• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tindak Pidana

3. Tindak pidana Narkotika

b. Memberikan dorongan yang dapat berpengaruh terhadap perilaku manusia;

c. Pengaruh pengaruh tersebut dapat berupa: Penenang, perangsang, menimbulkan halusinasi.

Pada mulanya zat narkotika ditemukan orang yang penggunaannya ditunjukkan untuk kepentingan umat manusia, khususnya di bidang pengobatan. Dengan berkembang pesat industri obat obatan dewasa ini, maka kategori jenis zat-zat narkotika semakin meluas pula seperti halnya yang tertera dalam lampiran Undang-Undang Narkotika No. 22 Tahun 1997. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut, makalah obat obat semacam narkotika berkembang pula cara pengolahannya.

Zat-zat narkotika yang semula ditunjukkan untuk kepentingan pengobatan namun dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya perkembangan teknologi obat-obatan maka jenis jenis narkotika dapat diolah sedemikian banyak seperti yang terdapat pada saat ini, serta dapat pula disalahgunakan fungsinya yang bukan lagi untuk kepentingan di bidang pengobatan, bahkan sudah mengancam kelangsungan eksistensi generasi suatu bangsa.24

Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika memberikan pengertian bahwa Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang

27

dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Di dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ini, diatur beberapa ketentuan, tentang etimologi dan terminologi sekitar pengertian dan istilah-istilah yang diatur dalam undang-undang narkotika tersebut, serta ruang lingkup dan tujuan pengaturan narkotika dalam undang-undang. Narkotika digolongkan menjadi narkotika Golongan 1, narkotika golongan 2, dan narkotika golongan 3.

Penggunaan narkotika hanya dapat dipergunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan atau pengembangan ilmu pengetahuan.Untuk kepentingan tersebut di atas, maka diperlukan pengaturan Tentang Pengadaan narkotika yang diatur dalam undang- undang.25

Zat ini bisa digolongkan menjadi dua macam yakni narkotika dalam arti sempit dan narkotika dalam arti luas.Dalam arti sempit adalah semua zat atau bahan yang bersifat alami seperti opiaten, buah kokain, dan daun ganja. Dalam arti luas adalah bersifat alami dan bersifat olahan (buatan) dari bahan narkotika, ya itu semua jenis obat yang berasal dari:

a. Papaver somniferum (opium, candu, morpin, heroin, dst) b. Eryth Roxcylon Coca (kokain)

c. Cannabis sativa (ganja)

25 Siswanto, 2012, Politik Hukum dalam Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun2009, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 12-13.

d. Golongan obat obat penenang e. Golongan obat obat perangsang f. Golongan obat obat pemicu khayalan

Jika jenis-jenis obat narkotika disalahgunakan untuk tujuan di luar pengobatan, maka akan mengubah kerja saraf otak, sehingga si pemakai berfikir, berperasaan, dan berperilaku tidak normal. Efek kecanduan dari zat adiktif menyebabkan pemakainya sulit dikontrol. Setelah ketagihan akan sampai pada tingkat yang paling parah yaitu ketergantungan.26

Didalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Narkotika didefinisikan sebagai zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan kedalam golongan-golongan yang terlampir dalam UU No. 35 Tahun 2009.

Pembentukan UU No. 35 Tahun 2009 bertujuan:

a. Menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, b. Mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari

penyalahgunaan Narkotika,

c. Memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika dan

26Ahmad Jazuli, 2007, Upaya Menjaga Diri Dari Bahaya Narkoba, PT Bengawa Ilmu, Semarang, hlm. 2-3.

29

d. Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahguna dan pecandu Narkotika.

Dalam UU No. 35 Tahun 2009, yang dimaksud Prekursor Narkotika adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika yang dibedakan dalam table sebagaimana terlampir dalam UU No. 35 Tahun 2009.27

2. Jenis-Jenis Narkotika

Berdasarkan Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, jenis narkotika dibagi menjadi tiga kelompok yaitu narkotika Golongan 1, Golongan ini termasuk narkotika yang paling berbahaya karena daya adiktif nya sangat tinggi, Golongan ini tidak boleh digunakan untuk kepentingan apapun, kecuali untuk penelitian dan ilmu pengetahuan.

Yang termasuk narkotika Golongan 1 adalah ganja, heroin, kokain, putaw, dan opium.

Narkotika golongan 2, Golongan ini termasuk narkotika yang memiliki daya adiktif sangat tinggi tetapi sangat bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian.Yang termasuk narkotika golongan 2 yaitu betametodal, benzetidin, dan pestidin.

Narkotika golongan 3, Golongan ini memiliki daya adiktif yang ringan tetapi dapat bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian serta untuk perkembangan ilmu pengetahuan.Yang termasuk narkotika golongan 3 yaitu asetihidrotema dan dihidrokodemia. Ada 4 jenis

27 Aziz Syamsuddin, Op.Cit, hlm. 90.

narkotika yang beredar luas di negara kita yaitu ganja, opium, putaw, dan kokain.28

3. Tindak Pidana Narkotika

Hukum pidana di Indonesia terbagi dua, yaitu hukum pidana umum dan hukum pidana khusus. Secara definitif, hukum pidana umum dapat diartikan sebagai perundang-undangan pidana dan berlaku umum, yang tercantum dalam kitab undang-undang hukum pidana atau KUHP serta semua perundang-undangan yang mengubah dan menambah KUHP.

Adapun hukum pidana khusus atau peraturan perundang-undangan tindak pidana khusus bisa dimaknai sebagai perundang-undangan di bidang tertentu yang memiliki sanksi pidana, atau Tindak tindak pidana yang diatur dalam perundang-undangan khusus, di luar KUHP, baik perundang-undangan pidana maupun bukan pidana tetapi memiliki sanksi pidana (ketentuan yang menyimpang dari KUHP). Di Indonesia kini berkembang dengan subur undang-undang tersendiri diluar KUHP, salah satunya adalah undang-undang narkotika dan undang-undang psikotropika.

Kedudukan undang-undang hukum pidana khusus dalam sistem hukum pidana adalah pelengkap dari hukum pidana yang dikodifikasikan dalam KUHP. Suatu kodifikasi hukum pidana betapa sempurnanya pada suatu saat akan sulit memenuhi kebutuhan hukum dari masyarakat.

28 Sunarno, 2007, NARKOBA Bahaya dan Upaya Pencegahannya, PT Bengawan Ilmu, Semarang, hlm. 11.

31

Adapun Prof Andi Hamzah berpendapat di Indonesia dapat timbul undang-undang tersendiri diluar KUHP karena dua faktor, yaitu:

a. Adanya ketentuan lain di luar KUHP: pasal 103 KUHP yang memungkinkan pemberlakuan ketentuan pidana dan sanksi nya terhadap suatu perbuatan pidana yang menurut undang-undang dan peraturan-peraturan lain di luar KUHP diancam dengan pidana, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang dan,

b. Adanya pasal 1 sampai dengan Pasal 85 KUHP (buku 1) tentang ketentuan umum yang memungkinkan penerapan aturan aturan pidana umum bagi perbuatan perbuatan pidana yang ditentukan di luar KUHP, kecuali peraturan tersebut menyimpang.

Tujuan pengaturan terhadap tindak pidana yang bersifat khusus adalah untuk mengisi kekurangan ataupun kekosongan hukum yang tidak tercakup pengaturannya dalam KUHP, namun dengan pengertian bahwa pengaturan itu masih tetap dan berada dalam batas-batas yang diperkenankan oleh hukum pidana formil dan materil.

Di dalam law online lybrary dijelaskan, hukum tindak pidana khusus mengatur perbuatan tertentu atau berlaku terhadap orang tertentu yang tidak dapat dilakukan oleh orang lain selain orang tertentu. Oleh karena itu, hukum tindak pidana khusus harus dilihat dari substansi dan berlaku kepada siapa hukum tindak pidana khusus itu.

Peraturan perundang-undangan tindak pidana khusus merupakan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal-hal yang

bersifat khusus diluar KUHP. Subjek hukum tindak pidana khusus diperluas, tidak saja meliputi orang pribadi melainkan juga badan hukum.

Sedangkan dari aspek masalah pemidanaan, dilihat dari pola perumusan ataupun pola ancaman sanksi, hukum tindak pidana khusus dapat juga menyimpang dari ketentuan KUHP. Sedangkan substansi hukum tindak pidana khusus menyangkut tiga permasalahan yakni tindak pidana, Pertanggungjawaban pidana, serta pidana dan pemidanaan.

Di dalam law online library di paparkan juga tentang ruang lingkup hukum tindak pidana khusus yang dikatakan tidak bersifat tetap, tetapi dapat berubah tergantung dengan Apakah ada Penyimpangan atau menetapkan sendiri ketentuan khusus dari undang-undang pidana yang mengatur substansi tertentu.

Sebagai contoh Undang-Undang No. 9 Tahun 1976 Tentang Tindak Pidana Narkotika merupakan tindak pidana khusus. Setelah Undang-Undang No. 9 Tahun 1976 dicabut dan diganti dengan Undang- Undang No. 22 Tahun 1997, tidak lagi terdapat penyimpangan sehingga Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 yang sekarang adalah Undang- Undang No. 35 Tahun 2009 tidak lagi menjadi bagian dari hukum tindak pidana khusus.29

Penyalahgunaan narkotika memang sangat kompleks karena merupakan interaksi dari tiga faktor yang menjadi penyebabnya yaitu narkoba individu dan lingkungan. Faktor pertama yaitu narkoba adalah

29 Aziz Syamsuddin, Op.Cit, hlm. 8-13.

33

berbicara tentang farmakologi zat meliputi jenis, dosis, cara pakai, pengaruhnya pada tubuh serta ketersediaan dan pengendalian peredarannya. Sementara itu faktor ke dua individu, penyalahgunaan narkoba harus dipahami dari masalah perilaku yang kompleks yang juga dipengaruhi oleh faktor ketiga yakni lingkungan.

Masyarakat yang rawan narkoba tidak akan memiliki daya ketahanan sosial sehingga kesinambungan pembangunan akan terancam dan negara akan menderita kerugian akibat masyarakatnya tidak produktif, angka tindak pidana pun akan meningkat. Dasar hukum pemberantasan atau tindakan atau patokan bertindak dari para aparat hukum maupun patokan untuk berbuat dan tidak berbuat bagi setiap anggota masyarakat, pada dasarnya guna terciptanya ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat.Patokan-patokan tersebut merupakan ketentuan hukum yang kemudian dijadikan landasan hukum bagi semua pihak yang terikat dalam kehidupan bermasyarakat.

Ketentuan hukum pada intinya dimaksudkan guna menjadi dasar persamaan kepentingan dan tanggung jawab atas kewenangan pemerintah maupun hak dan kewajiban warga negara. Karena itu dasar hukum terkait dengan pemberantasan tindak pidana narkoba antara lain Undang- Undang No. 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika yang kemudian diganti dengan Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.30

30 Firman Freaddy Busroh, 2015, Memerangi Penyalahgunaan Narkoba, Cintya Press, Jakarta, hlm. 18-19.

Di dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika didefinisikan sebagai zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009.

C. Tinjauan Umum Pecandu Narkotika 1. Pengertian Pecandu Narkotika

Pecandu adalah seseorang yang sudah memiliki rasa ketergantungan terhadap sesuatu (misalnya, narkoba/narkotika, game dan lainnya), yang apabila tidak tercapai dapat menimbulkan resiko terhadap psikologi dan jiwanya.31

Secara umum kecanduan atau ketagihan adalah saat tubuh atau pikiran kita dengan buruknya menginginkan atau memerlukan sesuatu agar bekerja dengan baik. Disebut pecandu apabila memiliki ketergantungan fisik dan ketergantungan psikologis terhadap zat psikoaktif, contohnya alkohol, tembakau, heroin, kafeina, nikotin. Zat psikoaktif ini akan melintasi otak setelah dicerna, sehingga mengubah kondisi kimia di otak secara sementara. 32

31Nur Khayyu Latifah, 2018, Rehabilitasi Mental Spiritual Bagi Pecandu Narkoba DiPondok Pesantren Jiwa Mustajab Purbalingga (Analisis Bimbingan dan KonselingIslam), (Skripsi), Diterbitkan oleh Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Wali Songo, Semarang, hlm.50

32 Kecanduan, https://id.m.wikipedia.org, Diakses pada tanggal 21 Juli 2023 pukul 20.30 WIB.

35

Kecanduan juga bisa dipandang sebagai keterlibatan terus menerus dengan sebuah zat atau aktivitas meskipun hal-hal tersebut mengakibatkan konsekuensi negatif. Kenikmatan dan kepuasanlah yang pada awalnya dicari, tetapi perlu keterlibatan selama beberapa waktu dengan zat atau aktivitas itu agar seseorang merasa normal. Saat kecanduan sesuatu, seseorang bisa sakit jika mereka tak mendapatkan apa yang membuat mereka kecanduan. Kecanduan adalah suatu kebiasaan atau perilaku yang tidak baik, tidak sehat dan dapat merusak diri sendiri dimana individu mempunyai kesulitan untuk berhenti terhadap sesuatu.

Menurut pasal 1 angka 13 Undang-undang Narkotika, dijelaskan definisi pecandu adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada narkotika baik secara fisik maupun psikis. Sehingga dari pengertian tersebut, maka dapat diklasifikasikan 2 (dua) tipe pecandu narkotika yaitu:33

a. Orang yang menggunakan narkotika dalam keadaan secara fisik maupun psikis.Pada tipe ini dapat dikategorikan sebagai pecandu yang mempunyai legitimasi untuk mempergunakan narkotika demi kepentingan pelayanan kesehatan dirinya sendiri. Kategori ini seperti itu, dikarenakan penggunaan narkotika tersebut sesuai dengan makna dari pasal 7 Undang-undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan tentunya pecandu yang dimaksud adalah seorang

33 Lysa Anggrayni dan Yusliati, 2018, Efektivitas Rehabilitasi Pecandu Narkotika Serta Pengaruhnya Terhadap Tingkat Kejahatan Di Indonesia, Uwais Inspirasi Indonesia, Ponorogo,hlm.25-27

pecandu yang sedang menjalankan rehabilitasi medis khususnya dalam proses intervensi medis.

b. Orang yang menyalahgunakan narkotika dalam keadaan ketergantungan secara fisik maupun psikis.Sedangkan pecandu narkotika pada tipe yang kedua ini dapat dikategorikan sebagai pecandu yang tidak mempunyai legitimasi untuk mempergunakan narkotika demi kepentingan pelayanan kesehatannya.

Secara esensial penyalahguna dan pecandu narkotika tipe kedua adalah sama-sama menyalahgunakan narkotika, hanya saja bagi pecandu narkotika mempunyai karakteristik tersendiri yakni adanya ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis. Pecandu narkotika tipe kedua tersebut hanya dikenakan tindakan berupa kewajiban menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Ketergantungan narkotika adalah dorongan untuk menggunakan narkotika terus-menerus, dan apabila pemakaiannya diberhentikan gejala putus zat. Berat ringannya gejala putus zat bergantung pada jenis narkotika, dosis yang digunakan, serta lamanya pada pemakaiannya.

Makin tinggi dosis yang digunakan dan makin lama pemakaiannya, makin hebat gejala sakitnya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), definisi ketergantungan adalah:

a. Hal tergantung.

b. Perihal hubungan sosial seseorang yang tergantung kepada orang lain atau masyarakat.

37

c. Keadaan seseorang yang belum dapat memikul tanggung jaeab sendiri.

Jadi apabila kata “ketergantungan narkotika” maka dapat diartikan, individu bersangkutan tergantung kepada narkotika baik secara fisik maupun psikis dimana individu bersangkutan belum dapat memikul tanggung jawab sendiri dikarenakan kondisinya yang masih dalam ketergantungan.

2. Karakteristik Pecandu Narkotika

a. Karakteristik Pecandu dilihat dari Fungsi Kognitif

1) Tingkat kewaspadaan yang rendah seorang pecandu sering gagal dalam hal menanggapi bagaimana tindakan mereka berdampak terhadap orang lain dan bagaimana perilaku mereka berpengaruh terhadap diri mereka. Mereka sering terhalang untuk menggunakan “consequential thinking” oleh mental blocking, pengalihan perhatian dan perilaku yang impulsif.

2) Ketidakmampuan untuk membuat penilaian yang tepat ciri ini nyata sekali dalam konteks membuat keputusan, memecahkan masalah dan membaca konsekuensi hidup dari perilaku mereka.

Kelemahan tersebut disebabkan oleh rendahnya kemampuan untuk mengendalikan impulse dan mengurung keinginan.

b. Karakteristik Pecandu dilihat dari Persepsi Pecandu

1) Tingkat harga diri yang rendah (low self esteem) pecandu mempunyai konsep diri yang kabur, memandang diri sendiri

kurang positif karena memiliki sikap anti sosial dan pengalaman perilaku kriminal. Citra diri yang negatif mendorong seorang pecandu untuk melabeli pada diri mereka sendiri.

2) Identitas sosial yang negatif pengalaman pemakaian drugs secara berkelompok, menyebabkan terbentuknya identitas sosial yang negatif. Hal ini berdampak terhadap seorang pecandu menjadi tidak mampu mengenal diri mereka secara benar.

c. Karakteristik Pecandu dilihat dari Emosinya

1) Ketidakmampuan untuk mentolerir ketidaknyamanan pecandu sering mengalami kesulitan untuk merasakan, mengungkapkan, dan meresponi perasaan secara cara efektif. Mereka sering kali hilang kesabaran dan lepas kendali sehingga melakukan hal–hal negatif apabila perasaan mereka di sakiti atau merasa tidak diperlakukan secara adil.

2) Emosi yang labil dan ketidakcapaian pecandu mempunnyai kondisi emosi yang labil karena gejala disforia (Disturbed feeling), hingga mereka jarang mengalami kesejahteraan disegi emosi. Hal ini terungkap dalam keluhan somatis, mood negatif yang konsisten dan depresi ringan. Pecandu juga mempunyai gejala “Anhedonia

yaitu ketidakmampuan untuk menikmati rasa senang hingga mereka sering kali bersikap defensif dan agresif.

d. Karakteristik Pecandu dilihat dari Interaksi Sosial

39

1) Sikap merasa berhak (Attitude of entitlement) mendorong mereka untuk merasa tidak diperlakukan secara adil bila kebutuhan mereka tidak terpenuhi. Pecandu sering mengeluh, bersikap kompulsif dan menanggapi hak–haknya sebagai hak dan tidak sebagai imbalan yang harus diusahakan untuk memperolehnya.

Sikap tersebut merupakan satu kelemahan yang menghambat proses pembinaan. Hak yang sebenarnya harus difokuskan adalah hak untuk memperoleh kesempatan untuk berubah, untuk memperoleh pertolongan serta bimbingan dan untuk berusaha memenuhi keinginan serta kebutuhan dengan cara yang sesuai dalam masyarakat.

2) Sikap tidak bertanggungjawab pecandu tidak dapat di andalkan untuk dapat memenuhi tuntutan terhadap diri sendiri dan orang lain. Ironisnya pecandu sangat obsesif dalam upaya memenuhi kebutuhan yang menyangkut pemakaian drugs.34

D. Tinjuan Umum Rehabilitasi 1. Pengertian Rehabilitasi

Narkotika merupakan suatu kasus yang menuntut perhatian yang mengancam kehidupan suatu bangsa karena merupakan kasus atensi dan berkembang pesat menjadi bentuk kejahatan yang klasifikasinya melibatkan jaringan internasional pada suatu bangsa. Indonesia yang dijadikan basis peredaran Narkotika pada perdagangan gelap Internasional

34https://rsjmenur.jatimprov.go.id/post/2020-07-28/karakteristik-pecandu-napza/diakses pada tanggal 23 April 2023, pukul 01.55 WIB

membuat pemerintah harus melakukan upaya dalam rangka penegakan hukum dan pencegahan masuknya Narkotika ke Indonesia.

Lahirnya Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika dapat memberikan pedoman pada para penegak hukum dan instansi terkait lainnya dalam upaya baik itu preventif, preemtif dan represif dalam menegakkan hukum dan memberantas Peredaran Narkotika di Indoensia.

Peredaran Narkotika yang sudah mengakar dan menjadi sindikat terselubung membuat para korban-korbannya menjadi pecandu berat pada barang haram tersebut.

Melalui Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, pecandu Narkotika yang menjadi korban peredaran gelap Narkotika dapat disembuhkan melalui Rehabilitasi sesuai dengan pasal 54 Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Namun proses tersebut rehabilitasi pada para pecandu yang melibatkan beberapa rumah sakit khusus terdapat beberapa faktor yang membuat kurang maksimalnya rehabilitasi dalam menyembuhkan pecandu Narkoba. Sehingga pecandu Narkoba yang sudah keluar dari tempat rehabilitasi, cenderung dapat mengkonsumsi Narkoba kembali.

Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam memberantas peredaran narkotika, mulai dari proses penegakan hukum sampai dengan kebijakan untuk menanggulanginya. Memang diakui bahwa masalah peredaran narkotika saat ini sudah pada tahap yang mengkhawatirkan, di mana bukan hanya kalangan dewasa yang mengedarkan barang haram

41

tersebut tetapi juga sudah menjalar sampai pada anak-anak. Penelitian ini akan penulis fokuskan pada penerapan perundang-undangan narkotika di Indonesia yang sangat berpengaruh terhadap masyarakat dan Negara.

Sungguh miris apabila kita melirik kepada tunas-tunas muda bangsa kita yang telah terjerumus dan diperbudak oleh narkotika melalui jalan penyalahgunaan, padahal pemerintah Republik Indonesia hanya memperbolehkan penggunaan narkotika untuk kepentingan medis dan pengetahuan, dan melarang sepenuhnya penggunaan narkotika untuk diedarkan ataupun dikonsumsi bagi hal-hal yang tidak bertanggung jawab secara ilegal.

Hal tersebut dikarenakan apabila narkotika digunakan bebas oleh masyarakat, maka efek yang didapat dari penggunaannya adalah penurunan pada fungsi otak. Disamping itu, penggunaan secara terus menerus juga berimbas kepada menurunnya sistem imunitas tubuh, bahkan dapat menyebabkan si pengguna meninggal dunia akibat penggunaan yang berlebihan (overdosis).

Membludaknya jumlah Pecandu Narkotika di Indonesia tak lepas dari peranan para Pengedar Narkotika.Apabila menilik lebih dalam tentang kejahatan yang berkaitan dengan penyalahgunaan ini, sebenarnya dapat dikatakan bahwasanya akar dari tingginya angka pecandu narkotika di Indonesia berasal dari para pengedar narkotika Ilegal.Secara langsung dengan perasaan tidak bersalah, mereka (Pengedar) telah menjerumuskan

setiap korbannya hingga menjadi pengkonsumsi narkotika kedalam jurang kematian.

Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan narkotika, Pemerintah Republik Indonesia telah menggolongkan jenis-jenis narkotika kedalam tiga golongan. Penjabaran penggolongan narkotika ini dapat ditemui didalam peraturan perundang-undangan lengkap beserta dengan penjelasannya, yaitu pada Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Perlu untuk diketahui bahwa Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika merupakan pengganti dari Undang Undang No.

22 Tahun 1997 Tentang Narkotika. Karena dianggap tidak lagi sesuai dengan perkembangan situasi dan kondisi, maka Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika dicabut dan diganti dengan diberlakukannya peraturan baru yaitu Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.35

2. Jenis-Jenis Rehabilitasi

Jenis-jenis rehabilitasi berdasarkan pasal 54 Undang-undang No 35 tentang narkotika Rehabilitasi yang berisi sebagai berikut “Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.”

Dalam hal ini berdasarkan pada pasal 1 ayat 10 dan 17 Undang- Undang No 35 Tahun 2009 tentang narkotika rehabilitasi yang dimaksud dengan rehabilitasi sosial dan rehabilitasi medis adalah sebagai berikut:

35http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jmfh/article/view/5046,batam,diakses tanggal 20.Mei.2023 pukul 09.05 WIB.

43

a. Pasal 16

“Rehabilitasi Medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan dari ketergantungan Narkotika”

b. Pasal 17

“Rehabilitasi Sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas pecandu Narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat”.

3. Aturan-Aturan Rehabilitasi

Permasalahan narkoba yang terus terjadi mencetuskan berbagai upaya dalam penanggulangannya, tak hanya upaya suplay reduction, demand reduction yang masif namun juga harm reduction. Salah satu bentuk harm reduction yang juga terkait dengan demand reduction adalah rehabilitasi bagi pecandu dan korban penyalahguna narkoba. Rehabilitasi narkoba merupakan salah satu upaya pengobatan untuk membebaskan pecandu narkoba dari ketergantungan. Berdasarkan UU No 35 tahun 2009 pasal 1 angka 13 yang dimaksud dengan pecandu narkoba adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada narkotika baik secara fisik maupun psikis.

Rehabilitasi narkoba di Indonesia ada yang bersifat rawat jalan dan rawat inap, ada yang milik swasta dan ada pula yang milik pemerintah. Badan Narkotika nasional (BNN) sebagai leading sector dalam penanganan narkoba memiliki beberapa tempat rehabilitasi rawat

Dokumen terkait