• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II HAKIKAT QANÂ’AH

E. Kemuliaan Orang Qanâ’ah

3. Ridha

Di dalam tradisi tasawuf, istiah ridha sering kali dikaitkan dengan ketetapan-ketetapan Allah bagi kehidupan manusia. Sementara dalam Al-Qur’an, istilah ridha terkait dengan apa saja yang dianggap baik menurut Islam, baik sifat, perilaku maupun akidah.

Adapun wujud keridhaan Allah kepada hamba-Nya terkadang dirasakan di dunia, seperti membernya sakînah, yaitu perasaan yang tenang, kuatnya keyakinan terhadap pertolongan Allah ketika mendapatkan ujian. Namun keridhaan Allah di akhirat tentu saja keridhaan yang Maha Tinggi, dan inilah kebneruntungan yang hakiki yang senantiasa diharapkan oleh setiap hamba, yakni surga. Seperti dalam firman-Nya:

) ُﺔﱠﻨِﺌَﻤْﻄُﻤْﻟا ُﺲْﻔﱠﻨﻟا ﺎَﮭُﺘﱠﯾَأ ﺎ َﯾ ًﺔﱠﯿ ِﺿ ْﺮَﻣ ًﺔَﯿ ِﺿا َر ِﻚِّﺑ َر ﻰَﻟِإ ﻲِﻌ ِﺟ ْرا ( 27

) 28 (

Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan di ridhai-Nya. (QS. Al-Fajr [89]: 27-28)

Jiwa yang tenang akan puas atau ridha dengan apa yang didapatkan dari Tuhannya berupa surga. Ia juga di ridhai Allah untuk menjadi salah satu penghuninya, sebagai balasan dari perilaku-perilaku baik yang di ridhai Allah selama di dunia.

Penjelasan di atas, hakikatnya merupakan langkah-langkah konkret demi pemperoleh ridha Allah. Artinya, ketika seseorang bisa melawan hawa nafsunya dari motivasi-motivasi yang bersifat duniawi maka Allah akan meridhainya. Disinilah kenapa ridha oleh para ulama dinamai dengan “diridhai”, karena manusia dalam setiap langkahnya senantiasa dihadapkan pada pilihan yang saling tarik menarik, apakah ingin diridhai oleh Allah atau ingin diridhai selain Allah. 38

Al-Ashfani membagi rida dalam dua bagian: pertama: ridha hamba kepada Allah, yaitu tidak membenci (menerima) apa saja yang menjadi ketetapan-Nya. Kedua, ridha Allah kepada hamba, yaitu Dia melihat seorang hamba yang senantiasa melaksanakan perintah dan menjauhi semua larangan-Nya. Adapun menerima ketetapannya adalah dengan cara bersyukur ketika mendapatkan nikmat dan bersabar ketika ditimpa musibah. Sehingga, apabila seseorang bersikap demikian maka ia dianggap mengikuti keridhaan-Nya.39

1. Zuhud

Zuhud adalah suatu tindakan yang berusaha menjauhkan diri dari kemegahan dunia dan menafikan kemewahan itu meskipun halal dengan berusaha melakukan ibadah puasa yang adakalanya batasan waktunya tidak sesuai ajaran dasar agama.

38Tim Penulis Mushaf Al-Qur’an Spiritualitas Dan Akhlak (Tafsir Al-Qur’an Tematik), (Jakarta:,Kementerian Agama RI, 2010), h. 298

39 Tim Penulis Mushaf Al-Qur’an, Spiritualitas Dan Akhlak (Tafsir Al-Qur’an Tematik), h. 290-291

Menurut Hamka, zuhud adalah sikap jiwa yang tidak ingin secara berlebihan dan tidak cenderung terhadap harta, secara tidak terkait oleh material. Zuhud bukan berarti tidak memiliki harta (karena itu dinamakan), tetapi zuhud bermaksud tidak dikendalikan oleh harta (artinya orang zuhud boleh kaya). Harta boleh dimiliki, tetapi digunakan untuk perkara-perkara yang bermanfaat. Manusia sebenarnya tidak punyaa apa-apa, dan ini semua hanya pemberian-Nya.

Manusia tidak boleh bakhil dan mementingkan diri sendiri.40

Sikap zuhud inilah yang mengiringi sikap qanâ’ah, karena orang yang qanâ’ah memiliki sikap yang tidak tertarik dengan dunia.

G. Dampak Tidak Adanya Sifat Qanᾱ’ah

Sudah seharusnya seorang mukmin itu memiliki sifat qanᾱ’ah (menerima apa yang diberikan oleh Allah SWT kepadanya) yang dapat menghilangkan ketamakan serta tidak melirik apa yang ada ditangan orang lain, juga tidak rakus (serakah) dalam mencari dan mendapatkan harta bagaimanapun caranya. Dia tidak akan bisa memiliki sifat-sifat sepeti ini melainkan dengan mengambil dunia ini sekedarnya saja, dan sebatas kebutuhan pokok seperti makan, minum, dan pakaian.

Sesungguh telah datang dari Nabi Muhammad SAW larangan bersikap rakus (serakah) dan tamak terhadap harta.

Tamak dan serakah adalah penyebab kehinaan dan kerendahan martabat. Dan termasuk diantara sebab-sebab runtuhnya kehormatan dan kedudukan. cinta kepada harta adalah suatu yang akan mengeluarkan kelembutandari hati seseorang, dan menempatkan kekakuan dan kekerasan sebagai pengganti tempatnya. Dan apabila ketamakan dan

40Abdul Rouf , Tafsir Al-Azhar: Dimensi Tasawuf Hamka, h. 142

kerakusan telah memenuhi hati maka akan merasakan kehinaan yang akan menguasainya dan kerendahan akan menyulubunginya.41

1. Tamak

Tamak ialah terkaitnya hati atau mengincar apa yang dimiliki atau berada pada orang lain. Tamak termasuk penyakit hati yang harus dibuang oleh orang yang ingin hidup sehat dan qanâ’ah. Sebab penyakit ini disebabkan oleh sikap yang terlalu cinta pada dunia, tidak mengerti hidup bermasyarakat bahwa orang harus saling menolong bukan saling menjatuhkan. Penyakit hati ini juga disebabkan oleh sikap yang tidak mempercayai takdir Allah yang telah ditentukan nasib hamba-hamba-Nya.42

Allah memuji sikap yang tidak tergantung pada orang lain, namun mencela sifat tamak. Sebagaimana firman-Nya dalam QS. An- Nisâ (4): 32

ٌﺐﯿ ِﺼَﻧ ِلﺎَﺟ ِّﺮﻠِﻟ ٍﺾْﻌَﺑ ﻰَﻠَﻋ ْﻢُﻜَﻀْﻌَﺑ ِﮫِﺑ ُ ﱠ� َﻞﱠﻀَﻓ ﺎَﻣ ا ْﻮﱠﻨَﻤَﺘَﺗ َﻻ َو ِﮫِﻠْﻀَﻓ ْﻦِﻣ َ ﱠ� اﻮُﻟَﺄْﺳا َو َﻦْﺒَﺴَﺘْﻛا ﺎﱠﻤِﻣ ٌﺐﯿ ِﺼَﻧ ِءﺎَﺴِّﻨﻠِﻟ َو اﻮُﺒَﺴَﺘْﻛا ﺎﱠﻤِﻣ ) ﺎًﻤﯿِﻠَﻋ ٍءْﻲَﺷ ِّﻞُﻜِﺑ َنﺎَﻛ َ ﱠ� ﱠنِإ 32

(

“Artinya: Janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dikebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain.

Karena bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa [4]: 32)

Lalu Ali bin Abi Thalib menuturkan:

41 Muhammad bin Ibrahim Al-Hamad, AKHLAK-AKHLAK BURUK Fenomena, Sebab Terjadinya, Cara Mengatasinya, terjm. Pustaka Darul Ilmi,(Jakarta: Pustaka Darul Ilmi, 2007), h. 56

42 Sudirman Tebba, Sehat Lahir Batin (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta), cet. 1, h.

204

“Barang siapa mampu berdiri tanpa sesuatu (bantuan orang lain), maka ia akan dapat menjadi kawan setaranya. Barang siapa sangat mencintai sesuatu, maka dia akan menjadi tawanannya dan barang siapa bermurah hati kepadanya akan menjadi tuan.43

Adapun sifat tamak disebabkan oleh oleh rasa cinta dunia yang berlebihan. Juga karena tidak memahami arti hidup bermasyarakat yang di dalamnya ada kewajiban saling menolong bukan mengincar hak miliknya. Kemudian juga tidak beriman kepada takdir Allah yang telah menentukan nasib setiap manusia.44

Dengan demikian tamak terkait dengan keadaan jiwa yang mendorong untuk mengambil atau merebut hak milik orang lain, sehingga kadang berkembang menjadi iri hati, yaitu rasa tidak suka terhadap apa yang dicapai oleh orang lain dan ingin agar nikmat yang dicapai orang lain menjadi hilang.

2. Serakah

Serakah ialah suatu keadaan jiwa yang membuat manusia tidak puas dengan apa yang dimilikinya dan berusaha ingin memiliki lebih banyak lagi. Keserakahan ini tidak hanya pada pemilikan harta tetapi juga terhadap makanan, minuman, kegiatan seksual dan lain-lain. Ini termasuk penyakit yang tercela dan tidak sehat, karena hati orang serakah tidak pernah tenang, puas, dan selalu merasa kekurangan, dan karena itu bisa mendorong untuk berbuat buruk. Seperti menipu, manipulasi, korupsi, dan sebagainya untuk memenuhi nafsu serakahnya terhadap harta dan kedudukan.45

Rasulullah mengingatkan dalam sabdanya:

43 Sudirman Tebba, Sehat Lahir Batin, h. 206

44 Sudirman Tebba, Hidup Bahagia Cara sufi, (Jakarta: Pustaka irVan, 2007), cet. II, h. 6-87

45 Sudirman Tebba, Sehat Lahir Batin, h. 202

ِْﲑَـﺑﱡﺰﻟا َﻦْﺑا ﻦﻋ ﻰﱠﻠَﺻ ﱠِﱯﱠﻨﻟا ﱠنِإ ،ُسﺎﱠﻨﻟا ﺎَﻬﱡـﻳَأ َ� :ُلﻮُﻘَـﻳ ،ِﻪِﺘَﺒْﻄُﺧ ِﰲ َﺔﱠﻜَِﲟ َِﱪْـﻨِﳌا ﻰَﻠَﻋ ،

:ُلﻮُﻘَـﻳ َنﺎَﻛ َﻢﱠﻠَﺳَو ِﻪْﻴَﻠَﻋ ُﷲ ﱠﺐَﺣَأ ٍﺐَﻫَذ ْﻦِﻣ ﺎًﺌْﻠَﻣ ً�ِداَو َﻲِﻄْﻋُأ َمَدآ َﻦْﺑا ﱠنَأ ْﻮَﻟ »

ﺎًﻴِﻧَﺛﺎ َﻲِﻄْﻋُأ ْﻮَﻟَو ،ﺎًﻴِﻧَﺛﺎ ِﻪْﻴَﻟِإ ،ُباَﺮﱡـﺘﻟا ﱠﻻِإ َمَدآ ِﻦْﺑا َفْﻮَﺟ ﱡﺪُﺴَﻳ َﻻَو ،ﺎًﺜِﻟَﺛﺎ ِﻪْﻴَﻟِإ ﱠﺐَﺣَأ

َبَﺗﺎ ْﻦَﻣ ﻰَﻠَﻋ ُﱠﻟﻠﻪا ُبﻮُﺘَـﻳَو

46

«

“Dari Ibu Zubair, tatkala diatas mimbar di Mekkah dalam kutbahnya, beliau berkata: Wahai manusia sekalian, sesungguhnya Nabi SAW pernah bersabda, “Seandainya anak keturunan Adam diberi satu lembah penuh dengan emas niscaya dia masih akan menginginkan yang kedua. Jika diberi lembah emas yang kedua maka dia menginginkan yang ketiga. Tidak akan pernah menyumbat rongga anak Adam selain tanah, dan Allah menerima taubat bagi siapa pun yang mau bertaubat.”

Hadis di atas menunjukkan bagaimana tamaknya manusia terhadap dunia yang tidak mengenal rasa puas, nafsu untuk mengumpulkan harta.

Kecintaanya terhadap dunia bisa membuat seseorang terlena dari perjalanan hidup untuk menuju akhirat. Sebab dirinya lalai dari ketaatan kepada Allah, karena hati sibuk dengan dunia dari pada akhirat.

Abu Ja’far al-Baqir berkata: “Orang yang serakah pada dunia adalah seperti ulat sutra. Semakin ia menyelimuti dirinya dalam kepompong, semakin berkurang kesempatannya untuk melepaskan diri darinya sehingga akhirnya ia mati dalam kepedihan.”47

Jadi orang yang tamaak dan rakus tidak pernah merasa puas terhadap nikmat yang diperoleh. Sebaliknya orang yang qanâ’ah selalu merasa puas terhadap apa yang dimiliki, dan rasa puas itu menimbulkan kebahagiaan.

46 Muhammad bin Ismail Abu Abdillah al-Bukhari al-ja’fi, Shahih al-Bukhari, bab

“Mâ Yattaqî Min Fitnah al-Mâl” Hadis No. 6438, (T. t: Dâr Thûq an-Najah, 1422 H), juz 9, h. 93

47 Sudirman Tebba, Hidup Bahagia Cara sufi, h. 85-86

3. Obat Penyakit Tamak dan Rakus

Obat penyakit tamak dan rakus diantaranya sebagai berikut:

Pertama: Kesederhanaan dalam mencari nafkah dan ringan berinfaq. Seseorang yang ingin menghindari sifat tamak dan rakus , sudah seharusnya menahan diri dari sifat boros, mencukupkan diri dengan apa-apa yang dibutuhkan, rela dengan makan apa saja, rela dengan sedikitnya lauk pauk, sederhana dalam berpakaian, dan membiasakan diri untuk melakukan itu semua. Apabila ia mempunyai keluarga, ia pun harus bisa memposisikan keluarganya seperti itu.

Kedua: Jika dimudahkan oleh Allah dalam kondisi kecukupan, hendaklah jangan terlalu khawatir memikirkan masa depan. Jangan berangan-angan untuk mendapatkan rizki yang lebih, dan memiliki kehidupan yang serba mewah.

Ketiga: Mengetahui bahwa dalam qanâ’ah terkandung sifat mulia, yaitu kaya hati. Dan mengetahui bahwa dalam sifat tamak dan rakus terkandung kehinaaan. Dan dala sifat qanâ’ah terkandung sifat sabar terhadap syubhat dan kebaikan, serta pahala diakhirat.

BAB III

PROFIL BUYA HAMKA A. Riwayat Hidup dan Karir Intelektual

Hamka merupakan singkatan dari Haji Abdul Malik Kaarim Amrullah. Nama ini adalah sesudah beliau menunaikan ibadah haji pada tahun 1927 dan mendapat tambahan haji. Beliau dilahirkan disebuah desa bernama Tanah Sirahm dalam Nagari Sungai Batang, ditepi Danau Minanjau, Sumatera Barat, pada 17 Februari 1908 (14 Muharram 1326 H). ayahnya seorang ulama terkenal Dr. H. Abdul Karim Amrullah alias Haji Rasul pembawa faham-faham Islam di Minangkabau.1 Ibu Hamka bernama Shofiyah, ayah dari Shofiyah punya gelar adat Bagindo Nan Batuah. Dikala mudanya, Bagindo terkenal sebagai guru tari nyanyian dan pencak silat. Di waktu Hamka masih kecil, selalu mendengarkan pantun-pantun yang berarti dan mendalam dari kakenya. Buya Hamka dalam memorinya mengatakan “Ayahku menaruh harapan atas kelahiranku agar aku kelak menjadi orang alim pula seperti ayahnya, nenek-neneknya, dan kakek-kakeknya yang terdahulu.” Ketika Hamka lahir, ayahnya mengatakan pada neneknya bahwa kelak, setelah berusia sepuluh tahun, si Malik akan di kirim ke Mesir agar menjadi ulama.2

Hamka mengawali pendidikannya membaca Al-Qur’an dirumah orang tuanya ketika mereka sekeluarga pindah dari Maninjau ke Padang Panjang, pada tahun 1914 M. dan setahun kemudian, setelah mencapai usia tujuh tahun, Abdul Malik—Hamka kecil itu—dimasukkan ayahnya ke sekolah desa. Pada tahun 1916 ketika Zainuddin Labai El-Yusuni mendirikan sekolah diniyah petang hari, di Pasar Usang Padang

1 Hamka, Tasauf Modern, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2007), h. XV

2 Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, (Jakarta: Mahzab Ciputat, 2013), cet. 2, h.171

43

Panjang, Hamka lalu dimasukkan ayahnya ke sekolah ini. Pagi hari Hamka pergi sekolah ke sekolah desa, sore hari pergi belajar ke sekolah diniyah, dan malam hari berada di surau bersama teman-teman sebayanya. Inilah putaran kegiatan Hamka sehari-hari dalam usia bocahnya. Putaran kegiatan yang diraskan Hamka sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan, sangat mengekang kebebasan masa kanak- kanaknya, kemudian diramu dengan sikap ayahnya “otoriter” sebagai ulama yang disegani pada saat itu, tak ayal menimbulkan perilaku yang menyimpang dalam pertumbuhan Hamka. Itulah sebabnya, ia dikenal sebagai anak nakal. Hal ini dibenarkan oleh A. R. Sutan Mansur, orang yang sangat berpengaruh dalam pertumbuhan pribadi Hamka sebagai seorang muballigh.

Pada tahun 1918, Hamka sudah dikhitan dikampung halamannya, di Maninjau. Diwaktu yang sama ayahnya Syeikh Abdul Karim Amrullah kembali dari perlawatan pertamanya ke tanah Jawa, Surau Jembatan Besi, dimana tempat beliau memberikan pelajaran agama dengan sistem lama, lalu diubah menjadi madrasah yang kemudian dikenal dengan Thawalib School. Dimana dengan hasrat agar anak-anaknya kelak menjadi ulama seperti dia pula. Syekh Abdul Karim Amrullah memasukkan Hamka ke dalam Thawalib School, sedangkan di sekolah desa diberhentikan.3,

Selama belajar di sekolah asuhan ayahnya, ia merasa tidak semangat untuk menimba ilmu, karena sistem pembelajaran di Thawalib School masih menggunakan corak lama.keharusan menghafal menyebabkan Hamka cepat bosan sehingga ia mengasingkan diri ke perpustakaan. Ia lebih asik dalam ruangan perpustakaan tersebut dengan menela’ah buku

3 M. Yunus Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Penamadani, 2003), cet. 2, h. 40-41

sejarah dan cerita. Meskipun demikian setiap tahun ia naik kelas hingga menduduki kelas empat.4

Pada masa ini, Hamka mengalami suatu peristiwa yang menggoncangkan jiwanya, yakninperceraian ayah dengan ibunya, karena begitu keharusan menuntut adat. Sangat mungkin bahwa peristiwa ini kemudian membentuk sikap Hamka yang memandang beberapa praktik adat tidak sesuai dengan ajaran Islam. Ketentuan adat serta kebolehan berpoligami dalam Islam telah terasimilasikan dalam alam pikiran Minangkabau. Asilimasi ini memberikan kemungkinan yang luas bagi para ulama, sebagai orang yang terpandang ditengah masyarakat, untuk mendapatkan pembenaran melakukan kawin-cerai secara berganti-ganti.

Dan kenyataan ini pulalah yang dijumpai Hamka terjadi pada ayahnya, Syekh Abdul Karim Amrullah. Akibatnya adalah kehidupan Abdul Malik, Hamka kecil menjadi terlantar, dan pada gilirannya membuat

“kenakalan” Hamka berubah menjadi semacam “pemberontakan”.5

Pada tahun 1924, dalam usia 16 tahun, Hamka berangkat menuju tanah Jawa. Kunjungannya ke tanah Jawa itu mampu memberikan

“Semangat Baru” baginya dalam mempelajari Islam. Dalam pencarian ilmu ditanah Jawa, Hamka memulai dari kota Yogyakarta yang merupakan kota awal berdirinya organisasi keislaman Muhammadiyah.

Lewat Ja’far Amrullah yang merupakan pamannya, Hamka dapt berkesempatan untuk mengikuti kursus-kursus yang diselenggarakan oleh Muhammadiyah dan Syarikat Islam. Dalam kesempatan ini pula, Hamka bisa bertemu dengan Ki Bagus Hadikusumo, dan dia mendapatkan pelajaran tafsir Al-Qur’an. Hamka juga bertemu dengan H.O.S. Cokroaminoto, dan mendengar ceramahnya tentang Islam dan

4 Hamka, Kenang-Kenangan Hidup, (Jakarta Bulan Bintang, 1990), h. 28

5 M. Yunus Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar, h. 42

Sosialisme. Disamping itu Hamka berkesempatan bertukar pikiran dengan berberapa tokoh penting lainnya, seperti Haji Fachruddin dan Syamsul Rijal.6

Ditahun 1935 Hamka pulang ke Padang Panjang. waktu itulah mulai tumbuh bakatnya sebagai pengarang. Buku yang mula-mula dikarangnya bernama “Khatibul Ummah”.7 Hamka tumbuh menjadi pemimpin ditengah-tengah lingkungannya. Dia memulai berpidato, bertabligh ditengah masyarakat Minangkabau. Dia pun membuka kursus pidato bagi teman-temannya di Surau Jembatan Besi. Kemampuan dalam menyusun kata-kata, baik dalam berpidato maupun dalam menulis, telah menempatkan Hamka pada posisi istimewa di kalangan teman-temannya.

Dia catatat dan susun kembali pidato teman-temannya, kemudian diterbitkan dalam sebuah majalah yang dipimpin serta diberi nama Khatibul Ummah.

Hamka menikah dengan Siti Raham binti Endah Sutan pada tahun 29 April 1929, pada usia 22 tahun.8 Beberapa waktu setelah perkawinannya dengan Siti Raham , dia mengaktifkan diri sebagai pengurus Muhammadiyah Cabang Padang Panjang. dalam kongres Muhammadiyah ke-19 yang berlangsung di Bukit Tinggi pada tahun 1930, Hamka menjadi pemrasaran dengan membawakan makalah berjudul “Agama Islam dan Adat Minangkabau”. Pada muktamar Muhammadiyah ke-20 di Yogyakarta pada tahun 1931, lagi-lagi Hamka muncul dengan makalah berjudul “Muhammadiyah di Sumatera”.

Setahun kemudian diutus ke Makasar menjadi muballigh atas kepercayaan Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Pada tahun 1933. Dia

6 Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h.177

7 Hamka, Tasauf Modern, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2007), h.. XV

8 Kata Pengantar Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982) Jilid I h.

2

menghadiri Mukhtamar Muhammadiyah di Semarang dan pada tahun 1934, diangkat menjadi anggota tetap Majlis Konsul Muhammadiyah Sumatera Tengah.9

Pada tahun 1936, Hamka pindah ke Medan. Di kota ini Hamka bersama M. Yunan Nasution menerbitkan majalah Pedoman Masyarakat. Pada tahun 1942. Jepang mendarat di kota Medan, dan kehadiran kota Jepang ini tidak sedikit membawa perubahan, majalah Pedoman Masyarakat diberangus. Bendera merah putih tidak boleh lagi dinaikkan. Segala bentuk persyarikatan danperkumpulan dilarang.

Semua rakyat harus turut serta dalam membantu cita-cita memenangkan perang Asia Timur Raya.10

Hamka memperoleh kedudukan istimewa dari pemerintah Jepang.

Sebagai tokoh Muhammadiyah dan pemuka masyarakat., dia diangkat sebagai anggota Syu Sangi Kai, Dewan Perwakilan Rakyat, pada tahun 1944. Dalam kedudukan ini Hamka diminta pertimbangan oleh Jepang untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul dari kalangan umat Islam.

Pada tahun 1945, Hamka meninggalkan kota Medan kemudian berada di Padang Panjang. pada tahun 1946, dia mendapat kepercayaan sebagai ketua dalam Kongres Muhammadiyah di Padangpanjang. Pada tahun 1952, pemerintah Amerika Serikat mengundang Hamka untuk menetap selama emapt bulan. Selain berkunjung ke Amerika Serikat, Hamka juga beberapa kali melakukan kunjungan luar negeri lainnya seperti, menjadi anggota misi kebudayaan ke Muangthai (1953), mewakili Departemen Agama menghadiri peringatan mangkatnya Budha ke-2500 di Burma (1954). Kemudian pada tahun 1955, berlangsung

9 M. Yunus Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar, h. 48

10 M. Yunus Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar, h. 49

pemilihan umum di Indonesia, dan Hamka ikut berkecimpung dalam politik praktis sebagai anggota Konsituante dari Partai Masyumi. Ia juga pergin ke Lahore (1958) untuk menghadiri Konferensi Islam, dan menghadiri undangan Universitas Al-Azhar di Kairo untuk memberkan ceramah tentang, “Pengaruh Muhammad Abduh di Indonesia”. Ceramah tersebut menghasilkan gelar Doktor Honorius Causa bagi Hamka.11

Pada tahun 1968, Hamka menjadi perwakilan dalam Konferensi Negara-Negara Islam di Rabat, perwakilan dalam Mukhtamar Masjid Mekah (1976), seminar tentang Isa dan Peradaban di Kuala Lumpur, peringatan Seratus Tahun Muhammad Iqbal di Lahore, dan Konferensi Ulama di Kairo (1977). Hamka juga menjabat sebagai Ketua Umum MUI (Majelis Ulama Indonesia) pertama sejak 1975, dan kemudian mengundurkan diri, pengunduran diri ini disebabkan oleh masalah perayaan “natal bersama” Antara umat Kristen dan agama lain, termasuk Islam. Majelis Ulama Indonesia yang Hamka menjadi ketua umumnya, mengeluarkan fatwa bahwa haram hukumnya seorang muslim mengikuti perayaan natal. Pada hari jum’at tanggal 24 Juli 1981/22 Ramadhan 1401 H, yang dikelilingi oleh istrinya Khadijah dan beberapa teman dekat srta puteranya Afif Amrullah, Hamka meninggal dunia dalam usia 73 tahun.12

Dua bulan setelah pengunduran dirinya sebagai ketua Majelis Ulama Indonesia, Hamka dirawat di Rumah Sakit disebabkan serangan jantung yang cukup berat. Selama kurang lebih satu minggu, Hamka di rawat di Rumah Sakit Pertamina Pusat Jakarta, ditangani oleh para dokter ahli.

Namun kendatipun dokter telah mengerahkan seluruh kemampuan mereka bagi keembuhan Hamka, akan tetapi Allah lebih menyayangi

11 Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h.175-176

12 Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 176-177

beliau, karena sesungguhnya Allah lebih mengetahui sesuatu yang terbaik bagi hamba-Nya.

B. Karya-Karya Hamka

Hamka telah banyak menulis karya-karya dalam bentuk fiksi, sejarah dan biografi, doktrin Islam, etika, tasawuf, politik adat Minangkabau dan tafsir. Yang sudah dibukukan tercatat kurang lebih 118 buah, belum termasuk karangan-karangan panjang dan pendek yang dimuat di berbagai media massa dan disampaikan dalam beberapa kesempatan kuliah atau ceramah ilmiah. Kalau dicermati dalam kurun waktu enam tahun (1936-1942), Hamka terlihat mengonsentrasikan diri dalam hal menulis karya-karya diberbagai bidang ilmu. 13

Dengan kemahiran Bahasa Arabnya yang tinggi, beliau dapat menyelidiki karya ulama dan pujangga besar di Timur Tengah, seperti Zaki Mubarak, Jurji Hussain Haikal. Melalui bahas Arab juga, beliau meneliti karya sarjana Perancis, Inggris dan Jerman seperti Albert Camus, William James, Sigmund Freud, Arnold Toynbee, Jean Paul Sartre, Karl Marx dan Pierre Loti. Hamka sejak muda juga rajin membaca dan bertukar pikiran dengan tokoh-tokoh terkenal di Jawa seperti H. O. S. Tjokrominoto, Raden Mas Suprajopranoto, Haji Fachruddin, A. R. Sutan Mansur dan Ki Bagus Hadikusumo sambil mengasah bakatnya sehingga menjadi seorang ahli pidato yang handal.

Berikut daftar karya Buya Hamka:

1. Khatibul Ummah, Jilid 1-3. Ditulis dalam huruf Arab.

2. Si Sabariah. (1928)

3. Pembela Islam (Tarikh Saidina Abu Bakar Shiddiq), 1929 4. Adat Minangkabau dan Agama Islam (1929)

5. Ringkasan Tarikh Ummat Islam (1929)

13 Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h.177

6. Kepentingan Melakukan Tabligh (1929) 7. Hikmah Isra’ dan Mikraj

8. Arkanul Islam (1932) di Makkasar 9. Laila Majnun (1932) Balai Pustaka.

10. Majallah ‘Tentera’ (4 nomor) 1932 di Makassar.

11. Majallah Al-Mahdi (9 nomor) 1932 Balai Pustaka.

12. Mati Mengandung Malu (Salinan Al-Manfaluthi) 1934.

13. Di Bawah Lindungan Ka’bah (1936) Pedoman Masyarakat, Balai Pustaka.

14. Tenggelamnya Kapal van Der Wijk (1937) Pedoman Masyarakat, Balai Pustaka.

15. Di Dalam Lembah Kehidupan 1939, Pedoman Masyarakat, Balai Pustaka.

16. Merantau Ke Deli (1940), Pedoman Masyarakat, Toko Buku Syarkawi.

17. Margaetta Gauthier (terjemah) 1940.

18. Tuan Direktur 1939.

19. Dijemout Mamaknya, 1939.

20. Keadilan Ilahy 1939.

21. Tashawwuf Modern 1939.

22. Falsafah Hidup 1939.

23. Lembaga Hidup 1940.

24. Lembaga Budi 1940.

25. Majallah ‘SEMANGAT ISLAM’ (Zaman Jepang 1943).

26. Majallah ‘MENARA’ (Terbit di Padang Panjang), sesudah revolusi 1946.

27. Negara Islam (1946).

28. Islam dan Demokrasi, 1946.

Dokumen terkait