• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jadwal Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

L. Jadwal Penelitian

No Kegiatan

Bulan

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Pengajuan judul penelitian

2 Bimbingan judul penelitian

3 Menyusun Proposal 4 Bimbingan proposal 5 Seminar Proposal 6 Revisi

7 Penyusunan

Instrumen penelitian 8 Pelaksanaan

Penelitian Melakukan uji coba instrumen Memberi-kan pretest Menerapkan model pembelajaran MMP kolaborasi Talking Chips dikelas eksperimen dan model pembelajaran konvensional dikelas kontrol Memberikan posttest 9 Pengolahan data

hasil penelitian 10 Penyusunan laporan

hasil penelitian 11 Bimbingan laporan

hasil penelitian 12 Sidang Skripsi

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini, peneliti akan membahas hasil dan pembahasan dari penelitian yang telah dilaksanakan. Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 6 Tanjungpinang yang bertujuan untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran Missouri Mathematics Project kolaborasi Talking Chips lebih tinggi dari siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Pada penelitian ini menggunakan dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen sebagai kelas yang mendapatkan perlakuan yaitu menerapkan model pembelajaran Missouri Mathematics Project kolaborasi Talking Chips dan kelas kontrol adalah kelas yang tidak diberikan perlakuan atau dengan pembelajaran konvensional.

Data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yang diperoleh melalui tes kemampuan komunikasi matematis siswa. Pengolahan data dilakukan menggunakan bantuan SPSS versi 23. Data dalam penelitian ini diperoleh dari 30 siswa kelas eksperimen dan 30 siswa kelas kontrol yang akan di analisis untuk dibuat suatu kesimpulan dan dilaporkan sebagai hasil penelitian.

A. Deskripsi Pembelajaran

Dalam penelitian ini, terdapat dua proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh peneliti, yaitu proses pembelajaran pada kelas eksperimen dan kelas kontrol yang dilakukan oleh peneliti dengan mengacu pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang telah disesuaikan dengan langkah-langkah model pembelajaran

Missouri Mathematics Project kolaborasi Talking Chips pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penyajian data. Penelitian ini dimulai dari tanggal 13 Mei 2019 dan selesai pada tanggal 25 Mei 2019.

Penelitian ini dilaksanakan sebanyak empat kali pertemuan pada kelas ekperimen dan kelas kontrol. Pertemuan pertama dilaksanakan pretest dengan memberikan tes kemampuan komunikasi matematis. Pertemuan kedua dan ketiga dilaksanakan pembelajaran dengan model pembelajaran Missouri Mathematics Project kolaborasi Talking Chips pada kelas ekperimen dan pembelajaran konvesional pada kelas kontrol. Pada pertemuan terakhir dilaksanakan posttest dengan memberikan tes kemampuan komunikasi matematis. Adapun jadwal pelaksanaan penelitian disajikan dalam Tabel 4.1 berikut:

Tabel 4.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Tanggal Alokasi Waktu Kegiatan

14 Mei 2019 2 x 30 Menit Pretest pada kelas ekperimen dan kelas kontrol.

17 Mei 2019 3 x 30 Menit Pembelajaran dengan model pembelajaran Missouri Mathematics Project kolaborasi Talking Chips pada kelas ekperimen materi menyajikan data dalam bentuk tabel dan diagram batang.

18 Mei 2019 3 x 30 Menit Pembelajaran konvesional pada kelas kontrol pada materi menyajikan data dalam bentuk tabel dan diagram batang 21 Mei 2019 3 x 30 Menit Pembelajaran dengan model pembelajaran

Missouri Mathematics Project kolaborasi Talking Chips pada kelas ekperimen dan pembelajaran konvesional pada kelas kontrol materi penyajian data dalam bentuk diagram garis dan diagram lingkaran 24 Mei 2019 2 x 30 menit Posttest pada kelas ekperimen 25 Mei 2019 2 x 30 Menit Posttest pada kelas kontrol

1. Pelaksanaan Pembelajaran Missouri Mathematics Project kolaborasi Talking Chips

Peneliti menerapkan model pembelajaran Missouri Mathematics Project kolaborasi Talking Chips di kelas eksperimen. Peneliti menerapkan model pembelajaran Missouri Mathematics Project kolaborasi Talking Chips sesuai dengan tahapan pembelajaran MMP sendiri. Kegiatan awal pada kelas eksperimen diawali dengan memberikan pretest yang dilaksanakan untuk mengetahui kondisi kemampuan komunikasi matematis siswa sebelum diberikan perlakuan.

Selanjutnya guru menyiapkan kondisi fisik dan psikis siswa dan mengajak siswa untuk mengingat kembali materi sebelumnya serta mengaitkan materi yang akan diajarkan dengan materi sebelumnya. Selanjutnya penyampaian SK, KD, dan indikator pembelajaran, kemudian dilakukan apersepsi.

Kegiatan inti model pembelajaran Missouri Mathematics Project dengan kolaborasi Talking Chips dilaksanakan dengan beberapa tahapan. Sebelum masuk ke tahap yang pertama, terlebih dahulu peneliti membagikan talking chips atau kartu untuk berbicara kepada masing masing siswa. Selanjutnya tahap pertama dalam pembelajaran ini yaitu mereview, dimana peneliti bersama siswa mengingat materi pembelajaran sebelumnya dengan cara diskusi dan tanya jawab. Pada tahap ini, peneliti mengajukan beberapa pertanyaan mengenai cara menyajikan data dan siswa menanggapi pertanyaan yang diajukan. Pada pembelajaran ini setiap kali siswa menjawab atau mengeluarkan pendapat, siswa tersebut harus memasukkan satu kartu ke dalam tempat yang telah disediakan. Jika kartu yang dimiliki siswa

habis, dia tidak boleh berbicara lagi sampai semua rekannya menghabiskan kartunya masing-masing.

Tahap kedua yaitu pengembangan dan sekaligus tahap ketiga yaitu latihan terkontrol, peneliti membagi siswa menjadi 5 kelompok secara heterogen.

Setelah itu peneliti membagikan LKPD kepada masing -masing kelompok.

Semua anggota kelompok berdiskusi memahami materi dan mengerjakan soal yang diberikan oleh peneliti. Pada tahap ini juga menggunakan kartu untuk berbicara, prosedur penggunaan kartu sama seperti pada tahap yang pertama yaitu setiap kali siswa menjawab atau mengeluarkan pendapat, siswa tersebut harus memasukkan satu kartu ke dalam tempat yang telah disediakan. Jika kartu yang dimiliki siswa habis, dia tidak boleh berbicara lagi sampai semua rekannya menghabiskan kartunya masing-masing.

Adapun proses pembelajaran dengan model pembelajaran Missouri Mathematics Project kolaborasi Talking Chips dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut:

Gambar 4.1 Kegiatan Diskusi Siswa yang mendapat Pembelajaran dengan Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project Kolaborasi Talking Chips

Pada saat diskusi kelompok, siswa terlihat saling mengemukakan pendapat dan bertukar pikiran dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Setelah semua kelompok selesai menyelesaikan LKPD tersebut, peneliti bersama siswa membahas bersama dengan menerapkan talking chips yaitu menggunakan kartu berbicara.

Kegiatan akhir dalam proses belajar mengajar pada kelas eksperimen adalah dengan tanya jawab dengan siswa, penarikan kesimpulan dari kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan dan pemberian pekerjaan rumah. Kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan posttest yang bertujuan untuk memperoleh data kemampuan komunikasi matematis siswa setelah pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran Missouri Mathematics Project kolaborasi Talking Chips.

Pada pertemuan kedua, langkah-langkah pembelajaran sama dengan pertemuan pertama, hanya saja pada pertemuan pertama materi pembelajarannya yaitu menyajikan data dalam bentuk tabel dan diagram batang sedangkan pertemuan kedua materi pembelajarannya yaitu menyajikan data dalam bentuk diagram garis dan lingkaran. Pada pertemuan kedua ini siswa terlihat semakin aktif pada saat proses pembelajaran dan siswa terlihat semakin memahami bagaimana pelaksanaan proses pembelajaran yang akan dilakukan sehingga peneliti tidak terlalu kesulitan dalam mengelola dan mengkondisikan suasana kelas.

2. Pelaksanaan Pembelajaran Konvensional

Peneliti menerapkan model pembelajaran konvensional di kelas Kontrol.

Peneliti menerapkan model pembelajaran konvensional di kelas kontrol dengan

menggunakan metode ceramah,tanya jawab serta penugasan. Kegiatan awal pada kelas kontrol diawali dengan memberikan pretest yang dilaksanakan untuk mengetahui kondisi kemampuan komunikasi matematis siswa sebelum kegiatan pembelajaran. Selanjutnya penyampaian SK, KD, dan indikator pembelajaran, kemudian dilakukan apersepsi. Kegiatan inti proses pembelajaran dengan metode ceramah meliputi kegiatan penyampaian materi kepada siswa oleh peneliti.

Adapun proses pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional dapat dilihat pada Gambar 4.2 berikut:

Gambar 4.2 Kegiatan Pembelajaran Siswa yang mendapat Pembelajaran dengan Model Pembelajaran Konvensional

Kegiatan akhir dalam proses belajar mengajar pada kelas kontrol adalah dengan tanya jawab dengan siswa, penarikan kesimpulan dari kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan dan pemberian pekerjaan rumah. Kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan posttest yang bertujuan untuk memperoleh data kemampuan komunikasi matematis siswa setelah pelaksanaan pembelajaran konvensional.

B. Hasil penelitian

1. Analisis Deskriptif Data Kemampuan Komunikasi Matematis

Data kemampuan komunikasi matematis siswa dikumpulkan melalui pretest dan posttest, kemudian dihitung gain ternormalisasinya (N-gain). Data kemampuan komunikasi matematis siswa disajikan pada Tabel 4.2, dan perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 27 dan Lampiran 28.

Tabel 4.2 Deskripsi Data Kemampuan Komunikasi Matematis

Statistik Deskriptif

Model pembelajaran Missouri Mathematics Project

kolaborasi Talking Chips

Model pembelajaran konvensional Pretest Posttest N-gain Pretest Posttest N-gain

Jumlah Siswa 30 30 30 30 30 30

Nilai Tertinggi 86 97 0,88 85 95 0,83

Nilai Terendah 15 40 0,15 20 35 0,00

Siswa yang

tuntas 9 21 - 6 15 -

Rata-rata 60,30 79,16 0,509 59,33 72,10 0,332 Pada Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa rata-rata pretest kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan menerapkan model pembelajaran Missouri Mathematics Project kolaborasi Talking Chips adalah 60,30. Nilai ini relatif sama dengan rata-rata pretest kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan pembelajaran konvensional yaitu 59,33. Setelah pembelajaran dilaksanakan terjadi peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang ditunjukkan dengan meningkatnya nilai posttest kemampuan komunikasi matematis siswa. Nilai rata-rata posttest

kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan menerapkan model pembelajaran Missouri Mathematics Project kolaborasi Talking Chips naik menjadi 79,16 (meningkat sebesar 18,8) dan nilai rata-rata posttest kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan pembelajaran konvensional naik menjadi 72,10 (meningkat sebesar 12,7). Hal ini menandakan bahwa peningkatan kemampuan komunikasi matematis untuk kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol. Rata-rata gain ternormalisasi kelas eksperimen sebesar 0,509 dan kelas kontrol sebesar 0,332 termasuk ke dalam kategori sedang karena berada pada rentang antara 0,30 dan 0,70.

Hasil N-gain dalam penelitian pada Tabel 4.2 tes kemampuan komunikasi matematis pada kelas eksperimen dan kelas kontrol diperoleh nilai N- gain tertinggi pada kelas ekperimen yaitu 0,88 sedangkan nilai tertinggi di kelas kontrol yaitu 0,79 dan nilai N-gain terendah pada kelas ekperimen yaitu 0,20 sedangkan nilai terendah pada kelas kontrol yaitu 0,00. Sehingga rata-rata N- gain kelas ekperimen diperoleh 0,509 termasuk dalam kategori sedang sedangkan rata-rata N-gain kelas kontrol yaitu 0,332 termasuk dalam kategori sedang. Maka jika dibandingkan rata-rata N-gain kelas ekperimen lebih besar dari pada rata-rata N-gain kelas kontrol.

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa terdapat 21 siswa yang tuntas pada posttest kelas eksperimen sedangkan pada posttest kelas kontrol terdapat 15 siswa yang tuntas. Dengan persentase kelas yang menggunakan model pembelajaran Missouri Mathematics Project kolaborasi Talking Chips yaitu 70%

siswa yang tuntas, sedangkan pada kelas yang menggunakan model pembelajaran konvensional yaitu 50% siswa yang tuntas. Dari uraian di atas diketahui bahwa kelas yang menggunakan model pembelajaran Missouri Mathematics Project kolaborasi Talking Chips lebih tinggi dari pada kelas yang menggunakan pembelajaran konvesional.

2. Analisis Inferensial Data Kemampuan Komunikasi Matematis

Sebelum melakukan uji statistik terhadap perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa, kedua kelompok pembelajaran terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat terhadap data yang digunakan yaitu data N-gain kemampuan komunikasi matematis siswa dari kedua kelompok pembelajaran.

Adapun uji prasyarat yang dilakukan yaitu:

a. Uji Normalitas

Pada penelitian ini uji normalitas menggunakan uji Shapiro-Wilk dengan berbantuan aplikasi SPSS versi 23. Hipotesis yang digunakan untuk uji normalitas adalah sebagai berikut:

H0 = Data berdistribusi normal Ha = Data tidak berdistribusi normal

Kriteria pengujian hipotesis berdasarkan nilai (Sig.). H0 ditolak jika Sig. <

0,05 dan H0 diterima dalam hal lainnya. Tabel 4.3 menyajikan hasil uji normalitas data N-gain kemampuan komunikasi matematis kedua kelompok pembelajaran dan selengkapnya disajikan pada Lampiran 29.

Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Data N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematis Kedua Kelompok Pembelajaran

Kelompok

sampel Kelompok Data Shapiro-Wilk

df Sig. Keputusan Model

pembelajaran Missouri Mathematics

Project kolaborasi Talking Chips

N-gain kemampuan komunikasi matematis Model pembelajaran Missouri Mathematics Project kolaborasi Talking Chips

30 0,537 H0 diterima (Normal)

Pembelajaran konvensional

N-gain kemampuan komunikasi matematis pembelajaran

konvensional

30 0,442 H0 diterima (Normal)

Berdasarkan Tabel 4.3 di atas data N-gain kemampuan komunikasi matematis berdistribusi normal hal ini karena nilai sig. lebih besar dari 0,05.

Karena data N- gain kemampuan komunikasi matematis kedua kelompok pembelajaran berdistribusi normal, dan kedua kelompok yang dibandingkan adalah independen, maka untuk menguji perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa menggunakan uji-T Sampel Independen (Independen Sample T- Test). Uji-T Sampel Independen memberikan dua nilai signifikansi (Sig.) yaitu Sig.

dengan asumsi kedua kelompok yang dibandingkan mempunyai varians yang homogen dan Sig. dengan asumsi bahwa varians kedua kelompok data yang dibandingkan tidak homogen. Untuk keperluan itu, peneliti terlebih dahulu melakukan uji homogenitas

terhadap data N-gain kemampuan komunikasi matematis kedua kelompok pembelajaran.

b. Uji Homogenitas

Pengujian homogenitas dalam penelitian ini menggunakan uji levene dengan bantuan SPSS versi 23, dengan taraf signifikansi yaitu α = 0,05. Rumus hipotesis statistik untuk menguji homogenitas varians kedua kelompok data adalah sebagai berikut:

H0 = Varians kedua kelompok data N-gain yang dibandingkan adalah homogen Ha =Varians kedua kelompok data N-gain yang dibandingkan adalah tidak

homogen

Kriteria pengujian yang digunakan adalah:

Jika P-value (Sig.) < 0,05 , maka H0 ditolak, Jika P-value (Sig.) ≥ 0,05, maka H0 diterima. Hasil uji homogenitas varian data kemampuan komunikasi matematis kedua kelompok pembelajaran dapat di lihat pada Tabel 4.4 dan selengkapnya disajikan pada Lampiran 30.

Tabel 4.4 Hasil Uji Homogenitas Varians Data N-gain kemampuan komunikasi matematis kedua kelompok pembelajaran

Levene Statistik

Jumlah

siswa df1 df2 Sig. Keterangan

0,211 60 1 58 0,648 H0 diterima

(Homogen) Berdasarkan Tabel 4.4 di atas diketahui bahwa N-gain kemampuan komunikasi matematis memiliki nilai sig. ≥ 0,05, sehingga H0 diterima. Jadi, data N-gain kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran Missouri Mathematics Project kolaborasi Talking

Chips dan yang mendapat pembelajaran dengan pembelajaran konvensiona l mempunyai varians yang homogen.

Karena data N-gain berdistribusi homogen maka dilanjutkan dengan uji perbedaan rata-ratanya menggunakan uji statistik parametric dengan uji Independent Sample T-Test.

c. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis menggunakan uji-T Sampel Independen pada penelitian ini dilakukan dengan berbantuan program SPSS versi 23, dengan taraf signifikansi yaitu α = 0,05. Hipotesis statistik yang di uji menggunakan uji-T Sampel Independen adalah sebagai berikut:

H0 : (µ1 ≤ µ2 ) : Rata-rata N-gain kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran Missouri Mathematics Project kolaborasi Talking Chips lebih rendah atau sama dengan N-gain kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

Ha : (µ1 > µ2 ) : Rata-rata N-gain kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran Missouri Mathematics Project kolaborasi Talking Chips lebih tinggi daripada N-gain kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

Kriteria pengujian yang digunakan untuk uji statistic tersebut adalah: jika p- value (Sig.) < 0,05, maka H0 ditolak sebaliknya jika p-value (Sig.) ≥ 0,05 maka H0

diterima.

Hasil uji statistik terhadap perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa kedua kelompok pembelajaran disajikan pada Tabel 4.5 dan selengkapnya disajikan pada Lampiran 31.

Tabel 4.5 Hasil Uji Hipotesis Menggunakan Uji Independent Sample T-Test Jumlah

Siswa

Uji Levene

t db Sig.

(2 tailed)

F Sig.

60 0,211 0.648 2,519 58 0,015

2,519 57,930 0,015

Berdasarkan hasil uji hipotesis pada Tabel 4.6 dengan taraf signifikansi 5% atau α = 0,05 diperoleh bahwa nilai Sig. (2-tailed) sebesar 0,015. Karena uji yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji satu pihak (pihak kanan), maka nilai sig. = 1

2 𝑥 𝑛𝑖𝑎𝑖 𝑠𝑖𝑔. (2 − 𝑡𝑎𝑖𝑙𝑒𝑑) = 1

2 𝑥 0,015 = 0,0075. Karena nilai signifikansi (Sig.) yang diperoleh sebesar 0,0075 maka nilai signifikansinya kurang dari 0,05. Jadi, keputusannya menolak H0. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa rata-rata peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model pembelajaran Missouri Mathematics Project kolaborasi Talking Chips lebih tinggi dari siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

C. Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis data, ditemukan bahwa terdapat peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa setelah belajar, baik yang belajar dengan menerapkan model pembelajaran Missouri Mathematics Project kolaborasi Talking Chips maupun dengan menerapkan pembelajaran konvensional ditinjau dari keseluruhan sampel dan indikator kemampuan komunikasi matematis. Hal ini

menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran, baik pada kelas ekperimen maupun pada kelas kontrol telah mampu menstimulasi perkembangan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Namun, temuan ini merupakan hal yang wajar sebagai efek dari pembelajaran.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang belajar dengan model pembelajaran Missouri Mathematics Project kolaborasi Talking Chips dan pembelajaran konvensional. Besarnya rata- rata peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang belajar dengan model pembelajaran Missouri Mathematics Project kolaborasi Talking Chips adalah sebesar 0,509. Sementara rata-rata peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional sebesar 0,332. Besarnya rata-rata peningkatan tersebut selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Dari hasil uji-T Sampel Independen pada Tabel 4.6, diketahui bahwa perbedaan peningkatan tersebut signifikan. Dimana peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang belajar dengan model pembelajaran Missouri Mathematics Project kolaborasi Talking Chips lebih tinggi secara signifikan dari peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional.

Hasil di atas sejalan dengan temuan Fitri (2012: 80) yang menunjukkan bahwa model pembelajaran Missouri Mathematics Project memberikan pengaruh lebih besar terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.

Hal ini dapat dipahami karena sesuai dengan langkah-langkah model pembelajaran Missouri Mathematics Project sendiri, dimana pada pembelajaran Missouri Mathematics Project terdiri dari 5 langkah pembeajaran yaitu review, pengembagan, latihan terkontrol, seat work, dan penugasan (Krismanto, 2013: 13).

Temuan ini juga bersesuaian dengan kajian teori yang dilakukan, karena pada pembelajaran dengan model pembelajaran Missouri Mathematics Project, siswa dihadapkan dengan pertanyaan yang terbuka dan familiar atau riil dalam pemikiran mereka. Hal ini menimbulkan ketertarikan dan kesediaan siswa untuk memahaminya lebih mendalam. Ketertarikan ini mendorong motivasi siswa untuk terlibat secara aktif di dalam proses pembelajaran, mereka saling berbagi ide dan strategi penyelesaiannya. Apalagi pembelajaran Missouri Mathematics Project ini dilaksanakan dengan setingan kelompok kecil. Pada awalnya siswa belajar secara berkelompok, setelah itu dilanjutkan dengan diskusi kelas.

Pada pembelajaran kelas eksperimen diterapkan model pembelajaran MMP kolaborasi Talking Chips (kartu untuk berbicara). Jadi setiap kali siswa menjawab atau mengeluarkan pendapat, siswa tersebut harus memasukkan satu kartu ke dalam tempat yang telah disediakan. Jika kartu yang dimiliki siswa habis, dia tidak boleh berbicara lagi sampai semua rekannya menghabiskan kartunya masing- masing. Hal ini dapat meminimalkan dominasi siswa dalam proses pembelajaran.

Penggunaan kartu tidak terjadi pada kelompok kontrol, dimana siswa secara bebas menjawab soal yang sudah disiapkan. Hanya sebagian siswa yang aktif dalam mengerjakan soal tersebut, sedangkan anggota kelompok lainnya hanya mengandalkan siswa yang aktif (Hariyanto, Asto, & Putu, 2015: 3).

Dewi dan M.Suarsana (2015: 4) juga mengatakan Kelebihan dari Talking Chips adalah memastikan bahwa setiap siswa mendapat kesempatan yang sama. Dalam pelaksanaan pembelajaran berkelompok sering ditemui anggota kelompok yang terlalu dominan, Sebaliknya,juga ada anggota yang pasif dan hanya menyerahkan tanggung jawab kelompok pada anggotanya yang lebih dominan. Dalam situasi seperti ini, pemerataan tanggung jawab dalam kelompok bisa tidak tercapai karena anggota yang pasif akan terlalu menggantungkan diri pada rekannya yang dominan. Oleh karena itu, dengan penerapan teknik ini, semua siswa dalam kelompok terlibat sehingga tanggung jawab didalam kelompok merata dan tidak ada siswa yang terlalu dominan dan tidak ada pula yang terlalu pasif dalam kelompok.

Siswa pada kelas eksperimen siswa tampak lebih siap dalam mengikut i tahap pembelajaran dibandingkan siswa pada kelas kontrol. Hal ini dikarenakan setiap anggota kelompok pada kelas eksperiman terbiasa dituntut aktif dengan adanya kartu untuk berbicara, tidak demikian dengan siswa pada kelas kontrol.

Beberapa siswa terbiasa mengandalkan teman sekelompoknya yang pintar dan aktif sehingga ketika mengerjakan soal yang sifatnya individu siswa- siswa tersebut tidak bisa optimal dalam bersaing secara individu dengan teman-teman lainnya.

Pada bab III sudah dijelaskan bahwa selama proses pembelajaran matematika dengan menerapkan model pembelajaran Missouri Mathematics Project kolaborasi Talking Chips, aktivitas guru di observasi oleh 1 (satu) orang observer. Tujuannya untuk melihat keterlaksanaan model pembelajaran Missouri Mathematics Project kolaborasi Talking Chips yang digunakan guru selama pembelajaran di kelas.

Penilaian terhadap aktivitas guru menggunakan lembar observasi yang terdapat

pada Lampiran 16. Setiap aspek aktivitas guru dinyatakan dengan memberikan tanda ceklis () pada kolom ya atau tidak.

Untuk pertemuan pertama dan kedua pada lembar observasi kegiatan guru dari 26 aspek kegiatan, observer memberikan tanda ceklis () ya pada 26 aspek tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa ke 26 aspek kegiatan guru yang menerapkan model pembelajaran Missouri Mathematics Project kolaborasi Talking Chips sudah terlaksana.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan di SMP Negeri 6 Tanjungpinang dan pembahasan pada bab sebelumnya, hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Missouri Mathematics Project kolaborasi Talking Chips dalam pembelajaran matematika berpengaruh positif karena terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis, dimana peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol.

Dari nilai rata-rata posttes kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran matematika yang diberikan treadment naik menjadi 79,16 (meningkat sebesar 18,8) dibandingkan nilai rata-rata posttest kemampuan komunikasi matematis siswa yang tidak mendapatkan treadment naik menjadi 72,10 (meningkat sebesar 12,7). Kemampuan komunikasi matematis pada kelas eksperimen mengalami peningkatan sebesar 0.509 sedangkan kelas kontrol mengalami peningkatan sebesar 0,332. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Missouri Mathematics Project kolaborasi Talking Chips lebih unggul dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

B. Implikasi

Penelitian yang telah dilakukan di SMP Negeri 6 Tanjungpinang memberikan beberapa implikasi, antara lain:

Dokumen terkait