• Tidak ada hasil yang ditemukan

Temuan Baru (Novelty)

Pertama. Tidak terdapat perbedaan katagori karakter antara peserta didik yang diberi pembelajaran berbasis masalah bermuatan karakter, pembelajaran berbasis masalah, dan pembelajaran reguler. Ketiga kelompok penelitian memiliki katagori karakter yang sama setelah perlakuan, yaitu katagori mulai berkembang. Hasil tersebut memberikan gambaran bahwa aktivitas yang dilakukan guru secara sengaja dalam mendorong pembentukan karakter pada kelompok pembelajaran berbasis masalah bermuatan karakter belum mampu mengubah secara mendasar prilaku moral peserta didik. Temuan ini berbeda dengan hasil penelitian yang sudah ada. Penelitian lain, misalnya dilkukan oleh Pulungan36, Dewi et al.37, Hadiyanti, et al.38, memberikan perlakuan pembelajaran berbasis masalah berorientasi pendidikan karakter secara sinkron menunjukkan perbedaan yang signifikan katagori karakter antara kelompok pembelajaran berbasis masalah berorientasi pendidikan karakter dengan kelompok kontrol.

36 Pulungan F.R., Pengaruh model pembelajaran problem based learning berbasis pendidikan karakter terhadap perubahan karakter dan kemampuan menyelesaikan masalah fisika, Jurnal Penelitian Inovasi Pembelajaran Fisika, ISSN 2085-5281, Vol. 4 (2), Desember 2012, hh. 38-43

37 Yulia Dewi, Suniasih, & Semara Putra, Pengaruh model problem based learning bermuatan pendidikan karakter terhadap hasil belajar IPA kelas V, e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017, h. 1.

38 Putri Octa Hadiyanti, Aloysius Duran Corebima, dan Abdul Ghofur, Potensi strategi pembelajaran problem based learning (PBL), reading questioning and answering (RQA) dan kombinasi memberdayakan karakter peserta didik putra dan putri SMAN Kota Malang pada pembelajaran biologi, Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, dan Pengembangan Volume: 1 Nomor: 5 Bulan: Mei Tahun 2016, h. 799.

Kondisi tersebut bisa dimaklumi karena mengubah prilaku memerlukan waktu yang lama. Perlakuan yang diberikan pada kelompok dalam penelitian ini hanya tiga bulan. Lama waktu tersebut tampaknya belum mampu mengubah karakter peserta didik secara signifikan.

Namun demikian, kecenderungan akan adanya perubahan karakter dapat diprediksi dengan melihat rata-rata skor karakter pada tiga kelompok penelitian. Artinya, bahwa strategi pembelajaran berbasis masalah bermuatan karakter memiliki peluang untuk memperbaiki karakter peserta didik apabila diterapkan terus-menerus dalam pembelajaran.

Di samping itu, perlakuan pembelajaran berbasis masalah bermuatan karakter yang diberikan merupakan aktivitas dalam lingkup yang sangat kecil, yaitu di dalam kelas. Menurut Lickona, moral peserta didik lebih banyak dibentuk oleh lingkungan lebih luas, yaitu lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, dan lingkungan sosial masyarakat39. Karakter-karakter positif yang dilatihkan dalam kelas cenderung mengalami ancaman perubahan ketika peserta didik keluar dari kelas.

Berbaurnya kembali peserta didik dengan lingkungan sosial di sekolah dan di masyarakat menyebabkan karakter peserta didik kembali kepada kondisi semula.

Faktor bias penelitian juga mempengaruhi temuan di atas.

Pengukuran karakter peserta didik dalam penelitian ini salah satunya mengunakan instrumen lembar penilaian diri. Pada instrument tersebut peserta didik diminta untuk menilai karakter mereka sendiri. Mereka diminta memberikan skor yang sesuai dengan kondisi diri dengan cara membubuhkan tanda centang (√) pada kolom angka; 4, jika selalu melakukan, 3, jika sering melakukan, 2 jika kadang-kadang melakukan, dan 1 jika tidak pernah melakukan. Kecenderungan peserta didik dan kita secara umum ketika memberikan penilaian terhadap diri sendiri biasanya memberikan angka-angka yang di tengah atau angka yang lebih tinggi, yaitu 3 atau 4. Pola seperti ini yang menimbulkan bias hasil perhitungan skor karakter peserta didik.

Bias yang lain berasal dari guru mitra yang bertindak sebagai guru yang menyelenggarakan pembelajaran berbasis masalah bermuatan

39 Thomas Lickona, Pendidikan Karakter. Penerjemah Lita S. (Bandung: Nusa Media, 2003), h. 72.

karakter. Guru mata pelajaran biologi pada madrasah sampel penelitian dilatihkan dulu cara menyelenggarakan pembelajaran sesuai dengan perangkat yang dikembangkan oleh peneliti. Namun pada kenyataannya tidak semua tahapan pembelajaran berbasis masalah bermuatan karakter yang direncanakan itu dapat dilakukan dengan sempurna. Kondisi seperti ini menimbulkan bias terhadap capaian hasil keterampilan berpikir tingkat tinggi dan karakter peserta didik.

Kedua. Penelitian ini telah menghasilkan varian baru pembelajaran berbasis masalah, yaitu pembelajaran berbasis masalah yang diperkaya dengan muatan karakter dan diberi nama pembelajaran berbasis masalah bermuatan karakter (PBM-BK). PBM-BK berpengaruh terhadap keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik. Penambahan muatan karakter pada sintaks pembelajaran berbasis masalah tidak mengganggu berjalannya proses pembelajaran, tetapi memperkuat pembelajaran untuk mendorong pencapaian keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik yang lebih baik.

Berbeda dengan penelitian yang telah ada. Penelitian yang dilakukan oleh Royantoro, et al. 40, Noma, et al. 41, Ramdiah, et al42 dan Flamboyant, et al43, penelitian menyandingkan pembelajaran berbasis masalah dengan media pembelajaran. Dilihat dari aspek hasil temuan, bahwa perlakuan mereka juga memberikan efek yang sama terhadap keterampilan berpikir tingkat tinggi, namun dimensi keterampilan berpikir tingkat tinggi yang mereka ukur adalah dimensi yang sederhana, yaitu menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan mencipta ((C6). Berbeda dengan penelitian ini yang mengukur aspek keterampilan berpikir tingkat tingi yang lebih kompleks, yaitu keterampilan berpikir kritis, berpikir kreatif, dan pemecahan masalah. Ketiga aspek ini merupakan hasil dari interaksi aspek berpikir tingkat tinggi yang sederhana, yaitu penerapan, analisis, evaluasi, dan mengkreasi.

Ketiga. Penelitian ini menemukan adanya kontribusi variabel kecerdasan naturalis terhadap keterampilan berpikir tingkat tinggi dan

40 Febry Royantoro, Mujasam, Irfan Yusuf, & Sri Wahyu Widyaningsih, op cit., h.

371.

41 Luciana Dwi Noma, Baskoro Adi Prayitno, Suwarno, op cit., h. 66.

42 Ramdiah, S., Abidinsyah, H., & Mayasari, R., op cit., h. 31.

43 Falwi Uji Flamboyant, Eka Murdani, & Soeharto, op cit., h. 51.

karakter peserta didik, sekaligus besarnya kontribusi yang diberikan.

Kecerdasan naturalis berkontribusi sebesar 6,6% terhadap keterampilan berpikir tingkat tinggi dan 2,2% terhadap karakter peserta didik.

Berbeda dengan penelitian yang telah ada. Penelitian yang dilakukan oleh Husin44 dan Khasanah, et al.45, hanya melihat adanya pengaruh kecerdasan naturalis terhadap hasil belajar peserta didik dan menempatkan variabel kecerdasan naturalis sebagai variabel terikat yang menjadi efek perlakuan strategi pembelajaran. Kebaruan penelitian ini adalah di samping mencari pengaruh variabel kecerdasan naturalis terhadap variabel keterampilan berpikir tingkat tinggi dan karakter peserta didik, penelitian ini juga menunjukan temuan mengenai besarnya kontribusi variabel kecerdasan naturalis tersebut terhadap keterampilan berpikir tingkat tinggi dan karakter peserta didik. Penelitian ini juga menempatkan kecerdasan naturalis sebagai variabel kovariat yang dapat memberikan pengaruh terhadap variabel terikat.

44 Azizah Husin, Pengaruh metode pembelajaran dan kecerdasan naturalis terhadap pengetahuan peserta didik tentang konsep. Jurnal Ilmiah Pendidikan Lingkungan

Dan Pembangunan, 13(2), 53 - 65.

https://doi.org/https://doi.org/10.21009/PLPB.132.05, (2017, May 4), h. 59.

45 Nur Khasanah, Sri Dwiastuti, & Nurmiyati, The influence of guided discovery learning model toward scientific literacy based on naturalist intelligence, Proceeding Biology Education Conference (ISSN: 2528-5742), Vol 13(1) 2016: 346-351, h. 349

BAB III