• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seputar Tafsir Al-Mishbah

Dalam dokumen Untitled - repository iiq (Halaman 62-75)

هاَوَى

A. Muhammad Quraish Shihab dan Tafsir Al-Mishbah 1. Biografi Muhammad Quraish Shihab

2. Seputar Tafsir Al-Mishbah

Berbicara mengenai kitab tafsir yang ditulis oleh ulama Indonesia, tentu harus diberikan perhatian khusus kepada Tafsir Al-Mishbah yang ditulis oleh Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab. Keahlian beliau memang di bidang Tafsir dan „Ulumul Qur‟an, yang memiliki kesinambungan genealogis darah dan keilmuan dengan ayahnya, Abdurrahman Shihab, yang juga seorang guru besar dalam bidang tafsir. Sehingga sangat bisa dipahami bila ketika belajar di Universitas Al-Azhar, Mesir, beliau memilih jurusan tafsir. Beliaulah doktor di bidang ilmu tafsir yang amat terkemuka saat ini di Indonesia.20

Muhammad Quraish Shihab mulai menulis Tafsir al-Mishbah ketika beliau menjadi Duta Besar Republik Indonesia untuk Mesir (1999-2001).

Dimulai pada malam Jum‟at 4 Rabi‟ul Awwal 1420 H bertepatan dengan 18 Juni 1999 M dan selesai di Jakarta pada hari Jum‟at 8 Rajab 1423 H bersamaan dengan 5 September 2003 M, dengan menyediakan waktu setiap harinya tidak kurang dari tujuh jam untuk menulisnya.21

a. Identifikasi Fisiologis

Tafsir Al-Mishbah dicetak pertama kalinya oleh Penerbit Lentera Hati bekerja sama dengan Perpustakaan Umum Islam Iman Jama‟ Jakarta.

Cetakan pertamanya pada bulan Sya‟ban 1421 H (November 2000 M) sebanyak 15 jilid.22

20 Abdullah Fadjar, dkk, Khazanah Islam Indonesia, (Jakarta: The Habibie Centre, 2006), h. 18.

21 Afrizal Nur, Tafsir Al-Mishbah Dalam Sorotan, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2018), cet. I, h. 6-7.

22 Afrizal Nur, Tafsir Al-Mishbah Dalam Sorotan, h. 3.

Al-Mishbah cetakan baru dilengkapi dengan navigasi rujukan silang yang eksotik, dicetak dengan kemasan hard cover dan dikemas dengan bahasa sederhana yang mudah dipahami namun menarik dan menelisik. Al- Mishbah menghimpun lebih dari 10.000 halaman yang memuat kajian tafsir Al-Qur‟an. Dengan kedalaman ilmu dan kepiawaian penulisnya dalam menjelaskan makna sebuah kosakata dan ayat Al-Qur‟an, tafsir ini mendapat tempat khusus di hati khalayak.23

Adapun rincian dari setiap volume adalah sebagai berikut:

1) Jilid (volume) 1 terdiri dari 754 halaman yang membahas surah al- Fatihah dan al-Baqarah.

2) Jilid (volume) 2 terdiri dari 845 halaman yang membahas surah Ali

„Imran dan surah an-Nisa‟.

3) Jilid (volume) 3 terdiri dari 771 halaman yang membahas surah al- Ma‟idah dan surah al-An‟am.

4) Jilid (volume) 4 berjumlah 624 halaman yang membahas surah al- A‟raf dan al-Anfal.

5) Jilid (volume) 5 berjumlah 794 halaman yang membahas surah at- Taubah, surah Yunus, dan surah Hud.

6) Jilid (volume) 6 berjumlah 781 halaman yang membahas surah Yusuf, surah ar-Ra‟du, surah Ibrahim, surah al-Hijr, dan surah an- Nahl.

7) Jilid (volume) 7 berjumlah 718 halaman yang membahas surah al- Isra‟, surah al-Kahfi, surah Maryam, dan surah Thaha.

8) Jilid (volume) 8 berjumlah 624 halaman yang membahas surah al- Anbiya‟, surah al-Hajj, surah al-Mu‟minun, dan surah an-Nur.

23 Mafri Amir dan Lilik Ummi Kultsum, Literatur Tafsir Indonesia, h. 251.

9) Jilid (volume) 9 berjumlah 692 halaman yang membahas surah al- Furqan, surah asy-Syu‟ara, surah an-Naml, dan surah al-Qashash.

10) Jilid (volume) 10 berjumlah 656 halaman yang membahas surah al- Ankabut, surah ar-Rum, surah Luqman, surah as-Sajadah, surah al- Ahzab, dan surah Saba‟.

11) Jilid (volume) 11 berjumlah 679 halaman yang membahas surah Fathir, surah Yasin, surah ash-Shaffat, surah Shad, surah az-Zumar, dan surah Ghafir.

12) Jilid (volume) 12 terdiri dari 630 halaman yang membahas surah Fushilat, surah az-Zukhruf, surah ad-Dukhan, surah al-Jatsiyah, surah al-Ahqaf, surah Muhammad, surah al-Fath, dan surah al-Hujurat.

13) Jilid (volume) 13 terdiri dari 612 halaman yang membahas surah Qaf, surah adz-zariyat, surah ath-Thur, surah an-Najm, surah al-Qamar, surah ar-Rahman, surah al-Waqi‟ah, surah al-Hadid, surah al- Mujadalah, surah al-Hasyr, dan surah al-Mumtahanah.

14) Jilid (volume) 14 terdiri dari 619 halaman yang membahas surah as- Shaf, surah al-Munafiqun, surah at-Taghabun, surah ath-Thalaq, surah at-Tahrim, surah al-Mulk, surah al-Qalam, surah al-Haqqah, surah al-Ma‟arij, surah Nuh, surah Jin, surah al-Muzammil, surah al- Muddaatsir, surah al-Qiyamah, surah al-Insan, dan surah al-Mursalat.

15) Jilid (volume) 15 terdiri dari 760 halaman yang membahas seluruh surah di dalam juz 30.

Jumlah total keseluruhan halaman Tafsir Al-Mishbah dari volume 1 sampai volume 15 adalah 10559 halaman.

b. Identifikasi Metodologis 1) Latar Belakang Penulisan

Muhammad Quraish Shihab sebenarnya prihatin dengan kenyataan bahwa di kalangan umat Islam di Indonesia banyak orang yang membaca surah-surah tertentu dari Al-Qur‟an, seperti surah Yasin, Al-Waqi‟ah, Ar- Rahman, dan lain-lain karena keyakinan-keyakinan yang diinspirasi sejumlah hadits dha‟if (lemah). Misalnya, mereka secara teratur membaca surah Al-Waqi‟ah karena keyakinan bahwa tindakan tersebut membawa efek kehadiran rizki. Pada sisi lain beliau juga menemukan kenyataan yang tidak kalah memprihatinkan, yaitu ketertarikan sebagian mereka terhadap Al- Qur‟an terfokus pada pesona bacaan Al-Qur‟an ketika dilantunkan, seakan- akan kitab suci ini diturunkan hanya untuk dibaca. Padahal menurut Muhammad Quraish Shihab, bacaan Al-Qur‟an hendaknya disertai dengan kesadaran akan keagungan-Nya di samping pemahaman dan penghayatan yang disertai dengan tadzakkur dan tadabbur.

Akhirnya, di tengah kegelisahan dan keprihatinannya melihat sikap yang berkembang di kalangan umat Islam di Indonesia terhadap Al-Qur‟an tersebut, M. Quraish Shihab juga melihat terdapat lapisan umat yang memiliki ketertarikan luar biasa terhadap makna-makna Al-Qur‟an. Namun yang menjadi persoalan adalah kalangan yang disebut terakhir tidak siap dengan bekal ilmu-ilmu pendukung yang menjadi prasyarat agar bisa menyelami makna-makna Al-Qur‟an guna memahami pesan-pesannya.

Dalam kondisi demikian itu, orang-orang tersebut dihadapkan pada dua hal.

Pertama, mereka tidak memiliki waktu yang cukup untuk terlebih dahulu membekali diri dengan ilmu-ilmu pendukung guna memahami Al-Qur‟an secara langsung. Kedua, buku-buku rujukan yang memadai dari segi cakupan

informasi, kejelasan dan bahasa yang tidak bertele-tele mengenai Al-Qur‟an terhitung masih sangat langka.

Kenyataan-kenyataan tersebut selanjutnya melahirkan motivasi dalam diri Muhammad Quraish Shihab untuk menulis sebuah tafsir Al- Qur‟an untuk membantu meluruskan kekeliruan serta menciptakan kesan yang benar mengenai pesan-pesan Al-Qur‟an. Maka ditulislah Tafsir Al- Misbah, yang salah satu kekuatannya terletak pada kemampuannya menjelaskan tema pokok surah-surah Al-Qur‟an dan tujuan utama dari pesan-pesan yang terdapat dalam ayat-ayatnya, dengan harapan bisa menjadi penerang bagi mereka yang mencari petunjuk dan pedoman hidup.24

2) Latar Belakang Penamaan

Karya ini bernama “Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an”. Alasan diberi nama “Al-Mishbah” karena dilatarbelakangi oleh QS. An-Nur ayat 35, yang berbunyi:



































































































“Allah (pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. perumpamaan cahaya Allah adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di

24 Anshori, Penulisan Ayat-Ayat Jender Menurut Muhammad Quraish Shihab, h.

28.

dalamnya ada pelita besar. pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan- akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api.

Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya- Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan- perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nur [24]: 35).

Muhammad Quraish Shihab menyamakan hidayah Allah yang diberikan kepada hamba-Nya bagaikan al-Mishbah (pelita yang berada di dalam kaca). Cahayanya menerangi hati hamba yang beriman kepada-Nya.

Kata “pesan” bermakna Al-Qur‟an merupakan wahyu Allah yang mengandung petunjuk bagi hamba-Nya, sementara kata “kesan” bermakna bahwa Tafsir Al-Mishbah isinya adalah nukilan-nukilan dari berbagai tafsir- tafsir para ulama di zaman dahulu dan sekarang. Dan makna “keserasian”

adalah munasabah yang jelas antara satu ayat dengan ayat lainnya, antara satu surah dengan surah lainnya.25

Dari segi penamaannya, al-Mishbah mengindikasikan makna kehidupan dan berbagai persoalan umat diterangi oleh cahaya Al-Qur‟an.

Penulisnya mencitakan Al-Qur‟an agar semakin membumi dan mudah dipahami oleh pembacanya.26

3) Jenis Tafsir

Karena berorientasi pada upaya menyediakan petunjuk bagaimana menangani persoalan-persoalan, maka Tafsir Al-Mishbah ini sering menggunakan argumen akal di samping ayat-ayat Al-Qur‟an dan hadis-hadis Nabi. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa Tafsir Al-Mishbah termasuk

25 Afrizal Nur, Tafsir Al-Mishbah Dalam Sorotan, h. 2-3.

26 Mafri Amir dan Lilik Ummi Kultsum, Literatur Tafsir Indonesia, h. 251.

kategori tafsir bi ar-ra‟yi. Pengkategorian inisemakin kuat jika dilihat dari sumber-simber penafsirannya yang bertumpu pada dua hal. Pertama, bersumber dari ijtihad penulisnya. Kedua, dalam rangka menguatkan ijtihadnya ia juga mempergunakan sumber-sumber rujukan yang berasal dari pendapat dan fatwa para ulama, baik yang terdahulu maupun mereka yang masih hidup.27

4) Bentuk dan Corak Tafsir

Sesuai dengan maksud penulisannya sebagai penerang bagi para pencari petunjuk dan pedoman hidup, Tafsir Al-Mishbah memiliki corak atau kecenderungan adab ijtima‟i, yaitu tafsir yang cenderung fokus pada masalah-masalah sosial kemasyarakatan. Dalam ungkapan lain, tafsir bercorak adab ijtima‟i, adalah tafsir yang hadir dengan senantiasa memberikan jawaban terhadap segala sesuatu yang menjadi persoalan ummat, dan ketika itu dapat dikatakan bahwa Al-Qur‟an memang sangat tepat dijadikan sebagai pedoman dan petunjuk. Orientasi kemasyarakatan Tafsir Al-Mishbah nampak jelas pada sorotannya atas masalah-masalah yang terjadi di masyarakat. Penjelasan-penjelasan yang dihidangkan hampir selalu relevan dengan persoalan-persoalan yang berkembang di tengah kehidupan masyarakat. Pada akhirnya, penjelasan-penjelasan tersebut dimaksudkan sebagai upaya menangani atau sebagai jalan keluar dari masalah-masalah tersebut.28

Kita juga bisa mengatakan bahwa tafsir ini memiliki kecenderungan lughawi. Hal ini didasarkan kepada banyaknya pembahasan tentang kata.

Apalagi terhadap kata atau ungkapan yang selama ini disalahpahami oleh

27 Anshori, Penafsiran Ayat-Ayat Jender Menurut Muhammad Quraish Shihab, h.

29.

28Anshori, Penafsiran Ayat-Ayat Jender Menurut Muhammad Quraish Shihab, h.

29.

sebagian pembaca. Sebut saja misalnya kalimat “Aqimush shalat” yang biasa diterjemahkan dengan “dirikanlah shalat”. Terjemahan ini bukan saja keliru, bahkan juga mengaburkan pesan yang ingin disampaikan ayat itu, karena kata aqim bukan terambil dari akar kata qama yang berarti “berdiri”, tetapi dari kata qawama yang berarti “melaksanakan sesuatu dengan sempurna serta berkesinambungan”.29

5) Metode Penafsiran

Muhammad Quraish Shihab menulis Tafsir al-Mishbah ini menggunakan metodologi tahlili, muqaran, dan semi maudhu‟i. Metode pertama dilakukan dengan cara menafsirkan ayat demi ayat sesuai dengan susunannya dalam setiap surat. Metode kedua yang merupakan metode komparatif dilakukan dengan cara memaparkan berbagai pendapat orang lain, baik yang klasik maupun pendapat kontemporer. Metode ketiga yakni metode semi maudhu‟i dilakukan dalam bentuk memberikan penjelasan tema pokok surah-surah Al-Qur‟an atau tujuan utama yang berkisar di sekeliling ayat-ayat dari surah itu agar membantu meluruskan kekeliruan serta menciptakan kesan yang benar.30

Mengenai alasan mengapa ia menggabungkan ketiga metode penafsiran secara sekaligus, Muhammad Quraish Shihab menegaskan:

Dalam konteks memperkenalkan Al-Qur‟an, dalam buku ini, penulis berusaha dan akan terus berusaha menghidangkan baasan setiap surah pada apa yang dinamai tujuan surah, atau tema pokok surah.

Memang, menurut para pakar, setiap surat ada tema pokoknya. Pada tema itulah berkisar uraian ayat-ayatnya. Jika kita mampu memperkenalkan tema-tema pokok itu, maka secara umum kita dapat memperkenalkan pesan utama setiap surat, dan dengan

29 Mafri Amir dan Lilik Ummi Kultsum, Literatur Tafsir Indonesia, h. 261-262.

30 Anshori, Penafsiran Ayat-Ayat Jender Menurut Muhammad Quraish Shihab, , h.

30.

memperkenalkan ke 114 surah, kitab suci ini akan dikenal lebih dekat dan mudah.31

6) Sistematika Penulisan

Muhammad Quraish Shihab di dalam Tafsir Al-Mishbah mengurai dengan detail masalah yang berkaitan dengan surah yang dikaji di awal surah. Misalnya tentang jumlah ayat, tema-tema yang menjadi pokok kajian dalam surah, nama-nama lain dari surah tersebut, dan seterusnya. Salah satu contoh pada kasus surah Al-Fatihah. Di sini Tafsir Al-Mishbah menguraikan secara sistematis nama-nama lain dari surah Al-Fatihah yang telah diperkenalkan oleh Nabi Muhammad saw, seperti Umm al-Kitab, Umm al- Qur‟an, dan al-Sab‟ al-Matsani, dan uraian tentang dasar-dasar mengapa diberi nama-nama yang demikian itu.32

Setelah memberi penjelasan tentang hal-hal yang terkait dengan surah, Tafsir Al-Mishbah ini memulai kajiannya dengan masuk pada ayat demi ayat dalam setiap surah. Setiap ayat yang dipenggal, teks Arabnya ditulis lalu diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Di bawah teks terjemah, diberikan eksplorasi secara luas atas ayat-ayat yang dikaji tersebut. Lalu ayat itu dikelompok-kelompokkan menjadi beberapa kelompok untuk setiap surah, dan di setiap kelompok diberikan judul yang mengacu pada ayat yang dikaji. Misalnya, “Kelompok II (ayat 21-29)”.33

Beliau menyatakan bahwa apa yang terhidang dalam bahasa Indonesia di kitab tafsirnya bukan merupakan Al-Qur‟an, bahkan bukan juga terjemahan Al-Qur‟an, melainkan terjemahan makna Al Qur‟an dan sisipan

31 Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Vol.1, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Cet. V, h. 9.

32 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia Dari Hermeneutika Hingga Ideologi, (Jakarta: Teraju, 2003), h. 123.

33Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia Dari Hermeneutika Hingga Ideologi, h.123-124.

atau penafsiran beliau. Beliau menulis terjemah makna Al-Qur‟an dengan italic letter (tulisan miring) dan menulis sisipan atau penafsiran beliau dengan tulisan normal. Beliau belajar atas timbulnya kesalahpahaman yang pernah terjadi atas penafsir Ibrahim Ibn Umar Al-Biqa‟i yang pernah hampir dijatuhi hukuman mati dengan alasan bahwa tafsirnya yang bahasa Arab itu mencampurbaurkan antara kalimat-kalimatnya dan kalimat-kalimat wahyu.

Padahal beliau membedakan sisipan dan penafsirannya dengan redaksi wahyu melalui penulisan ayat di antara dua kurung.34

Pesan, kesan, dan keserasian Al-Qur‟an; demikian tema yang diusung oleh tafsir ini, nampaknya ingin menjelaskan bahwa pendekatan ketelitian dan keindahan redaksi Al-Qur‟an sangat dominan mewarnai penafsiran yang dilakukan.35

Di samping itu, dengan menampilkan penafsiran atau kesan-kesan tertentu untuk ayat-ayat tertentu, sama sekali bukan berarti beliau memilah- milah Al-Qur‟an, yakni menganggap penting yang satu dan menganggap kurang penting yang lainnya, tetapi hal ini semata-mata karena yang demikian itulah kesan atau informasi dan curah pikir yang diperoleh beliau ketika menulis kitab tafsir ini.36

Sistematika yang digunakan Muhammad Quraish Shihab dalam menulis tafsirnya adalah sebagai berikut:

a) Dimulai dengan penjelasan surah secara umum.

b) Pengelompokkan ayat sesuai dengan tema-tema tertentu lalu diikuti dengan terjemahannya.

34Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, vol. 1, h. xvii

35 Mafri Amir dan Lilik Ummi Kultsum, Literatur Tafsir Indonesia, h. 254.

36 Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, vol. 1, h. xvii

c) Menguraikan kosakata yang dianggap perlu dalam penafsiran makna ayat.

d) Penyisipan kata penjelas sebagai penjelasan makna atau sisipan tersebut merupakan bagian dari kata atau kalimat yang digunakan Al-Qur‟an.

e) Ayat Al-Qur‟an dan sunnah Nabi saw. yang dijadikan penguat atau bagian dari tafsirnya hanya ditulis terjemahannya saja.

f) Menjelaskan munasabah antara ayat-ayat Al-Qur‟an.37

7) Sumber dan referensi

Dengan rendah hati, M. Quraish Shihab menyampaikan kepada pembaca bahwa apa yang dihidangkan pada karya tafsir ini bukanlah sepenuhnya ijtihad penafsir sendiri. Tafsir Al-Mishbah banyak mengemukakan “uraian penjelas” terhadap sejumlah mufassir ternama sehingga menjadi referensi yang mumpuni, informatif, dan argumentatif.

Ia menyatakan bahwa karya-karya ulama terdahulu dan kontemporer, serta pandangan-pandangan mereka sungguh banyak dinukil. Sebut saja misalnya Mahmud Syaltut, Sayyid Quthb, Muhammad al-Madani, Muhammad Hijazi, Ahmad Badawi, Muhammad Ali ash-Shabuni, Muhammad Sayyid Tanthawi, Syeikh Mutawalli asy-Sya‟rawi, Syekh Muhammad Hussein ath-Thabathaba‟i (seorang ulama Syi‟ah terkemuka), dan Ibrahim ibn Umar al-Biqa‟i, ulama asal Bekaa, Lebanon (w. 885 H/1480 M) yang mana karya tafsirnya yang berjudul Nazm al-Durar ketika masih

37 Anshori, Penafsiran Ayat-Ayat Jender Menurut Muhammad Quraish Shihab, (Jakarta: Visindo Media Pustaka, 2008), h. 31.

berupa manuskrip menjadi bahan disertasi M. Quraish Shihab di Universitas al-Azhar Kairo Mesir.38

c. Berbagai Komentar Terhadap Tafsir Al-Mishbah

Muhammad Quraish Shihab memang bukan satu-satunya pakar Al- Qur‟an (pakar tafsir) di Indonesia, tapi kemampuannya menterjemahkan dan menyampaikan pesan-pesan Al-Qur‟an dalam konteks masa kini dan masa modern membuatnya lebih dikenal dan lebih unggul dari pada pakar Al- Qur‟an lainnya.

Begitu menariknya uraian yang terdapat dalam banyak karyanya, pemerhati karya tafsir Nusantara, Howard M. Federspiel, menyebutkan bahwa seting sosial karya-karya Muhammad Quraish Shihab mencakup masyarakat awam dan kaum terpelajar. Dalam bahasa Federspiel sendiri dikatakan, “ia ditulis untuk dapat digunakan oleh kaim Muslim awam, tetapi sebenarnya ia ditujukan kepada pembaca yang cukup terpelajar.39

Mafri Amir dan Lilik Ummi Kultsum dalam buku Literatur Tafsir Indonesia, menyebutkan bahwa Muhammad Quraish Shihab dalam menuliskan dan menyusun tafsirnya, beliau menggunakan bahasa yang sederhana, mudah dipahami, sehingga menjadi lebih membumi. Sehingga siapapun dari kalangan yang bermacam-macam sekalipun, ketika membacanya akan dengan mudah memahami pesan yang disampaikan.40

38 Mafri Amir dan Lilik Ummi Kultsum, Literatur Tafsir Indonesia, h. 254-255.

39Howard M. Federspiel, Kajian Al-Qur‟an Indonesia: Dari Mahmud Yunus Hingga Quraish Shihab, ter. Tajul Arifin, (Bandung: Mizan, 1996), h. 298.

40Mafri Amir dan Lilik Ummi Kultsum, Literatur Tafsir Indonesia, h. 253.

d. Kelebihan dan Kekurangan Tafsir Al-Mishbah

Pandangan sementara kaum orientalis semacam W Montgomery Watt dalam bukunya “Bells Introduction to the Qur‟an” yang menyatakan sistematika Al-Qur‟an kacau balau karena surat-suratnya menghimpun aneka persoalan yang tidak berkaitan, dibantah oleh tafsir ini, yang mengemukakan bahkan membuktikan keserasian-keserasian dalam redaksi Al-Qur‟an paling tidak dalam enam hal, yaitu: 1) Kata demi kata dalam satu surat, 2) Kandungan ayat dengan fashilat (penutup surat), 3) Hubungan ayat dengan ayat berikutnya, 4) Uraian awal satu surah dengan penutupnya, 5) Penutup surah dengan uraian awal surah sesudahnya, dan 6) Tema surah dengan nama surah.41

Islah Gusmian di dalam bukunya, Khazanah Tafsir Indonesia, menyebutkan bahwa kelebihan Tafsir Al-Mishbah pada pengelompokkan ayat yang lebih menitikberatkan pada nomor ayat, memudahkan pembaca dalam mencari penjelasan tentang ayat tertentu, sesuai yang diinginkan pembaca. Kelemahannya, pembaca tidak mengetahui tema pokok mengenai ayat yang diurai.42

Sedangkan Afrizal Nur dalam bukunya, Tafsir Al-Mishbah Dalam Sorotan, mengatakan bahwa Tafsir al-Mishbah banyak ditemukan perkara- perkara baru, antara lain adalah referensi dari ilmuan Barat, filsuf, orientalis, tokoh-tokoh Syiah Imamiyah, yang menyumbangkan dan mencetuskan pengaruh negatif.43

41 Mafri Amir dan Lilik Ummi Kultsum, Literatur Tafsir Indonesia, h. 254.

42Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia Dari Hermeneutika Hingga Ideologi, h. 125-126.

43 Afrizal Nur, Tafsir Al-Mishbah Dalam Sorotan, h. 40.

B. Hamka dan Tafsir Al-Azhar

Dalam dokumen Untitled - repository iiq (Halaman 62-75)

Dokumen terkait