• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Tafsir Al-Assâs

حجام نبا هور(

B. Profil Singkat Sa’id Hawaa dan Tafsir Al-Assas Karya Said Hawwa

2. Profil Tafsir Al-Assâs

b. Ar-Rasul Shallallahu alaihi wa sallâm c. Al-Islâm

d. Al-Assas fii Tafsir

e. Al-Assas fii Sunnah wa Fiqhuha: As-Sirah, Al-Aqaid, Al- Ibadah

f. Tarbiyatuna Ar-Rûhiyah

g. Al-Mustakhlash fi Tazkityatil Anfus

h. Mudzakkiraat fi Mnazilish Shiddiqin war Rabbaniyyin i. Jundullah, Tsaqafatan wa Akhlaqan

j. Min Ajli Khuthuwat ilal Amam ala Thariqil Jihadil Mubarak k. Al-Assas fi Qawâ’idil Ma’rifah wa Dhawabithil Fahmi lin

Nushûsh

l. Bathalal Hurub Ash-Shalibiyah fil Masyriq wal Maghrib, Yusuf bin Tasfin wa Shalahuddin Al-Ayubi

m. Kai laa Namdhi Ba’idan an Ihtiyaajatil Ashr n. Al-Maskhal ila Da’watil Ikhwanil Muslimîn

o. Jaulaat fil Fiqhainil Kabir wal Akbar wa Ushulihima p. Fî Afaqit Ta’alim, dan lain-lain

86

munasabah Al-Qur’an. Kedua, tafsir ini sering mengutip atsar baik dari Nabi atau sahabat. Dua hal diatas merupakan pokok atau dasar dalam menafsirkan Al-Qur’an yang bagi Sa’id Hawwa menjadi perhatian utama dalam tafsirnya.39

Kitab tafsir Al-Assâs fî Tafsir merupakan kitab tafsir yang terdiri dari 11 (sebelas) jilid besar. Kitab tafsir yang dijadikan penelitian dalam kajian ini merupakan terbitan dari penerbit Dar al-Salam, Mesir, dengan tahun terbit 1985 M/1405 H. Dalam jilid pertama kitab tersebut dicantumkan kata pengantar penerbit oleh

‘Abdul Qadir Mahmud Al-Bukar yang terdiri dari dua halaman.

Kemudian disusul pengantar penyusun (Al-Assâs fi al-Manhaj) tentang metode pembahasan mengenai uraian kitab tafsir yang digunakan oleh penulisnya. Masih di dalam jilid satu dikemukakan pengantar kitab tafsir Al-Assâs (Muqaddimah Al- Assas fî al-Tafsir) yang memberikan tentang karakteistik kitab tafsir ini serta keistimewaannya dibandingkan dengan kitab tafsir lain.40

Sepanjang pencarian, penulis hanya menemukan satu jilid kitab terjemahan tafsir Al-Assas yang berbahasa Indonesia, dan hanya terdiri sebagian surat Al-Baqarah saja.

39Septiawadi, “Penafsiran Sufistik Sa;id Hawa Dalam Al-Asas Fi At-Tafsir”, Disertasi, Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010, h.

40 Sa’id Hawwa, Tafsir Al-Assas, terj. Syafril Halim (Jakarta: Robbani Press, 2000), Cet. I, h,1-5

b. Metode Penafsiran

Dalam studi tafsir ada beberapa metode yang popular dalam penafsiran Al-Qur’an, dalam hal ini metode penyajian tafsir yang poplar dipakai muffasir yaitu, metode Ijmali41, Tahlili42, Muqarran43 (Komparatif), dan maudhu’i (Tematik)44.45Tafsir Al-

41Metode Ijmali lebih tepat digunakan jika ingin disampaikan untuk komunitas orang-orang awam. Metode ini berusaha menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an secara global, ringkas, dan menghindari penggunaan bahasa yang bertele-tele sebab penjelasan yang disampaikan oleh penafsir adalah pesan pokok dari ayat yang ditafsirkan. Metode ini lebih tepat digunakan untuk penyampaian terhadap orang-orang awam. Lihat Abdul Mustaqim, Metode Penelitian Al-Qur’an dan Tafsir, (Yogyakarta:Idea Press Yogyakarta, 2014), h.

17-18

42Metode tahlili adalah metode menafsirkan Al-Qur’an yang berusaha menjelaskan Al-Qur’an dengan menguraikan berbagai seginya dan menejelaskan apa yang dimaksudkan oleh Al-Qur’an. Metode ini dilakukan secara berurutan dengan menafsirkan ayat demi ayat kemudian surat demi surat dari awal hungga akhir, menjelaskan kosa kata, konotasi kalimatnya, latar belakang turunya ayat, kaitan dengan ayat lain, baik sebelum maupun sesudahnya (munasabah), dan tidak terdapat pendapat-pendapat yang telah diberikan berkenaan dengan tafsiran ayat-ayat tersebut, baik yang disampaikan oleh Nabi SAW, sahabat, para Tabi’in, maupun ahli tafsir lainnya, dan menjelaskan arti yang dikehendak, sasaran yang dituju dan kandungan ayat, yaitu unsur-unsur I’jaz, Balaghah, dan keindahan susunan kalimat, menjelaskan apa yang diambil dari ayat yaitu hukum fiqih, dalil syar’I, dan lain sebagainya. Lihat Abdul Mustaqim, Metode Penelitian Al- Qur’an dan Tafsir, (Yogyakarta:Idea Press Yogyakarta, 2014), h. 17-18

43Metode tafsir Muqaran adalah menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an dengan menunjuk pada penjelasan-penjelasan muffasir. Cara menggunakan metode ini dengan mengumpulkan sejumlah ayat Al-Qur’an, mengemukakan penjelasan muffasir baik dari kalangan salaf atau kalangan kalaf baik tafsir bercorak bi al Ma’tsur iatau ibi al Ra’yi, membandingkan kecenderungan tafsir mereka masing-masing, membandingkan ayat-ayat AL-Qur’an dengna berbicara tentang tema tertentu, atau membandingkan ayat-ayat AL- Qur’an dengan hadits-hadits Nabi, atau dengan ka jian-kajian lainnya. Lihat Abdul Mustaqim, Metode Penelitian Al-Qur’an dan Tafsir, (Yogyakarta:Idea Press Yogyakarta, 2014), h. 17-18

44Metode Mau’dui adalah menghimpun seluruh ayat Al-Qur’an yang memiliki tujuan dan tema yang sama, setelah itu disusun berdasarkan kronologis turunnya dengan memperhatikan sebab-sebab turunnya, langkah selanjutnya menguraikan dengan menjelajahi seluruh aspek yang dapat digali. Hasilnya diukur dengan timbangan teori-teori akurat sehingga muffasir dapat menyajikan tema secara utuh dan sempurna. Lihat Abdul Mustaqim, Metode Penelitian Al-Qur’an dan Tafsir, (Yogyakarta:Idea Press Yogyakarta, 2014), h. 17-18

45Abdul Mustaqim, Metode Penelitian Al-Qur’an dan Tafsir, (Yogyakarta:Idea Press Yogyakarta, 2014), h. 17-18

88

Assas fi Tafsir karya Sa’id Hawwa dapat dikatakan di dalam pembahasannya menggunakan metode tahlili. Karena kitab tafsir Al-Assas menggunakan urutan dimulai dari surat Al-Fatihah sampai surat An-Nas. Penjelasannya dikemukakan secara rinci dan Panjang.46

Penerapan tahlili sebagai metode yang digunakan tafsir ini, misalnya penafsiran surah Al-Baqarah. Pertama Sa’id Hawwa membagi surah Al-Baqarah dalam tiga kelompok yaitu muqadimmah, kandungan surat dan penutup. Untuk mukadimmah terdiri dari 20 ayat pertama, bagian isi dari ayat 21 sampai ayat 284, sedangkan 2 ayat terakhir sebagai penutup surat. Mukaddimahnya terdiri dari tiga faqrah. untuk faqrah ketiga mengandung tiga majmu’ah. bagian tengah Al-Baqarah terdiri dari tiga qism, yang mengandung beberapa maqta’ dan faqrah. Ayat yang ditafsirkan disusun dalam kelompok-kelompok ayat untuk memudahkan uraiannya.

c. Corak Penafsiran

Corak yang digunakan dalam menafsirkan ayat-ayat Al- Qur’an dalam tafsir Al-Assas ini, beliau menggunakan corak sufistik. Hal ini juga dapat dilihat dari beberapa karyanya juga beliau menggunakan aspek-aspek tasawuf dan pembinaan akhlak.

46Ryan Alfian, “Konsep Kepemimpinan Menurut Sa’id Hawwa Dalam Kitab Al- Asas Fi Al-Tafsir dan Al-Islam,” Skripsi, Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014, h. 28

d. Sistematika penafsiran Sa’id Hawwa dapat dirumuskan sebagai berikut:47

1) Menampilkan beberapa ayat sesuai kelompok munasabahnya.

Beberapa ayat tersebut bisa tergabung dalam satu maqta’ dengan beberapa faqrahnya. Pada setiap surat terlebih dahulu dijelaskan keberadaan surat tersebut baik menyangkut identifikasi surat, tema surat, hubungan dengan surat lain atau kandungan surat secara global. Biasanya disini ditampilkan riwayat bila menyangkut sebab turun dari suatu surat.

2) Menafsirkan ayat

Bentuk penafsiran yang dikemukakan Sa’id Hawwa mengenai ayat yang sudah disusun dalam kelompok ayat yaitu dengan menjelaskan makna secara umum atau memberikan pengertian secara global kemudian menerangkan pengertian teks ayat (makna harfi) dengan tinjauan Bahasa serta uslub ayat. Dalam hal ini ia sering menggunakan rujukan dari kitab tafir al-Nasafi atau Ibnu Katsir juga tafsir Sayyid Qutb dan Al- Alusi. Dengan demikian makna harfi yang dijelaskan cukup Panjang berbeda dengan tafsir Jalalain yang sangat singkat.

3) Menjelaskan hubungan susunan ayat (munasabahnya) Disini Sa’id Hawwa mengkaji struktur ayat dalam surat. Misalnya hubungan dalam satu kelompok ayat seperti

47Ryan Alfian, “Konsep Kepemimpinan Menurut Sa’id Hawwa Dalam Kitab Al- Asas Fi Al-Tafsir dan Al-Islam,” Skripsi, Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014, h. 29

90

hubungan kesamaan tema dalam satu maqta’, atau satu faqrah.

menerangkan hubungan antar faqrah atau antar maqta’ bahkan dijelaskan hubungan dengan ayat lain pada surat yang berbeda.

4) Menjelaskan hikmah ayat

Bagian ini dikenal dalam rangkaian penafsirannya dengan fawaid. Dalam poin ini ada juga dibahas tentang munasabah ayat khususnya hubungan suatu ayat dengan beberapa ayat lain atau dengan hadis nabi. Poin ini merupakan penafsiran yang lebih luas dan komprehensif oleh Said Hawwa dengan memahami ayat berdasarkan konteks.

Demikian langkah dari metode penafsiran Sa’id Hawwa yang lebih banyak menyorot aspek munasabah dalam tafsirnya. Dua poin terakhir ini merupakan keunggulan dari tafsir Sa’id Hawwa yang membedakannya dengan mufasir lain baik dari sisi ide ataupun metode. Tafsir ini disusun seperti kitab tafsir besar yang lain dengan menguraikan penafsiran secara mendalam dan rinci mencapai 11 jilid tebal. Penulisan kitab tafsir ini seperti diterangkan oleh Sa’id Hawwa dalam pendahuluan kitabnya yaitu ketika ia menjalanio maa tahanan pplitik semasa pemerintahan Hafiz Al-Asad dalam kurun waktu sekitar 1973-1978. Cara penyajian uraian seperti ini dikenal juga dalam dunia tafsir dengan metode tahlili.

Penulisan tafsir ini menggunakan 4 kitab tafsir sebagai rujukan utama yaitu tafsir Ibnu Katsir, An-Nasafi, Al-Alusiy dan Sayyid Qutub. Karakteristik kitab ini terletak pada analisis

aspek Munasabah dengan konsep seperti ditegaskan penyusunya yaitu kesatuan Al-Qur’an.

Selain itu, dinyatakan juga dalam pendahuluan tafsir ini bahwa orientasi penulisan tafsir ini berorientasi untuk menjelaskan aspek aqidah (ushuluddin), fiqh, ruhiyyah, sulukiyyah. Dua hal terakhir berkenaan dengan tasawuf dan perilaku menempuh jalan tasawuf.

Sistematika penulisan kitab tafsir secara umum yaitu dalam setiap jilid Sa’id Hawwa selalu mengemukakan pendahuluan sebelum masuk penafsiran surat-surat Al-Qur’an.

Paparan menyangkut kategori surat sesuai yang dibagi menurut jumlah ayat oleh Sa’id Hawwa. Setiap surat yang ditafsirkan terlebih dahulu pada awal surat yang dijelaskan munasabahnya dengan surat-surat lainnya. Biasanya dikutip dari penjelasan Sayyid Qutib dalam tafsir Fi Zilalil Qur’an dan Al-Alusiy dalam tafsir Ruhul Ma’ani.

Runtutan penfsiran disesuaikan dengan urutan surat- surat seperti yang terdapat dalam Mushaf.

Tabel susunan surat dalam kitab tafsir Al-Assas:

Jilid I al-Fatihah-Al-Baqarah 286

Jilid II Al-Imran-An-Nisa 176

Jilid III Al-Maidah-Al-An'am 165 Jilid IV Al-a'raf-At-Taubah 129

Jilid V Yunus-Ibrahim 52

Jilid VI Al-Hijr- Maryam 98

Jilid VII Thaha-Al-Qashas 88

92

Jilid VII Al-Ankabut-Sad 88

Jilid IX Az-Zumar-Qaf 45

Jilid X

Adz-Dzariyat-Al-

Qalam 52

Jilid XI Al-Haqqah-An-Naas -

93

ANALISIS AYAT -AYAT SYIFA DALAM AL-QUR`AN MENURUT TAFSIR AL-JAILANI DAN AL-ASSAS A. Analisis Penafsiran Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani dan Sa’id

Hawwa tentang Konsep Syifa dalam Al-Qur`an

Pada bab II telah disebutkan beberapa teori-teori yang menyatakan Al-Qur`an merupakan media penyembuhan untuk berbagai penyakit. Merujuk kamus Al-Qur`an, yaitu Mu’jam Mufahros dan Konkordansi Qur`an , penulis lebih fokus mengkaji ayat-ayat terkait Syifa dalam penafsiran Syaikh Abdul Qadir Al- Jailani dan Sa’id Hawwa, yang kiranya pembahasan ini penting untuk penulis teliti karena didalam buku karya Sa’id Hawwa yang berjudul

Perjalanan Ruhani Menuju Allah”1 menjelaskan bahwa pembahasan inti dari ilmu tasawuf meliputi beberapa hal yang dikaji antara lain tentang ruh, tentang qalbu, tentang akal pikiran dan tentang jiwa atau an-nafs. Hemat penulis, kajian yang dibahas berkaitan dengan teori- teori ahli yang menyatakan bahwa Al-Qur`an merupakan obat untuk penyakit rohani meliputi ruh, qalbu, dan jiwa atau an-nafs sedangkan akal termasuk kedalam penyakit jasmani.2

Penulis mengumpulkan ayat-ayat yang memiliki maksud untuk penyembuhan, diantaranya ialah: QS. Al-Isra [17]:2, QS.Yunus

1Sa’id Hawaa, Tarbiyatuna Ar-Ruhiyyah, terj. Imam Fajarudin, (Solo: Era Intermedia, 2002), Cet. I, h. 75

22Sa’id Hawaa, Tarbiyatuna Ar-Ruhiyyah, terj. Imam Fajarudin, (Solo: Era Intermedia, 2002), Cet. I, h. 75

94

[10]: 57, QS. As-Syu’ara [26]:80, QS.Anahl [16]:69, QS.Fushilat [41]:44, QS.At-Taubah [9]:14, QS. As-Syu’ara [26]:803.

Berikut penafsirann ayat-ayat Al-Quran tentang Syifa dalam Al-Qur`an menurut penafsiran Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani dalam kitab Al-Jailani dan Sa’id Hawwa dalam kitab Al-Assas.

1. Penafsiran Syaikh Abdul Qadir Al-Jailâni dalam Tafsir Al- Jailâni dan Tafsir Sa’id Hawwa dalam Tafsir Al-Assâs pada Q.S al-Isro [17]: 82

Berbagai pendapat yang membenarkan bahwa Al-Quran adalah obat penawar penyakit bagi orang yang mengimaninya.

Pernyataan ini dibenarkan oleh Syaikh Abdul Qadir Al-Jailâni Q.S Al-Isro ayat 82:



























“Dan Kami turunkan dari Al Qur`an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang dzalim selain kerugian” (Q.S al-Isro [17]: ayat 82)4

Syaikh Abdul Qadir Al-Jailâni menafsirkan ayat ini bahwa kata syifa pada ayat tersebut adalah Al-Qur`an yang Allah SWT jadikan sesuatu yang menjadi obat untuk beberapa penyakit hati

3Ali Audah, Konkordansi Quran; Panduan Kata Dalam Mencari Al-Qur`an, (Bogor: Pusaka Litera AntarNusa, 1996), Cet. 2, h. 614

4Departemen Agama RI, Al-Qur`an dan Tafsirnya, Jilid 8, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), Cet. III, h.524

karena beberapa racun yang menetap (racun hakiki maupun majazi) di dalam kesempitan hati dan terkurungnya pemikiran.5 Racun yang dimaksud adalah keburukan yang ada dalam hati, yang sudah melekat. Menanggapi keimanan tersebut terhadap orang yang beriman dan membenarkan agama Allah, kitab-Nya, Allah SWT., akan memberikan kasih sayang dan petunjuk dari Al-Qur`an dengan cara memberikan tanda-tanda atau isyarat dari rahasia yang Allah SWT janjikan.

Sa’id Hawwa dalam kitab tafsirnya Al-Assâs lebih mendetail dalam menjelaskan ayat tersebut, tetapi memiliki maksud penafsiran yang sama dengan Syaikh Abdul Qadir Al- Jailâni. Beliau menyebutkan beberapa rincian penyakit-penyakit yang terdapat dalam hati, yaitu keraguan, kemunafikan, hawa nafsu, dan kerisauan. Sedangkan menurut beliau, orang-orang yang

beriman akan menemukan sendiri hikmah dari keimanannya terhadap Allah SWT., dan menyadari bahwa Al-

Qur`an dapat menyembuhkan, dan membersihkan berbagai penyakit dalam hati, seperti yang disebutkan serta menghapus segala dosa.6

Kemudian Syaikh Abdul Qadir Al-Jailâni menafsirkan bahwa Allah akan memberikan kerugian terhadap orang-orang kafir yang telah mendustai dan tidak menjaga Al-Qur`an, yaitu

5Sayyid Syaikh Abdul Qadir, Tafsir Al-Jailâni, ditahqiq oleh Dr. Muhammad Fadhil Al-Jailâni Al-Hasani Al-Tailani Al-Jamazraqi, (Bairut:Markaz Al-Jailâni Al- Ibniyyah, 2009), h. 102

6Sa’id Hawwa, Al-Assâs Fî Tafsir, Jilid VI, (Al-Qohirah: Dar as-Salam, 2003), h. 3106-3108

96

dengan tidak merasakan adanya manfaat atau khasiat Al-Qur`an dalam kehidupannya dan Allah SWT., menjadikan telinganya tidak bisa mendengar lantunan bacaan Al-Qur`an meski dihadapannya karena Allah SWT., menjadikannya jauh. Kemudian di akhir penafsirannya, beliau menjelasakan bahwa sesungguhnya Al- Qur`an adalah mengobati penyakit dan rahmat bagi manusia.7

Senada dengan penjelasan Hamka, beliau menegaskan bahwa di dalam Al-Qur`an ada obat-obat dan rahmat bagi orang- orang yang beriman. Beliau menjelaskan bahwa banyak penyakit yang bisa disembuhkan oleh Al-Qur`an. Dan banyak penyakit yang menyerang jiwa manusia, dapat di sembuhkan oleh ayat-ayat Al- Quran. Beliau menyebutkan penyakit-penyakit tersebut dalam tafsirnya yaitu sombong, penyakit malas, bodoh, mementingkan diri sendiri, rasa tamak, dan sebagainya.8

Hamka memperkuat penjelasannya dengan mencantumkan pendapat Ahli psichosomatik di Indonesia, yaitu Prof. Dr.Aulia yakni : “Bahwa apabila seorang yang sakit benar-benar kembali kepada ajaran agamanya, maka sakitnya akan sembuh. Beliau berpendapat bahwa betapa besar pengaruh ajaran Tauhid, yang mengandung ikhlas, sabra, ridha, tawakal dan taubat, besar

7Sa’id Hawwa, Al-Assâs Fî Tafsir, Jilid VI, (Al-Qohirah: Dar as-Salam, 2003), h. 3108

8Hamka, Tafsir Al-Azhar, Jilid VI, (Jakarta: PT. Pustaka Pankimas, 2002), h.

4107

pengaruhnya mengobati sakit jiwa seorang muslim. Dan beliau menganjurkan berobat dengan sembahyang dan doa”.9

Berdasarkan penafsiran Syaikh Abdul Qadir Al-Jailâni dan Sa’id Hawwa, dengan diperkuat dengan penafsirsn Hamka dapat disimpulkan bahwa setiap penyakit yang terdapat dalam hati, dapat Al-Qur`an sembuhkan dengan cara mengimaninya dan mengamnalkannya. Sebaliknya, jika seseorang tidak mengimani Al-Qur`an, hanya akan menjadikan kerugian baginya.

2. Penafsiran Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Tafsir Al-Jailâni dan Tafsir Sa’id Hawwa dalam Tafsir Al-Assâs pada Q.S An- Nahl [16]: 69

Dari zaman Rasulullah SAW hingga zaman modern ini, madu dijadikan obat untuk penyembuhan penyakit. Karena Allah SWT.,telah membuktikan kekuasaannya dalam Al-Qur`an kepada lebah dengan berbagai proses pembuatan yang tidak ada seorangpun yang bisa membuatnya. Dalam pada Q.S An-Nahl [16]: 69, Allah SWT. Berfirman:

















































“Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

9Hamka, Tafsir Al-Azhar, Jilid VI, (Jakarta: PT. Pustaka Pankimas, 2002), h.

4107

98

terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan”(Q.S An-Nahl [16]: 69)10

Syaikh Abdul Qadir Al-Jailâni pada ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah SWT., berdialog dengan Lebah-Lebah, memerintahkannya untuk memakan sari-sari dari setiap buah- buahan atas petunjuk Allah SWT., yang dijamin tidak akan salah dan menyimpang, dengan cara tunduk terhadap hukum-hukum Allah. Dalam tafsirnya, beliau menjelaskan bahwa Allah memberi pengetahuan kepada manusia, bahwa dalam perut lebah terdapat minuman (madu) yang berbeda-beda warnanya antara lain ada yang berwarna putih, ada yang berwarna hitam, ada yang berwarna hijau dan ada yang berwarna kuning yang Allah jadikan pengobatan manusia untu beberapa penyakit jasmani.11

Menurut penulis, dari perintah Allah terhadap lebah dapat diambil pelajaran bagi manusia yaitu dari segi perintah kepada lebah dalam pencarian makanan. Allah memerintahkan lebah untuk mencari makanan pada buah-buahan dihutan yang luas dengan cara tidak mengambil makanan makhluk hidup lain. Karena lebah dalam mencari makan dengan menghisap sari-sari pada buah- buahan dan bunga-bunga. Hal ini mengajarkan manusia untuk tidak mengambil hak orang lain melainkan mencari makanan yang halal, dan tidak mengganggu kehidupan orang lain. Dan dalam penafsiran Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani Allah memeberikan akal pada

10Departemen Agama RI, Al-Qur`an dan Tafsirnya, Jilid 8, (Jakarta:

Departemen Agama RI, 2009), Cet. III, h. 343

11Sayyid Syaikh Abdul Qadir, Tafsir Al-Jailâni, ditahqiq oleh Dr. Muhammad Fadhil Al-Jailâni Al-Hasani Al-Tailani Al-Jamazraqi, (Bairut:Markaz Al-Jailani Al- Ibniyyah, 2009), h. 66

manusia supaya dapat mencari ilmu penget bahuan dengan penelitian atau menggali informasi bahwa madu yang dihasilkan oleh lebah dapat menyembuhkan berbagai penyakait.

Diperkuat Imam Jalaluddin Al-Mahali dan As-Suyuti12 dalam tafsir Jalalain, beliau mencantumkan pendapat, yang dimaksud beberapa kesembuhan adalah dari sebagian penyakit saja karena ditunjukan oleh pengertian ungkapan lafaz syifa-un yang memakai nakirah. Atau sebagai obat untuk berbagai macam penyakit, bila digabungkan dengan obat-obat lainnya. Bila tidak dicampur dengan obat yang lain, maka sesuai dengan niat peminumnya. Sungguh Nabi SAW., telah memerintahkan untuk meminum madu bagi orang yang perutnya kembung, demikianlah menurut riwayat yang telah dikemukakan oleh Imam Syaikhain.

Sedangkan Sa’id Hawwa Allah SWT., menafsirkan bahwa ketika lebah diperintahkan untuk memakan sari-sari pada semua buah-buahan yang disukai dengan cara bertebaran di muka bumi yang jauh dari sarang lebah kemudian juga selalu mencari makanan Allah memerintahkan kepada lebah supaya kembali pada sarang- sarangnya dengan mudah, dari pintu manapun tanpa tersesat (bagian sarang kiri maupun sarang bagian kanan).13

Dalam penafsiran Sa’id Hawwa dapat diambil pelajaran pada kalimat bahwa Allah SWT., memerintahkan lebah untuk

12Imam Jalaluddin Al-Mahali dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Al- Jalalain, terj. Bahrun Abubakar, (Bandung: Sinar Baru Algendindo, 2009), Cet. VII, h.

1031

13Sa’id Hawwa, Al-Assâs Fî Tafsir, Jilid VI, (Al-Qohirah: Dar as-Salam, 2003), h. 2958

100

bertebaran di muka bumi mencari makanan yang jauh dari sarangnya untuk kembali pulang pada sarangnya dapat diambil pelajaran bahwa Allah juga memerintahkan manusia untuk mencari kehidupan di bumi untuk selalu bertaubat atau kembali pada pencarian ridha Allah SWT.

Perintah menjadikan madu sebagai bahan pengobatan tercantum dalam hadits Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri: “Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW. Dia berkata ,” Sesungguhnya perut saudaraku mengembung.’ Rasuluillah SAW. Bersabda kepadanya, ‘Berilah dia minum madu.’ Laki-laki itu memberi saudaranya minum amdu, tetapi kemudian dia datang kepada Rasulullah, saya telah memberi ya minum madu, tetapi perutnya makin bertambah kembung.’

Beliau bersabda, ‘Pergilah dan beri dia minum madu.’tetapi kemudian ia datang lagi seraya berkata, Ya Rasulullah, madu itu hanya menambah perutnya kembung saja.’ Rasulullah SAW.

Bersabda, ‘Mahabenar Allah dan perut saudaramu berdusta.

Pergilah dan beri dia minum madu lagi. Lelaki itu pergi, kemudian memberi saudaranya minum madu, dan sembuh.

Dari kedua penafsiran diatas, dapat disimpulkan bahwa, Allah SWT., menjadikan madu sebagai sistem penyembuhan beberapa penyakit fisik. Diantaranya yang sudah dibuktikan oleh ilmuan antara lain: penyakit gula (diabetes) dapat disembuhkan oleh madu. Selain sebagai obat penyembuh beberapa penyakit, dalam penafsiran keduanya sama-sama mengungkapkan, bahwa manusia harus mengambil hikmah atau pelajaran dari semua proses

Dokumen terkait