• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sighat Tahammul Wa Ada’ al-Hadis dan Implikasinya

Dalam dokumen Buku Ulumul Hadis-Kompilasi (Halaman 62-71)

BAB VII TAHMMUL WAL ADA’ PROSES TRANSMISI HADIS

B. Sighat Tahammul Wa Ada’ al-Hadis dan Implikasinya

54

Cara untuk mengetahui ke-dhabit-an perawi adalah dengan jalan i‟tibar terhadap berita-beritanya dengan berita-berita yang tsiqah dan memberi keyakinan.

Ada yang mengatakan bahwa disamping syarat-syarat sebagaimana disebutkan di atas, ada persyaratan lainnya, yaitu antara satu perawi dengan perawi lainnya harus bersambung, Hadis yang disampaikannya itu tidak syadz, tidak ganjil dan tidak bertentangan dengan Hadis-Hadis yang lebih kuat serta ayat-ayat Al-Qur‟an.

Sedangkan kepribadian baik yang mesti dimiliki oleh perawi Hadis - seperti diungkapkan Al Zanjani- lebih banyak dikaitkan dengan etika masyarakat atau pranata sosial. Namun bukan berarti bahwa ia harus orang yang sempurna, karena tidak menutup kemungkinan seorang ulama atau penguasa yang baik tentu memiliki banyak kekurangan. Melainkan yang menjadi tolok ukur disini adalah keistimewaan yang ada melebihi kekuranganya, dan kekurangannya dapat tertutupi oleh kelebihannya. Sighat Tahammul Wa Ada‟ al-Hadis dan Implikasinya terhadap-persambungan sanad

B. Sighat Tahammul Wa Ada‟ al-Hadis dan Implikasinya Terhadap

55

Menurut pendapat Jumhur ulama, cara periwayatan al-sima‟ ini merupakan cara yang paling tinggi derajatnya/tingkatannya. Termasuk kategori as-sima‟juga, seorang perawi yang mendengar Hadis dari syaikh dari balik hijab, Jumhur ulama membolehkannya berdasarkan sahabat yang juga pernah melakukan hal demikian ketika meriwayatkan Hadis-Hadis dari Rasulullah saw, melalui istri Nabi.

Lafadz yang digunakan oleh rawi dalam ,meriwayatkan Hadis atas dasar as-sima‟ adalah:

a. ُشْعَِّع - َجْٕعَِّع (aku telah mendengar- kami telah mendengan)

b. َِِٕٝعذح -جَٕعذح (seseorang telah menyampaikan hadis kepada saya/kami).

c. ِٝٔشذ ْخأ -جَٔشذ ْخأ ( seseorang telah mengabarkan kepada/kami) d. ِٝٔأذْٔأ -جَٔأذْٔأ (seseorang telah menceritakan kepada saya/ kami) e. ٌِٝ يجل – جٌَٕ يجل (seseorang telah berkata kepadaku/kami)

f. َِٝٔشَور – جََٔشوَر (seseorang telah menuturkan kepadaku/kami) 2. Al-Qira‟ah „Ala Syaikhdisebut juga dengan Istilah„Ardhan ( جضسع)

Maksudnya ialah seorang perawi membacakan Hadis, dan syaikh mendengarkan, baik yang membaca itu sang perawi ataupun orang lain.Riwayat Hadis yang dibacakannya itu, boleh berasal dari catatannya atau dari hafalannya.sedangkan syaikh menyimak dan mendengarkan dengan teliti melalui hafalannya atau melalui catatannya.

Adapun hukum periwayatannya, periwayatan melalui jalan pembacaan kepada syaikhnya merupakan riwayat yang shahih.Dan dalam menentukan terdapat:

 Sederajat dengan as-sima‟: diriwayatkan dari Malik dan Bukhari dan sebagian besar ulama Hijjaz dan Kuffah.

 Lebih rendah dari as-sima‟ : diriwayatkan dari jalur penduduk Masyriq dan itu adalah shahih.

56

 Lebih tinggi dari as-sima‟: diriwayatkan dari Abu Hanifah dan Ibnu Abi Dzi‟bi dan riwayatnya dari Malik.

Lafadz-lafadz Hadis menurut metode ini ialah:

a. ٗ١ٍع سأسل (aku telah membacakan di hadapannya)

b. - عّغث جٕأٚ ْلاف ٍٝع اسل (dibacakan oleh seseorang

dihadapannya,sedang aku mendengarkan)

c. ٗ١ٍع رﺀثسم جٕسذخأ ٚث جٕغدح (telah mengabarkan/menceritakan padaku secara pembacaan dihadapannya)

3. Al- Ijazah

Maksudnya ialah: Izin untuk meriwayatkan baik dengn ucapan maupun dengan catatan, yakni seorang guru memberikan catatannya kepada seseorang untuk meriwayatkan Hadis yang ada padanya, baik melalui lisan maupun tulisan

Dari segi bentuk ijazah ialah, syaikh mengatakan kepada salah seorang muridnya (aku izinkan kamu untuk meriwayatkan Sahih Bukhari).

Adapun dari segi bentuknya ialah:

a. Syeikh mengizinkan riwayat Hadis tertentu kepada orang tertentu, seperti:

ٕٝع ٕٝلافٍث حجضىٍث ز١ٚس نٌ سصجأ Artinya : Syaikh mengijinkan kepadamu untuk meriwayatkan kitab si fulan dari saya.

b. Syaikh mengijinkan orang tertentu bagi riwayat yang tidak di tentukan, seperti:

ٝضج١ٚسّ ٚث جعّٚغّ ع١ّج نٍ سصجأ Artinya: Kuijinkan kepadamu : seluruh yang saya dengar/yang saya riwayatkan.

c. Syaikh mengijinkan bukan orang tertentu bagi riwayat yang tidak ditentukan, seperti:

57

ٕٝجعّٚغّ ع١ّج ْ١ٍّغٍٍّ سصجأ Artinya: Kuijinkan kepadamu seluruh kaum muslimin apa-apa yang saya dengar semuanya.

Lafadz-lafadz penyampaiannya ialah:

1. -ْلاف ٍٟصججأ

Artinya: Seseorang telah memberikan kepadaku untuk meriwayatkan Hadis.

2. -رصججإ جٕغدح

Artinya: Telah menyampaikan riwayat kepadaku dengan disertai izin (untuk meriwayatkan kembali).

3. -رصججإ جٕسذخأ

Artinya: Telah mengabarkan kepada kami dengan ijazah.

Kode ini sering dipakai oleh ulama Hadis generasi akhir atau mutaakhiri 4. Munawalah

Maksudnya ialah: seorang syaikh memberikan naskahnya kepada seseorang disertai ijazah atau memberikan naskah terbatas pada Hadis- Hadis yang pernah didengarnya sekalipun tanpa ijazah.

Jadi, Hadis yang diperoleh dengan metode munawalah yang disertai ijazah dengan ijazah, boleh untuk diriwayatkan sedang yang tanpa ijazah tidak diperbolehkan (menurut pendapat yang shahih).

Dan lafadz-lafadz yang digunakan pada metode munawalah ini adalah:

a. -ٌٟٕٚجٕ

Artinya: Seseorang guru Hadis telah memberikan naskahnya kepadaku.

b. -ٟٕصججإٚ ٌٟٕٚجٕ

Artinya: Seorang guru Hadis telah memberikan naskahnya kepadaku dengan disertai ijazah.

58

c. -زٌٚجّٕ جٕغدح

Artinya: Telah menyampaikan riwayat kepadaku secara munawalah d. -رصججإ زٌٚجّٕ جٕسذخأ

Artinya: Telah menyampaikan berita kepadaku secara munawalah disertai ijazah

5. Al-kitabah atau Al-mukatabah

Maksudnya ialah: seorang muhaddits menuliskan Hadis yang diriwayatkan untuk diberitakan kepada orang tertentu, baik ia menulis sendiri atau dituliskan orang lain atas permintaannya.

Karenanya, bagi orang diberi Hadis ketika itu, boleh saja ditulis dihadapan guru tersebut atau berada di tempat lain, sehingga periwayatan dengan metode ini ada 2 macam yaitu:

a. Mukatabah (korespondensi) dengan tidak disertai ijazah dan

b. Mukatabah yang disertai ijazah dan pada umumnya para ulama, baik mutaqoddimin maupun mutaakhirin membolehkan kedua macam mukatabah tersebut.

Adapun lafadz-lafadz yang digunakan adalah:

a. ْلاف ٍٟث حضى

Artinya: Seorang guru Hadis telah menulis sebuah Hadis kepadaku.

b. زذجضى ْلاف ٟٕغدح

Artinya: Telah menyampaikan riwayat kepadaku melalui koresponden.

c. زذجضى ْلاف ٟٕسذخأ

Artinya: Telah menyampaikan kabar berita kepadaku melalui koresponden.

59

6. Al-I‟lam as-Syaikh

Bentuknya ialah seorang syeikh memberitahukan muridnya bahwa Hadis yang diriwayatkan adalah riwayatnya sendiri yang diterima dari gurunya, dengan tidak mengatakan (menyuruh) agar si murid meriwayatkan.

Dalam hal ini, mayoritas ulama mengatakan bahwa metode ini di anggap sah, sekalipun sebagian kecil menganggapnya tidak sah

Lafadz-lafadz yang dipakai adalah:

ثرىذ ٟخ١ش ٍّٟٕعأ

Artinya: Guru Hadis telah memberitahukan sebuah riwayat Hadis.

7. Al-Washiyah

Maksudnya ialah : Seorang syaikh ketika akan meninggal dunia atau bepergian, memberi wasiat sebuah naskah Hadis yang diriwayatkannya kepada seseorang.

Cara ini sebagaimana pendapat yang benar, tidak diperbolehkan, sebab wasiat syaikh kepada muridnya itu hanyalah berupa naskah bukan pada masalah periwayatannya.

Lafadz-lafadz yang di gunakan adalah:

a. ثرىذ ْلاف ٍٟثٟصٚث Artinya: Seseorang guru Hadis telah memberi wasiat kepadaku sebuah naskah Hadisnya.

b. ز١صٚ ْلاف ٟٕغدح

Artinya: Telah menuturkan kepadaku si fulan secara wasiat.

8. Wijadah

Seorang rawi menemukan Hadis yang ditulis oleh orang yang tidak seperiode/semasa, atau seperiode namun tidak pernah bertemu, atau pernah bertemu namun ia tidak mendengar langsung Hadis tersebut dari

60

penulisnya. Wijadah juga tidak terlepas dari pertentangan pendapat antara yang memperbolehkan dan tidak.

Dalam hal ini, ulama mengkategorikan Hadis-Hadis yang diperoleh dengan cara demikian sebagai Hadis munqathi‟ (terputus) walaupun tidak tertutup kemungkinan ada indikasi bersambung

Lafadz-lafadz yang digunakan adalah:

a. ْلاف طخذ سدجٚ (Aku telah menemukan tulisan seorang guru Hadis) b. رىْلاف طخذ سأسل (Aku telah membaca Hadis tulisan seorang guru) Lafadz-lafadz untuk menyampaikan Hadis itu dapat dikelompokan menjadi 2 kelompok, yaitu :

1. Lafadz meriwayatkan Hadis dari bagi para rawi yang mendengar langsung dari gurunya. Lafadz-lafadz itu tersusun sebagai berikut:

a. جٕعّغ - سعّغ (Aku telah mendengar - kami telah mendengar)

b. ٕغدح -ٕٝغدح (Seseorang telah menyampaikan Hadis kepadaku ketika itu) c. جٕسذخأ -ٕٝسذخأ (Seseorang telah mengabarkan kepadaku/kami)

d. جٕأذٕأ -ٕٝأذٕأ (Seseorang telah menceritakan kepadaku/kami) e. جٍٕ يجل -ٍٝ يجل (Seseorang telah berkata kepadaku/kami) f. جٍٕسىر -ٍٝسىر (Seseorang telah menuturkan kepadaku/kami)

2. Lafadz riwayat bagi rawi yang mungkin mendengar sendiri atau tidak mendengar sendiri, yaitu :

a. ٜٚس (Diriwayatkan oleh) b. ٝىح (Dihikayatkan oleh) c. ْع (Dari)

d. ْأ (Bahwasanya) e. اسم (Dibacakan)

Dalam menerima Hadis tidak disyaratkan seorang harus muslim dan baligh. Namun ketika menyampaikannya, disyaratkan harus Islam dan baligh. Maka diterima riwayat seorang muslim yang baligh dari Hadis yang

61

diterimanya sebelum masuk Islam atau sebelum baligh, dengan syarat tamyiz atau dapat membedakan (yang haq dan yang bathil) sebelum baligh.

Sebagian ulama memberikan batasan minimal berumur lima tahun. Namun yang benar adalah cukup batasan tamyiz atau dapat membedakan. Jika ia dapat memahami pembicaraan dan memberikan jawaban dan pendengaran yang benar, itulah tamyiz dan mumayyiz. Jika tidak, maka Hadisnya ditolak.

Dari beberapa proses penerimaan dan penyampaian Hadis di atas kita bisa mengambil kesimpulan sebagai berikut. Bahwa ketika perawi mau menceritakan sebuah Hadis, maka ia harus menceritakan sesuai dengan redaksi pada waktu ia menerima Hadis tersebut dengan beberapa istilah yang telah banyak dipakai para ulama‟ Hadis. Sebagaimana berikut:

1. Jika proses tahamul dengan cara mendengarkan, maka bentuk periwayatannya adalah:

a. ٟٕعذح,جٕعذح,جٕعّع,شعّع

Menurut al-Qodhi Iyyat boleh saja perawi menggunakan kata:

b. ٟٕعذح,جٕعذح,جٕعّع,شعّع ,جٌٕ شور ,جٌٕ يجل,جٔشذخأ

2. Jika proses tahamul itu dengan menggunakan Qiroah, maka periwayat yang meriwayatkan harus menggunakan kata:

ْلاف ٍٝع سأشل ,

شعّع جٔ أ ٚ ْلاف ٍٝع اشل ,

ٟٔشذخأ ,

ٗ١ٍع رأشل ْلاف جٕعذح

3. Ketika proses tahamul menggunakan ijazah maka bentuk redaksi penyampaiannya adalah:

ْلاف ٝٔصججأ ,

ٝٔأذٔأ

4. Ketika prosesnya munawalah, maka redaksi yang digunakan adalah:

رصججلاإ عِ ْلاف ٌٕٝٚجٔ

, رصججلاإٚ زٌٚجِٕثج٠ ْلاف ٕٝعذح ,

زٌٚجٌّٕث ٚ رضجلائ٠ ْلاف ٝٔأذٔأ

5. Ketika proses tahamul dengan kitabah (penulisan), maka redaksi yang digunakan adalah:

ٌٟإ خضو ,

ٟٕذصجو , رصججلاإٚ زذصجىٌّجد ٟٕعذح ,

رصججلاإٚ زذصجىٌّجد ٟٕعذح ٟٔشذخأ

62

6. Ketika prosesnya menggunkan pemberitahuan, maka redaksi yang digunakan adalah:

ْلاف ٍّٕٝعأ ,

َلاعلائ٠ ْلاف ٕٝعذح ,

َلاعلائد ْلاف ٝٔشذخأ

7. Ketika proses tahamul menggunakan metode wasiat, maka redaksi penyampaian menggunakan kata:

ْلاف ٌٟإ ٝصٚأ ,

ز١صٌٛجد ْلاف ٝٔشذخأ ,

ز١صٌٛجد ْلاف ٟٕعذح

8. Ketika proses tahamul melalui metode wijadah(penemuan sebuah manuskrip atau buku), maka redaksi penyampaiannya menggunakan kata:

ْلاف ظخد سذجٚ

,

ْلاف يجل

III. Latihan

1. Jelaskan Pengertian Tammul wal Ada‟? Dan sebutkan objek kajiannya?

2. Jelaskan Syarat-syarat Tammul wa Ada? Sebutkan Proses transmisi hadis 3. Uraikan proses transmisi hadis al-mukataba dengan contohnya?

-ooOoo-

63

Dalam dokumen Buku Ulumul Hadis-Kompilasi (Halaman 62-71)