i
EFEKTIVITAS REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA SEBAGAI UPAYA MEMINIMALISIR TINDAK PIDANA NARKOTIKA
(Studi Kasus di BNNP dan Loka Rehabilitasi Kepulauan Riau) SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) Ilmu Hukum
Program Kekhususan Hukum Pidana
Disusun Oleh:
Himatul Aliyah 30302000151
PROGRAM STUDI (S.1) ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG (UNISSULA) SEMARANG
2023
ii
(Studi Kasus di BNNP dan Loka Rehabilitasi Kepulauan Riau)
Diajukan oleh:
Himatul Aliyah 30302000151
Telah Disetujui:
Pada tanggal, 15 Agustus 2023 Dosen Pembimbing:
Dr. Andri Winjaya Laksana, SH.MH NIDN: 06-2005-8302
iii
HALAMAN PENGESAHAN
EFEKTIVITAS REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA SEBAGAI UPAYA MEMINIMALISIR TINDAK PIDANA NARKOTIKA
(Studi Kasus di BNNP dan Loka Rehabilitasi Kepulauan Riau) Dipersiapkan dan Disusun Oleh:
Himatul Aliyah 30302000151
Telah Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Pada tanggal, 08 September 2023
dan Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat dan Lulus Tim Penguji
Ketua
Dr. Bambang Tri Bawono S.H., M.H NIDN: 06-0707-7601
Anggota I
Dr. Achmad Arifullah, S.H, M.H NIDN: 01-2111-7801
Anggota II
Dr. Andri Winjaya Laksana, S.H.M.H NIDN: 06-2005-8302
Mengetahui Dekan Fakultas Hukum
Dr. Bambang Tri Bawono S.H., M.H NIDN: 06-0707-7601
iv
Nim : 30302000151
Prodi : S-1 Ilmu Hukum Fakultas : Hukum
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang diajukan dengan judul
“EFEKTIVITAS REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA
SEBAGAI UPAYA MEMINIMALISIR TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Studi Kasus di BBNP dan Loka Rehabilitasi Kepulauan Riau)”, adalah hasil karya sendiri, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana di perguruan tinggi atau karya yang pernah ditulis/diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis berpacu dalam daftar pustaka. Skripsi ini adalah milik saya, segala bentuk kesalahan dan kekeliruan dalam Skripsi ini adalah tanggung jawab penulis.
Semarang, 11 September 2023 Yang Menyatakan
Himatul Aliyah 30302000151
v
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Himatul Aliyah
Nim : 30302000151
Program Studi : S-1 Ilmu Hukum
Fakultas : Hukum
Dengan ini menyerahkan Karya Ilmiah berupa Skripsi dengan judul:
“EFEKTIVITAS REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA
SEBAGAI UPAYA MEMINIMALISIR TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Studi Kasus di BBNP dan Loka Rehabilitasi Kepulauan Riau)”, dan menyetujuinya menjadi hak milik Universitas Islam Sultan Agung serta memberikan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif untuk disimpan, dialih mediakan, dikelola dalam pangkalan data, dan dipublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis selama tetap mencantumkan nama penulis sebagai pemilik Hak Cipta.
Pernyataan ini saya buat dengan sungguh-sunggug. Apabila dikemudian hari terbukti ada pelanggaran Hak Cipta/ Plagiarisme dalam karya ilmiah ini, maka segala bentuk tuntutan hukum yang timbul akan saya tanggung secara pribadi tanpa melibatkan pihak Universitas Islam Sultan Agung.
Semarang, 11 September 2023 Yang Menyatakan
Himatul Aliyah
vi
 Orang lain tidak akan bisa paham struggle dan masa sulitnya kita yang meraka ingin tahu hanya succes stories. Berjuanglah untuk diri sendiri walaupun tidak ada yang tepuk tangan. Kelak diri kita di masa depan akan sangat bangga dengan apa yang kita perjuangkan hari ini, tetap berjuang ya.
PERSEMBAHAN:
 Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat, karunia dan kelancaran.
 Kedua orang tua sebagai salah satu bukti cinta dan rasa terima kasihku karena telah memberikan dukungan penuh untuk menyelesaikan karya tulis ini.
 Almamaterku UNISSULA.
vii
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, serta petunjuk, Rahmat, inayah dan hidayah sehingga penulis dapat berkesampatan menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) sebagai tugas akhir dengan judul “EFEKTIVITAS REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA SEBAGAI UPAYA MEMINIMALISIR TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Studi Kasus di BBNP Dan Loka Rehabilitasi Kepulauan Riau)”. Sebagai persyaratan wajib bagi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang guna memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) ilmu hukum.
Selama penyusunan skripsi ini penulis telah banyak menerima bimbingan, arahan, saran, serta dorongan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan atau menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada:
1. Prof. Dr. H. Gunarto, S.H. S.E. Akt. M. Hum., selaku Rektor Universitas Islam Sultan Agung Semarang;
2. Dr. Bambang Tri Bawono, S.H. M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang dan sekaligus sebagai ketua penguji;
3. Dr. Hj. Widayati, S.H. M.H., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang;
4. Dr. Arpangi, S.H. M.H., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang. Dan selaku Dosen Wali yang dengan penuh kesabaran dan kebaikan hati telah meluangkan waktu untuk penulis dalam perkuliahan;
5. Dr. Achmad Arifullah, S.H. M.H., selaku Ketua Prodi Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang dan sekaligus sebagai penguji;
6. Ida Musofiana, S.H. M.H., selaku Sekretaris Prodi Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang;
viii skripsi ini selesai;
9. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang dan Staff, Karyawan Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang;
10. Alvianzi N.J.Z selaku Ka Biro Umum di Loka Rehabilitasi Kepulauan Riau;
11. Dr. Nina selaku Dokter di BNNP Kepulauan Riau;
12. Keluarga tercinta, teruntuk kedua orang tua Bapak SonHadi dan Alm. Ibu saya Saryati yang selalu mendoakan, menasehati, memberi motivasi, dan kasih sayangnya. Teruntuk kakak saya Dr.Alwan Hadiyanto S.H M.H., Ery Hadi, Sa`diyah, Rifqi, Muh Matin, Trisia Gerdiana Nova dan adik saya Ali yang telah memberikan motivasi serta semangat kepada penulis;
13. Kawan-kawan yang telah menjadi bagian dari keluarga saya, (Intun, Putri, Mega, Raden);
14. Seluruh teman-teman angkatan 2020 Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang.
Penulis menyadari masih adanya kekurangan dalam penulisan skripsi ini.
Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan agar kelak di kemudian hari dapat menghasilkan karya yang lebih baik lagi. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca.
Semarang, 11 September 2023 Penulis
Himatul Aliyah
ix
30302000151
Abstrak
Berawal dari pemikiran bahwa manusia merupakan serigala bagi manusia lain, yang selalu mementingkan diri sendiri dan tidak mementingkan keperluan orang lain, namun apa yang dianggap teratur oleh seseorang, belum tentu dianggap teratur juga oleh pihak-pihak lainnya. Tindak kejahatan narkotika saat ini tidak lagi secara sembunyi-sembunyi, tetapi sudah terang-terangan yang dilakukan oleh para pemakai dan pengedar dalam menjalankan operasi barang berbahaya itu. Tindak pidana ini dengan cepat tersebar di seluruh tanah air. Tentu tidak asing dengan fenomena penyalahgunaan narkotika saat ini. Dilihat dari undang-undang narkotika ini dijelaskan bahwa pelaku penyalahgunaan merupakan pelaku tindak pidana terhadap narkotika itu sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan rehabilitasi bagi pecandu narkotika sebagai upaya meminimalisir tindak pidana narkotika di Loka Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Provinsi Kepulauan Riau. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui efektifitas rehabilitasi bagi pecandu narkotika sebagai upaya meminimalisir tindak pidana narkotika di Loka Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Provinsi Kepulauan Riau.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum empiris, dimana metode ini adalah suatu metode penelitian hukum yang berfungsi untuk melihat hukum yang nyata serta meneliti bagaimana kinerja hukum di suatu wilayah.
Dikarenakan dalam penelitian ini memiliki suatu lembaga yang berhubungan langsung dengan para pecandu, maka jenis metode penelitian hukum ini juga menggunakan data primer yang merupakan data yang berasal dari lapangan. Dan juga dibutuhkan pula sumber data sekunder guna menunjang kelengkapan data serta referensi yang di angkat.
Hasil daripada penelitian ini menunjukan bahwa rehabilitasi merupakan hak dari seseorang untuk mendapatkan pemulihan haknya dalam kemampuan kedudukan dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan penuntutan atau peradilan karena ditangkap ditahan dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang- undang ini. Rehabilitasi sendiri ada dua jenis, yaitu rawat inap dan rawat jalan.
Sejauh ini efektivitas rehabilitasi sendiri memiliki grafik yang meningkat.Sehingga memiliki arti bahwa rehabilitasi salah satu pilihan baik yang dapat membantu para pecandu agar dapat kembali seperti sediakala.
Kata Kunci : Efektifitas, Rehabilitasi, Pecandu, Narkotika.
x
parties. Nowadays, narcotics crimes are no longer hidden, but are openly carried out by users and dealers in carrying out dangerous goods operations. This crime quickly spread throughout the country. Certainly no stranger to the current phenomenon of drug abuse. Judging from the narcotics law, it is explained that the abuser is the perpetrator of the crime against the narcotics themselves. This research aims to determine the implementation of rehabilitation for narcotics addicts as an effort to minimize narcotics crimes at the Rehabilitation Center of the National Narcotics Agency of Riau Islands Province. This research also aims to determine the effectiveness of rehabilitation for narcotics addicts as an effort to minimize narcotics crimes at the National Narcotics Agency Rehabilitation Center of Riau Islands Province.
This research uses an empirical legal research method, where this method is a legal research method that functions to see real law and examine how the law performs in an area. Because this research has an institution that has direct contact with addicts, this type of legal research method also uses primary data, which is data that comes from the field. And secondary data sources are also needed to support the completeness of the data and references raised.
The results of this research show that rehabilitation is a person's right to obtain the restoration of his or her rights in terms of status and dignity given at the level of prosecution or judicial investigation because he or she has been arrested, detained, prosecuted or tried without reasons based on law or because of a mistake regarding the person or the law. applied according to the method regulated in this law. There are two types of rehabilitation, namely inpatient and outpatient. So far, the effectiveness of rehabilitation itself has increased graphically. This means that rehabilitation is a good option that can help addicts return to normal.
Kayword: Effectivenesss, Rehabilitation, Addicts, Narcotics.
xi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
ABSTRAK ... ix
ABSTRACT ... x
DAFTAR ISI ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian... 10
E.Terminologi ... 11
F. Metode Penelitian ... 12
BAB II TINJUAN PUSTAKA ... 17
A.Tinjauan Umum Tindak Pidana ... 17
1. Pengertian Tindak Pidana ... 17
2. Unsur-Unsur Tindak Pidana ... 19
3. Jenis-jenis Tindak Pidana ... 21
xii
3. Tindak pidana Narkotika ... 30
C. Tinjaun Umum Pecandu Narkotika ... 34
1. Pengertian Pecandu Narkotika ... 34
2. Karakteristik Pecandu Narkotika ... 37
D. Tinjuan Umum Rehabilitasi ... 39
1. Pengertian rehabalitasi ... 39
2. Jenis-jenis Rehabilitasi ... 42
3. Aturan-aturan Rehabilitasi ... 43
E. Narkotika Dalam Perspektif Islam... 46
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 52
A. Pelaksanaan Rehabilitasi Bagi Pecandu Narkotika Sebagai Upaya Meminimalisir Tindak Pidana Narkotika ... 52
B. Efektifitas Rehabilitasi Bagi Pecandu Narkotika Sebagai Upaya Meminimalisir Tindak Pidana Narkotika... 64
BAB IV PENUTUP ... 89
A. Kesimpulan ... 89
B. Saran. ... 89
DAFTAR PUSTAKA ... 91
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Berdasarkan pemikiran bahwa manusia adalah serigala bagi orang lain (Homo homini lupus), dia selalu egois dan acuh tak acuh terhadap kebutuhan orang lain, tetapi apa yang dianggap normal oleh orang lain. Oleh karena itu, sebagai makhluk yang hidup bersama selamanya, manusia membutuhkan patokan, agar tidak menimbulkan konflik sebagai akibat dari pendapat yang berbeda, dan mereka membutuhkan aturan-aturan untuk mengatur kehidupannya.
Patokan yang dikenal dengan sebutan norma atau kaidah ini selanjutnya mengatur diri pribadi manusia, khususnya mengenai bidang- bidang kesopanan dan hukum. Norma atau kaidah kesopanan bertujuan agar manusia mengalami kesenangan dan kenikmatan di dalam pergaulan hidup bersama dengan orang lain. Norma atau kaidah bertujuan agar tercapai kedamaian di dalam kehidupan bersama, dimana kedamaian berarti suatu kesersian antara ketertiban dengan ketentraman, atau keserasian antara keterikatan dengan kebebasan. Itulah yang menjadi tujuan hukum, sehingga tugas hukum adalah tidak lain daripada mencapai tujuan keserasian antara kepastian hukum dan kesebandingan hukum.1
Analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi penegakkan hukum, akan dilakukan pada berbagai kasus yang terjadi di Indonesia.
1 Soerjono Soekanto, 1983, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakkan Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 2.
Pengaturan narkotika berdasarkan Undang-Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Pasal 3, yang bertujuan untuk menjamin ketersedian guna kepentingan kesehatan dan ilmu pengetahuan, pencegahan penyalahgunaan narkotika, serta pemberantasan peredaran gelap narkotika.2 Tindak kejahatan narkotika saat ini tidak lagi sembunyi-sembunyi, tetapi sudah terang-terangan yang dilakukan oleh para pemakai dan pengedar dalam menjalankan operasi barang berbahaya itu.
Penegakan hukum terhadap tindak pidana narkotika telah banyak dilakukan oleh aparat penegak hukum dan telah banyak mendapatkan putusan hakim di sidang pengadilan. Penegak hukum ini diharapkan mampu sebagai faktor penangkal terhadap maraknya peredaran perdagangan narkotika, tetapi dalam kenyataannya justru semakin intensif dilakukan penegakan hukum, semakin meningkat pula peredaran perdagangan narkotika tersebut.
Dari fakta yang dapat disaksikan hampir setiap hari baik melalui media cetak maupun elektronik, ternyata barang haram tersebut telah merebak kemana-mana tanpa pandang bulu, terutama di antara generasi penerus bangsa dalam membangun Negara di masa mendatang. Masyarakat kini sudah sangat resah terutama pada keluarga para korban, mereka kini sudah ada yang bersedia menceritakan keadaan anggota keluarga nya dari penderitaan dalam kecanduan narkotika.
2 Kusno Adi, 2009, Kebijakan Criminal Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Oleh Anak, Umm Press, Malang, hlm.18.
3
Berbicara tentang narkotika, sebagaimana diatur dalam Undang- Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika yang disebutkan bahwa Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan kedalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang.3
4Tindak pidana ini dengan cepat tersebar diseluruh tanah air, seperti yang terjadi di kota kota besar, salah satu nya di batam, ia sudah seperti penyakit umum yang menyerang siapa saja tanpa peduli tingkat sosial, tingkat umur, jenis kelamin, bahkan golongan sekalipun.
Tentu tidak asing dengan fenomena penyalahgunaan narkotika saat ini.
Jika bercerita yang menyangkut tentang narkotika ini tidak hanya di Indonesia, bahkan di negeri lain pun telah dianggap sebagai persoalan yang luar biasa sangat sulit untuk diberantas. Permasalahan yang menyangkut narkotika pun telah dianggap sebagai kejahatan yang sangat berbahaya jika dibiarkan.
Dalam pencegahan dan pemberantasan narkotika, pemerintah telah menggolongkan jenis-jenis narkotika ke dalam 3 golongan. Penjabaran penggolongan narkotika ini dapat ditemukan di dalam peraturan perundang- undangan lengkap beserta penjelasannya, yaitu pada Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 yang merupakan pengganti dari Undang-Undang No. 22 Tahun
3 Aziz Syamsuddin. Penyunting: Anis Fuadi, 2014, TindakPidana Khusus, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 90.
4
1997 tentang Narkotika karena dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan yang ada.
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, selanjutnya disebut Undang-Undang Narkotika didefinisikan sebagai zat atau obat yang berasal dari tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, dan dapat dibedakan ke dalam golongan- golongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini atau yang kemudian ditetapkan dengan keputusan Menteri Kesehatan.5 Karena narkotika ini mengandung zat yang dapat menyebabkan penurunan dan perubahan kesadaran serta dapat menghilangkan rasa nyeri bahkan dapat mengurangi rasa sakit dan dapat pula menumbuhkan ketergantungan jika terus menerus dikonsumsi oleh orang yang telah kecanduan.
Penyalahgunaan narkotika merupakan suatu pola penggunaan zat yang bersifat patologik paling sedikit satu bulan lamanya. Menurut ICD (International Classification of Diseases), berbagai gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat dikelompokkan dalam berbagai keadaan klinis, seperti intoksikasi akut, sindroma ketergantungan, sindroma putus obat, dan gangguan mental serta perilaku lainnya. Narkotika dinilai jauh lebih berbahaya dari ancaman terorisme internasional. Indonesia masuk sindikat narkotika dunia. Kesimpulan tersebut sungguh kurang elok
5 Kusno Adi, Op.Cit, hlm.12.
5
didengarkan.Tetapi bagaimanapun, Indonesia sudah terpetakan dalam jaringan sindikat bandar narkotika dan obat-obatan berbahaya kelas internasional.
Tak ada habisnya persoalan narkotika yang terus menerus menjerat anak bangsa yang terjerumus kedalam lembah gelap narkotika tersebut. Oleh karena narkotika ini, yang menimbulkan kejahatan-kejahatan lain yang tanpa disadari jika kita melakukan tindak pidana. Tak hanya pria, bahkan ibu rumah tangga juga ikut serta mengambil manfaat sesaat dari penggunaan narkotika ini.
Dari segi sasaran, semula korban kejahatan adalah orang dewasa, kemudian merambat ke remaja serta anak-anak.Dari segi pelaku kejahatan, semula dilakukan oleh orang dewasa secara individu yang kemudian berkembang secara kelompok, bahkan belakangan sudah sering beroperasi secara berencana.
Semula anak remaja melakukan pada tindakan yang di golongkan sebagai kenakalan semata-mata, namun sekarang banyak dari mereka yang melakukan tindakan yang tergolong ke dalam tindakan kejahatan. Sejumlah kejahatan dilakukan secara tradisional terencana dalam arti pelaku memiliki kemampuan khusus dengan cara pendekatan sosial.6
Kejadian yang sudah banyak terjadi di Indonesia tidak menyurutkan para penegak untuk memberantas barang gelap narkotika ini. Telah banyak upaya yang dilakukan agar akar dari adanya barang gelap narkotika ini bisa
6 Abintoro Prakoso, 2017, Kriminologi dan Hukum Pidana, LaksaBang, Jember, hlm.103.
habis dan musnah. Tetapi selalu ada saja para pengguna yang tidak bertanggung jawab rela mencari narkotika demi kesenangan semata dan tanpa mengetahui bahwa barang gelap ini merupakan barang yang mengancam hidupnya.
Walaupun terus-menerus di rehabilitasi untuk membantu mereka pulih dari kecanduan narkotika, tetapi daya tarik narkotika ini cukup kuat untuk menjerumuskan siapapun yang telah menggunakannya untuk kesenangan sementara. Rehabilitasi merupakan hak seseorang untuk mendapatkan pemulihan hak mereka atas kapasitas, status dan martabat serta untuk diakui di tingkat penyelidikan, penuntutan atau proses peradilan. Setiap orang atau hukum yang dilakukan menurut cara yang ditentukan oleh undang-undang ini.
Sembuh dari cacat fisik, mental dan sosial serta mampu melaksanakan tanggung jawab keluarga dan sosial secara normal.7
Survei BNNP dan Puslitkes-UI tahun 2018 menemukan bahwa Riau memiliki jumlah pecandu narkoba tertinggi di Indonesia. Sebanyak 4,3% dari 2,1 juta penduduk Riau atau sekitar 44.941 jiwa adalah pecandu narkoba.
Sebelumnya, Kepulauan Riau berada di urutan kedua setelah DKI Jakarta.
Secara geografis, Kepulauan Riau juga rentan karena wilayahnya terdiri dari banyak pulau dan berbatasan dengan negara lain seperti Singapura dan Malaysia.8
7 Charlie Rudyat, 2018, Kamus Hukum, edisi lengkap, Pustaka Mahardika, Yogyakarta, hlm.356.
8http://batam.tribunnews.com/373-pecandu-narkoba-jalani-rehabilitasi-di-bnn-kepri, diakses pada tanggal 15 Maret 2023 pukul 13.52 WIB.
7
Tidak semua pecandu narkoba di Riau dapat dirawat di Balai Rehabilitasi Batam, kami berharap Pemprov Riau dapat mendukung program tersebut dengan mendirikan pusat rehabilitasi di daerah tersebut. Dan, tidak semua korban kecanduan narkoba harus dirawat inap, dan beberapa cukup rawat jalan.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkoba mengatur keseimbangan antara solusi hukum dan kesehatan. Padahal, pelayanan rehabilitasi di Indonesia saat ini kurang optimal karena sumber daya manusia dan ketersediaan fasilitas rehabilitasi belum sesuai dengan jumlah pelanggar itu sendiri. Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Kepri selama Januari hingga Juni 2016, telah merehabilitasi 373 pecandu baik dengan rawat inap maupun jalan. "Sejak awal tahun hingga Juni ini, pecandu narkotika yang menjalani rehabilitasi rawat inap sebanyak 166 orang, dan 207 orang menjalani rehabilitasi rawat jalan. 9
Pecandu yang menjalani rehabilitasi jalan adalah, pengguna narkotika yang masih bisa beraktivitas seperti masyarakat normal, namun tetap harus disembuhkan dari ketergantungan pada barang terlarang tersebut.Sementara itu, pecandu yang harus dirawat inap adalah mereka yang menjadi pengguna berat narkoba dan sudah tidak bisa menjalankan kegiatan layaknya masyarakat normal. "Mereka yang terbukti menyalahgunakan narkotika, direhabilitasi agar pulih dari kecanduan.Para pecandu kategori ringan dan sedang
9 Ibid
direhabilitasi rawat jalan, sementara para pecandu kategori berat direhabilitasi rawat inap di Balai Rehabilitasi Batam.
Khusus pecandu berat, mereka diwajibkan menjalani program pasca rehabilatasi di Rumah Damping. Mereka terus dibimbing dan diberi berbagai pelatihan vokasional untuk membantu kembali ke masyarakat sebagai pribadi yang baru. Selain itu, BNNP Kepri juga telah memberikan pelatihan vokasional bagi para residen Rumah Damping di antaranya vokasional bengkel, sablon dan kue. Pelatihan tersebut diharapkan dapat mengubah pola pikir pecandu agar memilih mata pencaharian yang legal. Pada umumnya, rehabilitasi yang diberikan kepada peserta didik berkelainan berfungsi untuk pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif), atau pemulihan/pengembalian (rehabilitatif), dan pemeliharaan / penjagaan (promotif).
Melalui fungsi penyembuhan dan kesehatan, kegiatan rehabilitasi, pelajar/korban pecandu narkoba sembuh dari penyakitnya, organ yang tadinya tidak berfungsi menjadi lebih kuat, organ yang tadinya tidak berfungsi orang yang tidak tahu menjadi sadar, dan orang yang tidak bisa sebelumnya akan dapat melakukannya. Fungsi penyembuhan karena itu berarti pemulihan atau pengembalian atau penyegaran kembali.
Pecandu di sini adalah korban lingkungan yang secara sadar atau tidak sengaja menggunakan produk ilegal untuk kesenangan. Yang dimaksud dengan korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental,
9
dan atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana. Yang dimaksud korban adalah:
1) Setiap orang,
2) Mengalami penderitaan fisik, mental, dan atau 3) Kerugian ekonomi
4) Akibat tindak pidana.10
Fungsi medik, kegiatan rehabilitasi yang dilakukan oleh tenaga rehabilitasi medik mempunyai fungsi mencegah penyakit, mengobati penyakit, meningkatkan dan memelihara status kesehatan tenaga/pelajar.
Bantuan/penggantian organ yang hilang, semua kegiatan rehabilitasi medik mengarah pada kesempatan pendidikan bagi anak.
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membuat karya ilmiyah yang berhubungan dengan judul “EFEKTIFITAS REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA SEBAGAI UPAYA MEMINIMALISIR TINDAK PIDANA NARKOTIKA” (Studi Kasus di BNNP dan Loka Rehabilitasi Kota Batam).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan penulis pada latar belakang diatas, maka dari itu ditariklah rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah Pelaksanaan Rehabilitasi Bagi Pecandu Narkotika Sebagai Upaya Meminimalisir Tindak Pidana Narkotika?
10 Bambang Waluyo, 2014, Victimologi Perlindungan Korban dan Saksi, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.10.
2. Bagaimanakah Efektivitas Rehabilitasi Bagi Pecandu Narkotika Sebagai Upaya Meminimalisir Tindak Pidana Narkotika?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah di jelaskan oleh penulis dan rumusan masalah yang relevan, maka penulis memiliki beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam menyusun penelitian ini. Mengenai tujuan penulis mengkaji pembahasan ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui pelaksanaan rehabilitasi bagi pecandu narkotika sebagai upaya meminimalisir tindak pidana narkotika.
2. Untuk mengetahui efektivitas rehabilitasi bagi pecandu narkotika sebagai upaya meminimalisir tindak pidana narkotika.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan dengan tujuan penelitian yang akan dicapai penulis dalam pembahasan ini, penulis juga akan mencapai sebuah manfaat dari penelitian yang dilakukan. Adapun manfaat yang akan di capai penulis:
1. Secara teoritis dengan menciptakan pola pikir yang menawarkan manfaat yang secara umum dapat dirasakan oleh penulis bahkan bagi umum, penulis juga ingin memberikan pemahaman yang lebih luas agar para pecandu dapat pulih tanpa bisa terjerumus ke dalam hal-hal yang melanggar hukum.
2. Secara praktis diharapkan berguna sebagai media penambah ilmu pengetahuan bagi penulis dan para penegak agar dapat menjalankan tugas
11
sebagaimana mestinya. Dan juga untuk memperbaiki kehidupan para pecandu Narkotika, tanpa harus terjerumus ke dalam penjara.
E. Terminologi
Terminologi menurut kamus besar bahasa indonesia adalah peristiwa peristilahan tentang kata-kata, dalam hal ini penulis akan menerangkan maksud kata demi kata yang akan banyak dibahas, antara lain:
1. Efektivitas
Kata efektif mempunyai arti efek, pengaruh, akibat atau dapat membawa hasil. Jadi efektivitas adalah keaktifan, daya guna, adanya kesesuaian dalam suatu kegiatan orang yang melaksanakan tugas dengan sasaran yang dituju. Efektivitas pada dasarnya menunjukkan sejauh mana hasil yang dicapai, dan sering atau selalu dikaitkan dengan konsep efisiensi, meskipun ada perbedaan antara keduanya. Efektivitas lebih menekankan pada hasil yang dicapai, sedangkan efektivitas lebih mementingkan bagaimana hasil yang dicapai dicapai dengan membandingkan input dan output.11
2. Rehabilitasi
Rehabilitasi berarti hak seseorang untuk memperoleh pemulihan kembali haknya dalam kemampuan, kedudukan dan martabatnya yang diberikan pada tahap penyidikan, penuntutan, atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut, ataupun diadili tanpa sebab yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan pribadi atau hukum yang di
11http://literaturbook.blogspot.co.id//pengertian-efektivitas-danlandasan.html, diakses pada tanggal 13 Maret pukul 17.59 WIB.
terapkan menurut cara yang diatur dalam perundang-undangan ini, pemulihan dari gangguan terhadap kondisi fisik, psikologis, dan sosial agar dapat melaksanakan perannya kembali secara wajar baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat.12
3. Pecandu Narkotika
Pecandu Narkotika dalam pasal 1 angka 12 Undang-Undang Narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik, maupun psikis.13
4. Tindak Pidana
Tindak Pidana merupakan suatu perbuatan pidana yang dapat dijatuhi hukuman; setiap perbuatan yang diancam hukuman sebagai kejahatan atau pelanggaran baik yang disebut dalam KUHP maupun peraturan perundang-undangan lainnya.14
F. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini untuk memperoleh bahan-bahan yang diperlukan penulis melakukannya dengan menggunakan beberapa metode yang lazim dipergunakan dalam penelitian hukum. Penggunaan metode ini dimaksudkan sebagai usaha untuk mendekati dan mencari kebenaran obyektif dari permasalahan yang di teliti karena pada dasarnya suatu penelitian itu
12 Charlie rudyat, Loc Cit.Kamus Hukum, hlm. 400.
13 Kusno Adi, Op.Cit, hlm.18.
14 Charlie rudyat, Loc Cit.Kamus Hukum, hlm. 405.
13
prosesnya diambil dari teori-teori dan berakhir pada asas-asas yang nyata.
Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Metode Pendekatan
Metode yang digunakan dalam penelitian penulisan ini adalah metode yuridis sosiologis. Metode yuridis sosiologis merupakan metode yang memaparkan pernyataan yang ada di lapangan berdasarkan asas-asas hukum, atau perundang-undangan yang berlaku dan ada kaitannya dengan permasalahan yang dikaji dengan maksud untuk menemukan fakta yang terjadi sehingga menyimpulkan permasalahan yang sesungguhnya dan dapat menemukan cara penyelesaiannya dari permasalahan tersebut. 15 2. Spesifikasi Data
Penelitian ini bersifat deskriptif analisis, yang berarti untuk menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif yang menyangkut permasalahan penelitian yang telah dirumuskan pada Rumusan Masalah Bab I.
3. Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif yaitu penelitian secara deskriptif, sedangkan sumber data penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu sebagai berikut:
a. Data Primer
15Ronny Hanitiyo Sumitro, 1990, Metodologi penelitian hukum dan jurimetri: Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm 41.
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung di lapangan berhubungan dengan permasalahan yang dibahas dengan melakukan wawancara dengan responden. Wawancara merupakan cara pengumpulan data dengan cara tanya-jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematik dan berdasarkan kepada permasalahan yang akan dibahas. Wawancara dilakukan di BNNP (Badan Narkotika Nasional Provinsi) dan Loka Rehabilitasi (Kepulauan Riau).
b. Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang bersumber dari bahan-bahan kepustakaan digunakan sebagai landasan teori dalam menganalisis data serta permasalahan. Data sekunder meliputi teori-teori, buku-buku, literatur, peraturan perundang-undangan yang berlaku.
1) Bahan Hukum Primer, yaitu berupa bahan hukum yang mengikat meliputi:
a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b) Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana;
c) Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
d) Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika;
e) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
2) Bahan Hukum Sekunder
15
Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang menunjang dan melengkapi bahan hukum primer. Adapun dalam penelitian ini bahan hukum sekunder yang digunakan antara lain:
a) Buku;
b) Jurnal;
c) Makalah;
d) Karya Tulis Ilmiah;
e) Literatur.
3) Bahan Hukum Pendukung
Bahan hukum tersier bahan yang dapat memberikan petunjuk ataupun penjelasan mengenai bahan hukum primer maupun sekunder, seperti: Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Inggris, kamus hukum dan ensiklopedia.
4. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan bahan hukum yang merupakan hasil dari studi lapangan, yaitu dengan menggunakan data primer dengan melakukan wawancara terhadap pihak-pihak yang terkait.
5. Teknik Analisis Data
Data yang di peroleh dari penelitian selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif, yaitu dengan penelitian secara deskriptif yang bertujuan menggambarkan secara tepat, dan pengolahan data yang didasarkan pada hasil penelitian kepustakaan disusun secara sistematis berdasarkan permasalahan dan dilihat kesesuaiannya dengan ketentuan
yang berlaku, selanjutnya digunakan untuk membuat uraian penjelasan tentang efektifitas rehabilitasi bagi pecandu narkotika.
6. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian merupakan tempat yang digunakan dalam melakukan penelitian untuk memperoleh data yang di inginkan. Penelitian ini yang dilakukan bertempat di BBNP Jalan Hang Jebat KM.3, Baru Besar, Nongsa, Batu Besar, Kecamatan Nongsa, Kota Batam, Kepulauan Riau 29465 dan di Loka Rehabilitasi Jalan Hang Jebat No.KM.3, Baru Besar, Nongsa, Batu Besar, Kecamatan Nongsa, Kota Batam, Kepulauan
Riau 29466.
17 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tindak Pidana
1. Pengertian Tindak Pidana
Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum belanda yaitu “het strafbaarfeit”. Strafbaar feit terdiri atas tiga kata yaitu straf, baar, dan feit. Straf diterjemahkan dengan pidana dan hukum. Baar diterjemahkan dapat atau boleh. Feit diterjemahkan tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan.16
Menurut Moeljatno dalam bukunya asas-asas hukum pidana, menerjemahkan istilah perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu larangan ditujukan kepada perbuatan, yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditentukan oleh kelakuan orang. Sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu.17
Menurut Lamintang, bahwa setiap tindak pidana dalam KUHP pada umumnya dapat dijabarkan unsur-unsurnya menjadi 2 (dua) macam, yaitu unsur subyektif dan unsur obyektif. Unsur subyektif adalah unsur- unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri
16 Adami Chazawi, 2011. Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Rajawali Pers, Jakarta, hlm.69.
17 Moeljatno, 2008, Asas-Asas Hukum Pidana, PT Rineka Cipta, Jakarta, hlm 59.
si pelaku dan termasuk di dalamnya segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Unsur obyektif adalah unsur – unsur yang ada hubungannya dengan keadaan – keadaan, yaitu keadaan yang dimana tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan.18
Berkaitan dengan definisi dari istilah strafbaar feit itu sendiri, terdapat dua pandangan yang berkembang dalam kalangan ahli hukum pidana, yaitu pandangan monistis dan pandangan dualistis. Pandangan monistis adalah pandangan yang menyatukan atau tidak memisahkan antara perbuatan pidana beserta akibatnya di satu pihak, dan pertanggung jawaban pidana di pihak lainnya. Sedangkan pandangan dualistis yaitu pandangan yang memisahkan antara perbuatan serta akibatnya di satu pihak, dan pertanggungjawaban pidana di lain pihak.19
Ahli hukum yang menganut pandangan monistis sebagai berikut:
a. J.E. Jonkers, merumuskan peristiwa pidana adalah perbuatan yang melawan hukum (wederrechttelijk) yang berhubungan dengan kesengajaan atau kesalahan yang berhubungan dengan kesengajaan atau kesalahan yang dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan.
b. Wirjono Prodjodikoro, menyatakan bahwa tindak pidana itu adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana.
18Lamintang, 1984, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung,hlm.183.
19Andi Hamzah, 2012, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia & Perkembangannya, PT.Sofmedia, Jakarta, hlm 121.
19
c. H.J. Van Schravendijk, merumuskan perbuatan yang boleh dihukum adalah kelakuan orang yang begitu bertentangan dengan keinsyafan hukum, sehingga kelakuan itu diancam dengan hukuman, asal dilakukan oleh seorang yang karena itu dapat dipersalahkan.
d. Simons, merumuskan strafbaar feit adalah suatu tindakan melanggar hukum yang dengan sengaja telah dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya, yang dinyatakan sebagai dapat dihukum.20
Selanjutnya dualistis dianut oleh banyak ahli hukum, antara lain sebagai berikut:
a. Vos, merumuskan bahwa strafbaar feit adalah suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan.
b. Pompe, dengan merumuskan bahwa strafbaar feit adalah tidak lain daripada suatu tindakan yang menurut sesuatu rumusan undang- undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum.21 2. Unsur-Unsur Tindak Pidana
Setelah mengetahui definisi dan pengertian yang lebih mendalam dari tindak pidana itu sendiri, maka di dalam tindak pidana tersebut terdapat unsur-unsur tindak pidana. Pada hakikatnya, setiap perbuatan pidana harus dari unsur-unsur lahiriah (fakta) oleh perbuatan, mengandung
20 Adami Chazawi, 2010, Pelajaran Hukum Pidana I, PT. Raja Grafindo, Jakarta, hlm.75.
21 Ibid, hlm. 72 – 73.
kelakuan dan akibat yang ditimbulkan karenanya. Keduanya memunculkan kejadian dalam alam lahir (dunia).
Unsur subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada si pelaku tindak pidana dalam hal ini termasuk juga sesuatu yang terkandung didalam hatinya. Unsur-unsur dari suatu tindak pidana adalah:
a. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa);
b. Maksud pada suatu percobaan;
c. Macam-macam maksud seperti yang terdapat di dalam kejahatan- kejahatan, pembunuhan, pencurian, penipuan;
d. Merencanakan terlebih dahulu, pasal 340 KUHP.
Kemudian yang dimaksud dengan Unsur Objektif adalah unsur yang ada hubungannya dengan keadaan tertentu di mana keadaan-keadaan tersebut perbuatan yang telah dilakukan. Unsur-unsur objektif dari suatu tindak pidana adalah:
a. Sifat melawan hukum. Misalnya pasal 338 KUHP;
b. Kausalitas (sebab-akibat) dari pelaku;
c. Kausualitas yaitu hubungan antar sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan suatu kenyataan akibat.22
Adapun unsur-unsur tindak pidana menurut Moeljatno, terbagi menjadi kedalam beberapa unsur antara lain:
a. Kecaman dan akibat (perbuatan);
b. Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan;
22 Leden Marpaung, 2001, Hukum Pidana Bagian Khusus, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 9
21
c. Unsur melawan hukum subjektif;
d. Unsur melawan hukum objektif;
e. Keadaan tambahan yang memberatkan pidana.
Dengan mencermati pengertian diatas, maka unsur-unsur tindak pidana berhubungan dengan unsur-unsur kesalahan yang mencakup beberapa hal yang penting yaitu, unsur-unsur tindak pidana yang dilihat dari segi adanya perbuatan melawan hukum, perbuatan tersebut dapat dipertanggung jawabkan adanya unsur kesalahan, memenuhi rumusan undang-undang dan tidak adanya alasan pembenaran dan pemaaf.
3. Jenis-Jenis Tindak Pidana
Pada umumnya para ahli hukum pidana telah mengadakan pembedaan antara berbagai macam jenis tindak pidana (delik). Dibawah ini akan disebut berbagai pembagian jenis delik:
a. Menurut sistem KUHP
1) Kejahatan (Rechtdelicten) Ialah yang perbuatan yang bertentangan dengan keadilan, terlepas apakah perbuatan itu diancam pidana dalam suatu undang-undang atau tidak, jadi yang benar-benar dirasakan oleh masyarakat sebagai bertentangan dengan keadilan misal: pembunuhan, pencurian. Delik-delik semacam ini disebut kejahatan.
2) Pelanggaran (Wetsdelicten) Ialah perbuatan yang oleh umum baru disadari sebagai tindak pidana karena undang-undang menyebutkannya sebagai delik, jadi karena ada undang-undang
mengancamnya dengan pidana. Misal: memarkir mobil di sebelah kanan jalan (mala quia prohibita). Delik-delik semacam ini disebut pelanggaran.
b. Menurut cara merumuskannya
1) Delik formil itu adalah delik yang perumusannya dititikberatkan kepada perbuatan yang dilarang. Tindak pidana formil tidak memperhatikan dan atau tidak memerlukan timbulnya suatu akibat tertentu dari perbuatan sebagai syarat penyelesaian tindak pidana, melainkan pada perbuatannya. Misalnya Misal: penghasutan (pasal 160 KUHP)
2) Delik materiil adalah delik yang perumusannya dititikberatkan kepada akibat yang tidak dikehendaki (dilarang). Delik ini baru selesai apabila akibat yang tidak dikehendaki itu telah terjadi.
Kalau belum maka paling banyak hanya ada pencobaan. Misal:
pembakaran (pasal 187 KUHP), penipuan (pasal 378 KUHP), pembunuhan (pasal 338 KUHP).
c. Berdasarkan macam perbuatannya
1) Delik commisionis: delik yang berupa pelanggaran terhadap perintah, ialah tindak melakukan sesuatu yang diperhatikan, yang diharuskan. Misalnya tidak menghadap sebagai saksi di muka pengadilan (pasal 522 KUHP).
2) Delik commisionis per ommisionen commissa: delik yang berupa pelanggaran larangan (dus delik commissionis), akan tetapi dapat
23
dilakukan dengan cara tidak berbuat. Misal: seorang ibu yang membunuh anaknya dengan tidak memberi air susu (pasal 338, 340 KUHP).
d. Berdasarkan bentuk kesalahan
1) Delik dolus ialah delik yang memuat unsur kesengajaan. Misal pasal 197 KUHP.
2) Delik culpa ialah delik yang memuat kealpaan sebagai salah satu unsur misal: pasal 197 KUHP.
e. Dari sudut berapa kali perbuatan untuk menjadi suatu larangan
1) Delik tunggal dan delik berangkai (enkelvoudige en samebge-steld delicten) Delik tunggal: delik yang cukup dilakukan dengan perbuatan satu kali.
2) Delik berangkai: delik yang baru merupakan delik, apabila dilakukan beberapa kali perbuatan, misal: pasal 481 (penandaan sebagai kebiasaan).
f. Delik yang berlangsung dan delik selesai
1) Delik yang berlangsung terus: delik yang mempunyai ciri bahwa keadaan terlarang itu berlangsung terus, misal: merampas kemerdekaan seseorang (pasal 333 KUHP).
2) Delik selesai: biasanya suatu tindak pidana ada saat permulaan dan ada saat berhentinya, oleh karena perbuatan yang dilarang sudah selesai.
g. Berdasarkan perlu tidaknya pengaduan dalam hal penuntutan
1) Delik aduan ialah delik yang penuntutannya hanya dilakukan apabila ada pengaduan dari pihak yang terkena (gelaedeerde partij) misal: penghinaan (Pasal 310 dst. Jo 319 KUHP) perzinahan (pasal 284 KUHP). Delik aduan dibedakan menjadi dua yaitu:
a) Delik aduan yang absolut, ialah misal: pasal 332. Delik-delik ini menurut sifatnya hanya dapat dituntut berdasarkan pengaduan.
b) Delik aduan yang relative ialah misal: pasal 367, disebut relative karena delik-delik ini ada hubungan istimewa antara si pembuat dan orang yang terkena.
h. Delik sederhana dan delik yang ada peringatannya
1) Delik yang ada pemberatnya, misal: penganiayaan yang menyebabkan luka berat atau matinya orang (Pasal 351 ayat 2,3 KUHP), pencurian pada waktu malam hari dan sebagainya (pasal 363). Ada delik yang ancaman pidananya diperingan karena dilakukan dalam keadaan tertentu, misal: pembunuhan kanak- kanak (pasal 341 KUHP).
B. Tinjauan Umum Narkotika 1. Pengertian Narkotika
Narkotika dan psikotropika adalah dua zat yang berbeda. Narkotika adalah obat yang bekerja secara selektif pada susunan syaraf pusat (SSP) dan mempunyai “efek utama” terhadap perubahan kesadaran atau membuat terjadinya penurunan kesadaran, hilangnya rasa, dan mengurangi
25
sampai menghilangkan rasa nyeri, digunakan untuk analgesik (rasa senang yang berlebihan pada manusia), antitusif (obat yang menekan refleks batuk, digunakan pada gangguan saluran nafas yang tidak produktif dan batuk akibat teriritasi, yang diindikasikan untuk mengurangi frekuensi batuk. Bekerjanya berdasarkan penekanan pusat batuk secara langsung), antispasmodic (obat yang membantu mengurangi atau menghentikan kejang otot di usus.Yang digunakan untuk menurunkan tegangan tinggi jaringan otot polos), premedikasi (suatu tindakan pemberian obat untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar sehingga memungkinkan dimulainya anastesi dan pembedahan, yang bertujuan meredakan kecemasan dan ketakutan), anastesi (peristiwa hilangnya sensasi, perasaan, dan nyeri, bahkan hilangnya kesadaran sehingga memungkinkan dilakukannya tindakan pembedahan).23
Secara umum yang dimaksud dengan Narkotika adalah sejenis zat yang dapat menimbulkan pengaruh pengaruh tertentu bagi orang-orang yang menggunakannya, yaitu dengan cara memasukkan ke dalam tubuh.
Istilah narkotika yang dipergunakan di sini bukanlah narcotics pada farmacologie (farmasi), melainkan sama artinya dengan "drug", yaitu sejenis zat yang apabila dipergunakan akan membawa efek dan pengaruh pengaruh tertentu pada tubuh SI pemakai, yaitu:
a. Mempengaruhi kesadaran;
23Undang-Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, hlm. 1-2.
b. Memberikan dorongan yang dapat berpengaruh terhadap perilaku manusia;
c. Pengaruh pengaruh tersebut dapat berupa: Penenang, perangsang, menimbulkan halusinasi.
Pada mulanya zat narkotika ditemukan orang yang penggunaannya ditunjukkan untuk kepentingan umat manusia, khususnya di bidang pengobatan. Dengan berkembang pesat industri obat obatan dewasa ini, maka kategori jenis zat-zat narkotika semakin meluas pula seperti halnya yang tertera dalam lampiran Undang-Undang Narkotika No. 22 Tahun 1997. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut, makalah obat obat semacam narkotika berkembang pula cara pengolahannya.
Zat-zat narkotika yang semula ditunjukkan untuk kepentingan pengobatan namun dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya perkembangan teknologi obat-obatan maka jenis jenis narkotika dapat diolah sedemikian banyak seperti yang terdapat pada saat ini, serta dapat pula disalahgunakan fungsinya yang bukan lagi untuk kepentingan di bidang pengobatan, bahkan sudah mengancam kelangsungan eksistensi generasi suatu bangsa.24
Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika memberikan pengertian bahwa Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang
24 Suhasril, 2003, Tindak Pidana Narkotika, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm. 16-19.
27
dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Di dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ini, diatur beberapa ketentuan, tentang etimologi dan terminologi sekitar pengertian dan istilah-istilah yang diatur dalam undang-undang narkotika tersebut, serta ruang lingkup dan tujuan pengaturan narkotika dalam undang-undang. Narkotika digolongkan menjadi narkotika Golongan 1, narkotika golongan 2, dan narkotika golongan 3.
Penggunaan narkotika hanya dapat dipergunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan atau pengembangan ilmu pengetahuan.Untuk kepentingan tersebut di atas, maka diperlukan pengaturan Tentang Pengadaan narkotika yang diatur dalam undang- undang.25
Zat ini bisa digolongkan menjadi dua macam yakni narkotika dalam arti sempit dan narkotika dalam arti luas.Dalam arti sempit adalah semua zat atau bahan yang bersifat alami seperti opiaten, buah kokain, dan daun ganja. Dalam arti luas adalah bersifat alami dan bersifat olahan (buatan) dari bahan narkotika, ya itu semua jenis obat yang berasal dari:
a. Papaver somniferum (opium, candu, morpin, heroin, dst) b. Eryth Roxcylon Coca (kokain)
c. Cannabis sativa (ganja)
25 Siswanto, 2012, Politik Hukum dalam Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun2009, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 12-13.
d. Golongan obat obat penenang e. Golongan obat obat perangsang f. Golongan obat obat pemicu khayalan
Jika jenis-jenis obat narkotika disalahgunakan untuk tujuan di luar pengobatan, maka akan mengubah kerja saraf otak, sehingga si pemakai berfikir, berperasaan, dan berperilaku tidak normal. Efek kecanduan dari zat adiktif menyebabkan pemakainya sulit dikontrol. Setelah ketagihan akan sampai pada tingkat yang paling parah yaitu ketergantungan.26
Didalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Narkotika didefinisikan sebagai zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan kedalam golongan-golongan yang terlampir dalam UU No. 35 Tahun 2009.
Pembentukan UU No. 35 Tahun 2009 bertujuan:
a. Menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, b. Mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari
penyalahgunaan Narkotika,
c. Memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika dan
26Ahmad Jazuli, 2007, Upaya Menjaga Diri Dari Bahaya Narkoba, PT Bengawa Ilmu, Semarang, hlm. 2-3.
29
d. Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahguna dan pecandu Narkotika.
Dalam UU No. 35 Tahun 2009, yang dimaksud Prekursor Narkotika adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika yang dibedakan dalam table sebagaimana terlampir dalam UU No. 35 Tahun 2009.27
2. Jenis-Jenis Narkotika
Berdasarkan Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, jenis narkotika dibagi menjadi tiga kelompok yaitu narkotika Golongan 1, Golongan ini termasuk narkotika yang paling berbahaya karena daya adiktif nya sangat tinggi, Golongan ini tidak boleh digunakan untuk kepentingan apapun, kecuali untuk penelitian dan ilmu pengetahuan.
Yang termasuk narkotika Golongan 1 adalah ganja, heroin, kokain, putaw, dan opium.
Narkotika golongan 2, Golongan ini termasuk narkotika yang memiliki daya adiktif sangat tinggi tetapi sangat bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian.Yang termasuk narkotika golongan 2 yaitu betametodal, benzetidin, dan pestidin.
Narkotika golongan 3, Golongan ini memiliki daya adiktif yang ringan tetapi dapat bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian serta untuk perkembangan ilmu pengetahuan.Yang termasuk narkotika golongan 3 yaitu asetihidrotema dan dihidrokodemia. Ada 4 jenis
27 Aziz Syamsuddin, Op.Cit, hlm. 90.
narkotika yang beredar luas di negara kita yaitu ganja, opium, putaw, dan kokain.28
3. Tindak Pidana Narkotika
Hukum pidana di Indonesia terbagi dua, yaitu hukum pidana umum dan hukum pidana khusus. Secara definitif, hukum pidana umum dapat diartikan sebagai perundang-undangan pidana dan berlaku umum, yang tercantum dalam kitab undang-undang hukum pidana atau KUHP serta semua perundang-undangan yang mengubah dan menambah KUHP.
Adapun hukum pidana khusus atau peraturan perundang-undangan tindak pidana khusus bisa dimaknai sebagai perundang-undangan di bidang tertentu yang memiliki sanksi pidana, atau Tindak tindak pidana yang diatur dalam perundang-undangan khusus, di luar KUHP, baik perundang-undangan pidana maupun bukan pidana tetapi memiliki sanksi pidana (ketentuan yang menyimpang dari KUHP). Di Indonesia kini berkembang dengan subur undang-undang tersendiri diluar KUHP, salah satunya adalah undang-undang narkotika dan undang-undang psikotropika.
Kedudukan undang-undang hukum pidana khusus dalam sistem hukum pidana adalah pelengkap dari hukum pidana yang dikodifikasikan dalam KUHP. Suatu kodifikasi hukum pidana betapa sempurnanya pada suatu saat akan sulit memenuhi kebutuhan hukum dari masyarakat.
28 Sunarno, 2007, NARKOBA Bahaya dan Upaya Pencegahannya, PT Bengawan Ilmu, Semarang, hlm. 11.
31
Adapun Prof Andi Hamzah berpendapat di Indonesia dapat timbul undang-undang tersendiri diluar KUHP karena dua faktor, yaitu:
a. Adanya ketentuan lain di luar KUHP: pasal 103 KUHP yang memungkinkan pemberlakuan ketentuan pidana dan sanksi nya terhadap suatu perbuatan pidana yang menurut undang-undang dan peraturan-peraturan lain di luar KUHP diancam dengan pidana, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang dan,
b. Adanya pasal 1 sampai dengan Pasal 85 KUHP (buku 1) tentang ketentuan umum yang memungkinkan penerapan aturan aturan pidana umum bagi perbuatan perbuatan pidana yang ditentukan di luar KUHP, kecuali peraturan tersebut menyimpang.
Tujuan pengaturan terhadap tindak pidana yang bersifat khusus adalah untuk mengisi kekurangan ataupun kekosongan hukum yang tidak tercakup pengaturannya dalam KUHP, namun dengan pengertian bahwa pengaturan itu masih tetap dan berada dalam batas-batas yang diperkenankan oleh hukum pidana formil dan materil.
Di dalam law online lybrary dijelaskan, hukum tindak pidana khusus mengatur perbuatan tertentu atau berlaku terhadap orang tertentu yang tidak dapat dilakukan oleh orang lain selain orang tertentu. Oleh karena itu, hukum tindak pidana khusus harus dilihat dari substansi dan berlaku kepada siapa hukum tindak pidana khusus itu.
Peraturan perundang-undangan tindak pidana khusus merupakan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal-hal yang
bersifat khusus diluar KUHP. Subjek hukum tindak pidana khusus diperluas, tidak saja meliputi orang pribadi melainkan juga badan hukum.
Sedangkan dari aspek masalah pemidanaan, dilihat dari pola perumusan ataupun pola ancaman sanksi, hukum tindak pidana khusus dapat juga menyimpang dari ketentuan KUHP. Sedangkan substansi hukum tindak pidana khusus menyangkut tiga permasalahan yakni tindak pidana, Pertanggungjawaban pidana, serta pidana dan pemidanaan.
Di dalam law online library di paparkan juga tentang ruang lingkup hukum tindak pidana khusus yang dikatakan tidak bersifat tetap, tetapi dapat berubah tergantung dengan Apakah ada Penyimpangan atau menetapkan sendiri ketentuan khusus dari undang-undang pidana yang mengatur substansi tertentu.
Sebagai contoh Undang-Undang No. 9 Tahun 1976 Tentang Tindak Pidana Narkotika merupakan tindak pidana khusus. Setelah Undang-Undang No. 9 Tahun 1976 dicabut dan diganti dengan Undang- Undang No. 22 Tahun 1997, tidak lagi terdapat penyimpangan sehingga Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 yang sekarang adalah Undang- Undang No. 35 Tahun 2009 tidak lagi menjadi bagian dari hukum tindak pidana khusus.29
Penyalahgunaan narkotika memang sangat kompleks karena merupakan interaksi dari tiga faktor yang menjadi penyebabnya yaitu narkoba individu dan lingkungan. Faktor pertama yaitu narkoba adalah
29 Aziz Syamsuddin, Op.Cit, hlm. 8-13.
33
berbicara tentang farmakologi zat meliputi jenis, dosis, cara pakai, pengaruhnya pada tubuh serta ketersediaan dan pengendalian peredarannya. Sementara itu faktor ke dua individu, penyalahgunaan narkoba harus dipahami dari masalah perilaku yang kompleks yang juga dipengaruhi oleh faktor ketiga yakni lingkungan.
Masyarakat yang rawan narkoba tidak akan memiliki daya ketahanan sosial sehingga kesinambungan pembangunan akan terancam dan negara akan menderita kerugian akibat masyarakatnya tidak produktif, angka tindak pidana pun akan meningkat. Dasar hukum pemberantasan atau tindakan atau patokan bertindak dari para aparat hukum maupun patokan untuk berbuat dan tidak berbuat bagi setiap anggota masyarakat, pada dasarnya guna terciptanya ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat.Patokan-patokan tersebut merupakan ketentuan hukum yang kemudian dijadikan landasan hukum bagi semua pihak yang terikat dalam kehidupan bermasyarakat.
Ketentuan hukum pada intinya dimaksudkan guna menjadi dasar persamaan kepentingan dan tanggung jawab atas kewenangan pemerintah maupun hak dan kewajiban warga negara. Karena itu dasar hukum terkait dengan pemberantasan tindak pidana narkoba antara lain Undang- Undang No. 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika yang kemudian diganti dengan Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.30
30 Firman Freaddy Busroh, 2015, Memerangi Penyalahgunaan Narkoba, Cintya Press, Jakarta, hlm. 18-19.
Di dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika didefinisikan sebagai zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009.
C. Tinjauan Umum Pecandu Narkotika 1. Pengertian Pecandu Narkotika
Pecandu adalah seseorang yang sudah memiliki rasa ketergantungan terhadap sesuatu (misalnya, narkoba/narkotika, game dan lainnya), yang apabila tidak tercapai dapat menimbulkan resiko terhadap psikologi dan jiwanya.31
Secara umum kecanduan atau ketagihan adalah saat tubuh atau pikiran kita dengan buruknya menginginkan atau memerlukan sesuatu agar bekerja dengan baik. Disebut pecandu apabila memiliki ketergantungan fisik dan ketergantungan psikologis terhadap zat psikoaktif, contohnya alkohol, tembakau, heroin, kafeina, nikotin. Zat psikoaktif ini akan melintasi otak setelah dicerna, sehingga mengubah kondisi kimia di otak secara sementara. 32
31Nur Khayyu Latifah, 2018, Rehabilitasi Mental Spiritual Bagi Pecandu Narkoba DiPondok Pesantren Jiwa Mustajab Purbalingga (Analisis Bimbingan dan KonselingIslam), (Skripsi), Diterbitkan oleh Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Wali Songo, Semarang, hlm.50
32 Kecanduan, https://id.m.wikipedia.org, Diakses pada tanggal 21 Juli 2023 pukul 20.30 WIB.
35
Kecanduan juga bisa dipandang sebagai keterlibatan terus menerus dengan sebuah zat atau aktivitas meskipun hal-hal tersebut mengakibatkan konsekuensi negatif. Kenikmatan dan kepuasanlah yang pada awalnya dicari, tetapi perlu keterlibatan selama beberapa waktu dengan zat atau aktivitas itu agar seseorang merasa normal. Saat kecanduan sesuatu, seseorang bisa sakit jika mereka tak mendapatkan apa yang membuat mereka kecanduan. Kecanduan adalah suatu kebiasaan atau perilaku yang tidak baik, tidak sehat dan dapat merusak diri sendiri dimana individu mempunyai kesulitan untuk berhenti terhadap sesuatu.
Menurut pasal 1 angka 13 Undang-undang Narkotika, dijelaskan definisi pecandu adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada narkotika baik secara fisik maupun psikis. Sehingga dari pengertian tersebut, maka dapat diklasifikasikan 2 (dua) tipe pecandu narkotika yaitu:33
a. Orang yang menggunakan narkotika dalam keadaan secara fisik maupun psikis.Pada tipe ini dapat dikategorikan sebagai pecandu yang mempunyai legitimasi untuk mempergunakan narkotika demi kepentingan pelayanan kesehatan dirinya sendiri. Kategori ini seperti itu, dikarenakan penggunaan narkotika tersebut sesuai dengan makna dari pasal 7 Undang-undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan tentunya pecandu yang dimaksud adalah seorang
33 Lysa Anggrayni dan Yusliati, 2018, Efektivitas Rehabilitasi Pecandu Narkotika Serta Pengaruhnya Terhadap Tingkat Kejahatan Di Indonesia, Uwais Inspirasi Indonesia, Ponorogo,hlm.25-27
pecandu yang sedang menjalankan rehabilitasi medis khususnya dalam proses intervensi medis.
b. Orang yang menyalahgunakan narkotika dalam keadaan ketergantungan secara fisik maupun psikis.Sedangkan pecandu narkotika pada tipe yang kedua ini dapat dikategorikan sebagai pecandu yang tidak mempunyai legitimasi untuk mempergunakan narkotika demi kepentingan pelayanan kesehatannya.
Secara esensial penyalahguna dan pecandu narkotika tipe kedua adalah sama-sama menyalahgunakan narkotika, hanya saja bagi pecandu narkotika mempunyai karakteristik tersendiri yakni adanya ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis. Pecandu narkotika tipe kedua tersebut hanya dikenakan tindakan berupa kewajiban menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Ketergantungan narkotika adalah dorongan untuk menggunakan narkotika terus-menerus, dan apabila pemakaiannya diberhentikan gejala putus zat. Berat ringannya gejala putus zat bergantung pada jenis narkotika, dosis yang digunakan, serta lamanya pada pemakaiannya.
Makin tinggi dosis yang digunakan dan makin lama pemakaiannya, makin hebat gejala sakitnya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), definisi ketergantungan adalah:
a. Hal tergantung.
b. Perihal hubungan sosial seseorang yang tergantung kepada orang lain atau masyarakat.
37
c. Keadaan seseorang yang belum dapat memikul tanggung jaeab sendiri.
Jadi apabila kata “ketergantungan narkotika” maka dapat diartikan, individu bersangkutan tergantung kepada narkotika baik secara fisik maupun psikis dimana individu bersangkutan belum dapat memikul tanggung jawab sendiri dikarenakan kondisinya yang masih dalam ketergantungan.
2. Karakteristik Pecandu Narkotika
a. Karakteristik Pecandu dilihat dari Fungsi Kognitif
1) Tingkat kewaspadaan yang rendah seorang pecandu sering gagal dalam hal menanggapi bagaimana tindakan mereka berdampak terhadap orang lain dan bagaimana perilaku mereka berpengaruh terhadap diri mereka. Mereka sering terhalang untuk menggunakan “consequential thinking” oleh mental blocking, pengalihan perhatian dan perilaku yang impulsif.
2) Ketidakmampuan untuk membuat penilaian yang tepat ciri ini nyata sekali dalam konteks membuat keputusan, memecahkan masalah dan membaca konsekuensi hidup dari perilaku mereka.
Kelemahan tersebut disebabkan oleh rendahnya kemampuan untuk mengendalikan impulse dan mengurung keinginan.
b. Karakteristik Pecandu dilihat dari Persepsi Pecandu
1) Tingkat harga diri yang rendah (low self esteem) pecandu mempunyai konsep diri yang kabur, memandang diri sendiri