• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persekolahan dalam Pandangan Ivan Illich

kewarganegaraan dalam demokrasi partisipatoris, menjalankan pendidikan politik dan dan mempelajari permasalahan yang secara politik bersifat peka.

...lembaga manipulatif...entah ―kecanduan‖ secara sosial dan psikologis. Kecanduan sosial...terdiri dari kecenderungan untuk menentukan perlakuan yang menyenangkan jika sejumlah kecil tidak mendapatkan hasil yang diinginkan. Kecanduan psikis...didapatkan ketika konsumen menjadi ketagihan butuh lagi dan lagi terhadap proses atau produksi.2

Analisis dari manipulasi candu pada produksi privat, sangat baik untuk dikembangkan pada literatur-literatur. Sumbangan Illich adalah mengembangkan sampai ke wilayah-wilayah pelayanan (jasa) dan birokrasi kesejahteraan. Sebagaimana dalam kutipan berikut.

akhirnya, para guru, para doktor dan para pekerja sosial menyadari bahwa pejabat-pejabat profesional mereka yang berbeda-beda memiliki satu aspek-paling tidak-umum. Mereka menciptakan tuntutan lebih lanjut untuk tindakan kelembagaan yang mereka adakan, lebih cepat ketimbang lembaga-lembaga pelayanan yang dapat mereka dirikan.3

Reaksi ilmiah yang sangat baik disosialisakan terhadap kegagalan tersebut semata-mata karena meningkatnya kekuatan dan yurisdiksi lembaga-lembaga kesejahteraan. Oleh sebab itu terdapat revolusi yang dilakukan dalam proses pendidikan yaitu pembebasan anak dari hubungan- hubungan yang telah dilembagakan secara serentak. Jalan menuju sebuah masyarakat berpendidikan tidak melalui lembaga-lembaga yang sangat kuat, tetapi melalui penghidupan kembali potensi anak sebagai pembelajar.

2 Illich, I . (1970). Descoholing Society. New York. Rouledge. Hlm. 55

3 ibid 112

Anak dibiasakan menerima pelayanan, nilai-nilai terlembagakan dan menimbulkan polusi fisik, polarisasi sosial, dan ketidakberdayaan psikologi. Hal tersebut merupakan tiga dimensi dalam proses degradasi global serta kesengsaraan kemasan baru (modernized misery). Banyak penelitian yang dilakukan tentang kecenderungan masa depan cenderung mengusulkan agar ditingkatkan lagi pelembagaan nilai-nilai dan harus menetapkan kondisi-kondisi yang justru akan mengakibatkan hal sebaliknya, sebagaimana disajikan dalam kutipan berikut.

I will show that the institutionalization of values leads inevitably to physical pollution, social polarization, and psichologycal impotence: three dimensions in a process of global degradation and modernized misery. I believe that most of the research now going on about the future tends to advocate further increases in the institutionalization of values and that we must define condition which would permit precisely the contrary happen.4

Bukan hanya pendidikan, namun juga realitas sosial sudah dibangun di atas pemikiran mengenai sekolah sebagai satu-satunya lembaga pendidikan. Dalam ketergantungan yang sama terhadap sekolah, pendidikan membebani baik orang kaya maupun orang miskin. Kritik lain yang disampaikan bahwa sekolah menggunakan ilmu pengetahuan modern secara tidak efisien. Berbagai perubahan perlu dilakukan dimana kebanyakan perubahan tersebut akan berdampak baik. Sekolah-sekolah eksperimental jarang ditinggalkanoleh peserta didik, karena orang tua merasa ikut berperan dalam pendidikan anak. Maka diperlukan sekolah

4 ibid:2

bebas yang mensyaratkan: pertama, membebaskan diri dari landasan- landasan tersembunyi masyarakat tersekolahkan seperti mencegah pengenalan kembali kepada kurikulum tersembunyi (hidden curriculum) yang mengharuskan peserta didik hadir menurut tingkat-tingkat kelas.

Kedua, terdapat asumsi mendasar tertentu mengenai pertumbuhan anak menjadi manusia dewasa. Bebaskan kebudayaan dan struktur sosial dari persekolahan, untuk itu diperlukan pemanfaatan teknologi yang memungkinkan keterlibatan partisipatoris.Selanjutnya anak-anak membutuhkan lingkungan baru untuk mampu tumbuh dewasa tanpa kelas- kelas5.

Sekolah cenderung membelenggu kreatifitas anak, karena didesain dan diarahkan pada kepentingan-kepentingan tertentu, yang terkadang tidak manusiawi. Oleh sebab itu, inti dari pemikiran Illich sebenarnya adalah menemukan inti persoalan tentang bagaimana harus mengubah konsep dasar pembelajarandan konsep dasar pengetahuan serta hubungannya dengan kebebasan individu-individu dalam masyarakat.

Kontrol atas pembelajaran harus dilakukan untuk menghidupkan kembali potensi intelektual dan kecakapan-kecakapan kreatif anak6.

Jika ditinjau lebih dalam hal tersebut sangat relevan dengan kondisi pendidikan di Indonesia sekarang karena mindset sebagian masyarakat memaknai belajar hanya di sekolah formal saja, aktifitas di luar sekolah seringkali dikatakan bukan sebagai proses belajar. Meskipun di sisi lain, gagasan Ivan Illich tidak bisa sepenuhnya diterapkan di Indonesia, karena

5 Ibid. 453

6 Ibid. 342

bukan berarti sekolah menjadi tidak penting sama sekali. Namun paling tidak dengan sekolah, negara dapat mengukur kemampuan warga negara.

Maka bukan berarti harus meninggalkan atau membubarkan sekolah yang telah ada, akan tetapi mencari solusi untuk memperbaiki. Masyarakat yang masih menyelenggarakan persekolahan harus menegaskan kegembiraan hidup yang disadari atas kapitalisasi tenaga manusia, artinya memberikan kebebasan dan menciptakan pembelajaran yang menyenangkan.

Berkaitan dengan disestablishment (pembubaran) menurut peneliti, Illich tidak menganjurkan penghapusan namun lebih kepada pembatasan peran sekolah atau jangan menganggap sekolah sebagai institusi secara superior, kaku, otoriter, dan cenderung memaksa masyarakat untuk mengikuti saja kebijakan sekolah. Bebas dari sekolah adalah berupa sekularisasi pengajaran dan liberalisasi pendidikan. Gagasan Illich sangat tepat diterapkan pada pendidikan informal dan nonformal serta pendidikan alternatif. Bukan sebagai gerakan tandingan, namun lebih kepada pendukung, saling melengkapi (komplementer) dalam membangun pendidikan Indonesia, dengan asas keadilan dan persamaan dari masing- masing jalur pendidikan tersebut.

Hal lain yang dapat disampaikan berkaitan dengan pemikiran Ivan Illich bahwa anak seharusnya dapat belajar secara bebas dan merdeka menurut kreatifitasnya dengan memanfaatkan kemajuan teknologi tanpa harus bertatap muka datang setiap hari ke kelas/sekolah. Namun pemanfaatan teknologi diharapkan dapat mendorong proses belajar anak sesuai dengan struktur sosial budaya yang dimiliki oleh masyarakat di lingkungan anak tinggal.

Pemikiran Ivan Illich memiliki persamaan dengan konsep Paulo Freire yang mengedepankan kemerdekaan individu dalam berekspresi.

Kesamaan pemikiran tersebut dalam tiga hal yaitu: (1) kekuasaan gereja masih terus berfungsi sebagai badan pengadilan dari kehidupan manusia.

(2) mayoritas penduduk memperoleh pengetahuannya di luar sekolah. (3) kemajuan industri telah merusak kualitas kehidupan dari manusia modern.

Dalam kondisi inilah, sekolah-sekolah menjadi suatu keharusan yang artifisial (artificial necessities) bagi seseorang untuk bertahan hidup.

Dengan demikian lahirlah citra industri pendidikan, adanya pasar pendidikan dan pelanggan pendidikan.