(48)

Luas DAS (Ha) Periode Ulang (tahun)

Metode Perhitugan Debit Banjir

< 10 2 Rasional

10 - 100 2 - 5 Rasional

101 - 500 5 - 20 Rasional

>500 10 - 25 Hidrograf satuan

(Suripin,2004, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan: 241)\

G. Koefisien Pengaliran

Koefisien pengaliran adalah perbandingan antara jumlah air hujan yang mengalir atau melimpas di permukaan tanah (surface run-off) dengan jumlah air hujan yang jatuh dari atmosfer (hujan total yang terjadi). Besaran ini dipengaruhi oleh tata guna lahan, kemiringan lahan, jenis dan kondisi tanah. Pemilihan koefisien pengaliran harus mempertimbangkan kemungkinan adanya perubahan tata guna lahan yang akan terjadi dikemudian hari.

Koefisien pengaliran untuk analisis dipergunakan dengan nilai terbesar atau nilai maksimum.

H. Waktu Konsentrasi

Menurut Wesli (2008) pengertian waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan untuk mengalirkan air dari titik yang paling jauh pada daerah aliran ke titik kontrol yang ditentukan di bagian hilir pada suatu saluran. Pada prinsipnya waktu konsentrasi dapat dibagi menjadi :

a. Inlet Time (to), yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di atas permukaan tanah menuju saluran drainase.

b. Conduit time (td), yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di sepanjang saluran sampai titik kontrol yang ditentukan di bagian hilir.

(49)

Perencanaan Sistem Drainase A. Landasan Perencanaan

Perencanaan sistem Drainase perkotaan perlu memperhatikan fungsi sistem drainase perkotaan sebagai prasarana kota yang dilandaskan pada konsep pembangunan yang berwawasan lingkungan. Konsep ini antara lain berkaitan dengan sumber daya air, yang pada prinsipnya adalah mengendalikan air hujan supaya dapat meresap dengan jumlah yang banyak kedalam tanah sehingga tidak banyak terbuang sebagai aliran, salah satu penerapannya antara lain seperti membuat bangunan resapan buatan, kolam tandon, penataan landscape dan sempadan.

B. Tahapan Perencanaan

Tahapan perencanaan meliputi :

1. Tahapan dilakukan melalui pembuatan rencana induk, studi kelayakan danperencanaan detail.

2. Sistem Drainase perkotaan di kota raya dan kota besar perlu direncanakan secara menyeluruh melalui tahapan rencana induk.

3. Sistem Drainase perkotaan di kota sedang dan kota kecil dapat direncanakan melalui tahapan rencana kerangka sebagai pengganti rencana induk.

C. Data dan Persyaratan

Sistem Drainase perkotaan memiliki data dan perencanaannya yang terdiri dari :

a. Data primer merupakan data dasar yang dibutuhkan dalam perencanaan yang dapat diperoleh baik dari lapangan maupun dari pustaka yang mencakup :

(50)

 Data daerah pengaliran sungai atau saluran meliputi topografi, hidrologi, morfologi sungai, sifat tanah, tata guna tanah dan sebagainya. Data prasarana dan fasilitas kota yang telah ada dan direncanakan.

 Data permasalahan dan kuantitatif pada setiap lokasi genangan atau banjir yang meliputi luas, lama, kedalaman rata-rata serta frekuensi genangan.

 Data keadaan fungsi, sistem, geometri serta dimensi saluran

b. Data sekunder merupakan yang berfungsi sebagai data tambahan yang digunakan dalam melakukan perencanaan Drainase perkotaan yang sifatnya menunjang serta melengkapi data primer.

3.2. Perencanaan Sewerage

Kriteria Perencanaan Sewerage

Sewerage adalah limbah cair yang dihasilkan oleh aktivitas masyarakat perkotaan. Pembuangan limbah cair dilakukan dengan bantuan rangkaian saluran yang disebut Sewer system. Sewer system berartisuatu sistem yang mengatur rangkaian proses pembuangan atau penyaluran air buangan atau air limbah yang berbentuk cair.

Limbah cair domestik yang dibuang menggunakan sebuah jaringan saluran air buangan dan jaringan lainnya akan digunakan juga sebagai pengumpulan air hujan. Ada beberapa jenis saluran yaitu sanitary sewer, storm sewer, serta combined sewer. Sanitary sewer adalah sistem saluran yang digunakan untuk mengalirkan air buangan dan biasa disebut dengan jaringan terpisah. Aliran yang digunakan pada saluran tersebut dikendalikan melalui gravitasi atau tekanan. Sedangkan Storm sewer adalah jenis saluran yang digunakan untuk penyaluran air hujan. Tujuan utama dari sistem saluran strom sewer ini adalah untuk mengalirkan air

(51)

permukaan sekaligus mencegah banjir. Sistem saluran strom sewer ini akan mengumpulkan air permukaan ke dalam pipa bawah tanah dan menyalurkannya ke aliran air permukaan, danau, jurang atau sungai melalui saluran pembuangan yang terletak di seluruh kota. Untuk kondisi tertentu, saluran air buangan menerima dua jenis air buangan sehingga salurannya disebut dengan Combined sewer, jenis pengolahan seperti ini akan memiliki banyak variasi dibandingkan dengan saluran Sanitary sewer. Bilamana sebuah kota menggunakan kedua jenis sistem pengaliran untuk daerah pelayanannya maka kota tersebut memiliki sebuah sistem penyaluran air buangan yang tercampur.

Pembuangan limbah cair merupakan tahap terakhir yang diterapkan pada ujung saluran air buangan. Tahap ini bisa dilanjutkan oleh Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan bisa juga tidak. Tujuan dari sistem penyaluran air buangan adalah untuk menyalurkan limbah cair yang diterima dari berbagai titik ke sebuah tempat pembuangan dalam waktu yang paling singkat dan dapat dilakukan secara terus-menerus. Idealnya, tidak ada bagian dari limbah cair yang tertahan di sistem, baik dalam bentuk cairan maupun sedimen yang menempel di dasar atau dinding saluran.

Ketentuan dan Jenis

Ketentuan teknis untuk tata cara survei dan pengkajian demografi adalah :

a. Mengkelompokkan wilayah sasaran survei ke dalam kategori wilayah berdasarkan jumlaj penduduk.

b. Menentukan nilai persentase pertambahn penduduk pertahun c. Mengkaji data jumlah penduduk pada awal perencanaan

d. Menghitung pertambahan nilai penduduk sampai dengan akhir tahun

(52)

Pengkajian Demografi

Berikut ini adalah tahapan untuk mengkaji Demografi :

a. Menghitung mundur jumlah penduduk per-tahun untuk tahun- tahun sebelumnya dengan menggunakan metode aritmatik, geometrik serta least square dengan memakai data jumlah penduduk pada tahun terakhir;

b. Menghitung standar Deviasi masing-masing dari hasil perhitungan mundur tersebut terhadap data penduduk eksisting, nilai standar deviasi terkecil dari tiga perhitungan di atas adalah yang paling mendekati kebenaran. Sedangkan nilai dari Standar deviasi yang digunakan adalah yang nilainya paling mendekati satu.

Desain Aktual 1. Desain Kapitalis

Pada setiap segmen pipa dengan awal manhole yang mendapat tambahan debit, akan dibuat khusus dalam lembar kerja perhitungan, seperti debit rata-rata, debit minimal, serta debit puncak dari domestik, industri dan juga infiltrasi. Data debit ini kemudian akan digunakan lebih lanjut dalam lembar perhitungan desain hidrolika.

a. Debit rata-rata

 Debit rata-rata suatu seksi pipa merupakan kumulatif debit rata-rata segmen pipa hulu yang memiliki kontribusi didalamnya.

 Debit air limbah spesifik dari daerah permukiman.

 Debit rata-rata suatu seksi pipa (qR) bisa terdiri dari debit satu atau beberapa sumber air limbah dengan debit air limbah spesifik, qr [m3/hr.ha] dan luas, a [m2] yang berbeda.

(53)

 Debit air limbah spesifik dari daerah komersil, perkantoran atau high rise building.

 Debit air limbah spesifik dari rumah sakit.

 Besarnya debit air limbah tergantung pada data pemakaian air bersih dan faktor air limbah (70%- 80%).

b. Debit puncak

 Debit puncak suatu seksi pipa merupakan debit rata- rata di seksi yang bersangkutan (tanpa infiltrasi) dikalikan dengan faktor puncak sesuai dengan dimensi pipanya.

 Faktor puncak (praktis) untuk berbagai dimensi pipa air limbah.

2. Desain Hidrolika

Desain Hidrolika akan dibuat dalam lembar perhitungan tersendiri, dengan berbagai keluaran seperti diameter, kemiringan, kecepatan, elevasi invert saluran serta manhole.

Desain Hidrolika meliputi:

a. Kecepatan dan Kemiringan Pipa

 Kemiringan pipa minimal diperlukan agar di dalam pengoperasiannya diperoleh kecepatan pengaliran minimal dengan daya pembilasan sendiri (tractive force) guna mengurangi gangguan endapan di dasar pipa;

 Koefisien kekasaran Manning untuk berbagai bahan pipa.

 Kecepatan pengaliran pipa minimal saat full flow atas dasar tractiveforce.

Tabel 3. 2 Kecepatan Pengaliran Pipa

(54)

No Jenis Saluran Koefisien Manning (n)

1

Pipa besi tanpa lapisan Dengan lapisan semen Dengan lapisan gelas

0,012 – 0,015 0,012 – 0,013 0,011 – 0,017 2 Pipa asbestos semen 0,010 – 0,015

3 Saluran pasangan batu bata

0,012 – 0,017

4 Pipa beton 0,012 – 0,016

5 Pipa baja spiral & Pipa kelingan

0,013 – 0,017

6 Pipa plastik halus (PVC) 0,002 – 0,012 7 Pipa tanah liat 0,011 – 0,015

 Kemiringan pipa minimal praktis untuk berbagai diameter atas dasarkecepatan 0,6 m/dt saat pengaliran penuh adalah :

 Kemiringan muka tanah yang lebih cuatam daripada kemiringan minimal bisa dipakai sebagai kemiringan desain selama kecepatannya masih dibawah kecepatan maksimal

(55)

b. Kedalaman Pipa

1) Kedalaman peletakan pipa minimal diperlukan sebagai perlindungan pipa dari beban di atasnya beserta gangguan lain yang dapat muncul sewaktu-waktu;

2) Kedalaman galian pipa

 Pipa Persil ≥ 0,4m (beban ringan), ≥ 0,8m (beban berat).

 Pipa servis 0,75 m.

 Pipa Lateral (1-1,2) m.

3) Kedalaman maksimal pipa induk untuk open trench adalah sedalam 7m atau dipilih kedalaman ekonomis atas pertimbangan biaya dan kemudahan/resiko pelaksanaan galian serta pemasangan pipa.

c. Hidrolika Pipa

1) Metode atau formula desain pipa full flow yang digunakan dalam pedomanini adalah dengan menggunakan metode Manning.

2) Ada 4 (empat) parameter utama dalam mendesain pipa full-flow, yaitu debit, QF (m3/s), VF (m/s), kemiringan S (m/m), dan diameter (mm). Dapat digunakan nomogram untuk berbagai koefisien manning atau grafik elemen hidrolis untuk saluran circular.

Gambar 3. 9 Grafik Elemen Hidrolis

(56)

3) Pengaliran di dalam pipa air limbah adalah pengaliran yang bekerja secara gravitasi (tidak bertekanan) kecuali pada bangunan perlintasan (sifon) itupun apabila terdapat sistem pemompaan.

4) Pada pengaliran secara gravitasi air limbah hanya mengisi penampang pipa dengan kedalaman air hingga < (70 – 80)

% terhadap diameter pipa atau debit puncak = (70 – 80) % terhadap debit full atau allowance = (20 – 30) %

d. Desain Struktur

Dalam mendesain saluran Sewerage, perlu memperhatikan kualitas media kontak (cairan yang akan dialirkan, kualitas tanah serta tinggi muka air tanah), beban, keamanan pekerja dan umur ekonomis struktur. Beberapa konstruksi yang perlu diperhatikan diantaranya adalah :

1) Pemilihan bahan pipa

Pemilihan bahan pipa harus betul-betul dipertimbangkan serta diperhatikan mengingatair air limbah yang akan disalurkan banyak mengandung bahan yang menggangu kekuatan dan ketahanan pipa. Demikian pula selama proses pengangkutan dan pemasangannya dibutuhkan kemudahan serta kekuatan fisik yang memadai sehingga berbagai faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pipa secara menyeluruh adalah :

 Resitensi terhadap korosi (kimia) atau abrasi (fisika)

 Koefisiensi kekasaran (hidrolik)

 Pengalaman pipa sejenis yang telah diaplikasikan di lapangan

 Umur yang ekonomis

 Kemudahan transpor dan handing

 Biaya suplai, trasnpor dan pemasangan

(57)

 Ketahanan terhadap disolusi didalam air

 Kekuatan struktur

 Ketersediaan dilapangan

 Kekedapan dinding

 Kemudahan pemasangan sambungan

Pipa yang bisa dipakai untuk penyaluran air limbah adalah pipa berjenis bahan Vitrified Clay (VC), Asbestos Cement (AC), Reinforced Concrete (RC), Stell, Cast Iron, High Density Poly Ethylene (HDPE), Unplasticised Polyvinylchloride (uPVC) serta Glass Reinforced Plastic (GRP).

2) Bentuk penampangan pipa

Penampangan pipa yang digunakna dapat berbentuk bundar, empat persegi panjang atau bulat telur.

3) Beban di atas pipa dan bedding

 Perhitungan beban-beban yang bekerja diatas pipa dapat dipakai untuk mengontrol atau merencanakan pemasangan pipa agar pipa dapat menahan beban yang bekerja sesaui dengan kekuatannya.

 Kekuatan pipa dapat ditingkatkan dengan pemilihan konstruksi landasan pipa (bedding).

 Ada 6 (enam) tipe konstruksi bedding dengan load factor 1,1 - 1,5; 1,9 –2,4 dan 4,5.

(58)

Bangunan Pelengkap A. Manhole

1. Lokasi Manhole

 Pada jalur saluran yang lurus, denganj arak tertentu tergantung diameter saluran, tapi perlu deisesuaikan juga terhadap panjang perlatan pembersih yang akan digunakan

 Pada setiap perubahan kemiringan saluran, perubahan diameter, dan perubahan arah aliran, baik vertikal maupun horizontal.

 Pada lokasi sambungan, persilangan atau percabangan (intersection) dengan pipa atau bangunan lain.

2. Klasifikasi Manhole

 Manhole Dangkal : kedalaman (0,75-0,9) m, dengan cover kedap

 Manhole Normal: kedalaman 1,5 m, dengan cover berat

 Manhole Dalam: kedalaman di atas 1,5 m, dengan cover berat.

3. Manhole Khusus

 Drop manhole

 Pumping manhole

 Junction chumber

 Flushing manhole 4. Eksentrisitas :

 Eksentrisitas manhole pada suatu jalur sistem perpipaan tergantung pada diameter salurannya.

 Untuk pipa dimensi besar (D > 1,20 m), manhole diletakkan secara eksentrik agar memudahkan operator turun ke dasar saluran.

Gambar

Tabel 2. 1 Kecamatan dan Luas Tiap Kecamatan
Gambar 2. 1 Peta Wilayah Kabupaten Pasuruan
Tabel 2. 2 Jumlah Pendnduk Per Kecamatan di Kabupaten Pasuruan
Tabel 2. 3 Rasio Jenis Kelamin Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Pasuruan
+7

Referensi

Dokumen terkait

 Merencanakan sistem drainase Kecamatan Menganti meliputi saluran primer dan saluran sekunder dan bangunan pelengkapd.  Merencanakan Standart Operation Prosedur

Personil yang harus di persiapkan untuk menangani pekerjaan Pekerjaan Perencanaan Pembangunan Drainase Wilayah Kota Tersebar di Kota Tasikmalaya, terdiri dari tenaga

Untuk perencanaan ulang saluran drainase disarankan untuk merencanakan kapasitas saluran menggunakan debit banjir rencana kala ulang 25 tahun, karena selain

Konsep penyelesaian yang dilakukan pada sistem drainase Perumahan Grand City Balikpapan adalah merencanakan saluran drainase yang mengacu pada elevasi muka air maksimum dan

ujuan Penyusunan Master Plan dan DED Drainase Kota Kabupaten Majene adalah untuk memperoleh hasil perencanaan drainase perkotaan yang dapat

Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah merencanakan sistem drainase saluran tertutup berpenampang lingkaran pada Tatar Ratnasasih di Perumahan Kota Baru Parahyangan

 Merencanakan sistem drainase Kecamatan Menganti meliputi saluran primer dan saluran sekunder dan bangunan pelengkap..  Merencanakan Standart Operation Prosedur (SOP)

Penelitian tugas akhir ini memiliki tujuan agar terciptanya sistem pendukung keputusan untuk menilai kelayakan perencanaan pembangunan drainase yang dapat mengklasifikasi