• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Manajemen Keamanan Pangan

RINGKASAN

2.3. Sistem Manajemen Keamanan Pangan

18 ditumbuhi kapang dari jenis Aspergillus sp yang dapat menghasilkan toksin dan berbahaya bagi manusia (Surono dkk, 2016:18).

3. Bahaya Fisik (Physical Hazard)

Bahaya fisik pada makanan adalah benda yang keberadaannya dalam makanan dapat mencelakakan konsumen. Tingkat kecelakaan akibat bahaya fisik relatif rendah dibandingkan dengan bahaya biologis dan kimia (Surono dkk, 2016:21).

19 mendefinisikan dan mendokumentasikan semua persyaratan agar mutu pada produk pangan dapat diterima. GMP ditujukan pada keamanan mikrobiologis dan persyaratan mutu pangan (Thaheer, 2008:2).

Sistem HACCP bersifat pencegahan yang berupaya untuk mengendalikan suatu areal atau titik dalam sistem pangan yang berkontribusi terhadap suatu kondisi bahaya, baik kontaminasi mikroorganisme patogen, fisik, kimiawi terhadap bahan baku, suatu proses, penggunaan langsung, oleh pengguna ataupun kondisi penyimpanan. Menurut Mortimore dan Wallace (1994) dalam Thaheer (2008), terdapat tujuh prinsip yang secara garis besar dipergunakan untuk menetapkan, menerapkan, dan memelihara rencana HACCP (Thaheer, 2008:5).

Komponen Good Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) merupakan persyaratan dasar bagi berlangsungnya HACCP. Penerapan GMP dan HACCP adalah implementasi jaminan mutu pangan sehingga produk hasil akhir memiliki mutu yang baik dan menciptakan kepuasan bagi konsumennya. GMP adalah pedoman yang berisi penjelasan bagaimana cara memproduksi makanan agar aman, bermutu dan layak untuk dikonsumsi. Persyaratan minimum pada GMP harus dipenuhi mulai dari awal hingga akhir pada proses produksi. Setiap tahap proses produksi harus memiliki dan melaksanakan rencana tertulis yaitu SSOP.

Fungsi dari SSOP yakni sebagai pengontrol untuk setiap karyawan atau pekerja dalam melakukan pekerjaan serta sebagai alat untuk menjaga konsistensi kualitas produk perusahaan.

20 Gambar 4. Piramida Hubungan GMP, SSOP, dan HACCP

Sumber : Hermansyah et al., 2013

Prinsip dasar dari GMP adalah mutu suatu produk yang dibuat selama proses. Jaminan mutu produk tidak hanya untuk mendapatkan spesifikasi akhir yang diinginkan. Produk yang dibuat melalui sistem keamanan pangan diperlukan pengendalian mutu dan sistemnya, bahan baku, keseluruhan tahap produksi, pengujian produk, pelabelan, pemisahan, penyimpanan dan sebagainya.

2.4. Good Manufacturing Practices (GMP)

Good Manufacturing Practices (GMP) atau Cara Poduksi Makanan yang Baik merupakan suatu pedoman cara memproduksi makanan dengan tujuan agar produsen memenuhi persyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk makanan bermutu sesuai dengan tuntutan konsumen.

GMP juga merupakan program penunjang keberhasilan atau sebagai persyaratan dasar dalam implementasi sistem HACCP pada suatu perusahaan

HACCP

SSOP

GMP

21 sehingga produk pangan yang dihasilkan benar-benar bermutu dan sesuai dengan tuntutan konsumen (Thaheer, 2008:51).

Secara umum, GMP terdiri dari desain dan konstruksi higienis untuk pengolahan produk makanan, desain dan konstruksi higienis untuk peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan, pembersihan, dan disinfeksi peralatan, pemilihan bahan baku dan kondisi yang baik, pelatihan dan higienitas pekerja, serta dokumentasi yang tepat. Komponen dasar GMP (Thaheer, 2008:59) adalah sebagai berikut :

a. Lokasi Pabrik

Pabrik yang memproduksi pangan sebaiknya berada pada daerah yang bebas pencemaran, tidak berada di daerah yang mudah banjir, jauh dari sarang hama hewan pengerat seperti tikus, jauh dari pembuangan sampah dan sebaiknya pabrik pengolahan pangan jauh dari pemukiman penduduk yang terlalu padat dan kumuh.

b. Keadaan Lingkungan

Keadaan lingkungan harus selalu dalam kondisi yang baik yaitu sampah dan limbah pabrik sebaiknya dikumpulkan pada tempat khusus dan sebaiknya segera dibuang, tempat sampah selalu dalam keadaan tertutup agar tidak menimbulkan bau dan mencegah pencemaran lingkungan, sistem pembuangan dan pengolahan limbah harus selalu dipantau, saluran pembuangan berjalan lancar agar air tidak tergenang dan sarana jalan hendaknya diaspal atau dicor serta dilengkapi dengan sistem drainase yang baik.

22 c. Bangunan dan Fasilitas Pabrik

Bangunan dan fasilitas pabrik yang meliputi peralatan dan sarana pengolahan yang baik dirancang sejak awal pembangunan pabrik agar dapat menjamin dan menjaga pangan yang diproduksi tidak tercemar. Denah lokasi dan tata letak pabrik harus diatur sesuai dengan arus proses produksi agar produk tidak tercemar akibat adanya kontaminasi silang. Gudang (tempat penyimpanan) sebaiknya mengikuti sistem FIFO (First In First Out), yaitu bahan yang pertama kali masuk ke dalam gudang hendaknya juga yang keluar pertama kali dari gudang.

d. Peralatan Pengolahan

Peralatan pengolahan pangan merupakan peralatan pilihan dan terpelihara dengan baik. Penempatan peralatan disusun sesuai dengan alur pengolahan agar tidak terjadi kontaminasi silang. Peralatan yang digunakan untuk pengukuran seperti timbangan, termometer, pengukur kelembaban udara, pengukur tekanan dan lainnya sebaiknya dikalibrasi setiap periode.

e. Fasilitas Sanitasi

Kegiatan sanitasi dilakukan untuk menjamin bahwa semua peralatan, ruang pengolahan, ruang penyimpanan, peralatan pengolahan dan peralatan penyimpanan selalu terjaga dari faktor-faktor pencemaran dan menjaga kebersihannya.

1. Sumber Air

Air harus dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi semua kebutuhan pencucian dan pembersihan serta pengolahan dan penanganan

23 limbah. Air yang kontak langsung dengan permukaan bahan pangan harus memenuhi persyaratan khusus seperti persyaratan bahan baku air untuk minum.

2. Pembuangan Air Limbah

Sistem pembuangan air dan limbah harus berjalan dengan baik.

Saluran pembuangan dirancang dengan tepat sehingga tidak mencemari air bersih dan bahan pangan.

3. Fasilitas Pencucian dan pembersihan

Fasilitas pencucian dan pembersihan harus dilengkapi dengan sumber air panas agar kotoran berlemak atau berminyak dapat dibersihkan dengan baik serta dapat membunuh mikroorganisme berbahaya. Fasilitas pembersihan yang digunakan untuk peralatan pangan sebaiknya dipisahkan dengan fasilitas pembersihan untuk peralatan dan perlengkapan lainnya.

4. Fasilitas Higien Karyawan

Fasilitas higien karyawan meliputi tempat mencuci tangan yang dilengkapi dengan sabun, mesin pengering tangan, tempat ganti pakaian dan toilet dengan keadaan selalu bersih dan jumlahnya mencukupi untuk seluruh karyawan. Satu buah toilet untuk 10 karyawan dan penambahan satu buah toilet untuk setiap penambahan 25 karyawan.

5. Penerangan

Sistem penerangan yang baik dapat dilakukan dengan penyinaran matahari ataupun melalui lampu penerangan. Lampu penerangan harus cukup terang.

24 f. Higienitas Karyawan

Karyawan yang bekerja pada industri pengolahan pangan sangat mempengaruhi mutu akhir produk yang dihasilkan. Karyawan yang sakit, kotor, jorok, tidak disiplin dan tidak dapat bekerja dengan baik bisa menyebabkan terjadinya kontaminasi terhadap produk. Oleh karena itu, perlu adanya standar sanitasi dan higien pada karyawan.

1. Kesehatan Karyawan

Karyawan yang bekerja harus dalam kondisi sehat dan prima serta tidak sakit atau membawa penyakit. Karyawan yang sakit sebaiknya tidak diperkenankan untuk bekerja atau diistirahatkan karena dapat menggangu jalannya proses produksi dan juga bisa mencemari produk yang akan dihasilkan.

2. Kebersihan Karyawan

Perlengkapan bekerja karyawan harus lengkap. Perlengkapan ini terdiri atas baju kerja, penutup kepala, sepatu, sarung tangan, masker dan perlengkapan bekerja tersebut tidak boleh dibawa keluar dari pabrik.

Karyawan harus selalu menjaga kebersihannya dengan mencuci tangan menggunakan sabun sebelum dan sesudah bekerja, setelah keluar dari toilet, setelah menangani bahan kotor, bahan mentah dan hal lainnya yang dapat menyebabkan pencemaran melalui bagian tubuh karyawan.

3. Kebiasaan Buruk Karyawan

Karyawan yang memiliki kebiasaan buruk sebaiknya diawasi.

Kebiasaan buruk tersebut seperti meludah, merokok, makan atau mengunyah,

25 bersin atau batuk. Selama mengolah pangan karyawan tidak diperkenankan menggunakan jam tangan, peniti, bros dan aksesori lainnya yang jika terjatuh ke dalam pangan dapat membahayakan konsumen.

g. Penyimpanan

Penyimpanan harus disesuaikan dengan bahan yang disimpan. Jika bahan mentah sebaiknya disimpan sesuai dengan standarnya. Bahan sebaiknya disimpan dengan cara yang baik dan tepat untuk memudahkan produsen dalam mengambil dan menggunakan bahan, menjaga mutu dan kualitas, menjaga keamanan pangan, mencegah pencemaran dan mencegah tertukarnya bahan yang digunakan.

h. Transportasi

Penyaluran produk pangan hingga sampai kepada tangan konsumen transportasi yang baik sangat diperlukan untuk menjaga kualitas dan mencegah terjadinya pencemaran. Tempat membawa atau wadah pangan yang digunakan harus sesuai dengan karakteristik produknya. Wadah tersebut harus mudah dibersihkan, tidak mencemari produk pangan, melindungi secara fisik, mudah didesinfeksi, mencegah terjadinya pencemaran, memudahkan pemeriksaan penyimpanan dan dapat mempertahankan bentuk dan kondisi produk yang disimpan.

i. Laboratorium

Produk pangan yang akan dikonsumsi harus dalam kondisi aman untuk dikonsumsi dan tidak menimbulkan masalah kesehatan. Oleh karena itu, pada proses produksi produk pangan perlu dilakukan pemeriksaan secara

26 tepat. Laboratorium pemeriksaan dibutuhkan dalam proses pemeriksaan produk pangan. Laboratorium ini berfungsi untuk memudahkan pemeriksaan secara cepat dan tepat terhadap mutu bahan yang diterima dan produk yang dihasilkan serta pengecekan silang jika terjadi penyimpangan pada produk yang berada dipasaran. Setiap pemeriksaan tersebut menyebutkan nama pangan, tanggal pembuatan, tanggal pengambilan contoh, jumlah contoh yang diambil, kode produksi, jenis pemeriksaan yang dilakukan, kesimpulan produk, nama pemeriksa dan hal lainnya yang dibutuhkan. Dianjurkan bagi perusahaan yang belum memiliki laboratorium pemeriksaan untuk memeriksakan produknya pada laboratorium lain di luar perusahaan tersebut.

j. Bahan Pengemas

Syarat bahan pengemas yang baik adalah tidak beracun, tidak menimbulkan penyimpangan yang berbahaya bagi kesehatan, tidak menimbulkan reaksi dengan bahan pangan, tahan terhadap perlakuan selama proses pengolahan, pengangkutan dan distribusi. Bahan pengemas juga harus mampu melindungi produk pangan dari sinar matahari, panas, kotoran, kelembaban, air, benturan dan lain-lain. Sebelum digunakan bahan pengemas perlu diperiksa kondisinya, dibersihkan dan dilakukan sanitasi apabila diperlukan kondisi yang aseptik.

k. Mutu Produk Akhir

Produk akhir perlu dianalisa mutu organoleptik, fisik, kimia atau mikrobiologinya untuk mengetahui mutu akhir produk sehingga produk siap untuk dipasarkan. Produk akhir yang bermutu baik dan memenuhi persyaratan

27 akan menjamin mutu dan keamanan produk serta dapat menjaga dan meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan.

Produk akhir seharusnya memiliki standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan dari segi mutu fisik, mikrobiologis, kimia serta aman dan tidak membahayakan kesehatan. Perusahaan dapat menentukan sendiri standar mutu atau persyaratan produk akhir jika belum memiliki standar mutu atau persyaratan produk akhir.

l. Labelling

Informasi mengenai isi produk, kandungan dan semua informasi tentang produk harus dicantumkan pada kemasan. Keterangan dapat berupa label, lot atau batch. Fungsi label adalah untuk menginformasikan tentang produk agar konsumen dapat menangani, mengkonsumsi, mengolah atau menyajikan produk dengan cara yang tepat. Lot atau batch harus mudah diidentifikasikan jika terjadi penarikan produk ataupun pergantian stok pangan. Setiap wadah seharusnya diberikan tanda nama produsen dan nomor lot.

m. Manajemen dan Pengawasan

Aplikasi GMP harus melibatkan seluruh Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada di dalam perusahaan termasuk dari manajemen pusat hingga karyawan. Kegiatan pengawasan harus dilakukan secara rutin dan berkelanjutan serta dikembangkan dan dikelola agar memperoleh efektivitas dan efisiensi yang lebih baik.

28 2.5. Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)

Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) merupakan prosedur yang dibuat untuk membantu industri pangan dalam mengembangkan dan menerapkan prosedur pengawasan sanitasi, melakukan monitoring sanitasi, serta memelihara kondisi dan praktik sanitasi (Thaheer, 2008:80).

Sanitasi pangan ditujukan untuk mencapai kebersihan yang maksimal dalam kegiatan produksi, persiapan penyimpanan, penyajian makanan, dan air sanitasi. Hal-hal tersebut merupakan aspek yang sangat esensial dalam setiap cara penanganan pangan. Program sanitasi dan hygiene yang efektif merupakan kunci untuk pengontrolan pertumbuhan mikroba pada produk dan industri pengolahan makanan. Prinsip dasar sanitasi meliputi dua hal, yaitu membersihkan dan sanitasi. membersihkan yaitu menghilangkan mikroba dan sanitasi merupakan langkah menggunakan zat kimia atau metode fisika untuk menghilangkan sebagian besar mikroba yang tertinggal pada permukaan alat dan mesin pada pengolah makanan.

Menurut FDA (1995), SSOP terdiri atas delapan aspek utama yaitu : 1. Keamanan Air

2. Kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan 3. Pencegahan kontaminasi silang

4. Kebersihan karyawan atau pekerja 5. Perlindungan dari adulterasi

6. Pelabelan, penyimpanan dan penggunaan bahan toksin yang tepat

29 7. Pengawasan kondisi kesehatan karyawan / pekerja

8. Pencegahan dan pemberantasan hama.

SSOP merupakan salah satu faktor penunjang dalam keberhasilan, efektivitas, dan efisiensi HACCP, serta menjabarkan prosedur pabrik dalam mengolah pangan, mengamankan pangan secara saniter. SSOP harus disusun secara rinci dan tertulis. SSOP setidaknya mengandung prosedur untuk mencegah terjadinya pencemaran sebelum proses produksi, selama proses produksi dan setelah proses produksi.

2.6. Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP)

Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) atau analisa bahaya dan titik kendali kritis merupakan suatu sistem manajemen yang digunakan untuk melindungi makanan dari bahaya biologi, kimia,dan fisik yang diterapkan sebagai upaya pencegahan terhadap bahaya yang diperkirakan dapat terjadi, dan bukan merupakan reaksi dari munculnya bahaya (Rauf, 2013:27). Evaluasi HACCP dalam pengolahan pangan dilakukan dalam 4 tahap yaitu pendiskripsian produk, pendiskripsian tujuan penggunaan produk, penyusunan diagram alir, dan penerapan prinsip-prinsip HACCP (Rauf, 2013:30) yang terdiri dari :

1. Melakukan analisis potensi bahaya 2. Menentukan titik kendali kritis 3. Menentukan batas kritis

30 4. Menentukan prosedur monitorin

5. Menentukan tindakan koreksi

HACCP merupakan salah satu bentuk manajemen resiko yang dikembangkan untuk menjamin keamanan pangan dengan pendekatan pencegahan (preventive) yang dianggap dapat memberikan jaminan dalam menghasilkan makanan yang aman bagi konsumen. Tujuan dari penerapan HACCP dalam suatu industri pangan adalah untuk mencegah terjadinya bahaya sehingga dapat dipakai sebagai jaminan mutu pangan guna memenuhi tututan konsumen. HACCP bersifat sebagai sistem pengendalian mutu sejak bahan baku dipersiapkan sampai produk akhir diproduksi masal dan didistribusikan. Penerapan HACCP dalam industri pangan memerlukan komitmen yang tinggi dari pihak manajemen perusahaan yang bersangkutan.

Konsep HACCP menurut CAC terdiri dari 12 langkah, dimana 7 prinsip HACCP tercakup pula di dalamnya. Langkah-langkah penyusunan dan penerapan sistem HACCP menurut CAC disajikan pada Gambar 5.

31 Gambar 5. Langkah Penyusunan dan Implementasi Sistem HACCP Sumber : Panduan Penyusunan Rencana HACCP dalam eBookPangan (2006:7)

1. Tim HACCP

Langkah awal yang harus dilakukan dalam penyusunan rencana HACCP adalah membentuk Tim HACCP yang melibatkan semua komponen dalam industri yang terlibat dalam menghasilkan produk pangan yang aman.

Tim HACCP sebaiknya terdiri dari individu-individu dengan latar belakang pendidikan atau disiplin ilmu yang beragam, dan memiliki keahlian spesifik dari bidang ilmu yang bersangkutan, misalnya ahli mikrobiologi, ahli mesin/

32 engineer, ahli kimia, dan lain sebagainya sehingga dapat melakukan brainstorming dalam mengambil keputusan. Tim HACCP harus membuat rencana HACCP (HACCP Plan), memverifikasi dan mengimplementasikan sistem HACCP. Tim harus mempunyai pengetahuan tentang bahaya-bahaya yang menyangkut keamanan pangan. Jika masalah yang ada tidak dapat dipecahkan secara internal, maka perlu meminta saran dari ahli atau konsultan HACCP.

Tim juga harus memutuskan lingkup HACCP yang meliputi dimana harus memulai dan dimana harus berhenti serta apa saja yang harus dimasukkan dalam sistem HACCP. Tim HACCP juga harus mensosialisasikan sebab-sebab atau mengapa perusahaan atau pabrik menerapkan sistem HACCP. Tim HACCP harus memiliki pengertian tentang produk selengkap mungkin. Seluruh komposisi produk secara rinci harus diketahui dan dimengerti. Informasi ini akan sangat penting untuk bahaya mikrobiologi karena komposisi produk harus diperiksa berkaitan dengan kemampuan patogen untuk tumbuh.

2. Deskripsi Produk

Tim HACCP yang telah dibentuk kemudian menyusun deskripsi atau uraian dari produk pangan yang akan disusun rencana HACCP. Deskripsi produk yang dilakukan berupa keterangan lengkap mengenai produk, termasuk jenis produk, komposisi, formulasi, proses pengolahan, daya simpan, cara distribusi, serta keterangan lain yang berkaitan dengan produk. Seluruh informasi tersebut diperlukan tim HACCP untuk melakukan evaluasi secara

33 luas dan komprehensif. Penetepan deskripsi produk perlu diperhatikan dan diidentifikasi informasi yang akan berkaitan dengan program HACCP, agar memberi petunjuk dalam rangka identifikasi bahaya yang mungkin terjadi, serta untuk membantu pengembangan batas-batas kritis.

3. Identifikasi Rencana Penggunaan Produk

Kegiatan ini dilaksanakan oleh tim HACCP yang menuliskan kelompok konsumen yang mungkin berpengaruh pada keamanan produk.

Tujuan penggunaan produk harus didasarkan pada pengguna akhir produk tersebut yang dapat berasal dari orang umum atau kelompok masyarakat khusus.

4. Penyusunan Diagram Alir Proses

Penyusunan diagram alir proses harus disusun oleh tim HACCP dimana pembuatan produk dilakukan dengan mencatat seluruh proses sejak diterimanya bahan baku sampai dengan dihasilkannya produk jadi untuk disimpan. Diagram alir proses disusun dengan tujuan untuk menggambarkan keseluruhan proses produksi. Diagram alir proses ini selain bermanfaat untuk membantu tim HACCP dalam melaksanakan kerjanya, dapat juga berfungsi sebagai pedoman bagi orang atau lembaga lainnya yang ingin mengerti proses dan verifikasinya.

5. Verifikasi Diagram Alir Proses

Pembuatan diagram alir harus dilakukan peninjauan dalam pelaksanaannya untuk menguji dan membuktikan ketetapan serta kesempurnaan diagram alir proses yang telah disusun oleh tim HACCP.

34 Apabila ternyata diagram alir proses tersebut tidak tepat atau kurang sempurna, maka harus dilakukan modifikasi. Tim HACCP harus mengkonfirmasikan operasi pengolahan berdasarkan GAP (Good Agricultural Practices), GHP (Good Handling Practices), GMP (Good Manufacturing Practices), GDP (Good Distribution Practices) dan atau GCP (Good Catering Practices) serta prinsip-prinsip sanitasi dengan diagram alir selama semua tahapan dan jam operasi dan merubah diagram alir dimana yang tepat.

6. Analisa Bahaya (Prinsip 1)

Setelah lima langkah sistem HACCP terpenuhi, tim HACCP melakukan analisa bahaya dan mengindentifikasi bahaya beserta cara-cara pencegahan untuk mengendalikannya. Analisa bahaya amat penting untuk dilakukan terhadap bahan baku, komposisi, setiap tahapan proses produksi, penyimpanan produk, dan distribusi, hingga tahap penggunaan oleh konsumen. Tujuan analisis bahaya adalah untuk mengenali bahaya-bahaya apa saja yang mungkin terjadi dalam suatu proses pengolahan sejak awal hingga ke tangan konsumen. Analisa bahaya terdiri dari tiga tahap yaitu, identifikasi bahaya, penetapan tindakan pencegahan (preventive measure), dan penentuan kategori resiko atau signifikansi suatu bahaya.

Tim HACCP dalam melakukan identifikasi HACCP harus mendaftar semua bahaya potensial yang terkait dengan setiap tahap dan sedapat mungkin mengindentifikasi tindakan pencegahannya. Beberapa jenis bahaya yang dapat mempengaruhi atau membahayakan konsumen disajikan pada Tabel 4.

35 Tabel 4. Jenis-Jenis Bahaya Produk Kecap

Jenis Bahaya Contoh

Biologi - Sel Vegetatif : Salmonella sp,

Escherichia coli

- Kapang : Aspergillus, Penicillium, Fusarium

- Virus : Hepatitis A

- Parasit : Cryptosporodium sp

- Spora bakteri : Clostridium botulinum, Bacillus cereus

Kimia Toksin mikroba, bahan tambahan yang tidak diizinkan, residu pestisida, logam berat, bahan allergen

Fisik Pecahan kaca, potongan kaleng, ranting kayu, batu kerikil, rambut, kuku, perhiasan.

Sumber : Model Rencana HACCP Industri Kecap dalam eBookPangan (2006:8)

Tabel 4 menunjukan bahwa tim HACCP bertugas untuk melakukan identifikasi HACCP dan harus mendaftar semua bahaya potensial yang terkait dengan setiap tahap dan sedapat mungkin mengindentifikasi tindakan pencegahannya. Terdapat beberapa jenis bahaya dalam bisnis pangan yang dapat mempengaruhi secara negatif atau membahayakan konsumen, yaitu bahaya biologis, bahaya kimia dan bahaya fisik. Setelah mengidentifikasi, tim HACCP mengelompokkan bahaya menjadi enam kategori bahaya yang disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Karakteristik Bahaya Produksi Kecap

Bahaya Karakteristik Bahaya

A

Produk-produk pangan yang tidak steril dan dibuat untuk konsumsi kelompok beresiko (lansia, bayi, immunocompromised).

B Produk mengandung ingredient sensitive terhadap bahaya biologi, kimia, atau fisik.

C

Proses tidak memiliki tahap pengolahan yang terkendali yang secara efektif membunuh mikroba berbahaya atau menghilangkan bahaya kimia atau fisik.

D Produk mungkin mengalami rekontaminasi setelah pengolahan sebelum pengemasan.

E Potensi terjadinya kesalahan penanganan selama distribusi/konsumen.

36

Bahaya Karakteristik Bahaya

F

Tidak ada tahap pemanasan akhir setelah pengemasan atau di tangan konsumen atau tidak ada pemanasan akhir atau tahap pemusnahan mikroba setelah pengemasan sebelum memasuki pabrik (untuk bahan baku) atau tidak ada cara apapun bagi konsumen untuk mendeteksi, menghilangkan atau menghancurkan bahaya kimia atau fisik.

Sumber : Model Rencana HACCP Industri Kecap dalam eBookPangan (2006:9)

Penentuan resiko atau peluang terjadinya suatu bahaya, dapat dilakukan penetapan kategori resiko yang disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Penetapan Kategori Risiko

Karakteristik Bahaya Kategori Risiko

Jenis Bahaya

0 0 Tidak mengandung bahaya

A sampai F

(+) I Mengandung satu bahaya B

sampai F

(++) II Mengandung dua bahaya B

sampai F

(+++) III Mengandung tiga bahaya B

sampai F

(++++) IV Mengandung empat bahaya

B sampai F

(+++++) V Mengandung lima bahaya

B sampai F A+ (kategori khusus) dengan

atau tanpa bahaya B-F

VI Kategori risiko paling tinggi (semua produk yang mempunyai bahaya A) Sumber : Model Rencana HACCP Industri Kecap dalam eBookPangan (2006:10)

Penetapan kategori risiko dapat diterapkan pada seluruh proses produksi yang dikategorikan hingga VI kategori risiko. Selain itu, bahaya juga dikelompokkan berdasarkan signifikansinya yang diputuskan oleh tim dengan mempertimbangkan peluang terjadinya (reasonably likely to occur) dan keparahan (severity) suatu bahaya.

Tabel 5. Karakteristik Bahaya Produksi Kecap

37 7. Penetapan Critical Control Point (Prinsip 2)

Critical Control Point atau Titik Kendali Kritis dan biasa dikenal dengan CCP didefinisikan sebagai suatu titik, langkah atau prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan dan bahaya keamanan pangan dapat dicegah, dihilangkan atau diturunkan sampai ke batas yang dapat diterima. Setiap bahaya yang telah diidentifikasi, maka akan ditentukan satu atau beberapa CCP yang dapat dan wajib untuk dikendalikan. CCP dapat diidentifikasi dengan menggunakan pengetahuan tentang proses produksi dan semua potensi bahaya dan signifikasi bahaya dari analisa bahaya serta tindakan pencegahan yang ditetapkan. Namun demikian penetapan lokasi CCP hanya dengan keputusan dari analisa signifikansi bahaya dapat menghasilkan CCP yang lebih banyak dari yang seharusnya diperlukan. Sebaliknya juga sering terjadi negoisasi deviasi yang menyebabkan terlalu sedikitnya CCP yang justru dapat membahayakan keamanan pangan.

Codex Alimentarius Commission GL/32 1998 telah memberikan pedoman berupa Diagram Pohon Keputusan CCP (CCP Decision Tree).

Diagram pohon keputusan merupakan seri pertanyaan logis yang menanyakan setiap bahaya. jawaban dari setiap pertanyaan yang akan memfasilitasi dan membawa Tim HACCP secara logis memutuskan apakah CCP atau bukan.

Diagram ini dapat membawa pola pikir analisa yang terstrukur dan memberikan jaminan pendekatan yang konsisten pada setiap tahap dan setiap bahaya yang teridentifikasi.

Dokumen terkait