• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

B. Temuan

orang. Adapun rekapitulasi guru MTs. Hidayatullah Mataram dapat dilihat tabel di bawah ini:

Tabel 3. Daftar Keadaan Guru MTs. Maraqitta‟limat Tembeng Putik Tahun Pelajaran 2015/201652

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Tujuan pembelajaran diatas merupakan aspek-aspek yang sangat penting dalam tercapainya proses pembelajaran yang baik namun banyak hal yang masih belum sejalan dengan apa yang termuat diatas suatu contoh point kedua diatas yang terkait masalah penalaran matematika siswa dalam pembelajaran dikelas seperti yang kita ketahui bersama ketika seorang guru menjelaskan topik bahasan sering muncul pertanyaan pada benak siswa terkait dengan hal-hal mendasar misalnya seorang guru menjelaskan tentang SPL , misalnya pada saat guru menuliskan persamaan umum ini tiba-tiba muncul pertanyaan dari siswa, “Mengapa secara umum sistem persamaan liner dua variable (SPLDV) ax + by + c = 0 dan px + qy + r = 0 di tulis dalam bentuk sperti ini, apakah ini sebuah kesepakatan atau ini membutuhkan sebuah langka-langkah tertentu untuk mendapatkan nilai 0 ?. Saya kira mungin sebagain besar tenaga pengajar kita pasti belum bisa menjawab atau menyampikan alasan yang tepat atau rasional tentang pertanyaan yang disampaikan oleh siswa tersebut atau guru kadang-kadang menjawab bahwa bentuk umum dari SPLDV dari dulu sudah seperti itu, pada hal guru harus menjelaskan kenapa bentuk umum SPLDV seperti itu.

Gurupun tidak menampik dan membenarkan hal tersebut karena menurut guru matematika tersebut itu adalah problema sampai sekarang disekolah manapun dimana ketika siswa menanyakan hal yang paling mendasar sepeti itu sebagian besar ada guru yang hanya menjelaskan secara umum saja tanpa dia ketahui konsep dasar dari hal tersebut diatas sehinnga menurut pak supaan S.Pd guru haruslah melakukan sebuah repersonalis terhadap apa yang menjadi pertanyaan siswa diatas karena ini merupakan hal yang sangat penting bagi guru dan siswa untuk dapat memahami konsep dasar dari SPL.pertanyaan siswa diatas merupakan sebuah pertanyaan yang sangat mendasar yang membutuhkan pemahaman tentang konsep dasar dari sebuah sistem persamaan linier dengan ini maka guru juga dituntut untuk dapat mengusai konsep – konsep yang sangat mendasar untuk dapat menyampaikan atau menjawab pertanyaan yang seperti disampaikan oleh siswa diatas pada saat proses belajar mengajar di kelas.

Temuan pada aspek koneksi sesuai yang ditetapkan dengan DEPDIKNAS pada kurikulum 2006 yang salah satunya memuat aspek koneksi matematika, dalam pembelajaran Kemampuan koneksi matematik merupakan hal yang penting, namun siswa yang menguasai konsep matematika tidak dengan sendirinya pintar dalam mengoneksikan matematika. Dalam sebuah penelitian ditemukan bahwa siswa sering mampu mendaftar konsep-konsep matematika yang terkait dengan masalah riil, tetapi hanya sedikit siswa yang mampu menjelaskan mengapa konsep tersebut digunakan dalam aplikasi itu. Dengan demikian kemampuan koneksi perlu dilatihkan kepada siswa di sekolah. Apabila siswa mampu mengkaitkan ide-ide matematika maka pemahaman matematikanya akan semakin dalam dan bertahan lama karena mereka mampu melihat keterkaitan antar topik dalam matematika, dengan konteks selain matematika, dan dengan pengalaman hidup sehari-hari, bagaimana cara membangun kemampuan koneksi matematika siswa dalam pembelajaran di kelas.

Koneksi matematik antar konsep-konsep dalam matematik sebaiknya didiskusikan oleh siswa, pengkoneksian antar ide matematik yang diajarkan secara eksplisit oleh guru tidak membuat siswa memahaminya secara bermakna. Pembelajaran yang sesuai adalah tidak dengan calk and talk saja namun siswa harus aktif melakukan koneksi sendiri. Dalam hal ini siswa tidak boleh dipandang sebagai passive receivers of ready-made mathematics namun sebaliknya siswa dianggap sebagai individu aktif yang mampu mengembangkan potensi matematikanya sendiri.

Siswa sebagai peserta didik yang difasilitasi oleh guru dalam proses pembelajaran tidaklah sekedar bertumpu pada satu aspek yang mengakibatkan kurangnya keaktifan siswa sehingga cenderung hanya menerima materi dari guru tanpa mancari atau menelaah apa yang sudah dibeikan. Hal ini akan berakibat fatal bagi perkembangan siswa kedepannya.

Salah satunya pada penelitian ini berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan siswa ditemukan banyak hal yang perlu ditingkatkan baik itu dari guru maupun peserta didik mengenai kemampuan pada aspek penalaran dan koneksi matematika.

51

A. Kemampuan Penalaran Matematika Siswa

Kemampuan penalaran merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap siswa dalam proses pembelajaran karena kemampuan penalaran merupakan kemampuan yang membuat siswa lebih berfikir logis terhadap mata pelajaran terkhusus matematika sehingga proses belajar mengajar didalam kelas pun akan lebih variatif dan siswa dituntut aktif berpartisipasi dalam kegiatan belajar sehingga prestasi belajar siswa diharapkan dapat meningkat.

Penelitian pada aspek kemampuan penalaran siswa dilakukan di MTs Maraqitta‟limat Tembeng Putik kelas VII A dan B dengan subyek penelitian berjumlah 48 siswa dimana pada penelitian ini ditemukan bahwa adanya masalah pada kemampuan penalaran matematika siswa yang belum optimal.

Kurangnya kemampuan penalaran matematika ini, teramati pada saat siswa mengerjakan lima soal uraian tentang sistem persamaan linier satu variabel yang digunakan untuk mengukur sejauh mana kemampuan penalaran yang dimiliki oleh siswa MTs Tembeng putik dimana sebagian besar siswa ketika diberikan soal yang menuntut untuk berpikir ekstra dalam hal ini soal cerita, siswa cenderung menjawab dengan jawaban yang beraneka ragam dan jawabannya tersebut tidak terstruktur atau tidak sesuai dengan enam indikator dalam menjawab soal untuk mengukur kemampuan penalaran, keenam indikator itu antara lain:

1. Mengajukan dugaan

2. Melakukan manipulasi matematika

3. Menyusun bukti, memberi alasan terhadap kebenaran solusi 4. Menarik kesimpulan dari suatu pernyataan

5. Memeriksa kesahihan suatu argumen

6. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi.

Keenam indikator tersebut di atas yang belum tercapai dalam mengukur kemampuan siswa yang berkaitan dengan aspek penalaran ini menandakan kurangnya peran guru dalam proses belajar mengajar yang disebabkan oleh minimnya pengetahuan guru tentang aspek penalaran sehingga siswapun sedikit sulit dalam menyelesaikan soal yang diberikan peneliti. Hal ini diperkuat dengan kondisi ketika guru menjelaskan suatu pokok bahasan yaitu Sistem Persamaan Linier Satu Variabel, sering muncul pertanyaan pada benak siswa misalkan, ketika guru menuliskan persamaan umum Sistem Persamaan Linier, siswa bertanya pada guru, “kenapa ditulis dalam bentuk seperti itu, apakah ini sebuah kesepakatan?” Mendengar pertanyaan tersebut gurupun hanya menjawab bahwa bentuk umum sistem persamaan linier dari dulu sudah seperti itu, padahal seharusnya guru harus menjelaskan secara rasional kepada siswa kenapa tiba-tiba seperti itu walaupun pertanyaan tersebut sangat mendasar.

Pertanyaan siswa dan jawaban guru tersebut di atas membuat peneliti menyadari bahwa ini adalah suatu masalah yang cukup besar yang harus diselesaikan dalam aspek kemampuan penalaran. Oleh karena itu sangatlah penting untuk mengukur tingkat kemampuan penalaran yang dimiliki oleh siswa menggunakan soal dalam bentuk tes uraian dengan banyak soal sebanyak lima dan berbentuk soal cerita, soal ini dipilih karena siswa dituntut untuk berpikir logis dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Tes dilakukan pada hari kamis, 07 Januari 2016. Tes berlangsung selama 60 menit, mulai pukul 09.00 – 10.00.

Hasil tes menunjukkan bahwa banyaknya siswa yang tidak mengerti ketika diberikan soal dalam bentuk soal cerita dan tidak memahami arah soal yang akan dijawab. Setelah peneliti memeriksa jawaban dari masing-masing siswa banyak jawaban ditemukan tidak sesuai dengan yang tidak diharapkan.

Sebagian besar siswa langsung menjawab tanpa melalui prosedur matematika yang benar dan ada yang menjawab dengan prosedur matematika tetapi jawabannya salah. Hal ini menandakan, siswa belum mampu memahami maksud dari pertanyaan-pertanyaan dan belum menguasai pokok bahasan sistem persamaan linier itu sendiri.

Kategori kemampuan penalaran Siswa berdasarkan hasil jawaban dibedakan dalam lima tingkatan diantaranya:

1. 0 ≤ skor ≤ 39,99 kategori kemampuan penalaran sangat kurang 2. 40 ≤ skor ≤ 54,99 kategori kemampuan penalaran kurang

3. 55 ≤ skor ≤ 64,99 kategori kemampuan penalaran cukup

4. 65 ≤ skor ≤ 79,99 kategori kemampuan penalaran baik 5. 80 ≤ skor ≤ 100 kategori kemampuan penalaran sangat baik B. Kemampuan koneksi Matematika Siswa

Kemampuan koneksi merupakan kemampuan mengaitkan antar topik matematika, matematika dengan disiplin ilmu lain dan matematika dengan dunia nyata atau kehidupan sehari-hari. Dengan memiliki kemampuan koneksi siswa diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar mengajar disekolah karena kemampuan koneksi menuntut siswa untuk menguasai mata pelajaran matematika dan ilmu lain diluar matematika sehingga siswa akan mampu aktif dalam proses belajar.

Penelitian pada aspek koneksi matematika dilakukan di MTs.

Marraqitta‟limat Tembeng Putik. Dari hasil penelitian didapatkan adanya masalah pada kemampuan koneksi matematika siswa kelas VII A dan B yang masih rendah. Kurangnya kemampuan koneksi matematika siswa teramati pada saat siswa mengerjakan lima soal yang berbentuk uraian terkait pada pokok bahasan Sistem Persamaan Linier Satu Variabel yang digunakan untuk mengukur sejauh mana tingkat kemampuan koneksi yang dimiliki oleh siswa.

Data yang dijadikan subyek adalah siswa MTs.Maraqitta‟limat Tembeng Putik kelas VII A dan B sebanyak 48 siswa. Data hasil penelitian ini yang akan dibahas adalah kemampuan koneksi matematis yang dimiliki siswa dalam menyelesaikan soal materi sistem persamaan linier satu variabel dimana didapatkan tiga tingkatan kemampuan koneksi matematika siswa

didasarkan pada analisis jawaban masing-masing siswa. Tiga tingkatan tersebut diantaranya :

1. Tingkat kemampuan atas diberi kode KAL dan KAP dimana KAL adalah kode untuk laki-laki dengan kategori tingkat kemampuan atas sebaliknya KAP adalah kode untuk perempuan dengan kategori tingkat kemampuan atas.

2. Tingkat kemampuan tengah diberi kode KTL dan KTP yang dimana KTL adalah kode untuk laki-laki dengan kategori tingkat kemampuan tengah sedangkan untuk kode KTP adalah kode untuk perempuan dengan kategori tingkat kemampuan tengah.

3. Tingkat kemampuan bawah diberi kode KBL dan KBP dimana KBL adalah kode untuk laki-laki dengan kategori tingkat kemampuan bawah sedangkan untuk kode KBP adalah kode untuk perempuan dengan kategori tingkat kemampuan bawah.

Siswa yang berada pada kode KAL dalam menyelesaikan masalah pada setiap butir soal, pada awalnya siswa dengan kode KAL dapat memahami masalah. Akan tetapi pada butir soal nomor 2 dan butir soal nomor 3 siswa dengan kode KAL mengalami kesulitan koneksi matematis.

Adapun kesulitan koneksi yang dialami oleh siswa dengan kode KAL pada butr soal nomor 2 adalah kesulitan koneksi antarkonsep. Siswa dengan kode KAL tidak dapat mengkoneksikan konsep panjang Jembatan Shimotsui Straight dan panjang Jembatan Akashi Kaikyo dengan benar tetapi setelah siswa dengan kode KAL membuktikasn hasil yang diperolehnya ternyata

salah. Dengan menggunakan representasinya siswa dengan kode KAL mencari panjang jembatan shimotsui straight dengan cara p = 111 x panjang jembatan akashi kaikyo. Sedangkan pada butir soal nomor 3, siswa dengan kode KAL mengalami kesulitan koneksi antarkonsep yaitu bilangan pertama,bilangan kedua,bilangan ketiga. Dalam menyelesaikan masalah, siswa dengan kode KAL langsung mencari tiga bilangan bulat genap berurutan tanpa dimodelkan ke persamaan matematika terlebih dahulu.

Siswa yang berada pada kode KAP, dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan soal yang berhubungan dengan soal cerita pada setiap butir soal, siswa dengan kode KAP tidak dapat memahami masalah yang terdapat dalam permasalahan. Dari semua permasalahan, siswa dengan kode KAP mengalami kesulitan di setiap butir soalnya. Pada soal nomor 1, siswa dengan kode KAP tidak dapat mengkoneksikan antarkonsep dan tidak dapat mengkoneksikan antara simbol dengan simbol. Pada soal nomor 2, siswa dengan kode KAP juga tidak dapat mengkoneksikan antarkonsep dan tidak dapat mengkoneksikan antara simbol dengan simbol.

Soal nomor 3, siswa dengan kode KAP tidak dapat mengkoneksikan antarkonsep yaitu bilangan bulat pertama, kedua dan ketiga. Siswa dengan kode KAP juga kesulitan mengkoneksikan soal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari dengan simbol di mana ia menyebutkan jarak pertama sebagai kecepatan yang sebenarnya merupakan jarak pertama dan siswa dengan kode KAP juga belum memahami bentuk soal. Sedangkan untuk soal nomor 1, yaitu soal yang berkaitan dengan kehidupan sehari - hari, Siswa

dengan kode KAP mengalami kesulitan koneksi dalam menyelesaikan masalah tersebut. Siswa dengan kode KAP tidak dapat menentukan rumus dan mencari model matematika apa yang di gunakan dan Penjelasan siswa dengan kode KAP pada soal nomor 4, siswa dengan kode KAP mengalami kesulitan koneksi antara cerita kontekstual dengan simbol dan kesulitan koneksi antara jarak dengan kecepatan.

Siswa pada tingkat kemampuan tengah diberi kode KTL dan KTP.

Untuk siswa dengan kode KTL, siswa mengalami kesulitan koneksi disetiap butir soalnya. Adapun kesulitan yang dialami siswa dengan kode KTL pada soal nomor 1 adalah kesulitan koneksi antarkonsep dan kesulitan koneksi antara simbol dengan simbol. siswa dengan kode KTL tidak dapat mengkoneksikan unsur-unsur yang ada pada permasalahan, ia juga salah dalam memasukkan model matematikanya. Untuk soal nomor 2, siswa dengan kode KTL kesulitan dalam mengkoneksikan antarkonsep dan kesulitan mengkoneksikan antara simbol dengan simbol. Siswa dengan kode KTL tidak mengetahui konsep-konsep yang akan digunakan. Siswa dengan kode KTL juga tidak dapat memberi simbol untuk panjang Jembatan Shimotsui Straight dan panjang Jembatan Akashi Kaikyo.

Siswa yang berada pada kode KTL untuk soal nomor 3 mengalami kesulitan dalam mengkoneksikan antarkonsep yaitu bilangan bulat pertama,kedua dan ketiga. Siswa dengan kode KTL juga kesulitan mengkoneksikan jarak dengan kecepatan, yaitu ia tidak dapat menentukan panjang lintasan yang ditempuh dan unsur-unsur yang terdapat pada soal.

Pada soal nomor 4, siswa dengan kode KTL tidak dapat mengkoneksikan antara cerita kontekstual, gambar dan simbol. Ia juga tidak dapat menuliskannya dalam bentuk simbol-simbol.

Siswi yang berada pada kode KTP, dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan berapa mililiter larutan garam dengan konsentrasi 20%

dan 10 ml larutan garam, mengalami kesulitan koneksi untuk setiap butir soal. Pada soal nomor 1 dan soal nomor 2, Siswi dengan kode KTP mengalami kesulitan koneksi antarkonsep dan kesulitan koneksi antara simbol dengan simbol. Siswi dengan kode KTP tidak dapat mengkoneksikan antara panjang cabang gua yang dituruni penjelajah pertama dengan panjang cabang gua yang dituruni penjelajah kedua dan Siswi dengan kode KTP juga tidak dapat mengkoneksikan panjang Jembatan Shimotshui Straight dengan panjang Akashi Kaikyo. Dalam menyelesaikan soal nomor 1, siswi dengan kode KTP menuliskan rumus untuk mencari panjang cabang gua yang telah dituruni penjelajah kedua adalah = p cabang gua yang dituruni penjelajah pertama + p pertama telah turun dari permukaan tanah.

Siswa dengan kode KTP untuk soal nomor 3 kesulitan dalam mengkoneksikan antarkonsep, menggunakan ide matematika untuk menggunakan ide matematika lain lebih jauh sehingga siswi dengan kode KTP tidak dapat menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan tiga bilangan bulat genap berurutan. Untuk soal nomor 4, siswi dengan kode KTP tidak dapat mengkoneksikan antara cerita kontekstual, model matematika dan simbol. Siswi dengan kode KTP tidak dapat menuliskan apa yang diketahui

dari permasalahan. Dalam membuat sketsa, ia hanya menggambar lingkaran.

Siswi dengan kode KTP tidak mengetahui bahwa 20 km/jam, merupakan kecepatan kedua. akibatnya ia tidak dapat menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan cerita kontekstual.

Siswa pada tingkat kemampuan bawah diberi kode KBL dan KBP.

Untuk siswa dengan kode KBL mengalami kesulitan koneksi disetiap butir soal. Pada soal nomor 1, siswa dengan kode KBL tidak dapat mengkoneksikan antara panjang cabang gua untuk penjelajah pertama dan panjang cabang gua untuk penjelajah pertama dari permukaan tanah. Siswa dengan kode KBL juga tidak dapat memberi simbol untuk setiap unsur-unsur yang diketahui. Dari penjelasan siswa dengan kode KBL, dapat disimpulkan bahwa siswa dengan kode KBL mengalami kesulitan antarkonsep dan kesulitan antara simbol dengan simbol.

Siswa dengan kode KBL untuk soal nomor 2, juga tidak dapat mengkoneksikan antarkonsep yaitu panjang Jembatan Shimotshui Straight dengan panjang Jembatan Akashi Kaikyo dan siswa dengan kode KBL mengalami kesulitan dalam mengkoneksikan antara simbol dengan simbol di mana siswa dengan kode KBL tidak dapat menuliskan model matematika dan cara penyelesaiannya. Pada soal nomor 3, siswa dengan kode KBL mengalami kesulitan dalam mengkoneksikan antarkonsep dan tidak mampu berpikir apa maksud dari soal cerita. Hal ini dapat disimpulkan bahwa, siswa dengan kode KBL mengalami kesulitan menngkoneksikan soal kedalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan untuk soal nomor 4, siswa dengan kode

KBL mengalami kesulitan mengkoneksikan antara cerita kontekstual dan simbol. Siswa dengan kode KBL tidak bisa membedakan jarak dengan kecepatan. Karena siswa dengan kode KBL tidak dapat mengetahui apa yang diketahui dan tidak mengetahui rumus yang akan digunakan, akibatnya ia tidak dapat menyelesaikan masalah pada soal nomor 4.

Siswa dengan kode KBP, dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan memodelkan dalam bentuk persamaan matematika dan mengalami kesulitan koneksi matematis. Adapun kesulitan koneksi matematis yang dialami siswa dengan kode KBP pada soal nomor 1 adalah kesulitan koneksi antarkonsep. Siswa dengan kode KBP mengetahui simbol-simbol dari unsur yang diketahui, akan tetapi siswa dengan kode KBP tidak dapat mengkoneksikan konsep-konsep yang terdapat dari permasalahan. Untuk soal nomor 2, siswa dengan kode KBP juga mengalami kesulitan antarkonsep dan kesulitan antara simbol dengan simbol. Siswa dengan kode KBP tidak dapat merepresentasikan kedalam bentuk persamaan matematika.

Siswa dengan kode KBP untuk soal nomor 3, tidak dapat mengkoneksikan antarkonsep, yaitu bilangan bulat genap pertama, kedua dan ketiga. Siswa dengan kode KBP juga kesulitan mengkoneksikan antara simbol dengan simbol. Sedangkan untuk soal nomor 4, yaitu soal yang berkaitan dengan cerita kontekstual, siswa dengan kode KBP mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah pada butir soal nomor 4 ini. Adapun kesulitan yang dialami siswa dengan kode KBP adalah kesulitan koneksi antara cerita kontekstual, gambar dengan simbol. kemudian siswa dengan

kode KBP juga tidak dapat menyimbolkan unsur-unsur yang terdapat pada soal.

Faktor yang menyebabkan siswa mengalami kesulitan koneksi matematis dalam menyelesaikan masalah dari hasil tes yang telah dilakukan pada 48 siswa yang menjadi subjek dalam penelitian ini, diperoleh 6 (enam) faktor penyebab kesulitan penalaran dan koneksi matematis siswa pada pokok bahasan Sistem Persamaan Linier diantaranya :

1. Rendahnya Kemampuan Representasi

Siswa yang diteliti adalah berjumlah 48 siswa dimana, pada butir soal 1, 2, 4 dan 5 terdapat 10 siswa yang mengalami kesulitan koneksi matematis yang disebabkan oleh faktor rendahnya kemampuan representasi sedangkan pada butir soal nomor 3, dari 48 siswa yang diteliti 15 siswa mengalami kesulitan koneksi matematis yang disebabkan oleh faktor rendahnya kemampuan representasi.

2. Rendahnya Kemampuan Penalaran

Butir soal 1, 2, 4 dan5 terdapat 25 siswa yang mengalami kesulitan koneksi matematis yang disebabkan oleh faktor rendahnya kemampuan penalaran diantaranya sedangkan pada butir soal nomor 3, dari 48 siswa yang diteliti seluruh siswa mengalami kesulitan koneksi matematis yang disebabkan oleh faktor rendahnya kemampuan penalaran.

3. Rendahnya Kemampuan Pemecahan Masalah

Jumlah siswa yang diteliti ada 48 siswa dimana, pada butir soal 1, 2, 3 dan 4 terdapat 17 siswa yang mengalami kesulitan koneksi matematis

yang disebabkan oleh faktor rendahnya kemampuan pemecahan masalah.

Sedangkan pada butir soal nomor 5, dari 48 siswa yang diteliti 30 siswa mengalami kesulitan koneksi matematis yang disebabkan oleh faktor rendahnya kemampuan pemecahan masalah.

4. Ketidaklancaran prosedur

48 siswa yang diteliti didapatkan bahwa, pada butir soal 1, 3, 4 dan 5 terdapat 5 siswa yang mengalami kesulitan koneksi matematis yang disebabkan oleh faktor rendahnya kemampuan representasi sedangkan pada butir soal nomor 2, dari 48 siswa yang diteliti 27 siswa mengalami kesulitan koneksi matematis yang disebabkan oleh faktor ketidaklancaran prosedur

5. Rendahnya Kemampuan Pemahaman Konseptual

Siswa yang diteliti berjumlah 48 dimana, pada butir soal 1, 2, 3 terdapat 5 siswa yang mengalami kesulitan koneksi matematis yang disebabkan oleh faktor rendahnya kemampuan pemahaman konseptual sedangkan pada butir soal nomor 4 dan 5, dari 48 siswa yang diteliti seluruh siswa mengalami kesulitan koneksi matematis yang disebabkan oleh faktor rendahnya pemahaman konseptual.

6. Daya Ingat Lemah

Siswa yang mengalami kesulitan koneksi matematis yang disebabkan oleh faktor daya ingat lemah pada butir soal 1, 2, 3, 4 dan 5 ada 5 siswa.

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang didapatkan Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan dalam penelitian ini, bahwa masih kurangnya kemampuan penalaran dan koneksi matematika khususnya pada pokok bahasan sistem persamaan linier satu variabel dikarenakan oleh beberapa faktor diantaranya:

1.Rendahnya Kemampuan Representasi 2.Rendahnya Kemampuan Penalaran

3.Rendahnya Kemampuan Pemecahan Masalah 4.Ketidaklancaran prosedur

5.Rendahnya Kemampuan Pemahaman Konseptual 6.Daya Ingat Lemah

C. Saran-Saran

1.Bagi guru matematika

Diharapkan agar mampu menggunakan proses belajar mengajar dengan memperhatikan tingkat kemampuan yang dimiliki oleh siswa sehingga pembelajaran akan lebih aktif dan tidak monoton dan seorang guru juga harus menguasai terlebih dahulu konsep materi yang akan diajarkan agar arah tujuan pembelajaran tercapai.

Dalam dokumen Download (1MB) - etheses UIN Mataram (Halaman 60-65)

Dokumen terkait