i
ANALISIS PENERAPAN SISTEM HAZARD ANALYSIS AND CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PRODUK
KECAP MANIS PT. X
Lulu Hana Salsabila 11140920000068
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2019 M / 1441 H
ii
ANALISIS PENERAPAN SISTEM HAZARD ANALYSIS AND CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PRODUK
KECAP MANIS PT. X
Lulu Hana Salsabila 11140920000068
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Program Studi Agribisnis
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2019 M / 1441 H
iii
iv
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama : Lulu Hana Salsabila
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir : Tangerang, 09 Oktober 1996 Kewarganegaraan : Indonesia
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
Alamat : Jalan Tanah Seratus, Swadaya II RT/RW 005/004 No. 99, Sudimara Jaya, Kota Tangerang, 15151
No. Hp : +62812-8040-0702
E-mail : [email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN
2001 – 2002 : TK Cendrawasih 2002 – 2008 : SDN 005 Samarinda 2008 – 2011 : SMPN 1 Samarinda 2011 – 2014 : SMAN 85 Jakarta
2014 – 2019 : S-1 Agribisnis, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
vi PENGALAMAN ORGANISASI DAN PRESTASI
2009 – 2011 : Anggota Organisasi Intra Sekolah SMPN 1 Samarinda
2012 - 2014 : Anggota Organisasi Intra Sekolah SMAN 85 Jakarta
2012 - 2013 : Anggota Organisasi Ekstra Fotografi SMAN 85 Jakarta
2015 – 2016 : Anggota Divisi Humas LSO Saman Agribisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2015 : Anggota Divisi Humas Saman Festival 2015 Agribisnis UIN Syarif Hidyatullah Jakarta 2016 – 2017 : Ketua Divisi Humas LSO Saman Agribisnis 2016 : Peserta Penari 6600 Ratoeh Jaroe Massal
TMII
2018 : Finalis Quinza Model 2018
2019 : Anggota Gue Anak Radio Season 2
PENGALAMAN KERJA
2017 : Divisi Produksi PT. X
2019 : Divisi Food Safety Quality PT. X
vii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji serta syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karunia serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Analisis Penerapan Sistem Hazard Analysis And Critical Control Point (HACCP) Pada Produk Kecap Manis PT. X”.
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi strata satu (S1) pada Program Studi Agribisnis / Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa selama proses penyelesaian skripsi tidak mudah dan tidak terlepas dari dukungan serta bantuan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini, izinkan penulis untuk mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang memberikan dukungan dan bantuan baik secara moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis akan menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Kedua orang tua tercinta Ibu (Iis Helmina) dan Ayah (Edi Sunardi) yang telah memberikan doa yang tiada henti, kasih sayang yang tidak terhingga dan berbagai dukungan dalam bentuk moral serta material.
Teteh sayang ibu dan ayah.
viii 2. Kedua adik tercinta yaitu Naura Azzahra Kamila dan Alaric Gibran Aqila yang selalu memberikan semangat dan menghibur penulis dikala penulis lelah untuk menyelesaikan skripsi ini.
3. Ibu Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya.
4. Ibu Dr. Ir. Siti Rochaeni, M.Si selaku Ketua Program Studi Agribisnis dan Ibu Rizki Adi Puspita Sari, MM selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis, terima kasih telah memberikan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
5. Ibu Eny Dwiningsih, M.Si selaku dosen pembimbing I dan Ibu Rizki Adi Puspita Sari, MM selaku dosen pembimbing II, terima kasih ibu yang telah memberikan waktu dan tenaga untuk membimbing penulis serta memberikan dorongan untuk segera menyelesaikan skripsi.
6. Bapak Dr. Akhmad Riyadi Wastra, MM selaku dosen penguji I dan Ibu Agustina Senjayani, M.Si selaku dosen penguji II yang telah memberikan banyak masukan sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.
7. Ibu Dr. Ir. Siti Rochaeni, M.Si selaku pembimbing akademik yang telah memberikan ilmu, pengetahuan, wawasan, dukungan serta motivasi tanpa henti kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
ix 8. Bapak Iwan Aminuddin selaku Ketua Prodi Magister Agribisnis, terimakasih pak selalu memberikan semangat agar penulis segera menyelesaikan skripsi.
9. Seluruh dosen Program Studi Agribisnis yang telah memberikan ilmu, pengetahuan, serta wawasan kepada penulis selama masa perkuliahan sehingga ilmunya dapat bermanfaat untuk menyelesaikan skripsi ini.
10. Teh Nemi, Mas Willy, Pak Anin, Pak Syarief, beserta anggota divisi Food Safety Quality, Pak Sudi anggota divisi EHS dan seluruh karyawan produksi PT. X, terimakasih atas ilmu, pengetahuan, semangat yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
11. Sahabat penulis yaitu MILAN (Mutiah Nabilla Ulfah, Iqnestita Dwi Haqiqi, Andini Fauzia, Maftuhatun Fista Amalia) dan Aulia Badrul Fat’h yang selalu memberikan semangat, dukungan dan motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih telah menjadi tempat keluh kesah dalam segala cerita kehidupan penulis dan telah menjadi mesin tertawa bagi penulis. Love you, Milan & Badrul.
12. Sahabat seperjuangan penulis di kampus (Chabe Syariah) yaitu Ninda Amillia Putri, Oktaria Dwita Permata, Ulfa Fitriana, Humairra Avicienna, Tia Septiani, Deannisa Indriyani, dan Vivi Ataini yang telah menjadi teman dari awal kuliah hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
x 13. Adik-adik Agribisnis yaitu Dita Milih Anggraini, Arin Annisa, Anas Tasya Ayu Wibowo, dan Dewi Wulandari yang selalu memberikan semangat kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
14. Keluarga besar Agribisnis 2014 terutama kelas Agribisnis 2014 B yang telah membantu, memberikan semangat, motivasi dan kenangan indah kepada penulis selama perkuliahan.
15. Kakak-kakak mentor tersayang yaitu Alif Akbar Al Islami dan Wulan Cahyaningsih yang telah banyak membantu penulis, memberikan dukungan, ilmu, informasi dan motivasi selama perkuliahan.
16. Serta semua pihak yang telah banyak membantu penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu dengan tanpa mengurangi rasa hormat.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan yang telah kalian berikan kepada penulis.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Jakarta, Oktober 2019 Penulis
xi
RINGKASAN
Lulu Hana Salsabila, Analisis Penerapan Sistem Hazard Analysis And Critical Control Point (HACCP) pada Produk Kecap Manis PT. X. Di bawah bimbingan Eny Dwiningsih, M.Si dan Rizki Adi Puspita Sari, MM.
PT. X merupakan salah satu perusahaan produsen kecap di Indonesia yang memiliki berbagai variasi rasa dan selalu mengembangkan inovasi terhadap rasa kecap yang diproduksi. Perusahaan memiliki komitmen besar dalam menjaga kualitas dan keamanan produk dengan cara melakukan pengawasan pada proses produksi. Pengawasan berfungsi untuk mengidentifikasi kemungkinan adanya kontaminasi yang dapat merusak keamanan produk (food safety) dan kualitas produk (food quality) kecap yang diproduksi perusahaan. Kapasitas produksi kecap setiap batch sebanyak 4800 liter dengan produksi yang bersifat kontinu setiap harinya. Dengan melihat banyaknya kapasitas yang diproduksi, maka penting untuk melakukan suatu tindakan atau upaya mencegah, mengurangi, dan menghilangkan potensi bahaya yang ditimbulkan agar menghasilkan produk aman dan berkualitas. PT. X telah menerapkan Quality System Internal yang disebut QRMP (Quality Risk Management Process). Dalam sistem QRMP ini terdapat ISO yaitu ISO 9001, ISO 22000 dan ISO 17025 yang sudah diterapkan oleh perusahaan.
Perusahaan telah menerapkan Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) yang termasuk ke dalam ISO 22000 mengenai keamanan pangan dan telah mendapat sertifikasi HACCP dalam produksi kecap.
Penerapan HACCP didukung dengan melaksanakan penerapan persyaratan dasarnya yaitu Good Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP). Namun dengan adanya audit yang dilaksanakan baik itu internal maupun eksternal, masih terjadi hal atau temuan yang akan mempengaruhi kualitas dan keamanan dari produk kecap yang diproduksi. Konsumen yang mengkonsumsi kecap X sangat peduli terhadap kondisi keamanan kecap yang diproduksi.
Konsumen tidak hanya dalam negeri, bahkan konsumen yang berasal dari luar negeri sering melakukan audit terencana bahkan audit yang dilakukan secara tiba-tiba untuk mengetahui kesiapan dan memastikan penerapan keamanan pangan perusahaan berjalan dengan baik sehingga menghasilkan produk yang aman untuk dikonsumsi. Temuan yang terdapat dalam produksi diakibatkan oleh belum maksimalnya penerapan HACCP yang dilakukan perusahaan, terutama dari segi persyaratan dasar HACCP. Dari temuan yang masih terdapat dalam proses produksi, maka diperlukan adanya analisis untuk melihat sejauh mana perusahaan menerapkan sistem HACCP dan sistem persyaratan HACCP. Penelitian ini memiliki tujuan, yaitu : (1) Menganalisis penerapan sistem GMP dan SSOP di PT. X, (2) Menganalisis penerapan HACCP di PT. X, (3)
xii Merumuskan rekomendasi tindak lanjut untuk perbaikan penerapan HACCP di PT. X.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara, observasi, dokumentasi perusahaan, dan instrumen penelitian terhadap aktivitas produksi kecap manis X. Data sekunder diperoleh dari berbagai studi pustaka dan sumber literatur yang mendukung penelitian. Metode analisis yang digunakan yaitu antara lain metode GAP Analysis yaitu untuk menganalisis kesenjangan yang terjadi terhadap penerapan sistem HACCP di perusahaan dan formulir checklist yaitu untuk menganalisis penyimpangan yang terjadi terhadap penerapan sistem persyaratan dasar HACCP yaitu GMP dan SSOP di perusahaan. Penelitian ini dilakukan dengan menyusun instrumen penelitian GMP, SSOP, dan HACCP yang akan digunakan peneliti dengan teknik wawancara, observasi dan mengumpulkan dokumentasi internal perusahaan.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa rata-rata keseluruhan penyimpangan sistem persyaratan dasar HACCP yaitu GMP dan SSOP di perusahaan sebesar 17,64 % untuk penerapan GMP, dan 19,27 % untuk penerapan SSOP yang artinya bahwa penerapan GMP dan SSOP cukup memenuhi instrumen penelitian yang telah disusun. Kemudian rata-rata kesenjangan penerapan sistem HACCP sebesar 12,09 % yang artinya bahwa penerapan sistem HACCP telah dijalankan dan didokumentasikan hampir secara keseluruhan memenuhi instrumen penelitian yang dibuat berdasarkan panduan HACCP, namun terdapat sedikit kelalaian dalam pelaksanaan sistem tersebut.
Rekomendasi tindak lanjut yang dirumuskan berdasarkan hasil penelitian sebanyak 12 rekomendasi untuk penerapan GMP yaitu pada variabel lokasi, bangunan, fasilitas sanitasi, mesin dan peralatan, bahan, laboratorium, karyawan, pengemas, penyimpanan, pemeliharaan sanitasi, pengangkutan dan pelatihan. Kemudian untuk SSOP dirumuskan 4 rekomendasi tindak lanjut yaitu pada variabel kebersihan permukaan yang kontak langsung dengan makanan, fasilitas sanitasi dan cuci tangan dan toilet, pengendalian kesehatan karyawan, dan pemberantasan hama.
Rekomendasi tindak lanjut untuk penerapan HACCP sebanyak 4 yaitu pada variabel tim HACCP, analisa bahaya, sistem penyimpanan catatan, dan prosedur verifikasi sistem HACCP.
Kata Kunci : Produksi Kecap, Sistem HACCP, GMP, SSOP, GAP Analysis, Formulir Checklist, Rumusan Rekomendasi Tindak Lanjut.
xiii DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xix
DAFTAR LAMPIRAN ... xx
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 7
1.3. Tujuan Penelitian ... 8
1.4. Manfaat Penelitian ... 8
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 9
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kecap ... 10
2.2. Keamanan Pangan ... 15
2.3. Sistem Manajemen Keamanan Pangan ... 18
2.4. Good Manufacturing Practices (GMP) ... 20
2.5. Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) ... 28
2.6. Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) ... 29
2.7. Penelitian Terdahulu ... 41
2.8. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 44
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 46
3.2. Metode Penelitian ... 46
3.3. Jenis dan Sumber Data ... 47
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 48 Halaman
xiv
1. Studi Lapangan ... 48
2. Studi Kepustakaan... 49
3.5. Informan ... 50
3.6. Metode Analisis Data ... 50
3.6.1. Model Pendekatan Miles dan Huberman ... 51
3.6.2. Analisis Kesenjangan (GAP Analysis) ... 54
3.6.3. Formulir Checklist Penilaian GMP dan SSOP ... 57
3.7. Instrumen Penelitian ... 58
3.8. Definisi Operasional ... 59
BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1. Profil PT. X ... 61
4.2. Sejarah PT. X ... 61
4.3. Visi, Misi dan Nilai Perusahaan ... 62
4.4. Struktur Organisasi PT. X ... 64
4.5. Ketenagakerjaan PT. X ... 67
4.6. Produk PT. X ... 69
4.7. Proses Produksi Kecap PT. X ... 71
4.7.1. Bahan Baku dan Bahan Tambahan ... 71
4.7.2. Bahan Pengemas ... 71
4.7.3. Produk Akhir ... 74
4.7.4. Proses Produksi ... 76
4.7.5. Pengendalian Mutu Produk ... 76
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Penyimpangan Penerapan Sistem Good Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) PT. X ... 78
5.1.1. Good Manufacturing Practices (GMP) ... 78
5.1.2. Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) ... 111
5.2. Analisis Kesenjangan Penerapan Sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) PT. X ... 125
5.3. Rekomendasi Tindak Lanjut Penerapan Sistem HACCP PT. X ... 143
5.3.1. Rekomendasi Tindak Lanjut Persyaratan Dasar Sistem HACCP .. 143
5.3.2. Rekomendasi Tindak Lanjut Penerapan Sistem HACCP... 149
xv BAB VI PENUTUP
6.1. Kesimpulan ... 151
6.2. Saran ... 153
DAFTAR PUSTAKA ... 154
LAMPIRAN ... 156
xvi DAFTAR TABEL
Halaman
1. Produsen Kecap Utama di Indonesia tahun 2012 ... 2
2. Varian Kecap PT. X ... 3
3. Identifikasi Bahaya Pada Produksi Kecap ... 14
4. Jenis-Jenis Bahaya Produk Kecap ... 35
5. Karakteristik Bahaya Produksi Kecap ... 35
6. Penetapan Kategori Risiko ... 36
7. Varian Produk Kecap dan Minuman RTD PT. X ... 69
8. Standar Kecap Manis SNI dan PT. X... 74
9. Rekapitulasi Penyimpangan Penerapan GMP PT. X ... 78
10. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Lokasi ... 80
11. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Bangunan... 82
12. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Fasilitas Sanitasi ... 85
13. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Mesin dan Peralatan .. 89
14. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Bahan... 91
15. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Pengawasan Proses .... 93
16. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Produk Akhir ... 97
17. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Laboratorium ... 98
18. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Karyawan ... 99
19. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Pengemas... 101
20. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Label dan Keterangan Produk ... 102
Halaman
xvii
21. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Penyimpanan ... 103
22. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Pemeliharaan dan Program Sanitasi ... 106
23. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Pengangkutan ... 108
24. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Dokumentasi dan Pencatatan ... 109
25. Penyimpangan Penerapan GMP PT.X pada Variabel Pelatihan ... 110
26. Rekapitulasi Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X ... 111
27. Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X pada Keamanan Air ... 112
28. Standar Mutu Air PT. X ... 113
29. Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X pada Kebersihan Permukaan yang Kontak dengan Makanan... 114
30. Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X pada Pencegahan Kontaminasi Silang ... 116
31. Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X pada Fasilitas Sanitasi Cuci Tangan dan Toilet ... 119
32. Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X pada Pelabelan dan Penyimpanan Bahan Kimia yang Tepat ... 120
33. Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X pada Pengendalian Kesehatan Karyawan ... 122
34. Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X pada Pemberantasan Hama ... 123
35. Rekapitulasi GAP Analysis Penerapan HACCP PT. X ... 125
36. Kesenjangan Penerapan HACCP PT. X pada Variabel Kebijakan Mutu ... 127
37. Kesenjangan Penerapan HACCP PT. X pada Variabel Tim HACCP ... 128
38. Kesenjangan Penerapan HACCP PT. X pada Variabel Deskripsi Produk ... 130
39. Deskripsi Produk dalam Panduan HACCP PT. X ... 131
40. Penilaian Penyimpangan Penerapan GMP PT. X ... 132
xviii 41. Penilaian Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X ... 133 42. Kesenjangan Penerapan HACCP PT. X pada Variabel Penyusunan dan
Verifikasi Bagan Alir ... 134 43. Kesenjangan Penerapan HACCP PT. X pada Variabel Analisa Bahaya ... 135 44. Kesenjangan Penerapan HACCP PT. X pada Variabel Sistem
Penyimpanan Catatan ... 140 45. Kesenjangan Penerapan HACCP PT. X pada Variabel Prosedur Verifikasi Sistem HACCP ... 141 46. Kesenjangan Penerapan HACCP PT. X pada Variabel Perubahan atau
Revisi Dokumen ... 142 47. Rekomendasi Tindak Lanjut Penerapan GMP dan SSOP PT. X ... 144 48. Rekomendasi Tindak Lanjut Penerapan HACCP PT. X ... 149
xix DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Grafik Prioritas Temuan dalam Produksi Kecap Manis PT. X ... 5
2. Grafik Penyebab Temuan dalam Produksi Kecap Manis PT. X ... 6
3. Skema Pembuatan Kecap Manis ... 13
4. Piramida Hubungan GMP, SSOP, dan HACCP ... 20
5. Langkah Penyusunan dan Implementasi Sistem HACCP ... 31
6. Diagram Pohon Keputusan Penentuan CCP ... 38
7. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 45
8. Struktur Organisasi PT. X ... 65 Halaman
xx DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan GMP... 157 2. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan SSOP ... 175 3. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan HACCP ... 183 Halaman
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perbincangan mengenai keamanan pangan suatu produk selalu berkembang dimana konsumen sekarang membutuhkan tingginya tingkat kualitas, kebersihan, dan kesehatan dari produk makanan serta menilai makanan yang dikonsumsi melalui penelusuran status, kondisi mutu makanan serta melihat metode yang digunakan dalam pembuatan makanan tersebut.
Permasalahan keamanan pangan umumnya terletak pada kelemahan perusahaan dalam hal menjamin keamanan produk terhadap bahaya mikrobiologi, kimia, dan fisik. Bahaya tersebut seringkali ditemukan karena rendahnya mutu bahan baku, teknologi pengolahan, dan belum diterapkannya praktik sanitasi dan higienitas yang memadai, serta kurangnya kesadaran pekerja maupun produsen mengenai keamanan pangan.
Kondisi keamanan pangan yang tidak memenuhi syarat disebabkan karena kurangnya pengawasan, tanggung jawab serta rendahnya pengetahuan produsen mengenai pentingnya keamanan pangan suatu produk sehingga dapat menyebabkan pangan tersebut menjadi tidak aman. Hal ini membuat suatu perusahaan perlu untuk menerapkan sistem jaminan keamanan pangan yaitu Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). HACCP merupakan sistem pengendalian yang dilakukan pada titik-titik kendali kritis bahan baku, tahapan proses untuk menentukan komponen, kondisi atau tahap proses untuk menjamin bahwa produk yang dihasilkan aman dan memenuhi persyaratan
2 yang ditetapkan. Penerapan sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) dalam perusahaan akan lebih efektif apabila perusahaan telah menerapkan sistem Good Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) dengan baik dan optimal.
Industri kecap merupakan salah satu industri pangan yang berasal dari hasil olahan kedelai yang perkembangannya dinilai cukup baik dan produknya banyak dikonsumsi oleh masyarakat di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya perusahaan yang memproduksi kecap baik industri yang berskala kecil seperti UMKM, maupun industri dalam skala besar.
Proses produksi kecap harus melalui proses yang benar sehingga dapat dipastikan bahwa produk kecap tersebut aman untuk dikonsumsi. Pembuatan kecap berasal dari hasil fermentasi sari kedelai, baik itu kedelai putih atau kedelai hitam dengan menggunakan beberapa mikroba yang dapat membantu proses berlangsungnya fermentasi. Namun, perlu diperhatikan faktor-faktor dalam pembuatan kecap karena proses produksi yang tidak sesuai akan menimbulkan bahaya tersendiri khususnya bagi kesehatan konsumen.
Beberapa produsen kecap di Indonesia disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Produsen Kecap Utama di Indonesia Tahun 2012
No Merek Perusahaan
1. Kecap X PT. X
2. Kecap Bango PT. Unilever
3. Kecap Sedap PT. Wings Food
4. Kecap Indofood PT. Indofood Sukses Makmur
Sumber : www.swa.co.id (2012)
Salah satu perusahaan yang menjadi produsen kecap di Indonesia adalah PT. X. Kecap merupakan produk pertama yang diproduksi oleh
3 perusahaan ini. Pada saat ini, kecap X terus mengembangkan berbagai variasi dan inovasi. Berbagai variasi rasa dari kecap X disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Varian Kecap PT. X
No. Varian Rasa
1. Kecap Manis 2. Kecap Asin 3. Kecap Hoki 4. Kecap Inggris 5. Kecap Minyak Wijen Sumber : Data PT. X (2019)
PT. X selalu melakukan upaya untuk menjaga keamanan pangan dengan cara melakukan pengawasan pada proses produksi. Pengawasan berfungsi untuk mengidentifikasi kemungkinan adanya kontaminasi yang dapat merusak keamanan produk (food safety) dan kualitas produk (food quality) kecap yang diproduksi perusahaan.
Proses produksi kecap diawali dengan mempersiapkan bahan baku hingga menghasilkan produk akhir yang aman dan siap untuk dikonsumsi.
Terdapat kemungkinan kontaminasi yang terjadi ketika proses produksi sehingga dapat mengubah karakteristik produk dan merusak kualitas produk yang dihasilkan.
PT. X merupakan salah satu produsen kecap yang memiliki komitmen besar dalam menjaga kualitas dan keamanan produk. Kapasitas produksi kecap setiap batch sebanyak 4800 liter dengan produksi yang bersifat kontinu setiap harinya. Melihat banyaknya kapasitas yang diproduksi, maka penting untuk melakukan suatu tindakan atau upaya mencegah, mengurangi, dan menghilangkan potensi bahaya yang ditimbulkan agar menghasilkan produk
4 aman dan berkualitas melalui sistem keamanan pangan yang diterapkan oleh perusahaan.
Perusahaan menerapkan Quality System Internal yang disebut QRMP (Quality Risk Management Process). Sistem QRMP merupakan sistem manajemen mutu yang diterapkan perusahaan untuk merencanakan dan memfasilitasi perbaikan serta mengukur efektivitas mutu dan keamanan pangan secara keseluruhan. Sistem QRMP dilakukan mulai dari penerimaan bahan baku hingga produk diterima konsumen. Sistem QRMP mencakup beberapa ISO diantaranya ISO 9001, ISO 22000 dan ISO 17025 yang telah diterapkan oleh perusahaan. Perusahaan menerapkan Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) dimana sistem ini merupakan bagian dari ISO 22000 yang membahas mengenai keamanan pangan. Perusahaan telah mendapat sertifikasi HACCP dalam produksi kecap. Penerapan HACCP didukung dengan melaksanakan penerapan persyaratan dasar yaitu Good Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP). Namun dengan adanya audit yang dilaksanakan baik itu internal maupun eksternal, masih terjadi hal atau temuan yang akan mempengaruhi kualitas dan keamanan dari produk kecap yang diproduksi.
Konsumen yang mengkonsumsi kecap dari PT. X sangat peduli terhadap kondisi keamanan kecap yang diproduksi. Konsumen tidak hanya dalam negeri, bahkan konsumen yang berasal dari luar negeri sering melakukan audit terencana bahkan audit yang dilakukan secara tiba-tiba untuk mengetahui kesiapan dan memastikan penerapan keamanan pangan dalam perusahaan
5 berjalan dengan baik sehingga menghasilkan produk yang aman untuk dikonsumsi. Perusahaan telah mengeskpor produk kecap hingga ke luar negeri dengan tujuan agar produk kecap yang dihasilkan oleh perusahaan dapat terus bersaing dalam pasar Internasional.
Temuan yang terdapat pada saat kegiatan produksi dikelompokan berdasarkan prioritasnya dan disajikan pada Gambar 1.
0 50 100 150 200 250 300 350
Jan-18 Feb-18 Mar-18 Apr-18 Mei-18 Jun-18 Jul-18 Agt-18 Sep-18 Okt-18 Nov-18 Des-18 Jan-19
Prioritas Critical Prioritas Major Prioritas Minor Prioritas Opportunity
Gambar 1. Grafik Prioritas Temuan dalam Produksi Kecap Manis PT. X Sumber : Data Perusahaan Diolah (2019)
Gambar 1 menunjukan grafik prioritas temuan yang terjadi dari bulan Januari 2018 hingga Januari 2019 dimana ketika terjadi temuan, perusahaan mengelompokkan prioritas temuan tersebut. Terdapat prioritas critical, prioritas major, prioritas minor, dan prioritas opportunity. Penentuan prioritas didasarkan pada seberapa fatalnya temuan yang ditemukan pada saat audit dan penentuan prioritas ini juga menentukan perbedaan waktu terhadap penanganan temuan di perusahaan. Dapat dilihat untuk satu tahun terakhir temuan yang sering terjadi di perusahaan yaitu temuan dengan prioritas minor.
Prioritas minor merupakan suatu prioritas yang bersifat ringan dan kecil
6 kemungkinan untuk mempengaruhi produk yang dihasilkan. Penentuan waktu untuk menyelesaikan temuan prioritas minor tidak lebih cepat dibandingkan prioritas major dan critical. Namun permasalahan yang terjadi di perusahaan adalah terletak pada penanganan temuan prioritas minor yang seharusnya dilakukan perusahaan melebihi batas waktu (due date) yang telah ditetapkan.
Hal ini yang menyebabkan semakin banyak temuan dalam prioritas minor pada setiap bulannya dan dapat mempengaruhi keamanan dan kualitas produk apabila tidak segera ditangani. Selain prioritas minor, terdapat temuan dengan prioritas major yang terjadi di bulan September. Prioritas major merupakan suatu prioritas yang lebih serius dibandingkan dengan prioritas minor dimana prioritas ini dapat mempengaruhi produk yang dihasilkan. Terdeteksi adanya temuan pada saat proses produksi dapat disebabkan oleh beberapa hal yang disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Grafik Penyebab Temuan dalam Produksi Kecap Manis PT. X Sumber : Data Perusahaan Diolah (2019)
7 Gambar 2 menunjukkan grafik penyebab temuan yang terdapat pada saat proses produksi. Penyebab temuan disebabkan oleh beberapa hal diantaranya people, building, equipment, record, training, Ways Of Working (WOW), dan methods. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan evaluasi dari penerapan sistem keamanan pangan khususnya pada penerapan HACCP baik itu dari sistem persyaratan dasar yaitu GMP dan SSOP untuk mengurangi temuan yang terdapat saat kegiatan audit berlangsung. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai penerapan sistem keamanan pangan yaitu HACCP baik dari segi kelengkapan panduan HACCP, menilai penerapan persyaratan dasar yaitu GMP dan SSOP dengan panduan yang tersusun, menilai dan melihat penerapan serta konsistensi sistem HACCP pada produksi kecap serta merumuskan rekomendasi tindak lanjut untuk perbaikan dan penyempurnaan sistem HACCP dalam perusahaan, sehingga penulis memberikan judul penelitian ini yaitu “Analisis Penerapan Sistem Hazard Analysis And Critical Control Point (HACCP) Pada Produk Kecap Manis PT. X”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana penerapan sistem persyaratan dasar HACCP yaitu Good Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) di PT. X?
8 2. Bagaimana penerapan sistem HACCP di PT. X?
3. Apa rekomendasi tindak lanjut yang harus dilakukan untuk perbaikan sistem HACCP di PT. X?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, penulis memiliki tujuan penelitian sebagai berikut :
1. Menganalisis penyimpangan penerapan sistem persyaratan dasar HACCP yaitu sistem Good Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) di PT. X.
2. Menganalisis kesenjangan penerapan sistem HACCP di PT. X.
3. Merumuskan rekomendasi tindak lanjut yang harus dilakukan perusahaan untuk perbaikan sistem HACCP di PT. X.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi perusahaan, sebagai salah satu masukan untuk pihak manajemen mengenai bagaimana pelaksanaan penerapan sistem Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) produksi kecap yang sesuai panduan agar dapat berjalan lebih baik.
2. Bagi peneliti, sebagai salah satu syarat kelulusan sarjana strata satu (S1) program studi Agribisnis serta untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan dan menerapkan dan membandingkan antara teori yang dipelajari dengan penerapan yang ada.
9 3. Bagi pembaca, sebagai informasi tentang penerapan sistem Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) pada produk kecap yang sesuai dengan prosedur atau panduan serta dapat menjadi masukan bagi penelitian selanjutnya.
1.5.
Ruang Lingkup PenelitianRuang lingkup penelitian yaitu dilaksanakan di PT. X dengan melakukan observasi langsung pada kegiatan produksi kecap untuk mengetahui penerapan yang berjalan sesuai atau tidak dengan panduan yang ada. Selain melakukan observasi dilakukan juga diskusi dan wawancara langsung, pengumpulan data terkait, serta melakukan evaluasi dan analisis data. Penelitian ini juga mempelajari mengenai keadaan umum perusahaan, ketenagakerjaan, produk yang dihasilkan, dan sejauh mana pelaksanaan penerapan sistem HACCP yang berlangsung di perusahaan. Setelah mengetahui penerapan sistem HACCP yang sedang berlangsung dengan pengamatan langsung dan membandingkan keadaan di lapangan dengan panduan, akan dilakukan evaluasi dengan memberikan rekomendasi tindak lanjut untuk tindakan perbaikan serta saran kepada perusahaan agar dapat melaksanakan penerapan sistem HACCP dengan lebih baik. Informan dalam penelitian ini adalah pihak-pihak yang terkait dalam manajemen sistem keamanan pangan khususnya sistem HACCP yang dilakukan dalam produksi kecap manis PT. X.
10 BAB II
LANDASAN TEORI
2.1.
KecapKecap adalah salah satu produk olahan kedelai yang sangat familiar digunakan sebagai penyedap masakan. Terdapat dua jenis kecap berdasarkan cita rasanya, yaitu kecap manis dan kecap asin. Komposisi kecap manis berbentuk kental dan terbuat dari kedelai, sementara kecap asin lebih cair dan terbuat dari kedelai dengan komposisi garam yang lebih banyak. Kecap umumnya menggunakan bahan dasar kedelai hitam atau kedelai kuning, dapat pula menggunakan air kelapa atau ampas padat dari pembuatan tahu. Kecap yang beredar di pasaran memiliki cita rasa yang berbeda-beda karena masing- masing produsen memiliki komposisi resep yang berbeda (Salim, 2012:79).
Menurut Fukushima (2003) dalam Muchtadi (2010:33), proses pembuatan kecap dari kacang kedelai dapat dilakukan secara fermentasi atau kimiawi, pada proses kimiawi komponen protein dan karbohidrat dalam bahan baku dihidrolisis dengan menggunakan HCL (asam klorida) pada suhu tinggi yang akan menyebabkan asam amino triptofan akan rusak, maka dari itu konsumen lebih menyukai kecap hasil fermentasi.
Sekitar 80% shoyu (kecap asin) yang dipasarkan dan dikonsumsi di Jepang diproduksi dengan proses fermentasi, sedangkan di Indonesia, kecap hanya diproduksi melalui proses fermentasi baik dari kedelai hitam, kedelai kuning maupun bungkil kedelai. Selain itu kecap yang dihasilkan di Indonesia sebagian besar berupa kecap manis, karena dalam proses pembuatannya
11 ditambahkan gula merah (kelapa atau aren) (Kataoka, (2005) dalam Muchtadi, 2010:33).
Pasar kecap di Indonesia cukup besar yang didominasi oleh perusahaan-perusahaan besar dan memiliki kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun. Produsen kecap bersaing untuk merebut pasar dengan harga yang kompetitif dan produk yang berkualitas. Hal ini menjadi peluang bagi para produsen untuk menyajikan kecap yang berkualitas dalam cita rasa dan higienis (Salim, 2012:80).
Proses fermentasi pada industri kecap menggunakan jamur Aspergillus sojae atau Aspergillus oryzae. Mula-mula kedelai difermentasi dengan kapang Aspergillus sp. dan Rhizopus sp. menjadi semacam tempe kedelai. Kemudian tempe ini dikeringkan dan direndam di dalam larutan garam. Mikroba yang tumbuh pada rendaman kedelai yaitu bakteri Zygosaccharomyces dan bakteri Lactobacillus. Mikroba ini merombak protein menjadi asam-asam amino dan komponen rasa dan aroma, serta menghasilkan asam. Kedelai akan terfermentasi pada larutan dengan kadar garam 15-20%.
Kedelai yang umumnya digunakan untuk pembuatan kecap adalah kedelai hitam. Beberapa varietas kedelai unggul cocok sebagai bahan baku pembuatan kecap antara lain Merapi dan Cikuray dengan kadar protein tinggi (42%), Malika dengan kadar protein (37%), Detam-1 dan Detam-2 memiliki kadar protein lebih tinggi (43-44,6%), dan bobot biji lebih besar (14 g / 100 biji). Detam-1 dan Detam-2 memiliki potensi hasil 3-3,5 ton/ha lebih unggul
12 dibanding dengan varietas Merapi, Cikuray, dan Malika serta beberapa varietas lain berbiji kuning (Salim, 2012:81).
Kecap juga dapat diproduksi dari bungkil kedelai (sisa hasil ekstraksi minyak kedelai). Pada proses fermentasi dalam pembuatan kecap terdapat dua tahapan penting, yaitu fermentasi kapang (tahap pembentukan koji atau
“tempe” dan fermentasi dalam larutan garam jenuh (tahapan moromi) (Muchtadi, 2010:33). Fermentasi kapang merupakan tahap awal fermentasi dalam pembuatan kecap, tetapi sangat menentukan kualitas kecap yang akan dihasilkan. Tahapan koji merupakan tahapan fermentasi kapang terhadap campuran kedelai yang telah dimasak dan gandum yang telah disangrai.
Sedangkan tahapan moromi merupakan proses fermentasi koji dalam larutan garam. Proses pembuatan kecap manis di Indonesia disajikan pada Gambar 3 (Muchtadi, 2010:34).
13 Gambar 3. Skema Pembuatan Kecap Manis
Sumber : Muchtadi (2010:34)
Mutu produk kecap umumnya dinilai dari kadar protein yang dikandungnya (total nitrogen). Mutu kecap juga dapat dinilai dari rasio nitrogen terlarut terhadap nitrogen total, yang dapat menunjukan tingkat
Perebusan
Penirisan
Inkubasi, 3 hari
Perendaman dalam larutan garam, 2 bulan
Gandum (Terigu Sangrai) Inokulum
(Aspergillus sp.)
Pengepresan & Penyaringan
Filtrat 1 (Cairan)
Penyaringan
Pemasakan Filtrat 2 (Cairan)
KECAP MANIS Pengemasan
Ampas Bumbu Rempah &
Gula Rempah Ampas Kecap
(Bungkil) Larutan Garam
(NaCl) 25%
KEDELAI BERSIH
14 konversi protein yang berhasil dihidrolisis menjadi peptide larut dan asam amino. Asam amino yang dihasilkan sangat berperan dalam pembentukan flavour kecap.
Perusahaan perlu memperhatikan bahaya-bahaya yang mungkin terjadi pada saat produksi sehingga kecap yang dihasilkan dapat aman untuk dikonsumsi. Bahaya-bahaya yang mungkin terjadi disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Identifikasi Bahaya pada Produksi Kecap
Langkah Proses Input Bahaya
Penanganan bahan baku
Bahan baku dari pemasok Biologi
Kapang dan khamir serta bakteri patogen dalam bahan baku
Kimia
Kontaminasi bahan kimia Fisik
Kontaminasi benda asing (logam , plastik, kayu, kaca) Perebusan bungkil
kacang kedelai
Bungkil kacang kedelai Biologi
Kapang dan khamir serta bakteri patogen dalam bahan baku
Fisik
Kontaminasi benda asing (logam, plastik, kayu, kaca) Pemasakan dan
penggilingan biji gandum
Biji gandum Biologi
Kapang dan khamir serta bakteri patogen dalam bahan baku
Fisik
Kontaminasi benda asing (logam, plastik, kayu, kaca) Fermentasi kapang Bungkil kedelai dan biji
gandum
Biologi
Mikroorganisme yang tidak diinginkan dari udara
Fermentasi garam Larutan garam dan bibit kecap / kapang
Biologi
Mikroorganisme yang tidak diinginkan dari udara
Pengepresan Tauco Fisik
Kontaminasi benda asing (logam, plastik, kayu, kaca)
15
Langkah Proses Input Bahaya
Pemasakan gula Sari kecap dan gula, larutan garam, air
Fisik
Kontaminasi benda asing (logam, plastik, kayu, kaca) Penyaringan Campuran sari kecap, gula,
larutan garam, serta air yang sudah dimasak
Fisik
Kontaminasi benda asing (logam, plastik, kayu, kaca) Pencampuran
(blending)
Filtrate hasil penyaringan, sodium, benzoate, dan pewarna caramel
Fisik
Kontaminasi benda asing (logam, plastik, kayu, kaca) Separator setelah
preheating
Sari kecap Fisik
Kontaminasi benda asing (logam, plastik, kayu, kaca) Pencucian botol
kemasan
Botol dan obat pencuci Kimia
Kontaminasi bahan kimia Fisik
Kontaminasi benda asing (logam, plastik, kayu, kaca) Sumber : Model Rencana HACCP Industri Kecap dalam eBookPangan (2006:24)
Tabel 3 menunjukkan identifikasi bahaya mulai dari mikrobiologi, kimia, maupun fisik yang terdapat pada proses pembuatan kecap pada bahan baku hingga produk jadi. Setelah diidentifikasi, dilakukan kategorisasi bahaya sesuai dengan panduan keamanan pangan yang dimiliki perusahaan. Bahan baku atau produk jadi yang memiliki kategori risiko yang lebih tinggi harus dipertimbangkan dengan lebih seksama untuk penetapan CCP pada langkah berikutnya.
2.2. Keamanan Pangan
Keamanan pangan merupakan suatu kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan adanya cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan
Tabel 3. Identifikasi Bahaya pada Produksi Kecap
16 membahayakan kesehatan manusia. Kegiatan keamanan pangan meliputi berbagai hal seperti (Laelasari, 2015:14) :
1. Sanitasi pangan
2. Bahan Tambahan Makanan (BTM)
3. Pengaturan pangan produk rekayasa genetik 4. Pengaturan iradiasi pangan
5. Standard kemasan pangan 6. Jaminan keamanan pangan
7. Jaminan produk halal bagi yang dipersyaratkan.
Peraturan pemerintah Republik Indonesia No. 28 Tahun 2004 tentang keamanan, mutu, dan gizi pangan menjelaskan bahwa pangan yang aman ialah pangan yang memiliki kualitas dengan mutu yang baik dan bergizi. Sistem keamanan pangan yang paling efektif ditetapkan, dioperasikan, dan diperbaharui dalam kerangka sistem manajemen yang terstruktur dan dimasukkan ke dalam kegiatan pengelolaan keamanan pangan secara menyeluruh yang akan memberikan manfaat maksimal bagi produsen dan konsumen serta pihak yang berkepentingan (Laelasari, 2015:19).
1. Bahaya Biologis (Biological Hazard)
Keracunan dan penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne illness), pada umumnya sangat terkait dengan kebersihan air di lingkungan produksi makanan. Terdapat 4 kelompok cemaran mikroba pathogen yang perlu diwaspadai dalam penggunaan air, yaitu bakteri, virus, protozoa, dan parasit (cacing) (Surono dkk, 2016:10).
17 Mikroba dan beberapa bahan pangan yang paling bertanggung jawab terhadap penyakit yang ditularkan melalui makanan, diantaranya adalah : a Campylobacter (pada produk unggas, susu segar)
b E. coli O157 (daging giling, sayuran hijau, susu segar) c Listeria (daging, keju lunak yang tidak dipasteurisasi) d Salmonella (telur, unggas, daging)
e Vibrio (kerang, tiram)
f Norovirus pada berbagai produk makanan
2. Bahaya Kimia (Chemical Hazard)
Kejadian keracunan akibat cemaran bahan kimia dalam makanan umumnya disebabkan oleh cemaran bahan insektisida, pestisida, cemaran industri, atau karena sengaja bahkan tidak sengaja ditambahkan sebagai bahan baku formulasi makanan (ingredient). Cemaran lain yang perlu diwaspadai pada makanan adalah cemaran limbah industri yang dapat mencemari perairan umum yang kemudian akan mencemari berbagai produk makanan yang menggunakan air yang tercemar tersebut. Cemaran industri antara lain Arsenik (As), Kadmium (Cd), Khromium (Cr), Timbal (Pb), Merkuri (Hg), dan Timah (Sn). Cemaran lainnya yaitu penggunaan bahan kemasan yang mengandung senyawa berbahaya (Surono dkk, 2016:17).
Bahaya kimia juga sering didapati karena penggunaan bahan tambahan pangan (additive). Bahan kimia lainnya yaitu senyawa toksin yang terdapat dalam bahan pangan sebagai akibat tumbuhnya kapang. Bahan pangan seperti biji-bijian dan serealia yang mengandung minyak mudah
18 ditumbuhi kapang dari jenis Aspergillus sp yang dapat menghasilkan toksin dan berbahaya bagi manusia (Surono dkk, 2016:18).
3. Bahaya Fisik (Physical Hazard)
Bahaya fisik pada makanan adalah benda yang keberadaannya dalam makanan dapat mencelakakan konsumen. Tingkat kecelakaan akibat bahaya fisik relatif rendah dibandingkan dengan bahaya biologis dan kimia (Surono dkk, 2016:21).
2.3. Sistem Manajemen Keamanan Pangan
Sistem manajemen keamanan pangan dikembangkan oleh beberapa kawasan didunia dengan rujukan pada prinsip yang dikembangkan oleh Codex Alimentarius Commission (CAC) - World Health Organization (WHO).
Sistem HACCP yang dikembangkan di Eropa telah diperluas dengan memasukkan unsur manufaktur secara lengkap sehingga persyaratan dasar (prerequisite) yang diminta sangat lengkap. Standar ISO 9001 yang mengakomodasikan HACCP telah dikeluarkan dengan nomor seri ISO 15161 2001. Standar terbaru tentang HACCP yakni ISO 22000 telah direncanakan bulan September tahun 2005. Indonesia melalui BSN telah mengadopsi standar Codex tentang HACCP, yakni SNI 01-4852-1998 (Thaheer, 2008:2).
2.3.1. Sistem Manajemen Mutu Keamanan Pangan
Bagi produk makanan, sistem pengendalian mutu diawali dengan prinsip penerapan dasar yaitu Good Manufacturing Practices (GMP) yang
19 mendefinisikan dan mendokumentasikan semua persyaratan agar mutu pada produk pangan dapat diterima. GMP ditujukan pada keamanan mikrobiologis dan persyaratan mutu pangan (Thaheer, 2008:2).
Sistem HACCP bersifat pencegahan yang berupaya untuk mengendalikan suatu areal atau titik dalam sistem pangan yang berkontribusi terhadap suatu kondisi bahaya, baik kontaminasi mikroorganisme patogen, fisik, kimiawi terhadap bahan baku, suatu proses, penggunaan langsung, oleh pengguna ataupun kondisi penyimpanan. Menurut Mortimore dan Wallace (1994) dalam Thaheer (2008), terdapat tujuh prinsip yang secara garis besar dipergunakan untuk menetapkan, menerapkan, dan memelihara rencana HACCP (Thaheer, 2008:5).
Komponen Good Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) merupakan persyaratan dasar bagi berlangsungnya HACCP. Penerapan GMP dan HACCP adalah implementasi jaminan mutu pangan sehingga produk hasil akhir memiliki mutu yang baik dan menciptakan kepuasan bagi konsumennya. GMP adalah pedoman yang berisi penjelasan bagaimana cara memproduksi makanan agar aman, bermutu dan layak untuk dikonsumsi. Persyaratan minimum pada GMP harus dipenuhi mulai dari awal hingga akhir pada proses produksi. Setiap tahap proses produksi harus memiliki dan melaksanakan rencana tertulis yaitu SSOP.
Fungsi dari SSOP yakni sebagai pengontrol untuk setiap karyawan atau pekerja dalam melakukan pekerjaan serta sebagai alat untuk menjaga konsistensi kualitas produk perusahaan.
20 Gambar 4. Piramida Hubungan GMP, SSOP, dan HACCP
Sumber : Hermansyah et al., 2013
Prinsip dasar dari GMP adalah mutu suatu produk yang dibuat selama proses. Jaminan mutu produk tidak hanya untuk mendapatkan spesifikasi akhir yang diinginkan. Produk yang dibuat melalui sistem keamanan pangan diperlukan pengendalian mutu dan sistemnya, bahan baku, keseluruhan tahap produksi, pengujian produk, pelabelan, pemisahan, penyimpanan dan sebagainya.
2.4. Good Manufacturing Practices (GMP)
Good Manufacturing Practices (GMP) atau Cara Poduksi Makanan yang Baik merupakan suatu pedoman cara memproduksi makanan dengan tujuan agar produsen memenuhi persyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk makanan bermutu sesuai dengan tuntutan konsumen.
GMP juga merupakan program penunjang keberhasilan atau sebagai persyaratan dasar dalam implementasi sistem HACCP pada suatu perusahaan
HACCP
SSOP
GMP
21 sehingga produk pangan yang dihasilkan benar-benar bermutu dan sesuai dengan tuntutan konsumen (Thaheer, 2008:51).
Secara umum, GMP terdiri dari desain dan konstruksi higienis untuk pengolahan produk makanan, desain dan konstruksi higienis untuk peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan, pembersihan, dan disinfeksi peralatan, pemilihan bahan baku dan kondisi yang baik, pelatihan dan higienitas pekerja, serta dokumentasi yang tepat. Komponen dasar GMP (Thaheer, 2008:59) adalah sebagai berikut :
a. Lokasi Pabrik
Pabrik yang memproduksi pangan sebaiknya berada pada daerah yang bebas pencemaran, tidak berada di daerah yang mudah banjir, jauh dari sarang hama hewan pengerat seperti tikus, jauh dari pembuangan sampah dan sebaiknya pabrik pengolahan pangan jauh dari pemukiman penduduk yang terlalu padat dan kumuh.
b. Keadaan Lingkungan
Keadaan lingkungan harus selalu dalam kondisi yang baik yaitu sampah dan limbah pabrik sebaiknya dikumpulkan pada tempat khusus dan sebaiknya segera dibuang, tempat sampah selalu dalam keadaan tertutup agar tidak menimbulkan bau dan mencegah pencemaran lingkungan, sistem pembuangan dan pengolahan limbah harus selalu dipantau, saluran pembuangan berjalan lancar agar air tidak tergenang dan sarana jalan hendaknya diaspal atau dicor serta dilengkapi dengan sistem drainase yang baik.
22 c. Bangunan dan Fasilitas Pabrik
Bangunan dan fasilitas pabrik yang meliputi peralatan dan sarana pengolahan yang baik dirancang sejak awal pembangunan pabrik agar dapat menjamin dan menjaga pangan yang diproduksi tidak tercemar. Denah lokasi dan tata letak pabrik harus diatur sesuai dengan arus proses produksi agar produk tidak tercemar akibat adanya kontaminasi silang. Gudang (tempat penyimpanan) sebaiknya mengikuti sistem FIFO (First In First Out), yaitu bahan yang pertama kali masuk ke dalam gudang hendaknya juga yang keluar pertama kali dari gudang.
d. Peralatan Pengolahan
Peralatan pengolahan pangan merupakan peralatan pilihan dan terpelihara dengan baik. Penempatan peralatan disusun sesuai dengan alur pengolahan agar tidak terjadi kontaminasi silang. Peralatan yang digunakan untuk pengukuran seperti timbangan, termometer, pengukur kelembaban udara, pengukur tekanan dan lainnya sebaiknya dikalibrasi setiap periode.
e. Fasilitas Sanitasi
Kegiatan sanitasi dilakukan untuk menjamin bahwa semua peralatan, ruang pengolahan, ruang penyimpanan, peralatan pengolahan dan peralatan penyimpanan selalu terjaga dari faktor-faktor pencemaran dan menjaga kebersihannya.
1. Sumber Air
Air harus dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi semua kebutuhan pencucian dan pembersihan serta pengolahan dan penanganan
23 limbah. Air yang kontak langsung dengan permukaan bahan pangan harus memenuhi persyaratan khusus seperti persyaratan bahan baku air untuk minum.
2. Pembuangan Air Limbah
Sistem pembuangan air dan limbah harus berjalan dengan baik.
Saluran pembuangan dirancang dengan tepat sehingga tidak mencemari air bersih dan bahan pangan.
3. Fasilitas Pencucian dan pembersihan
Fasilitas pencucian dan pembersihan harus dilengkapi dengan sumber air panas agar kotoran berlemak atau berminyak dapat dibersihkan dengan baik serta dapat membunuh mikroorganisme berbahaya. Fasilitas pembersihan yang digunakan untuk peralatan pangan sebaiknya dipisahkan dengan fasilitas pembersihan untuk peralatan dan perlengkapan lainnya.
4. Fasilitas Higien Karyawan
Fasilitas higien karyawan meliputi tempat mencuci tangan yang dilengkapi dengan sabun, mesin pengering tangan, tempat ganti pakaian dan toilet dengan keadaan selalu bersih dan jumlahnya mencukupi untuk seluruh karyawan. Satu buah toilet untuk 10 karyawan dan penambahan satu buah toilet untuk setiap penambahan 25 karyawan.
5. Penerangan
Sistem penerangan yang baik dapat dilakukan dengan penyinaran matahari ataupun melalui lampu penerangan. Lampu penerangan harus cukup terang.
24 f. Higienitas Karyawan
Karyawan yang bekerja pada industri pengolahan pangan sangat mempengaruhi mutu akhir produk yang dihasilkan. Karyawan yang sakit, kotor, jorok, tidak disiplin dan tidak dapat bekerja dengan baik bisa menyebabkan terjadinya kontaminasi terhadap produk. Oleh karena itu, perlu adanya standar sanitasi dan higien pada karyawan.
1. Kesehatan Karyawan
Karyawan yang bekerja harus dalam kondisi sehat dan prima serta tidak sakit atau membawa penyakit. Karyawan yang sakit sebaiknya tidak diperkenankan untuk bekerja atau diistirahatkan karena dapat menggangu jalannya proses produksi dan juga bisa mencemari produk yang akan dihasilkan.
2. Kebersihan Karyawan
Perlengkapan bekerja karyawan harus lengkap. Perlengkapan ini terdiri atas baju kerja, penutup kepala, sepatu, sarung tangan, masker dan perlengkapan bekerja tersebut tidak boleh dibawa keluar dari pabrik.
Karyawan harus selalu menjaga kebersihannya dengan mencuci tangan menggunakan sabun sebelum dan sesudah bekerja, setelah keluar dari toilet, setelah menangani bahan kotor, bahan mentah dan hal lainnya yang dapat menyebabkan pencemaran melalui bagian tubuh karyawan.
3. Kebiasaan Buruk Karyawan
Karyawan yang memiliki kebiasaan buruk sebaiknya diawasi.
Kebiasaan buruk tersebut seperti meludah, merokok, makan atau mengunyah,
25 bersin atau batuk. Selama mengolah pangan karyawan tidak diperkenankan menggunakan jam tangan, peniti, bros dan aksesori lainnya yang jika terjatuh ke dalam pangan dapat membahayakan konsumen.
g. Penyimpanan
Penyimpanan harus disesuaikan dengan bahan yang disimpan. Jika bahan mentah sebaiknya disimpan sesuai dengan standarnya. Bahan sebaiknya disimpan dengan cara yang baik dan tepat untuk memudahkan produsen dalam mengambil dan menggunakan bahan, menjaga mutu dan kualitas, menjaga keamanan pangan, mencegah pencemaran dan mencegah tertukarnya bahan yang digunakan.
h. Transportasi
Penyaluran produk pangan hingga sampai kepada tangan konsumen transportasi yang baik sangat diperlukan untuk menjaga kualitas dan mencegah terjadinya pencemaran. Tempat membawa atau wadah pangan yang digunakan harus sesuai dengan karakteristik produknya. Wadah tersebut harus mudah dibersihkan, tidak mencemari produk pangan, melindungi secara fisik, mudah didesinfeksi, mencegah terjadinya pencemaran, memudahkan pemeriksaan penyimpanan dan dapat mempertahankan bentuk dan kondisi produk yang disimpan.
i. Laboratorium
Produk pangan yang akan dikonsumsi harus dalam kondisi aman untuk dikonsumsi dan tidak menimbulkan masalah kesehatan. Oleh karena itu, pada proses produksi produk pangan perlu dilakukan pemeriksaan secara
26 tepat. Laboratorium pemeriksaan dibutuhkan dalam proses pemeriksaan produk pangan. Laboratorium ini berfungsi untuk memudahkan pemeriksaan secara cepat dan tepat terhadap mutu bahan yang diterima dan produk yang dihasilkan serta pengecekan silang jika terjadi penyimpangan pada produk yang berada dipasaran. Setiap pemeriksaan tersebut menyebutkan nama pangan, tanggal pembuatan, tanggal pengambilan contoh, jumlah contoh yang diambil, kode produksi, jenis pemeriksaan yang dilakukan, kesimpulan produk, nama pemeriksa dan hal lainnya yang dibutuhkan. Dianjurkan bagi perusahaan yang belum memiliki laboratorium pemeriksaan untuk memeriksakan produknya pada laboratorium lain di luar perusahaan tersebut.
j. Bahan Pengemas
Syarat bahan pengemas yang baik adalah tidak beracun, tidak menimbulkan penyimpangan yang berbahaya bagi kesehatan, tidak menimbulkan reaksi dengan bahan pangan, tahan terhadap perlakuan selama proses pengolahan, pengangkutan dan distribusi. Bahan pengemas juga harus mampu melindungi produk pangan dari sinar matahari, panas, kotoran, kelembaban, air, benturan dan lain-lain. Sebelum digunakan bahan pengemas perlu diperiksa kondisinya, dibersihkan dan dilakukan sanitasi apabila diperlukan kondisi yang aseptik.
k. Mutu Produk Akhir
Produk akhir perlu dianalisa mutu organoleptik, fisik, kimia atau mikrobiologinya untuk mengetahui mutu akhir produk sehingga produk siap untuk dipasarkan. Produk akhir yang bermutu baik dan memenuhi persyaratan
27 akan menjamin mutu dan keamanan produk serta dapat menjaga dan meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan.
Produk akhir seharusnya memiliki standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan dari segi mutu fisik, mikrobiologis, kimia serta aman dan tidak membahayakan kesehatan. Perusahaan dapat menentukan sendiri standar mutu atau persyaratan produk akhir jika belum memiliki standar mutu atau persyaratan produk akhir.
l. Labelling
Informasi mengenai isi produk, kandungan dan semua informasi tentang produk harus dicantumkan pada kemasan. Keterangan dapat berupa label, lot atau batch. Fungsi label adalah untuk menginformasikan tentang produk agar konsumen dapat menangani, mengkonsumsi, mengolah atau menyajikan produk dengan cara yang tepat. Lot atau batch harus mudah diidentifikasikan jika terjadi penarikan produk ataupun pergantian stok pangan. Setiap wadah seharusnya diberikan tanda nama produsen dan nomor lot.
m. Manajemen dan Pengawasan
Aplikasi GMP harus melibatkan seluruh Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada di dalam perusahaan termasuk dari manajemen pusat hingga karyawan. Kegiatan pengawasan harus dilakukan secara rutin dan berkelanjutan serta dikembangkan dan dikelola agar memperoleh efektivitas dan efisiensi yang lebih baik.
28 2.5. Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)
Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) merupakan prosedur yang dibuat untuk membantu industri pangan dalam mengembangkan dan menerapkan prosedur pengawasan sanitasi, melakukan monitoring sanitasi, serta memelihara kondisi dan praktik sanitasi (Thaheer, 2008:80).
Sanitasi pangan ditujukan untuk mencapai kebersihan yang maksimal dalam kegiatan produksi, persiapan penyimpanan, penyajian makanan, dan air sanitasi. Hal-hal tersebut merupakan aspek yang sangat esensial dalam setiap cara penanganan pangan. Program sanitasi dan hygiene yang efektif merupakan kunci untuk pengontrolan pertumbuhan mikroba pada produk dan industri pengolahan makanan. Prinsip dasar sanitasi meliputi dua hal, yaitu membersihkan dan sanitasi. membersihkan yaitu menghilangkan mikroba dan sanitasi merupakan langkah menggunakan zat kimia atau metode fisika untuk menghilangkan sebagian besar mikroba yang tertinggal pada permukaan alat dan mesin pada pengolah makanan.
Menurut FDA (1995), SSOP terdiri atas delapan aspek utama yaitu : 1. Keamanan Air
2. Kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan 3. Pencegahan kontaminasi silang
4. Kebersihan karyawan atau pekerja 5. Perlindungan dari adulterasi
6. Pelabelan, penyimpanan dan penggunaan bahan toksin yang tepat
29 7. Pengawasan kondisi kesehatan karyawan / pekerja
8. Pencegahan dan pemberantasan hama.
SSOP merupakan salah satu faktor penunjang dalam keberhasilan, efektivitas, dan efisiensi HACCP, serta menjabarkan prosedur pabrik dalam mengolah pangan, mengamankan pangan secara saniter. SSOP harus disusun secara rinci dan tertulis. SSOP setidaknya mengandung prosedur untuk mencegah terjadinya pencemaran sebelum proses produksi, selama proses produksi dan setelah proses produksi.
2.6. Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP)
Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) atau analisa bahaya dan titik kendali kritis merupakan suatu sistem manajemen yang digunakan untuk melindungi makanan dari bahaya biologi, kimia,dan fisik yang diterapkan sebagai upaya pencegahan terhadap bahaya yang diperkirakan dapat terjadi, dan bukan merupakan reaksi dari munculnya bahaya (Rauf, 2013:27). Evaluasi HACCP dalam pengolahan pangan dilakukan dalam 4 tahap yaitu pendiskripsian produk, pendiskripsian tujuan penggunaan produk, penyusunan diagram alir, dan penerapan prinsip-prinsip HACCP (Rauf, 2013:30) yang terdiri dari :
1. Melakukan analisis potensi bahaya 2. Menentukan titik kendali kritis 3. Menentukan batas kritis
30 4. Menentukan prosedur monitorin
5. Menentukan tindakan koreksi
HACCP merupakan salah satu bentuk manajemen resiko yang dikembangkan untuk menjamin keamanan pangan dengan pendekatan pencegahan (preventive) yang dianggap dapat memberikan jaminan dalam menghasilkan makanan yang aman bagi konsumen. Tujuan dari penerapan HACCP dalam suatu industri pangan adalah untuk mencegah terjadinya bahaya sehingga dapat dipakai sebagai jaminan mutu pangan guna memenuhi tututan konsumen. HACCP bersifat sebagai sistem pengendalian mutu sejak bahan baku dipersiapkan sampai produk akhir diproduksi masal dan didistribusikan. Penerapan HACCP dalam industri pangan memerlukan komitmen yang tinggi dari pihak manajemen perusahaan yang bersangkutan.
Konsep HACCP menurut CAC terdiri dari 12 langkah, dimana 7 prinsip HACCP tercakup pula di dalamnya. Langkah-langkah penyusunan dan penerapan sistem HACCP menurut CAC disajikan pada Gambar 5.
31 Gambar 5. Langkah Penyusunan dan Implementasi Sistem HACCP Sumber : Panduan Penyusunan Rencana HACCP dalam eBookPangan (2006:7)
1. Tim HACCP
Langkah awal yang harus dilakukan dalam penyusunan rencana HACCP adalah membentuk Tim HACCP yang melibatkan semua komponen dalam industri yang terlibat dalam menghasilkan produk pangan yang aman.
Tim HACCP sebaiknya terdiri dari individu-individu dengan latar belakang pendidikan atau disiplin ilmu yang beragam, dan memiliki keahlian spesifik dari bidang ilmu yang bersangkutan, misalnya ahli mikrobiologi, ahli mesin/
32 engineer, ahli kimia, dan lain sebagainya sehingga dapat melakukan brainstorming dalam mengambil keputusan. Tim HACCP harus membuat rencana HACCP (HACCP Plan), memverifikasi dan mengimplementasikan sistem HACCP. Tim harus mempunyai pengetahuan tentang bahaya-bahaya yang menyangkut keamanan pangan. Jika masalah yang ada tidak dapat dipecahkan secara internal, maka perlu meminta saran dari ahli atau konsultan HACCP.
Tim juga harus memutuskan lingkup HACCP yang meliputi dimana harus memulai dan dimana harus berhenti serta apa saja yang harus dimasukkan dalam sistem HACCP. Tim HACCP juga harus mensosialisasikan sebab-sebab atau mengapa perusahaan atau pabrik menerapkan sistem HACCP. Tim HACCP harus memiliki pengertian tentang produk selengkap mungkin. Seluruh komposisi produk secara rinci harus diketahui dan dimengerti. Informasi ini akan sangat penting untuk bahaya mikrobiologi karena komposisi produk harus diperiksa berkaitan dengan kemampuan patogen untuk tumbuh.
2. Deskripsi Produk
Tim HACCP yang telah dibentuk kemudian menyusun deskripsi atau uraian dari produk pangan yang akan disusun rencana HACCP. Deskripsi produk yang dilakukan berupa keterangan lengkap mengenai produk, termasuk jenis produk, komposisi, formulasi, proses pengolahan, daya simpan, cara distribusi, serta keterangan lain yang berkaitan dengan produk. Seluruh informasi tersebut diperlukan tim HACCP untuk melakukan evaluasi secara