• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Kelayakan Aset (Asset Due Dilligence)

Dalam dokumen fulltext_bk_amaliah_2020.pdf (Halaman 124-128)

Dari aspek legal, pemanfaatan suatu aset untuk digunakan ke dalam suatu struktur instrumen finansial seperti sukuk memerlukan adanya proses uji kelayakan aset (asset due diligence) terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan untuk menguji kelayakan aset tersebut apakah dapat digunakan sebagai dasar penerbitan atau tidak.

Untuk itu terdapat beberapa aspek penting yang menjadi kriteria penilaian utama terhadap aset sukuk di antaranya adalah:

1. Status kepemilikan atas aset tersebut untuk memastikan tidak ada sengketa kepemilikan dengan pihak lain.

2. Kelayakan aset dan dinilainya.

3. Kesesuaian aset dengan prinsip syariah.

4. Dokumentasi atas kepemilikan aset sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

5. Biaya pencatatan (registration fee) atas kepemilikan aset tersebut.

6. Ketentuan peraturan terkait dengan jual beli aset tersebut termasuk ketentuan perpajakan.

114 Sukuk: Suatu Telaah dari Variabel Makro Ekonomi

Proses asset due diligence dilakukan dengan baik oleh konsultan hukum yang telah ditunjuk sebelumnya oleh pihak yang akan menerbitkan sukuk (originator). Berdasarkan hasil review yang dilakukan, maka Konsultan Hukum kemudian mengeluarkan nota yang menyatakan hasil penilaian atas yang aset yang akan digunakan sebagai underlying asset tersebut. Jika hasilnya clear, baru pihak penerbit dapat menggunakannya sebagai dasar penerbitan sukuk.

Asset Backed Vs Asset Based Assets

Penerbitan sukuk didasarkan pada aset riil. Oleh karenanya, sukuk dianggap memiliki risiko yang lebih rendah dan lebih aman dari obligasi konvensional. Namun seiring terjadinya krisis finansial global, ternyata ada juga sukuk yang mengalami default. Hal ini menimbulkan kekhawatiran risiko tersendiri sehingga mendorong lembaga-lembaga terkait untuk merumuskan kembali pemahaman tentang sukuk.

Islamic Financial Service Board (IFSB) pada tahun 2009 melakukan klarifikasi dengan membagi sukuk berdasarkan jenis risiko yang melekat ke dalam tiga kelompok besar, yaitu asset backed, pay-through asset-bassed, dan pass-through asset-bassed. Klasifikasi tersebut kemudian dirumuskan kembali dan disederhanakan menjadi dua, yaitu: sukuk yang berbasis aset riil (asset based sukuk); dan sukuk yang melekat dan dijamin sepenuhnya oleh aset riil (asset backed sukuk).

Jenis sukuk pertama, yaitu asset based sukuk, merupakan sukuk yang kepemilikan investor atas underlying asset hanya bersifat kepemilikan beneficial ownership, dan bukan true ownership. Dalam hal ini aset riil yang menjadi underlying asset tersebut digunakan untuk membuat struktur transaksi agar sesuai dengan prinsip syariah, dan tidak dijadikan sebagai sumber pembiayaan imbalan langsung serta tidak dijaminkan.

Pembayaran imbalan dan pokok sukuk dijamin oleh obligator/originator, dan tidak terkait langsung dengan income stream dari underlying asset.

Sehingga, jenis sukuk ini lebih menyerupai karakteristik obligasi konvensional dibandingkan dengan karakteristik sekuritisasi aset.

Adapun asset backed sukuk adalah sukuk yang kepemilikan investor atas underlying asset bersifat kepemilikan true ownership, di mana originator menjual secara penuh aset riil tersebut kepada investor, melalui Special Purpose Vachile (SPV). Melalui kepemilikan tersebut, keberadaan

Bab 7 |Underlying Sukuk Negara 115 underlying asset menjadi sumber utama pembayaran imbalan sukuk yang berasal dari income stream secara langsung. Dengan kata lain, sukuk jenis ini lebih menyerupai karakteristik sekuritisasi aset, yang menjadikan aset riil sebagai jaminan dalam penerbitan sukuk.

Perbandingan antara asset based sukuk dan asset backed sukuk Asset Based Sukuk Asset Backed Sukuk

Deskripsi

Sukuk yang kepemilikan atas underlying asset bersifat beneficial ownership, dan obligor/originator menjamin pembayaran dan imbalan dan pokok sukuk

S u k u k y a n g k e p e m i l i k a n atas underlying asset bersifat true ownership, dan sumber pembayaran imbalan dan pokok sepenuhnya berasal dari income stream dari underlying asset Sifat

instrumen

Lebih menyerupai karakteristik

obligasi konvensional Lebih menyerupai sekuritisasi aset

Kepemilikan underlying asset

Proses transfer aset kepada investor didasarkan pada konsep “beneficial ownership”. Kepemilikan investor atas underlying asset adalah kepemiikan beneficial ownership, legal title tetap berada pada originator

Proses transfer aset kepada investor didasarkan pada konsep

true sale”. Investor sepenuhnya memiliki underlying asset termasuk kepemilikan atas legal title

Rating sukuk

Didasarkan pada rating originator s u k u k , b u k a n b e r d a s a r k a n underlying asset

Didasarkan sepenuhnya pada nilai dan performa underlying asset

Pembayaran pokok

Pembayaran pokok sukuk dijamin oleh obligor/originator, melalui janji pembelian aset (purchase undertaking) oleh obligor

P e m b a y a r a n p o k o k s u k u k didasarkan pada harga jual underlying asset sesuai harga pasar. Tidak ada janji pembelian aset (purchase undertaking) oleh obligor

Pembayaran kupon/

imbalan

Pembayaran kupon dijamin dan dilakukan sepenuhnya oleh obligor/originator

Pembayaran kupon didasarkan sepenuhnya pada income stream dari underlying asset

Default

Instrument menjadi tidak aman (unsecured) pada saat terjadi default, karena investor tidak memiliki hak secara langsung atas underlying asset

Instrumen menjadi aman (secured) pada saat terjadi default, karena investor memiiki hak secara langsung atas underlying asset

116 Sukuk: Suatu Telaah dari Variabel Makro Ekonomi

Underlying Asset Sukuk Negara

Sesuai konsep keuangan syariah, dalam penerbitan sukuk diperlukan keberadaan aset riil yang mendasari penerbitannya. Begitu pula yang berlaku dalam penerbitan Sukuk Negara. Dalam konteks Sukuk Negara, aset yang digunakan sebagai underlying asset penerbitan Sukuk Negara disebut sebagai Aset Surat Berharga Syariah (Aset SBSN).

Sesuai Pasal 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2009, Aset SBSN didefinisikan sebagai objek pembiayaan SBSN dan/atau Barang Milik Negara yang memiliki nilai ekonomis, berupa tanah dan/atau bangunan maupun selain tanah dan/atau bangunan, yang dalam rangka penerbitan SBSN dijadikan sebagai dasar penerbitan.

Gambar 7.1 Klasifikasi Aset Surat Berharga Syariah Negara (Aset SBSN) Berdasarkan definisi tersebut dapat dipahami bahwa yang dapat digunakan dalam penerbitan SBSN secara garis besar terdiri dari dua jenis, yaitu Barang Milik Negara (BMN) dan objek pembiayaan SBSN.

Penjelasan rinci mengenai kedua jenis aset tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.

1. Barang Milik Negara (BMN)

Pengertian BMN

Secara definisi, Barang Milik Negara (BMN) dapat diartikan sebagai semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Pengertian tersebut mengacu pada Pasal 1 UU No.

19 Tahun 2008 tentang SBSN, dan UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

Bab 7 |Underlying Sukuk Negara 117 Dalam PMK Nomor 120/TMK.06/2007 tentang penatausahaan BMN, pada Lampiran VII, disebutkan bahwa Barang adalah bagian dari kekayaan negara yang merupakan satuan tertentu yang dapat dinilai/

dihitung/diukur/ditimbang dan dinilai tidak termasuk uang dan surat berharga. Selanjutnya dalam Pasal 2 ayat (2) UU Perbendaharaan Negara, dijelaskan bahwa ruang lingkup Barang Milik Negara meliputi:

§ Barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan,

§ Barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan perjanjian/kontrak,

§ Barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang,

§ Barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Dalam dokumen fulltext_bk_amaliah_2020.pdf (Halaman 124-128)