• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Kerentanan

Dalam dokumen pemerintah daerah kabupaten tana toraja (Halaman 31-35)

IV. TINGKAT KERENTANAN, ANCAMAN DAN RESIKO IKLIM

4.1. Kerentanan Terhadap Perubahan Iklim

4.1.3. Tingkat Kerentanan

Analisis pada nilai indeks keterpaparan dan sensitivitas (IKS) dan Indeks Kapasitas Adaptif (IKA) berguna untuk memastikan bahwa intervensi aksi adaptasi yang dilakukan kedepannya mencakup aspek-aspek yang yang menyebabkan tingginya indeks kerentanan di wilayah tersebut. Oleh karenanya, pada sub-bab bagian ini, akan dilihat secara terpisah hasil analisis masing-masing komponen indikator dan komponen indikator yang mana yang memberi kontribusi nilai kerentanan yang tinggi.

Suatu sistem dikatakan rentan apabila memiliki nilai indek IKS yang tinggi dan/atau nilai indeks IKA yang rendah. Indikator dengan nilai tinggi dalam IKS adalah indikator yang memiliki nilai di atas 0.5, sedangkan indikator dalam IKA bernilai rendah adalah indikator yang memiliki nilai di bawah 0.5. Sebaran desa menurut tingkat keterpaparan dan sensitivitas lebih dari 0.5 (kelas sedang hingga tinggi), dan sebaran desa menurut tingkat kapasitas adaptif kurang dari sama dengan 0.5 (kelas sedang hingga rendah) disajikan di Gambar 4-3.

Gambar 4-3. Jumlah Desa dengan Nilai (IKS) > 0.5 (kiri) dan IKA < 0.5 (kanan) Kondisi Saat Ini

Kedua grafik tersebut menggambarkan indikator mana saja yang berkontribusi terhadap tingkat kerentanan di Kabupaten Tana Toraja. Terdapat 4 (empat) indikator dalam IKS yang paling berkontribusi pada tingginya indeks kerentanan, yaitu bahan bakar rumah tangga, sumber penghasilan utama, sumber air minum dan topografi. Sebagian besar rumah tangga di desa-desa di Tana Toraja masih memanfaatkan kayu bakar sebagai sumber bahan bakar utama, oleh karenanya nilai IKS bahan bakar cukup tinggi pada 132 desa dari 159 desa di Tana Toraja, atau 83% dari total. Sementara itu pada indikator sumber mata pencaharian

26

seluruh desa di Tana Toraja memiliki nilai di atas 0.5, mengingat sektor pertanian dan industri ekstraktif masih mendominasi mata pencaharian di desa-desa di Tana Toraja. Pada IKS sumber air minum, sebanyak 119 desa memiliki indeks di atas 0,5 dan menunjukkan bahwa sebanyak 75% desa di Tana Toraja masih mengandalkan sumur timba, mata air dan sumber-sumber air permukaan seperti sungai, danau dan air hujan sebagai sumber air minum bagi rumah tangganya. Pada indikator topografi, terdapat 95 desa atau 59,7% dari total desa di Tana Toraja yang berada di wilayah dengan kondisi kelerengan yang tergolong curam bagi pemukiman yaitu di atas 21,59 persen.

Di sisi lain, terdapat 5 (lima) indikator dalam IKA yang juga mempengaruhi tingginya nilai kerentanan desa-desa di Tana Toraja, yaitu akses pasar, fasilitas kesehatan, industri kecil- mikro, infrastruktur jalan dan fasilitas pendidikan. Sebanyak 139 desa atau 87,4% dari total memiliki akses pasar yang rendah. Demikian pula pada indikator fasilitas kesehatan (83 desa atau 52,2%), fasilitas pendidikan dan infrastruktur jalan (masing-masing 80 desa atau 50,3%), dan industri kecil-mikro (122 desa atau 76,1%) dimana lebih dari 50% desa di Tana Toraja memiliki IKA dengan kategori yang rendah dengan skor kurang dari 0,5.

Analisis proyeksi kerentanan dengan menggunakan proyeksi jumlah penduduk tahun 2025 menghasilkan gambaran IKS dan IKA yang sedikit berbeda pada kondisi saat ini. Perbedaan tersebut terletak pada menurunnya indeks kemiskinan pada IKS, sedangkan pada IKA terdapat penurunan pada indikator jamkesda dan peningkatan pada indikator fasilitas pendidikan.

Gambar 4-4. Jumlah Desa dengan Nilai (IKS) > 0.5 (kiri) dan IKA < 0.5 (kanan) Proyeksi Tahun 2025

Hasil analisis kerentanan dengan metode 7 kuadran menunjukkan wilayah desa di Kabupaten Tana Toraja didominasi dengan kondisi kerentanan Cukup Rendah (kuadran 3) sebanyak 49 desa, kemudian Sangat Tinggi (kuadran 7) sebanyak 39 desa, kemudian kondisi kerentanan rendah (kuadran 2) dan sedang (kuadran 4) masing-masing sebanyak 34 desa sebagaimana disajikan di Gambar 4-5 dan Tabel 4-4. Sementara peta kerentanan desa di Tana Toraja disajikan di Gambar 4-6.

27

Gambar 4-5. Sebaran Desa di Kabupaten Tana Toraja berdasarkan Indeks Kerentanan Tabel 4-4. Distribusi Jumlah Desa Berdasarkan Tingkat Kerentanan

Kuadran Kategori Kerentanan Kini Proyeksi 2025

Jumlah Desa Persentase Jumlah Desa Persentase

7 Sangat Tinggi 39 24,5% 41 25,8%

6 Tinggi 0 0% 0 0%

5 Cukup Tinggi 0 0% 0 0%

4 Sedang 34 21,4% 34 21,4%

3 Cukup Rendah 49 30,8% 48 30,2%

2 Rendah 34 21,4% 33 20,8%

1 Sangat Rendah 3 1,9% 3 1,9%

Total 159 100% 159 100%

Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan keenambelas indikator biofisik dan ekonomi, terdapat kesenjangan tingkat kerentanan yang cukup menonjol antara desa-desa dengan indeks kerentanan yang sangat tinggi dengan desa-desa yang memiliki indeks kerentanan rendah sampai sedang di Kabupaten Tana Toraja. Analisis kondisi kerentanan saat ini menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah memiliki indeks kerentanan rendah hingga sedang, dengan jumlah 73,6% dari total seluruh desa di Tana Toraja. Di sisi lain, jumlah desa dengan indeks kerentanan yang sangat tinggi juga cukup besar, yaitu mencapai 24,5% pada kondisi saat ini. Hasil proyeksi tahun 2025 menunjukkan tingkat kerentanan sangat tinggi bertambah 2 desa, dan tingkat kerentanan rendah dan cukup rendah berkurang masing-masing 1 desa.

Sebagai gambaran untuk melihat pengaruh kelas kuadran terhadap indikator pada IKS dan IKA berikut ini disajikan spidergraf rata-rata desa pada kerentanan sangat tinggi (Gambar 4- 6). Dari spidergraf tersebut terlihat bahwa masalah utama yang dihadapi oleh desa-desa pada kerentanan kelas 7 adalah sumber air munum (KS1), sumber mata pencaharian utama (KS3), kondisi topografi (KS7), bahan bakar rumah tangga (KS4) dan tingkat kemiskinan (KS2). Kelima indikator tersebut yang paling sensitif dan terpapar ketika terjadi bencana.

Sementara, tingkat adaptifnya hanya fasilitas listrik (KA1) yang dapat adaptif terhadap bencana sedangkan indikator adaptif yang lainnya rendah.

28

Gambar 4-6. Gambaran Kondisi Indikator-Indikator Keterpaparan, Sensitivitas dan Kemampuan Adaptif berdasarkan Sistem 7 Kuadran

Jika dilihat dari sebarannya secara spasial (Gambar 4-7), baik pada kondisi kini dan mendatang, terdapat kecenderungan indeks kerentanan sedang sampai sangat tinggi terjadi pada desa-desa di kecamatan-kecamatan yang berada di pinggiran atau jauh dari ibukota Kabupaten Tana Toraja, seperti Kecamatan Bittuang, Kecamatan Bonggakaradeng, Kecamatan Masanda dan Kecamatan Mappak.

Gambar 4-7. Peta Kerentanan Desa di Kabupaten Tana Toraja Kini (kiri) dan Proyeksi Tahun 2025 (kanan)

Hasil proyeksi tahun 2025 menunjukkan perubahan yang mencolok terjadi pada Kecamatan Masanda di sebelah Utara Kabupaten Tana Toraja, yang mana pada kondisi saat ini masih terdapat desa dengan kondisi kerentanan cukup rendah, yaitu Lembang Pondingao, namun pada proyeksi kerentanan 2025 seluruh wilayah kecamatan diperkirakan akan berstatus

29

sangat rentan dengan indek kerentanan 7. Baik pada kondisi kerentanan saat ini dan mendatang, terlihat bahwa desa-desa dengan tingkat kerentanan sedang hingga rendah mendominasi wilayah yang relatif dekat dengan Ibukota Kabupaten di Kecamatan Makale.

Hal ini sekaligus menjadi indikasi bahwa kedepannya arah pembangunan yang dilakukan pada wilayah Kabupaten Tana Toraja perlu memberikan perhatian yang lebih bagi pengembangan wilayah-wilayah pinggiran yang relatif masih terpencil.

4.2. Ancaman Bencana Saat Ini dan Ancaman Iklim Ekstrim Masa Mendatang

Dalam dokumen pemerintah daerah kabupaten tana toraja (Halaman 31-35)

Dokumen terkait