BAB III BAB III
B. Saran
Dengan selesainya penelitian tentang analisis unsur amanat yang terdapat dalam Roman Tak Putus Dirundung Malang Karya Sutan Takdir Alisjahbana, penulis ingin memberikan saran sebagai berikut:
61
1. Dalam meneliti nilai-nilai religius intrinsik sebuah roman/novel hendaknya memahami isi roman/novel yang akan dianalisis.
2. Setiap roman memiliki kelebihan dan kekurangan, hendaknya peneliti memperhatikan hal tersebut.
3. Dalam menelaah nilai-nilai religius sebuah roman harus dipahami unsur yang lain seperti penokohan dan amanat dalam cerita
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Muhammad, 2005, Asal Makna Tauhid dan Kepercayaan tentang Wujud Tuhan yang Maha Esa, Jakarta Selatan : Gagas media
Alisjahbana, Sutan Takdir, 2008. Tak Putus Dirundung Malang. Jakarta: Balai Pustaka
Amir. 1992. Religi Cerminan Keimanan. Yogyakarta: Gadjah Mada
Atmazaki. 1990. Ilmu Sastra Teori dan Terapan. Bandung: Angkasa Raya.
Atmosuwito. 1989. Religiosity. Bandung: Angkasa Raya
Badudu, J.S. 1984. Materi Pokok Bahasa Indonesia. Bandung: Angkasa Raya.
Earnshaw. 2000. Religiositas dalam Islam. Surakarta: Widya Duta.
Faruk. 1992. Dengan Sastra Mencerdaskan Siswa: Memperkaya Pengalaman dan Pengetahuan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Hasmidar. 2003. Moralitas dalam Kehidupan. Jakarta: Bumi Aksara.
Imam Ibnu Athailah, 2007. Hakikat Orang yang Melakukan Ibadah, Jakarta Selatan : Buku Kita
Junaidi. 1998. Religiusitas. Yogyakarta: Pustaka Cendikia Press
Junus, Umar. 1989.Resepsi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta:Gramedia.
Kosasih , 2006. Amanat sebagai Ajaran Moral , Jakarta Pusat : Alex Media Komputindo
Luxemburg, 1986. Pendekatan Struktural di dalam Novel, Yokyakarta Diva Press, Sleman : Bentang Pustaka
Nawang. 2000. Dasar-dasar Teori Sastra. Surakarta: Widya Duta .
Nurgiantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ramli T 2003. Pemahaman Religius . Jakarta: Gramedia Pustaka Razak. 1971. Ibadah dalam Islam. Bandung: Balai Pustaka
63
Rejono, 1996. Nilai-nilai Religius dalam Sastra Lampun. Jakarta : Mizan
Saad, M. Saleh. 2002. Bahasa dan Kesusastraan Indonesia sebagai Cerminan Manusia Baru. Jakarta: Gunung Agung
Sadikin. 2010, Kumpulan Sastra Indonesia, Pantun Puisi Majas Pribahasa Mata Mutiara, Yokyakarta : Pustaka Pelajar
Sari ,2011. Titian Nabi., Jakarta : Quantum Media
Sayuti. 2000, Berkenaan dengan Proposa Fiksi. Bandung : Aneka Sanjaya Semi, M.Atar. 1993. Anatomi Sastra. Bandung: Angkasa Raya.
Siswanti. 2008, Makna yang Terkandung dalam Karya Sastra Jakarta : Alfabeta
Sudjiman, Panutti. 1998. Memahami Cerita Rekaan .Jakarta: Dunia Jaya.
Sultan, 1987. Bentuk Moral pada Manusia. Yokyakarta : Penerbit Andi
Sultan, 1987. Moral dalam Bentuk Tingkah Laku Perbuatan, Yokyakarta : Angkasa Sanjaya
Tarigan, Henry Guntur. 1995. Prinsip-prinsip Dasar Sastra: Bandung: Angkasa Raya.
Teeuw, A. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya Girimukti Pusaka
Thalib, 1987. Les Formas Elemntaires De La Vic Religius, Bandung : Mizan Waluyo, Herman J. 2006. Pengkajian Cerita Fiksi: Surakarta: Sebelas
Maret University Press.
Wellek, Rene & Austin Warren. 1956. Teori Kesusastraan: Jakarta: Pt. Gramedia Wijaya, Mangun. 1994. Sastra dan Religius. Jakarta: Sinar Harapan
Zaidan Hendy. 1989. Pelajaran Sastra 1. Jakarta: Gramedia.
LAMPIRAN 1
Biografi Penulis
SUTAN TAKDIR ALISJAHBANA (STA)
Sutan Takdir Alisjahbana (STA) dilahirkan di Nata, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, 11 Februari 1908, dan meninggal di Jakarta, 17 juli 1994 dalam usia 86 tahun. Dinamai Takdir karena jari tangannya hanya 4. Ibunya seorang Minangkabau yang telah turun temurun menetap di Natal, Sumatera Utara sementara ayahnya, Raden Alisjahbana gelar Sutan Arbi, ialah seorang guru.
LAMPIRAN 2
SINOPSIS ROMAN TAK PUTUS DIRUNDUNG MALANG KARYA SUTAN TAKDIR ALISJAHBANA
Di sebuah dusun Ketahun hiduplah satu keluarga yang di mana Syahbuddin menjadi presiden rumah tangganya, Syahbuddin mempunyai dua anak, laki-laki dan perempuan diberi nama Mansur dan Laminah, pada saat itu Mansur berumur delapan tahun sedangkan adiknya Laminah lebih muda setahun dari Mansur, Mansur dan Laminah ditinggal mati oleh ibunya semenjak masih kecil, semenjak Syahbuddin ditinggalkan oleh istrinya Syahbuddin hidup penuh dengan kesusahan dan kemelaratan, tetapi mereka selalu bersabar dan tabah menjalani liku-likunya hidup ini, kesibukan kesana- kemari mencari pekerjaan untuk mencukupi kehidupan sehari-harinya membuatnya ia lalai akan api kecil yang berada di sudut ruangan yang
beralaskan kayu, sehingga membakar istana kecilnya dengan cepat, dengan semangatnya yang tersisa tujuh puluh persen dia masih mampu membuat istana dan mungil berlantaikan tanah dan tidur beralaskan tikar.
Pekerjaan Syahbuddin hanyalah mencari buah-buahan dan mencari ikan ke negeri seberang, tidak pernah ia meninggalkan anak nya, kemana Syahbuddin pergi ia selalu membawa kedua anaknya, Laminah dan Mansur selalu senang hati bila berada di sisi ayahnya, sehingga Syahbuddin memutuskan utuk pergi merantau dan meninggalkan dua hartanya, Mansur dan Laminah sungguh sangat sedih dan menangis atas kepergian ayahnya, karena baru sekali ia ditinggalkan oleh ayahnya, kedua anak itu sudah dipasrahkan kepada Jepisah adik kandung Syahbuddin yang perempuan.
Dalam beberapa bulan Syahbuddin kembali ke negeri Ketahun tanah kelahirannya, uang yang mereka dambakan kini berganti dengan kecemasan dan ketakutan pada penyakit yang diderita Syahbuddin, apalah daya ilmu nenek Zalekah, dukun termahir dan terkenal itu tidak mampu menghalangi tugas malaikat pencabut nyawa, lengkap sudah penderitaan kedua anakitu tanpa orang tua di dunia ini.
Jepisah adik kandung Syahbuddin sangat menyayangi kedua anak yatim piatu itu, sehingga dengan suka rela Jepisah pun mengasuhnya, tinggallah ia berdua di rumah nya, Jepisah sudah menganggap kedua anak itu sebagai anak kandungnya kebutuhan sandang panagannya kini menjadi tanggung jawabnya.
Hari demi hari berganti, usia Mansur kini menginjak lima belas tahun, mereka hidup masih di tangan Jepisah dan suaminya, lama-kelamaan
mereka berdua itu menjadi beban bagi suaminya, kasih sayang yang dulu di berikan oleh suaminya kini berganti menjadi kebencian dan penyiksaan, dalam usia yang masih dini mereka dipaksa untuk bekerja yang berat sehingga tulang muda itu tanpa pernah diberi waktu untuk istirahat sedikit pun.
Di saat itu Madang suaminya Jepisah tidak ada di rumah, Marzuki anak Jepisah yang masih kecil itu gemar sekali bermain dengan Laminah seperti halnya anak desa lainnya, Laminah membuatkan mainan untuk Marzuki, mainan itu terbuat dari kulit jeruk dan dengan senang hati Marzuki memainkannya, Marzuki berlari-lari ke sana ke mari sambil membawa mainan buatan Laminah sampai tidak terasa kakinya tergores pisau yang ada di samping Laminah, Marzuki menangis dengan sangat kerasnya darahnya bercucuran di mana-mana, aliran darah Laminah seakan-akan terhenti karena melihat kejadian itu, rasa takut dan khawatir akan apa yang akan dilakukan oleh Madang nanti, ketika matahari akan terbenam Madang pulang ke rumahnya dan menanyakan anaknya pada Jepisah, syukurlah karena ketakutan itu kini tiada lagi, karena ketika Marzuki tertidur pulas Jepisah berbohong pada suaminya bahwa anaknya baru saja kakinya tergores pecahan beling yang berada di dekat pohon jeruk, beberapa jam Laminah bisa tenang jiwanya, sungguh sangat disayang ketika Marzuki terbangun dari tidurnya Marzuki lekas memanggil ayahnya dan menceritakan kejadian yang sebenarnya kepada ayahnya, bagikan petir di mendung keluar suara Madang bercampur amarahnya memanggil Jepisah dan Laminah, tanpa banyak kata pukulan yang tidak terelakan terus-menerus mengenai tubuh Jepisah, berganti pada Laminah,
punggung yang masih lentur dihantam Madang dengan menggunakan sapu sehingga membuat Laminah terjatuh ke tanah hingga tak sadarkan diri. Mansur seharian berada di pantai mencari kayu, tanpa sesuap nasi dan setetes air yang masuk di perutnya, seorang kakak tentu merasakan apa yang dirasakan oleh adiknya, begitu juga Mansur, dengan lekas ia berlari-lari menuju rumah Madang, lebih dari dua ratus langkah terdengar olehnya suara tangis dan jeritan perempuan, Mansur pun bertambah khawatir akan adiknya, tepat di punggung Laminah pukulan itu terhenti Mansur menarik tangan Madang dengan sekuat tenaganya, Laminah pun terjatuh dan tidak sadarkan diri, tanpa pertimbangan Mansur langsung membawa Laminah untuk meninggalkan rumah yang penuh dengan penyiksaan itu.
Di suatu tempat yang tidak jauh dari rumah Madang, Mansur pun menghentikan langkahnya dan meminta tolong, beruntung baginya ada datuk Halim yang tidak lain adalah tetangganya yang baik hati, lekas Mansur pun membawa adiknya yang tidak berdaya itu ke rumah datuk Halim, dengan senang hati datuk Halim dan andung Seripah menerima mereka, kesehatan Laminah sangat buruk, ketakutan dan kedinginan karena lebatnya air hujan.
Detik demi detik waktu berputar, Laminah pun tersadar dari pingsannya sambil menangis dan ketakutan akan kekejaman Madang, terlalu banyak kepedihan yang dideritanya, dengan tekat yang bulat kakak beradik itu berniat meninggalkan negri Ketahun tanah kelahirannya karena Madang algojo itu selalu mencarinya, dalam angin malam yang penuh dengan kegelapan Mansur pun ke rumah Madang lewat pintu belakang untuk mengambil pakaiannya serta
meminta izin pada Jepisah untuk pergi ke Bengkulu, air mata Jepisah pun tak terbendung lagi olehnya, Jepisah resah karena di Bengkulu, tidak ada sanak keluarga, memang berat baginya meninggalkan Jepisah dan tanah kelahirannya, namun apa boleh buat Madang algojo itu tidak ada henti-hentinya menyiksa kakak beradik itu.
Matahari terbit dari bagian timur menandakan hari sudah pagi, di hari itu Mansur dan Laminah melihat negeri Ketahun untuk terakhir kalinya, mereka pergi diantar oleh datuk Halim dengan menggunakan sampan kecil, tidak banyak perbekalan yang mereka bawa hanya sekadar makanan dan pakaiannya yang lusu, berawal kakak beradik menyelusuri sungai disampingi oleh datuk Halim, setelah sampai disebuah jalan raya ditinggalkannya mereka oleh datuk Halim dengan diberikannya pisau kesayangan datuk Halim kepada Mansur bertujuan untuk menjaga diri, dari situ Laminah dan Mansur mengembara dari dusun ke dusun melewati hutan lebat dan jalan bebatuan yang tajam.
Matahari mulai terbenam memancarkan cahaya kekuning-kuningan hingga malam menjelang mereka pun menginap disebuah beranda orang cina, suasana alam telah terdengar membangunkan impian mereka, persawahan masih tetap ditelusuri dan masuklah mereka ke kebun yang amat luas yang tidak pernah ditemui sebelumnya, mereka duduk sebentar merasakan angin di bawah pohon limau, mamak Palik penja kebun itu menghampiri mereka, mamak palik sangat baik hati kepadanya, karena sangat kasihan kepada mereka yang tidak tahu harus ke mana lagi akan melangkah, mamak balik membawa Mansur dan Laminah ke rumahnya untuk sementara waktu, setelah bercakap
dengan mamak Palik kakak beradik itu melanjutkan perjalanannya.
Langkah-demi langkah mereka lalui sampailah mereka di Bengkulu, mereka merasa keheran-heranan melihat semua yang ada di sekitarnya, anak yatim piatu itu kesana-kemari mencari pekerjaan, hinaan dan cacian yang mereka dapatkan, hingga mereka tiba di sebuah toko roti, di situ Mansur dan Laminah diterima kerja oleh tokoh yang baik hati itu, pekerjaan baru itu membuat ia lupa akan kemiskinannya selama ini, mereka berdua mendapatkan makan dan tempat tinggal secara gratis, Mansur bekerja untuk mengantarkan barang pesanan kesana-kemari di sekitar Bengkulu, sedangkan Laminah bekerja di dapur untuk memasak roti.
Bulan berganti bulan Laminah pun kini tumbuh menjadi gadis remaja yang cantik dan menarik, para bujang pekerja itu sangat suka kepada Laminah tapi tentunya mereka sangat takut kepada kakaknya, setiap hari mereka saling berebut untuk mendapatkan hati Laminah, dengan kebaikan dan kasih sayang tak lupa hartanya mereka berikan buat gadis idaman itu, dalam beberapa hari ini Laminah merasa takut dan khawatir yang tidak tentu sebabnya, kurang tidur dan sering kali kedinginan seakan ada firasat bahasa yang akan menimpanya seperti mimpi- mimpi ngeri yang selalu menghantuinya.
Seminggu yang lalu,Tokeh menerima Sarmin sebagai pekerja baru di tokonya Sarmin adalah mantan kuli kontrak, semua kehidupannya bergantung pada kekuatan tangannya dan bersemboyan “Hari ini buat hari ini, besor dapat kita berpikir”, dengan datangnya Sarmin Laminah semakin hari semakin tidak tenang jiwanya, seakan hidupnya penuh marah bahaya dan ketakutan, kesenangan
hidupnya yang dikecamnya dalam beberapa hari ini seakan kembali senyap, Mansur sangat kasihan melihat adiknya yang semakin hari semakin dilanda ketakuatan yang amat dalam, mereka berunding dan bersepakat akhir bulan nanti akan pergi meninggalkan toko roti itu, pekerjaan dilakukan seperti biasanya, Mansur mengantar pesanan, dan Laminah ke belakang membersihkan sebaban piring, Sarmin selalu mengikuti Laminah berniat untuk merampas kegadisannya, ke mana pun Laminah pergi Sarmin selalu memperhatikannya, di saat Laminah sedang bekerja Sarmin pun datang mendekatinya, Laminah sangat takut dengan adanya Sarmin di sampingnya, dengan secepat kilat Sarmin berusaha menodai gadis itu, hanya jeritan yang keluar dari mulut Laminah dan berusaha untuk lari dari genggaman tangan rakuk itu, para pekerja hanya bisa diam dan tidak berani untuk menolong gadis malang itu karena takut akan kekuatan Sarmin, karena Sarmin orang yang senonoh akhirnya ia tergelincir dan jatuh, kesempatan bagi Laminah untuk melarikan diri dari Sarmin, alangkah mujurnya Laminah kegadisannya pun tak sampai direnggutnya, Laminah hanya bisa diam, menangis dan meratapi peristiwa itu, Mansur tidak mengeri apa yang sebenarnya terjadi pada adiknya, dan sehingga Laminah pun menceritakan peristiwa itu, tanpa menunggu lama Mansur mengambil pisau dengan berniat untuk menghabisinya, mereka saling beradu kekuatan dan bersilat kuda, tidak ada lagi yang bisa menghentikannya kecuali dengan pistol tokeh, karena kesalahan ada dipihak Sarmin maka dikeluarkan dia dari toko itu, meskipun Sarmin sudah dikeluarkan dari toko itu, tetapi itu tidak menghalangi niat bagi mereka untuk tetap tinggal.
Ke sana ke mari mencari pekerjaan, dan pada akhirnya ada sebuah toko mili orang Jepang, diterimalah Mansur di toko itu, Laminah tinggal di rumah hanya seorang diri, hari-harinya diselimuti dengan kebosanan setiap hari tidak ada kesibukan yang ia kerjakan hanyalah memasak makanan buat kakaknya dan pada akhirnya Laminah mencari kesibukan yang ia kerjakan hanyalah memasak makanan buat kakaknya dan pada akhirnya Laminah mencari kesibukan dengan menjadi buruh cuci pakaian untuk menghilangkan kebosanan itu. Hari raya akan tiba tiga hari lagi, Mansur dituduh mencuri uang di toko tersebut dan dimasukanlah ia kedalam penjara, Laminah hanya bisa menangisi peristiwa itu hingga lupa makan dan minum, peristiwa itu sampai terdengar ke telinga Malik dan Darwis teman kerja Laminah waktu di toko roti, tanpa seorang akan kakak Laminah tinggal, kesempatan bagi Darwis untuk merenggut kegadisannya.
Di saat malam menjelang Darwis datang ke rumah Laminah dengan membawa buah-buahan, sama sekali tidak pernah terpikir oleh Laminah kalau ada niat buruk di balik semua kebaikannya, di saat menjelang tidur Malik mengetahui rencana Darwis lekas ia menghampiri rumah Laminah, alangkah terkejutnya Malik ketika rumah Laminah tak berpenghuni, ke sana-ke mati Malik mencari gadis malang itu sampai akhirnya Malik menemukannya di sebuah bibir pantai, Laminah menceburkan diri ke dalam laut dan dengan seketika hilang tak tahu keberadaannya.
Mansur telah bebas dari penjara karena tidak ada adanya bukti yang kuat, selama lima hari terbebasnya Mansur dari penjara alangkah terkejutnya Mansur
ketika menetahui adiknya Laminah telah tiada, hilanglah sudah semangat hidup dan Mansur memutuskan untuk pergi berlayar, bertahun-tahun terkapun- kapung di atas air namun baying-bayang adiknya tidak juga hilang, hari-harinya penuh dengan lamunan, Mansur pun mengeluh dan berkata “Ya Allah, ya Tuhanku, apabila engkau pulangkan aku keasalku? Mengapakah engkau azab aku lama di neraka hidup ini?”, di saat malam tiba Mansur naik ke atas kapal untuk memasang layar kapal yang ditumpanginya, Mansur pun terjatuh ke dalam lautan, Mansur pun menyusul adiknya dan orang tuanya kenegeri yang baka.
Judul : Tak Putus Dirundung Malang Penulis : Sutan Takdir Alisjahbana Penerbit : Balai Pustaka, 1929
Angkatan : Tahun 20-an Tema : Kehidupan
Setting : Dusun Ketahun dan Kota Bengkulu Alur : Maju
Gaya bahasa : Kiasan Penokohan
Syahbuddin Mansur Laminah
: Penyayang dan bijaksana
: Penyayang, penyabar, dan pekerja keras : Penyayang, dan mudah stress
Uncu Jepisah Madang Datuk Halim Andung Seripah
: Baik hati, bijaksana, penyayang : Jahat dan keras kepala
: Penyayang dan ramah
: Penyayang, ramah, dan baik hati
Nenek Zalekah Marzuki Mamak Palik Sarmin
: Baik
: Keras kepala
; Baik
: Jahat, egois, dan pemalas
Darwis Malik
: Bermuka dua, egois, dank eras kepala : Baik hati
LAMPIRAN 3
KARTU DATA
1. Amanat Religius yang mengandung nilai tauhid
Kode: R (Religius) I (Ibadah) T (Tauhid) M (Moral)
Sumber Roman Tak Putus Dirundung Malang karya (TPDMA) Hal:
Halaman
Amanat religius yang mengandung nilai tauhid terbagi 3 bagian yaitu:
a. Mkka : Menagakui akan kehendak dan kebesaran Allah swt b. Mrra : Menghrapkan ridho dan rahmat Allah Swt
c. Sbka : Selalu bersyukur kepada Allah Swt Kode: TPDMA/R/T/Mkka/02/Hal.3
“tetapi Syahbuddin menerima nasibnya dengan tulus dan ikhlas, tak
menaruh dengki dan khianat, sebab ia tak tahu bahwa sekaliannya itu kehendak Allah yang Maha Kuasa.
pada kutipan tersebut, Tokoh Syahbuddin menerima segala bentuk cobaan yang dilalui dalam kehidupannya. Semenjak Syahbuddin ditinggalkan oleh istrinya Syahbuddin hidup penuh dengan kesusahan dan kemelaratan. Meskipun demikian, mereka selalu bersabar dan tabah menjalani liku-
likunya hidup ini.
Kode: TPDMA/R/T/Mkka/01/Hal.23
“Sakitnya ini telah dalam,” kata nenek Zalekah dengan suara yang berat, tetapi janganlah kita putus asa, sebab semuanya itu kehendak Allah Subhana wata’ala………….(Hal.
23)
Nenek Zalekah memberi motivasi pada keluarga Syahbuddin agar tidak putus asa dalam menghadapi cobaan yang dialaminya. Bahkan mengingatkan bahwa semua yang ia alami itu adalah kehendak Allah Yang Maha Kuasa.
Kode: TPDMA/R/T/Mkka/05/Hal.26
“………Dengan susah payah bercakaplah Syahbuddin; suaranya hampir-hampir putus:
“Anakku, biji mataku, buah hatiku, ajalku telah sampailah… Engkau berdua mesti kutinggalkan.
Semuanya itu telah terlukis di luhmahful. Kata ayah tak dapat disangkal.
Baik-baik kelakuanmu……”
Syahbuddin menyampaikan kepada anaknya bahwa sudah menjadi kehendak Allah Swt. Bahwa manusia akan meninggalkan dunianya. Termasuk juga dirinya akan meninggalkan keduanya.
Kode: TPDMA/R/T/Mkka/05/Hal.26
“Dunia ini penuh keajaiban dan keheranan! Disini orang tak berhenti dirundung azab- sengsara, disana orang seolah- olah diturut oleh kemujuran, keuntungan kesejahteraan dan kemuliaan.
Allah Swt memberikan kehidupan kepada hamba-Nya dengan cara yang berbeda-beda sesuai dengan usaha dan doa yang ia lakukan.
Kode: TPDMA/R/T/Mkka/02/Hal.60
“Langit sebelah barat memperlihatkan suatu tamasya yang sangat permai…………..Siapa belum pernah memuji kebesaran Allah Subhanahu wata’ala, waktu siang berganti dengan malam, melihat susunan awan di langit Lazuardi muda?
Pengarang dalam kutipan tersebut, mengingatkan kepada kita semua bahwa proses
kehidupan di muka bumi ini adalah salah satu tanda akan kebesaran yang dimiliki Allah Swt.
“Sesungguhnya Tuhan berbuat sekehendaknya atas hambanya. Dengan kodrat iradatnya, maka pada ketika itu tergelincirlah Sarmin, laki-laki yang kukuh dan tegap itu, di taris batu yang penuh lumut dan licin itu dan jatuh berguling-guling.”
Pada kutipan tersebut, Sarmin seketika mendapat musibah ketika hendak ingin melukai Laminah. Bersyukurlah Laminah akan kehendak Allah subhanahu wata’ala yang masih
b)Mrra: Mengharapkan ridho dan rahmat Allah Swt Kode: TPDMA/R/T/Mrra/02/Hal.62, 71
“…………..Dan kalau kita telah tiba di Bengkulu nanti telah dapat pula kita berseluk.
Masakan tiada dapat kita di sana mencari uang untuk sesuap nasi pagi dan sesuap petang. Allah itu maha kuasa. Tiada percaya aku, bahwa di
dunia ini tak ada lagi lain dari malapetaka untuk kita.”
“………Selama hayat masih dikandung badan, kita harus berusaha dengan sekuat tenaga. Sungguhpun demikian, berdoa jugalah, mudah-mudahan berhentilah penderitaan kita ini.” (Hal.71)
Pada kutipan tersebut, pengarang menggambarkan tokoh Mansur yang selalu berprasangka baik kepada Allah Swt.
Kode: TPDMA/R/T/Mrra/05/Hal.114
“Dari hal rezki itu, selagi Allah masih kasihan kepada kita, kemana kita pergi takan terlantar.”
Pada kutipan tersebut Mansur tetap meyakini bahwa di mana pun dirinya berada Allah Swt akan selalu memberinya kesempatan termaksud dalam hal reski.
c. Sbka: Selalu bersyukur kepada Allah Swt Kode: TPDMA/R/T/Sbka/05/Hal.74
“Sungguh! Cinta pada tanah air tiada dapat pikirkan dengan akal. Kita bawa ia dari kandungan ibu seperti suatu pemberian Allah yang harus kita hormati….”
Kutipan tersebut digambarkan oleh pengarang bahwa tokoh Laminah dan Mansur tetap bersyukur kepada Allah Swt, telah dilahirkan di Desa ke tahun yang tidak
Kode: TPDMA/R/T/Sbka/05/Hal.
“………Kalau tak ada mamak , siapa tahu, barangkali kami mesti bermalam di beranda surau, menjadi umpan nyamuk dan binatang-binatang lain. Sungguh! Mamak kami harus meminta syukur.”
Pada kutipan tersebut, Mansur dan Laminah merasa sangat bersyukur ketika bertemu dengan salah seorang yang sudi menawarkan tumpangan di rumahnya untuk bermalam.
Kode: TPDMA/R/T/Sbka/02/Hal.109
“Anak yang tiada berdosa itu menerima semuanya dengan syukur.”
Pada kutipan tersebut Laminah tetap bersyukur bagaimanapun kondisinya saat itu dan tak terpikir oleh-nya akan hal buruk yang akan menimpa dirinya.
2. Amanat religius yang mengandung nilai ibadah terbagi 2 bagian yaitu:
a. Tpamk : Tidak putus asa dalam menjalani kehidupan b.
Skum : Sholat sebagai kewajiban umat muslim Kode: TPDMA/R/I/Tpamk/05Hal.3
“Dalam enam tahun, sejak perceraiannya dengan istrinya, berlipat ganda terasa olehnya berat beban hidup mengipit dirinya, sehingga kadang-kadang ia hampir putus asa dan meminta kepada Tuhan supaya ia dapat menuruti ke negri
yang baka.”
Pada kutipan tersebut digambarkan oleh pengarang bahwa semenjak tokoh Syahbuddin ditinggalkan oleh istrinya, Syahbuddin hidup penuh dengan kesusahan dan kemelaratan, tetapi mereka selalu bersabar dan tabah menjalani kehidupannya.
Kode: TPDMA/R/I/Tpamk/06/Hal.82
“Ya, “Ujarlah Laminah, itu mudahlah tetapi, kakak bagaimanakah kalau misalnya kita ditimpah hujan di jalan?”
“Ah, macam-macam saja cakapmu, “jawab Mansur,” “yang buruk itu jangan dipikirkan.” (Hal. 82)
Tokoh Mansur selalu mengingatkan kepada Laminah agar tetap tegar dalam melangkah dan jangan pernah putus asa dalam menjalani kehidupan ini.