• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya Guru Akidah Akhlak dalam Membina Kepribadian Muslim pada Siswa

Dalam dokumen SKRIPSI - IAIN Repository - IAIN Metro (Halaman 46-57)

Guru Akidah Akhlak merupakan salah satu komponen pendidikan di sekolah yang bertugas mengajarkan materi keagamaan dan mengembangkan kepribadian siswa. Upaya yang dilakukan guru Akidah Akhlak dalam hal ini merupakan rangkaian dari proses pendidikan di sekolah yang disusun terencana dan berkesinambungan.

Melalui proses kependidikan yang terencana dengan matang, kepribadian Muslim dapat dikembangkan sesuai dengan tujuan dan cita-cita luhur bangsa Indonesia. Proses kependidikan yang dimaksud adalah suatu proses pengembangan kemampuan dasar atau potensi manusia yang diimple-

54Moh. Haitami Salim, Pendidikan Agama dalam Keluarga: Revitalisasi Peran Keluarga dalam Membangun Generasi Bangsa yang Berkarakter, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), h.

294

mentasikan secara berkesinambungan sesuaidengan kebutuhan manusia.55 Upaya yang dilakukan guru Akidah Akhlak tidak hanya menekankan pada pengajaran yang orientasinya pada pengembangan intelektualitas, tetapi juga berupaya membentuk kepribadian anak didik secara utuh.

1. Bentuk Upaya Guru Akidah Akhlak dalam Membina Kepribadian Muslim pada Siswa ‎

Pendidikan mematangkan kepribadian manusia sehingga tingkah- lakunya sesuai dengan pendidikan yang telah diterima oleh seseorang baik pendidikan formal, informal maupun nonformal. 56 Dalam konteks ini guru Akidah Akhlak sebagai pendidik agama di sekolah dituntut untuk melakukan upaya-upaya dalam rangka pembinaan kepribadian muslim melalui kegiatan akademik di sekolah, baik dalam tataran metodologis, maupun dalam tataran praktis yang diwujudkan dalam kegiatan pembelajaran di kelas dan latihan.

Dilihat dan segi metodologisnya, proses pendidikan Islam yang dikelola oleh guru Akidah Akhlak bertujuan membentuk kepribadian muslim pada siswanya. Dengan kata lain bahwa pendidikan Islam melakukan internalisasi ajaran Islam secara bertahap ke dalam pribadi manusia sesuai dengan tingkat perkembangannya. Siswa secaraberthap diarahkan dan dimbing untuk memiliki kepribadian muslim dengan mengajarkan nilai-nilai dasar keimanan dan ibadah yang menjadi pedoman perilaku muslim.

55Muhammad Takdir llahi, Revitalisasi Pendidikan Berbasis Moral , h.191

56Heri Gunawan, Pendidikan Karakter, Konsep dan Implementasi., h. 21

Peran guru yang ditampilkan akan membentuk karakteristik anak didik atau lulusan yang beriman, berakhlak mulia, cakap mandiri, berguna bagi agama, nusa dan bangsa, terutama untuk kehidupannya yang akan datang. Inilah yang disebut dengan manusia seutuhnya yaitu berpengetahuan, berakhlak, dan berkepribadian.57

Guru‎ Akidah‎ Akhlak‎ memiliki‎ tanggung‎ jawab‎ untuk‎

merealisasikan‎konsep‎pendidikan‎Islam,‎melalui:‎bimbingan‎jasmani‎dan‎

‎rohani‎ berdasar-‎ kan‎ hukum-hukum‎ agama‎ Islam‎ menuju‎ terbentuknya‎

kepribadian‎‎utama‎menurut‎ukuran‎ukuran‎Islam.‎58

Pembinaan kepribadian dalam ukuran Islam memadukan bimbingan jasmani dan ruhani yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Oleh karena pembinaan kepribadian tidak terlepas dari penanaman nilai-nilai keimanan, akhlak dan moral. Dalam hal ini terlihat elevansi tugas guru Akidah Akhlak dengan pembinaan kepribadian melalui transformasi pengetahuan, pembentukan sikap dan bimbingan perilaku.

2. Macam-macam Upaya Guru Akidah Akhlak dalam Membina Kepribadian Muslim pada Siswa

Guru Akdah Akhlak berperan dalam memberi landasan awal kepada siswa dalam membentuk kepribadian yang didasarkan pada nilai- nilai Islam. Untuk membentuk kepribadian Muslim, tiada lain jalannya melalui pendidikan yang meliputi: pembelajaran (ta'lim) mentransfonmasikan ilmu, baik dalam bentuk akidah, ibadah, muamalah maupun akhlak, melaksana- kan pembiasaan sejak dini, melakukan

57Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Gurudan Tenaga Kependidikan, (Bandung:

Alfabeta, 2013), h. 13

58Abdul Qadir, Pendidikan Islam Integratif-Monokotomik: Alternatif-Solutif untuk Masyarakat Modern, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 52

pelatihan untuk mengamalkannya, serta bermujahadah (berjuang) di dalam batin dan perbuatan untuk mepraktik- kannya. 59

Dalam konteks kepribadian yang substansinya terletak pada pandangan dan filosofi hidup muslim, maka upaya penting yang dilakukan oleh guru Akidah Akhlak adalah sebagai berikut:

a. Menanamkan nila-nilai ‎keislaman dalam hubungan ‎dengan Allah

b. Membimbing peserta didik ‎mengerjakan perintah Allah, ‎ menjauhi larangan-Nya dan bertaqwa kepada-Nya.

c. Membimbing peserta didik ‎mensyukuri nikmat Allah tidak berputus harapan terhadap rahmat-Nya

d. Membimbing peserta didik ‎berdoa kepada Allah, mensucikan dan membesarkan-Nya dengan cara selalu mengingat kepada- Nya; dan selalu menggantungkan segala perbuatan masa depan kepada Allah60

Berdasarkan pendapat di atas, upaya yang dapat dilakukan guru Akidah akhlak dalam pembinaan kepribadian muslim siswa, yaitu:

membimbing siswa membina hubungan dengan Allah dengan meningkatkan keimanan, mengarahkan siswa untuk mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, mengarahkan siswa untuk mensyukuri nikmat Allah, mengarahkan siswa untuk selalu berdoa kepada Allah, mensucikan dan membesarkan-Nya. Pembinaan hubungan dengan Allah

59Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam Dalam Perspektif Filsafat, (Jakarta: Kencana, 2014), h. 163

60Ahmad Izzan, dan Saehudin, Tafsir Pendidikan., h. 114

diupayakan melalui penyampaian dasar-dasar pengetahuan agar siswa memiliki pengetahuan yang benar tentang akidah Islam, dan mempraktikkan dalam perilaku.

3. Faktor-faktor Penghambat Upaya Guru Akidah Akhlak dalam Membina Kepribadian Muslim pada Siswa

Upaya guru Akidah Akhlak dalam membina kepribadian muslim pada siswa dihadapkan berbagai tantangan, baik yang berasal dari internal sekolah, maupun dari realitas sosial di masyarakat. Dari internal sekolah faktor yang menjadi kendala adalah orientasi lembaga pendidikan kurang menekankan keseimbangan antara aspek kognitif dengan moral dan kepribadian.

Fakor dari internal lembaga pendidikan yang menjadi kendala dalam upaya pembinaan kepribadian muslim siswa meliputi sebagai berikut:

a. Pendidikan yang diselenggarakan saat ini cenderung hanya pengajaran, dan bukan pendidikan. Padahal antara pendidikan dan pengajaran dapat diintegrasikan.

b. Pendidikan saat ini sudah berubah dan orientasi nilai dan idealisme yang berjangka panjang, kepada yang bersifat materialisme, individualisme, dan mementingkan tujuan jangka pendek.

c. Metode pendidikan yang diterapkan tidak bertolak dan pandangan yang melihat manusia sebagai makhluk yang paling mulia dan memiliki potensi yang bukan hanya potensi intelektual (akal),

tetapi juga potensi emosional. Metode pendidikan yang diterapkan lebih melihat murid sebagai gelas kosong yang dapat diisi oleh guru dengan sekehendak hati, dan bukan meliInformasi dan teknologi yang semakin maju adalah juga menjadi salah satu pemicu tumbuh suburnya budaya kekerasan. hanya potensi intelektual (akal), tetapi juga potensi emosional. Metode pendidikan yang diterapkan lebih melihat murid sebagai gelas kosong yang dapat diisi oleh guru dengan sekehendak hati, dan bukan melihatnya sebagai makhluk yang memiliki berbagai potensi yang harus ditumbuhkan, dibina, dikembangkan, dan diarahkan, sehingga berbagai potensi tersebut bisa tumbuh secara alami.

d. Pendidikan Islam kurang mengarahkan siswanya untuk mampu merespons berbagai masalah aktual yang muncul di masyarakat, sehingga ada kesenjangan antara dunia pendidikan dengan dunia kehidupan di masyarakat.61

Faktor penghambat lain dalam pembinaan kepribadian siswa adalah kesenajangan antara konsep teoretis tentang pembinaan kepribadian dengan realitas praktik pendidikan di sekolah. Para pengamat pendidikan menilai bahwa selama lebih dari tiga dasa warsa, pendidikan hanya berkutat pada aspek yang bersifat rutinitas tanpa ada filosofi yang jelas.

Salah satu kegiatan rutinitas yang menjadi tereduksinya dunia pendidikan

61Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2015), h. 47-48

adalah usaha transfer of knowledge an sich tanpa ada usaha lain untuk melengkapi pada dua ranah lainnya yaitu ranah afektif dan psikomotorik.

Dan yang menjadi titik bijak utopis dalam menerjemahkan pendidikan adalah slogan baku yang cukup idealis yaitu usaha untuk mengembangkan kepribadian manusia seutuhnya, akan tetapi untuk mencapai titik bijak itu tidak terwujud pada tataran praksis tanpa ada usaha jelas. 62

Memahami uraian di atas, kendala yang muncul dari internal lembaga pendidikan dalam upaya pembinaan kepribadian muslim adalah kurangnya keseimbangan atara transfer pengetahuan dengan penguatan nilai-nilai moral dan akhlak, sehingga yang nampak dari proses pendidikan lebih berupa pencapaian kemampuan intelektual, dibandingkan sikap dan kesadaran terhadap nilai-nilai yang diajarkan.

Faktor penghambat pembinaan kepribadian selain berasal dari ineternal lembaga pendidikan, juga muncul dari lingkungan masyarakat, berupa pudarnya nilai-nilai moral di masyarakat akibat pengaruh kemajuan teknologi dan informasi.

Budaya informasi saat ini memang telah menjadi bagian tidak terpisah dan kehidupan masyarakar dan mempengaruhi sebagian besar perilaku manusia, utamanya pelajar yang secara psikologis belum memiliki landasan kepribadian yang kokoh. Artinya, arus dinamika masyarakat modern telah

62Abdul Qadir, Pendidikan Islam Integratif-Monokotomik: Alternatif-Solutif untuk Masyarakat Modern, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 38

menggilas nilai-nilai moral masyarakat menjadi hentakan nilai baru yang mengubah paradigma perilaku manusia pada sisi nilai yang arogan.63

Nilai-nilai moral dan akhlak yang diterima siswa di sekolah, tidak memperoleh dukungan untuk menjadi perilaku akibat kesenjangan yang dilihat siswa dalam perilaku orang-orang di sekitarnya. Hal ini menjadi kendala dalam pembinaan kepribadian muslim, karena secara psikologis siswa lebih banyak bertahan untuk tidak terpengaruh lingkungan, dibandingkan pengembangan potensinya dan mempraktikkan nilai-nilai yang diterimanya di sekolah.

4. Faktor-faktor Pendukung Upaya Guru Akidah Akhlak dalam Membina Kepribadian Muslim pada Siswa

Terlepas dari berbagai kendala dalam upaya pembinaan kepribadian muslim pada siswa, pada dasarnya kebijakan pendidikan nasional mendorong upaya guru dalam pembentukan kepribadian muslim. Hal ni terlihat dari rumusan tujuan pendidikan dalam Undang-Undang UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 yang menyebutkan

“Pendidikan‎adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan‎yang‎diperlukan‎dirinya,‎masyarakat,‎bangsa‎dan‎negara.”64

63Ibid., h. 35

64Undang-Undang UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1

Pembentukan kepribadian muslim juga sejalan dengan momentum gerakan pendidikan karakter yang digalakkan pemerintah yang diwujudkan dalam pengintegerasian nilai-nilai moral, dan akhlak dalam kurikulum pendidikan. Selain itu pembinaan kepribadian dikuatkan pula dengan adanya‎ kebijakan‎ ekstrakurikuler‎ keagamaan‎ di‎ sekolah.‎ “Kegiatan ekstrakurikuler adalah upaya pemantapan dan pengayaan nilai-nilai dan norma serta pengembangan kepribadian, bakat dan minat peserta didik pendidikan agama yang dilaksanakan di luar jam intrakurikuler dalam bentuk tatap muka atau non tatap muka.”65

Memahami kutpan di atas, kegiatan ekstrakurikuler dapat mendukung pemantapan, pengayaan nilai-nilai dan pengembangan kepribadian pembiasaan. Kegiatan tersebut dimaksudkan untuk mengaitkan pengetahuan agama yang diperoleh dalam program kurikuler di kelas dengan keadaan dan kebutuhan siswa di bidang keagamaan.

Jenis-jenis kegiatan ekstrakurikuler mengacu kepada Peraturan Dirjen Pendidikan Islam Nomor Dj.I/12 Tahun 2009 tentang penyelenggaraan Kegiatan Ekstrakurikuler PAI Pesantren Kilat (SANLAT), Pembiasaan Akhlak Mulia (SALAM), Tuntas Baca Tulis al-Quran (TBTQ), Ibadah Ramadhan (IRMA), Wisata Rohani (WISROH), Kegiatan Rohani Islam (ROHIS), Pekan Ketrampilan dan Seni (PENTAS ), Peringatan Hari Besar Islam (PHBI)66

65Balitbang Pendidikan Nasional, Model dan Contoh Pengembangan Diri di SMA, (Jakarta:

2007), h. 11

66Dirjen Pendis Departemen Agama RI, Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, (Jakarta: 2009), h. 23

Adapun materi yang diajarkan kepada siswa selama kegiatan ekstrakurikuler keagamaan untuk mendukung pembinaan kepribadian muslim meliputi sebagai berikut:

a. Aqidah/keimanan b. Ibadah

c. Al-Qur‟an d. Akhlak e. Tarikh

f. Program Tambahan 1) Praktek doa-doa pilihan 2) Taddarus Al-Qur‟an

3) Tadabur alam untuk mengamati dan mengambil hikmahnya

4) Olah raga kegiatan praktis untuk kesegaran jasmani 5) Kesenian yang bernafaskan Islam

6) Mentoring

7) Muhasabah (shalat malam dan renungan malam) 8) Quiz atau game

9) Bakti sosial berupa kerja bakti, bantuan dan santunan serta gotong royong.67

Berdasarkan pendapat di atas, guru dapat memanfaatkan kegiatan ekstrakurikuler keagamaan di sekolah untuk pembinaan kepribadian muslim. Ruang lingkup kegiatan ditujukan untuk menguatkan akidah atau keimanan, praktik ibadah dan kegiatan tambahan, seperti tadarrus Al- Quran, kerja bakti dan melatih kepedulian dengan memberi santunan. Siswa juga dilatih untuk muhasabah (intropeksi diri) melalui kegiatan shalat malam dan merenungi kekuasaan Allah dalam kegiatan tadabbur alam atau lingkungan. Kegiatan ini jika dilaksanakan dapat menumbuhkan penghayatan siswa terhadap kekuasaan Allah dan menjadi bekal dalam terbinanya kepribadian muslim berdasarkan akidah dan ajaran Islam.

67Ibid. h. 16

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan sifat Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif lapangan, yaitu:

“penelitian‎yang‎menghasilkan‎prosedur‎analisis‎yang‎tidak‎menggunakan‎

statistik atau cara kuantifikasi lainnya.”68 “Penelitian‎kualitatif‎adalah‎jenis‎

penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik‎atau‎bentuk‎hitungan‎lainnya‎”69

Lokasi penelitian ini adalah MA Daarut Tarbiyah Madukaro Kotabumi Utara. Objek penelitian adalah upaya guru Akidah Akhlak ‎ dalam membina kepribadian muslim pada siswa di sekolah tersebut.

2. Sifat Penelitian

Penelitian kualitatif bersifat deskriptif, yaitu‎ “mengadakan‎

deskripsi untuk memberi gambaran yang lebih jelas tentang situasi sosial.”70 Berdasarkan sifat penelitian di atas, maka penelitian ini berupaya mendeskripsikan secara sistematis dan faktual upaya guru agama dalam membina kepribadian muslim pada siswa, didasarkan pada data-data yang terkumpul selama penelitian dan dituangkan dalam bentuk laporan atau uraian.

68Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2009), h. 6

69Boedi Abdullah, dan Beni Ahmad Saebani, Metode Penelitian Ekonomi Islam, (Bandung:

Pustaka Setia, 2014), h. 49

70Nasution, Metode Research, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 24

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif jenis penelitian lapangan (field research),‎ yaitu‎ “penelitian‎ tentang‎ status‎ subyek‎ penelitian‎ yang‎

berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas.71 Subyek penelitian adalah guru Akidah Akhlak ‎ dan siswa MA Daarut Tarbiyah Madukaro Kotabumi Utara tahun pelajaran 2017/2018.

Dalam dokumen SKRIPSI - IAIN Repository - IAIN Metro (Halaman 46-57)