ASUHAN GIZI TERSTANDAR UNTUK PASIEN OBESITAS
A. RUANG LINGKUP OBESITAS ANAK
Dietetik Penyakit tidak Menular 85
Topik 2
Asuhan Gizi Terstandar untuk Pasien Obesitas Anak
revalensi obesitas pada anak di Indonesia semakin meningkat. Hal ini tergambar dari data hasil Riskesdas 2013 yang menunjukkan obesitas pada anak usia kurang dari 5 tahun sebesar 11,9% dan anak usia 5-12 tahun sebesar 18,8%. Menurut Lysen; Israel (2017) obesitas pada masa anak-anak akan meningkatkan risiko obesitas pada usia dewasa.
Hal ini terutama pada anak yang mengalami obesitas saat usia lebih dari 6 tahun, akan berisiko lebih besar mengalami obesitas saat dewasa, jika kedua orangtuanya obesitas juga. Estimasi yang dijelaskan Hangen,JP (2005) disebutkan 25-74% anak dan remaja obesitas akan menjadi obesitas pada usia dewasa.
Anak obesitas yang sedang menjalankan program penurunan berat badan membutuhkan perhatian dari keluarga dan profesional kesehatan termasuk Ahli Gizi.
Perhatian ini harus diarahkan ke semua aspek tatalaksana terapi obesitas anak. Salah satunya dengan modifikasi kebiasaan makan keluarga dan meningkatkan aktivitas fisik anak. Program harus dilaksanakan jangka panjang karena tidak hanya berdiet, termasuk merubah atau memperbaiki perilaku makan lebih sehat, bahkan bisa sepanjang periode pertumbuhan dan mungkin dalam waktu lebih lama (Lysen; Israel, 2017).
Untuk memudahkan pemahaman pembelajaran, maka alur penulisan topik ini dibagi menjadi 3 bahasan secara sistematis yaitu ruang lingkup obesitas anak, penatalaksanaan terapi obesitas pada anak, dan praktik asuhan gizi pada kasus obesitas anak. Baiklah, kita sekarang mulai mempelajari dari bahasan pertama yaitu ruang lingkup obesitas anak.
86 Dietetik Penyakit tidak Menular kelebihan lemak tubuh pada anak obesitas dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas (Hangen, JP. 2005).
Pada tahun 2000, Centers for Disease Control (CDC) mengembangkan grafik pertumbuhan anak dengan menghitung IMT persentil berdasarkan umur dan jenis kelamin anak (Pennington Biomedical Research Center, 2015). Tahun 2007, American Medical Association’sExpert Communittee on the Assessment, Prevention and treatment of Child and Adolescent Overweight and Obesity menyepakati penggunaan IMT/U persentil untuk kategori obesitas anak sebagai berikut: IMT/U persentil 85-94 adalah overweight, IMT/U ≥ persentil 95 termasuk kategori obesitas, dan IMT > persentil 99 merupakan obesitas sangat berat.
Untuk aplikasi di klinik, IMT/U ≥ persentil 95 dan IMT > persentil 99 digabung menjadi satu yaitu IMT/U ≥ persentil 95 (Kolasa, K; Henes, ST, 2009).
Untuk anak Indonesia, Kementerian Kesehatan Indonesia tahun 2010 menetapkan standar antropometri penilaian status gizi anak yang mengacu pada standar pertumbuhan anak, WHO 2005. Pengukuran berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan, maka anak yang termasuk kategori status gizi gemuk jika Z-score > 2 SD. Saudara dapat merujuk pada Kepmenkes RI no 1995 tahun 2010 tentang standar antropometri penilaian status gizi anak. Untuk estimasi Z-score penilaian status gizi anak dapat menggunakan software WHO- Antrho, 2005 untuk anak balita dan 6-18 tahun yang sudah saudara pelajari pada mata kuliah Penilaian Status Gizi.
2. Etiologi obesitas pada anak
Secara umum obesitas pada anak disebabkan kelebihan asupan makanan dan minuman yang mengandung kalori tinggi, kurang aktivitas fisik, dan terdapat faktor genetik. Berat badan seseorang diatur melalui berbagai mekanisme fisiologis dengan menjaga keseimbangan antara asupan energi dan pengeluaran energi. Faktor genetik memiliki dampak yang signifikan terhadap predisposisi individu, namun faktor perilaku dan lingkungan lainnya berperan juga dalam terjadinya obesitas pada anak.
Berikut ini penjelasan penyebab obesitas pada anak menurut Obesity Action Coalition (2017). Penyebabnya bersifat multifaktorial, beberapa faktor berkontribusi terhadap terjadinya obesitas pada anak meliputi lingkungan, kurangnya aktivitas fisik, hereditas keluarga, pola makan, dan status sosioekonomi. Mari kita bahas bersama secara rinci penyebab obesitas pada anak.
a. Lingkungan
Faktor lingkungan berperan utama dalam membentuk kebiasaan dan persepsi anak-dan remaja. Pengaruh iklan televisi yang mempromosikan makanan dan kebiasaan makan yang tidak sehat memberi kontribusi besar. Selain itu, anak-anak dikelilingi oleh pengaruh lingkungan yang dapat menurunkan aktivitas fisik. Saat ini, anak-anak dan remaja lebih
Dietetik Penyakit tidak Menular 87 memilih konsumsi makanan di luar rumah seperti di restoran atau kafetaria. Saat makan di luar mereka cenderung makan lebih banyak karena ukuran porsi yang lebih besar dibandingkan saat mereka makan di rumah.
b. Kurangnya aktivitas fisik
Anak-anak saat ini menunjukkan penurunan aktivitas fisik secara keseluruhan.
Meningkatnya penggunaan komputer, meningkatnya waktu menonton televisi dan menurunnya pendidikan jasmani di sekolah, secara keseluruhan menyebabkan anak-anak menjalani gaya hidup yang lebih santai.
c. Hereditas / genetik
Faktor genetik berperan dalam terjadinya obesitas. Anak-anak yang orang tuanya mengalami obesitas, lebih berisiko mengalami obesitas juga. Kontribusi faktor genetik antara 5 sampai 25 % terhadap risiko obesitas. Perilaku belajar dari orang tua merupakan kontributor utama. Orangtua, terutama mereka yang anak-anaknya berisiko mengalami obesitas di usia muda, harus mempromosikan pilihan makanan dan gaya hidup sehat di awal perkembangannya.
d. Pola makan
Pola makan masyarakat saat ini telah berubah secara signifikan. Asupan energi yang dikonsumsi per hari meningkat drastis. Selanjutnya, peningkatan asupan energi akan menurunkan asupan zat gizi lain yang dibutuhkan untuk diet sehat. Porsi makanan berperan juga dalam pola makan yang tidak sehat. Porsi "ukuran besar" dan buffet "all you can eat"
membuat trend makan berlebihan. Pola makan kurang sehat ini dikombinasikan dengan aktivitas fisik anak yang kurang, maka anak-anak lebih banyak mengonsumsi sumber energi dan membakar kalori lebih sedikit.
e. Sosioekonomi
Anak yang berasal dari keluarga dengan pendapatan rendah berisiko lebih besar mengalami obesitas. Hal ini terkait beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku dan aktivitas. Anak-anak kelompok ini tidak selalu dapat mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, sehingga mengakibatkan menurunnya aktivitas fisik. Selain itu, ditambah dengan asupan makanan yang mengandung tinggi energi, lemak dan gula. Tingkat pendidikan orang tua berkontribusi juga pada status sosioekonomi yang berkaitan dengan obesitas. Orang tua dengan pendidikan rendah cenderung tidak terpapar informasi yang tepat tentang gizi dan pilihan makanan yang sehat. Hal ini mempengaruhi pemberian makan kepada anak-anak mereka.
88 Dietetik Penyakit tidak Menular 3. Patofisiologi obesitas pada anak
Obesitas pada anak terkait dengan mekanisme fisiologis tubuh dalam mempertahankan keseimbangan asupan energi dan pengeluaran energi. Faktor genetik berdampak signifikan sebagai predisposisi terjadinya obesitas pada anak. Tetapi faktor lain seperti perilaku dan lingkungan berperan juga dalam terjadinya obesitas pada anak.
Pengaturan kesimbangan energi dipengaruhi mekanisme fisiologis mencakup pengendalian rasa lapar dan kenyang, pengeluaran energi dan regulasi sekresi hormon. Proses pengaturan penyimpanan energi dipengaruhi oleh hipotalamus dengan mengirim sinyal seperti rasa lapar sehingga menurunkan pengeluaran energi atau sinyal yang meningkatkan pengeluaran energi. Sinyal-sinyal ini menstimulasi sekresi hormon kolesistokinin, ghrelin, leptin dan insulin, yang berperan dalam keseimbangan energi.
Pada kondisi asupan energi melebihi kebutuhan energi, maka terjadi peningkatan jaringan adiposa yang disertai dengan meningkatnya hormon leptin dalam darah. Leptin akan stimulasi hipotalamus agar terjadi penurunan nafsu makan. Hal yang sebaliknya terjadi juga, bila asupan energi tidak melebihi kebutuhan energi, maka jaringan adiposa akan berkurang, dan stimulasi hipotalamus untuk meningkatkan nafsu makan. Masalah yang terjadi adalah sebagian besar anak-anak obesitas mengalami resistensi leptin, sehingga meningkatnya hormon leptin dalam sirkulasi darah tidak mengakibatkan penurunan nafsu makan, maka asupan makanan menjadi berlebih. Selain itu rendahnya aktivitas fisik pada anak-anak obesitas mengakibatkan rendahnya pengeluaran energi, sehingga makin bertambahnya berat badan anak.