• Tidak ada hasil yang ditemukan

Variabel Independen

Dalam dokumen Skripsi - Universitas Muhammadiyah Makassar (Halaman 47-51)

BAB III KERANGKA KONSEP

3.4 Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

3.4.2 Variabel Independen

Makanan jajanan adalah semua jenis makanan dan minuman yang dibeli dan siap dikonsumsi atau terlebih dahulu diolah oleh penjual jajanan baik di sekolah maupun di sekitar lingkungan sekolah.

2. Makanan di rumah

Makanan di rumah adalah semua jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi anak selama di rumah.

3. Pola konsumsi makanan (makanan jajanan dan makanan dirumah) Cara siswa dalam memiliih dan mengkonsumsi makanan (makanan jajanan dan makanan di rumah) yang meliputi jumlah ,jenis makanan dan frekuensi per hari yang diketahui dengan cara menanyakan langsung atau dengan menggunakan kuosioneer.

31 4. Jenis makanan jajan dan di rumah

Semua jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi pada saat anak berada di sekolah dan dirumah, yang diketahui dengan cara menanyakan langsung atau dengan menggunakan kuosioneer atau form recall.

5. Kandungan zat gizi makanan jajan

Kandungan zat gizi makanan jajanan adalah kandungan energi dan protein yang terkandung dalam semua jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi kemudian dihitung berdasarkan rumus yang telah ditetapkan dan mengacu pada daftar kandungan gizi jajanan (DKGJ).

Adapun rumus umum yang digunakan untuk mengetahui kandungan zat gizi makanan jajanan yang dikonsumsi adalah (Supariasa, 2002):

Keterangan :

KGIJ = Kandungan zat gizi i makanan jajanan j

Bj = Berat makanan jajanan j yang akan dianalisis (gram) Bjd = Berat maknan jajanan j yang tercantum dalam DKGJ (gram)

Gij = Kandungan zat gizi I maknan jajanan j pada tabel DKGJ KGij= (Bj / Bjd) x Gij

32

6. Kandungan zat gizi makanan di rumah

Kandungan zat gizi makanan di rumah adalah kandungan energi dan protein yang terkandung dalam semua jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi di rumah kemudian dihitung berdasarkan daftar komposisi bahan makanan (DKBM).

7. Frekuensi konsumsi makanan (makanan jajanan dan makanan di rumah)

Frekuensi konsumsi makanan adalah seberapa sering anak tersebut mengkonsumsi makanan atau berapa kali dalam sehari anak tersebut mengkonsumsi makanan jajan dan makanan dirumah yang diketahui dengan cara menanyakan langsung atau dengan menggunakan kousiuner.

8. Pendidikan orang tua

Pendidikan orang tua adalah jenjang pendidikan tertinggi yang diselesaikan oleh orang tua (ayah dan ibu) siswa yang diketahui dari data sekolah atau dari kuisioner yang diberikan ke orang tua siswa:

1. SD 2. SMP 3. SMA 4. PT

33 9. Pekerjaan orang tua (ayah dan ibu)

Kegiatan orang tua di luar rumah untuk memperoleh penghasilan dalam rangka pemenuhan kebutuhan keluarga yang diketahui dari data sekolah atau dari kuisioner yang diberikan ke orang tua siswa.

10. Penghasilan orang tua (ayah dan ibu)

Pendapatan ekonomi ayah/ibu yang diakumulasikan selama sebulan.

Data diperoleh dari data sekolah atau dari kuisioner yang diberikan ke orang tua siswa.

33 BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional dengan rancangan crossectional analitic.

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Kompleks IKIP I dan SD Inpres Karunrung, Kecamatan Rappocini Kota Makassar.

2. Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 20 Desember 2011 sampai dengan 20 Januari 2012.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi

1. Populasi target

Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh siswa anak sekolah dasar di kota Makassar

34 2. Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah siswa anak sekolah dasar di SD Negeri Kompleks IKIP I dan SD Inpres Karunrung, Kecamatan Rappocini Kota Makassar dengan pertimbangan status sosial ekonomi di kecamatan tersebut.

4.3.2. Sampel

1. Teknik Pengambilan Sampel

Sampel adalah anak sekolah dasar kelas 2, 3, 4, dan 5 yang dipilih secara sistematic sampling berdasarkan absen kelas dimana jumlah keseluruhan populasi dibagi jumlah sampel yang akan diteliti. Hasil pembagian ini kemudian digunakan sebagai titik acuan dalam memilih sampel pada absen.

Kriteria inklusi :

a. Anak sekolah dasar kelas 2 - 5 b. Usia berkisar 8-12 tahun

c. Anak tidak mengalami penyakit infeksi pada saat penelitian dan dua minggu sebelum waktu penelitian.

Kriteria eksklusi :

a. Anak membawa bekal makanan dari rumah b. Anak yang tidak mau mengikuti penelitian

35 2. Besar Sampel

Dalam penelitian ini besar sampel dengan asumsi bahwa proporsi anak dengan status gizi baik pada kelompok dengan konsumsi jajanan sehat 80% atau 0,8, sedangkan perbedaan proporsi pada kelompok dengan pola konsumsi jajan kurang baik 20% dimana kekuatan penelitian ini adalah 80% dengan tingkat kesalahan 5%. Maka jumlah sampel minimal :

( √ √ ) ( )

Keterangan :

α = 0,05 Zα = 1,960 β = 1-power 1-0,8 = 0,2

Zβ = 0,842 P1 = 80% = 0,8 P2 = 60% = 0,6

P = = = 0,70 Q1 = 1 - P1 = 1- 0,8 = 0,2 Q2 = 1 – P2= 1-0,60 = 0,4 Q = 1 – P = 1-0,7 = 0,3

( √ √ ) ( )

36 ( )

( )

Olehkarena jumlah sampel minimal yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 164 orang, maka besar sampel dibulatkan menjadi 200 orang untuk menghindari terjadinya drop out saat pengambilan sampel.

4.4. Jenis Data dan Instrumen Penelitian 4.4.1. Jenis Data

1. Data Primer

Data primer adalah data yang langsung diambil oleh peneliti yaitu : - Berat Badan

- Tinggi Badan

- Data konsumsi makanan jajanandanmakanan di rumah 2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bagian administrasi sekolah yang meliputi data identitas siswa.

37 4.4.2. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Timbangan injak/Platform balance scale dengan merek Camry 2. Microtoice

3. Formulir food recall 24 jam 4. Kuisioner

4.5. Pengumpulan Data 4.5.1. Data Primer

1. Berat Badan

Berat badan diukur dengan cara :

a. Sebelum penimbangan dilakukan, pastikan timbangan diperiksa agar menunjukkan angka 0,0 kg.

b. Murid harus melepaskan sepatu, kaos kaki, jam dan acessoris lainnya, terkecuali seragam sekolahnya saat akan ditimbang.

c. Anak berdiri diatas timbangan dengan posisi tegak.

d. Lihat hasil yang ditunjukkan pada timbangan tersebut

e. Karena pengukuran dilakukan untuk beberapa siswa, maka untuk penimbangan berikutnya timbangan harus kembali menunjukkan angka 0,0 kg dan prosedur diulang dari point 1.

38 2. Tinggi Badan

Tinggi badan diukur dengan cara :

a. Microtoice ditempelkan pada dinding atau tembok yang lurus datar setinggi tepat 2 meter dengan menggunakan paku atau selotype.

Dimana angka 0 (nol) pada lantai yang rata dan datar.

b. Pada saat pengukuran, alas kaki (sepatu), kaos kaki, serta topi yang dikenakan dilepaskan.

c. Murid berdiri tegak seperti sikap sempurna dalam baris I berbaris, kaki lurus dengan tumit, pantat, dan punggung, dan kepala bagian belakang menempel pada dinding dan muka menghadap lurus dengan pandangan ke depan.

d. Turunkan microtoice sampai rapat pada kepala bagian atas.

e. Angka pada skala dibaca yaitu tampak pada lubang dalam gulungan microtoice. Angka ini menunjukkan tinggi badan anak yang diukur.

3. Konsumsi makanan jajanan dan makanan di rumah

Pola konsumsi, jenis, frekuensi, dan kandungan zat gizi (energy dan protein) makanan jajanan dan makanan di rumah, diukur dengan menggunakan kuisioner dan food recall 24 jam

4.5.2. Data Sekunder

Data sekunder dikumpulkan melalui data adminstrasi sekolah.

39 4.6. Pengolahan dan Penyajian Data 4.6.1. Pengolahan Data

Data yang diperoleh melalui alat ukur kuisioner masih dalam keadaan mentah. Oleh karena itu data tersebut harus diproses atau diolah menggunakan software microsoft excel 2010.

Adapun langkah-langkah dalm pengolahan data sebagai berikut:

1. Editing

Proses yang dilakukan setelah data terkumpul, untuk melihat apakah jawaban-jawaban yang ada pada kuesioner telah terisi lengkap atau belum.

2. Coding data

Proses pemberian kode dalam hubungan dengan pengolahan data jika akan menggunakan computer.

3. Skoring

Pemberian nilai terhadap item yang perlu diberi skor.

4. Tabulasi

Pengelompokkan data atas jawaban yang diteliti dan diatur, kemudian dihitung dan jumlah sampel terwujud dalam tabel yang berguna.

4.6.2. Analisis Data

1. Analisis Univariat

Data yang diperoleh dari hasil penelitian akan dianalisis secara univariat dan bivariat dengan menggunakan software statistik SPSS

40

versi 20. Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dari masing-masing variabel yang diteliti.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk menguji hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependen dengan menggunakan uji chi square dengan rumus :

Dimana :

X : Chi Square

O : Nilai observasi (Value observed) E : Nilai harapan (expected value)

Jika frekuensi sangat kecil, maka uji ini tidak tepat. Adapun keterbatasan dari uji ini adalah :

1. Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan (nilai E) kurang dari 1

2. Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan (nilai E) kurang dari 5 lebih dari 20% dari jumlah sel.

Jika keterbatasan tersebut terjadi, maka dilakukan penggabungan kategori- kategori yang berdekatan dalam rangka memperbesar frekuensi nilai

∑( )

41

harapan. Jika keterbatasan tersebut masih terjadi setelah dikategorikan menjadi tabel 2x2 maka dilakukan uji fisher sebagai uji alternatif.

4.6.3. Penyajian data

Data disajikan dalam bentuk table dan/atau diagram disertai narasi yang berisi penjelasan tentang data tersebut.

4.7. Etika Penelitian

1. Menyertakan surat izin penelitian dari Dinas Pendidikan Kota Makassar.

2. Meminta izin Kepala Sekolah Dasar yang akan diteliti.

3. Meminta izin wali kelas sebelum melakukan penelitian terhadap anak murid kelas.

4. Melakukan pengukuran status gizi dengan tidak menggangu proses belajar mengajar dikelas.

5. Melakukan pengukuran terhadap siswa-siswa SD jika siswa tersebut bersedia untuk ikut serta dalam penelitian ini.

42 BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Kompleks IKIP 1 dan SD Inpres Karunrung. Kedua sekolah ini berada di Kecamatan Rappocini namun memiliki kondisi yang jauh berbeda satu sama lain baik dari segi lingkungan, gedung, dan status sosial ekonomi dari siswa itu sendiri.

1. SD Negeri Kompleks IKIP I

Sekolah ini terletak di Jl. A. Pangeran Pettarani, Kota Makassar dengan luas lahan sekolah 4.663 m2 dan luas bangunan sekolah 1.072 m2. Sekolah ini memiliki 12 ruang kelas, 1 ruang administrasi, 1 ruang ibadah, 1 ruang gugus, 1 ruang senam, 1 ruang olahraga/pramuka, 1 ruang koperasi, 3 ruang WC, 2 kantin sekolah, 1 perpustakaan, dan 1 laboratorium komputer. Jumlah guru sebanyak 24 orang dan jumlah siswa untuk tahun ajaran 2010/2011dari kelas 1 s.d. kelas 6 sebanyak 552 orang dengan laki-laki 284 orang dan perempuan 268 orang.

Disekitar lingkungan sekolah banyak terdapat pedagang keliling seperti penjual es, penjual somay, dan penjual bakso.

2. SD Inpres Karunrung

Sekolah ini terletak di Jl. Karunrung V, Kota Makassar dan memiliki 6 ruang kelas, 1 ruang guru, dan 1 ruang kepala sekolah. Jumlah guru

43

sebanyak 9 orang, staf tata usaha 2 orang, dan satpam 1 orang. Jumlah siswa keseluruhan sebanyak 379 orang. Disekitar lingkungan terdapat warung, toko, dan banyak pedagang keliling seperti penjual es, penjual somay, dan penjual bakso.

Dari kedua sekolah tersebut, sampel penelitian sebanyak 200 orang dengan mengambil 100 orang dari kelas 2 s.d. kelas 5 di setiap sekolah.

Namun oleh karena keterbatasan waktu dan jumlah kuisioner penelitan yang kembali serta drop out sampel maka total sampel menjadi 168 orang yang terdiri dari SD Negeri Kompleks IKIP I sebanyak 79 orang dan SD Inpres Karunrung sebanyak 89 orang.

5.2. Karakteristik Siswa

Tabel 5.1. Distribusi Siswa Berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur

n = 168 %

Jenis Kelamin

Laki-laki 83 49,4

Perempuan 85 50,6

Umur

7 tahun 22 13,1

8 tahun 39 23,2

9 tahun 53 31,5

10 tahun 33 19,6

11 tahun 18 10,7

12 tahun 2 1,2

15 tahun 1 0,6

44

Pada tabel 5.1, untuk jenis kelamin dapat dilihat bahwa sebagian besar siswa adalah perempuan (50,6%) sedangkan untuk umur dapat dilihat bahwa rentang umur siswa antara 7-15 tahun dan sebagian besar berumur 9 tahun (31,5%).

5.3. Karakteristik Orang Tua 5.3.1. Pendidikan Orang Tua

Tabel 5.2. Distribusi Siswa Berdasarkan Pendidikan Orang Tua

n = 168 %

Pendidikan Ayah

SD 19 11,3

SMP 26 15,5

SMA 45 26,8

PT 78 46,4

Pendidikan Ibu

SD 30 17,9

SMP 21 12,5

SMA 63 37,5

PT 54 32,1

Dari tabel 5.2 dapat dilihat bahwa sebagian besar siswa pendidikan ayahnya adalah Perguruan Tinggi (46,4%) dan pendidikan ibunya adalah SMA (32,1%)

45 5.3.2 Pekerjaan Orang Tua

Tabel 5.3. Distribusi Siswa Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua

n = 168 %

Pekerjaan Ayah

Buruh harian 57 33,9

PNS 47 28,0

Wiraswasta 64 38,1

Pekerjaan Ibu

Ibu Rumah Tangga 124 73,8

PNS 24 14,3

Wiraswasta 20 11,9

Dari tabel 5.3 dapat dilihat bahwa sebagian besar siswa pekerjaan ayahnya adalah Wiraswasta (38,1%) dan pekerjaan ibunya adalah Ibu Rumah Tangga (73,8%).

5.3.3. Penghasilan Orang Tua

Tabel 5.4. Distribusi Siswa Berdasarkan Penghasilan Orang Tua

n = 168 %

Penghasilan Ayah

> Rp 1.200.000 106 63,1

< Rp 1.200.000 62 36,9

Penghasilan Ibu

> Rp 1.200.000 37 22,0

< Rp 1.200.000 131 78,0

Dari tabel 5.4 dapat dilihat bahwa sebagian besar siswa penghasilan ayahnya > Rp 1.200.000 (63,1%) dan penghasilan ibunya

< Rp 1.200.000 (78,0%).

46 5.4. Pola Konsumsi Makanan Jajanan

Tabel 5.5. Distribusi Siswa Berdasarkan Pola Konsumsi Makanan Jajanan

n = 168 %

Kebiasaan Jajan

Ya 117 69,6

Kadang-kadang 46 27,4

Tidak 5 3,0

Frekuensi Jajan

1-2 kali 101 60,1

2-3 kali 47 28,0

>3 kali 20 11,9

Waktu Jajan

Sebelum masuk sekolah 12 7,1

Waktu istirahat 135 80,4

Setelah pulang sekolah 21 12.5

Tempat Jajan

Kantin sekolah 138 82,1

Pedagang keliling di luar sekolah 30 17,9

Dari tabel 5.5 dapat dilihat bahwa sebagaian besar siswa biasa jajan (69,6%) dengan frekuensi 1-2 kali perhari (60,1%) dan membeli jajan pada saat waktu istirahat (80,4%) di kantin sekolah (82,1%).

47

Tabel 5.6. Distribusi Siswa Berdasarkan Jenis Makanan Jajanan

Jenis Makanan Jajanan n %

bakso 13 7,7

bengbeng 3 1,8

biskuit 6 3,6

cheetos 2 1,2

cokelat 1 0,6

fanta 1 0,6

kue 3 1,8

mie 10 6,0

mie goreng 14 8,3

nasi goreng 23 13,7

nasi kuning 6 3,6

pop ice 1 0,6

pop mie 1 0,6

roti 12 7,1

snack 21 12,5

somay 13 7,7

sosis 17 10,1

susu 1 0,6

teh gelas 20 11,9

Total 168 100,0

Dari tabel 5.6 dapat dilihat bahwa sebagian besar siswa membeli jajanan berupa nasi goreng yaitu sebanyak 23 siswa (13,7%).

48 5.5. Pola Konsumsi Makanan Rumah 5.5.1 Kebiasaan Makan di Rumah

Tabel 5.7. Distribusi Siswa Berdasarkan Kebiasaan Makanan di Rumah

n = 168 %

Kebiasaan Makan Pagi

Ya 124 73,8

Kadang-kadang 34 20,2

Tidak 10 6,0

Kebiasaan Makan Siang

Ya 120 71,4

Kadang-kadang 32 19,0

Tidak 16 9,6

Kebiasaan Makan Malam

Ya 132 78,6

Kadang-kadang 31 18,5

Tidak 5 3,0

Dari tabel 5.7 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa biasa makan di rumah dimana makan pagi sebanyak 124 siswa (73,8%), makan siang sebanyak 120 siswa (71,4%), dan makan malam sebanyak 132 siswa (78,6%).

5.5.2 Frekuensi Makan di Rumah

Tabel 5.8. Distribusi Siswa Berdasarkan Frekuensi Makanan di Rumah

Frekuensi makan di rumah n %

Satu kali sehari 24 14,3

Dua kali sehari 57 33,9

Tiga kali sehari 84 50,0

Lebih dari tiga kali sehari 3 1,8

Total 168 100,0

49

Dari tabel 5.8 dapat dilihat bahwa sebagian besar siswa makan di rumah sebanyak tiga kali sehari (50,0%).

5.6. Status Gizi Siswa

Tabel 5.9. Distribusi Siswa Berdasarkan Status Gizi (BB/U)

n=115 %

BB/U

Gizi Buruk 12 7,1

Gizi Kurang 25 14,9

Gizi Baik 74 44,0

Gizi Lebih 4 2,4

Dari tabel 5.9 diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar siswa berstatus gizi baik yaitu sebanyak 74 siswa (44,0%).

Tabel 5.10. Distribusi Siswa Berdasarkan Status Gizi (TB/U &

IMT/U)

n = 168 %

TB/U

Sangat Pendek 3 1,8

Pendek 32 19,0

Normal 132 78,6

Tinggi 1 0,6

IMT/U

Sangat Kurus 10 6,0

Kurus 30 17,9

Normal 118 70,1

Gemuk 10 6,0

Tabel 5.10 memperlihatkan bahwa sebagian besar siswa memiliki status gizi baik/normal dimana untuk status gizi TB/U sebanyak 132 siswa (78,6%) dan status gizi IMT/U sebanyak 118 siswa (70,1%).

50 5.7. Asupan Zat Gizi Makanan 5.7.1. Makanan Jajanan

Tabel 5.11. Nilai Asupan Zat Gizi Makanan Jajanan

Nilai

Energi Jajanan

(kkal)

Protein Jajanan

(g)

Lemak Jajanan

(g)

Karbohidrat Jajanan

(g)

Mean 331,9 9,5 12,4 55,2

Standar Deviasi 247,5 9,2 11,0 45,6

Minimum 15,0 0,8 0,3 5,2

Maximum 1285,8 44,0 50,8 206,7

Dari tabel 5.11 diperoleh rata-rata siswa mengkonsumsi makanan jajanan dengan energi sebesar 331,9 kkal, protein sebesar 9,5 gram, lemak sebesar 12, 4 gram, dan karbohidrat 55,2 gram.

5.7.2. Makanan Rumah

Tabel 5.12. Nilai Asupan Zat Gizi Makanan Rumah Nilai Energi

(kkal)

Protein (g)

Lemak (g)

Karbohidrat (g)

Mean 919,5 41,0 31,7 133,9

Standar Deviasi 341,5 21,4 20,9 51,8

Minimum 256,6 8,8 1,1 19,9

Maximum 2632,8 179,7 154,3 345,5

Dari tabel 5.12 diperoleh rata-rata siswa mengkonsumsi makanan di rumah dengan energi sebesar 919,5 kkal, protein sebesar 41,0 gram, lemak sebesar 31,7 gram, dan karbohidrat 133,9 gram.

51 5.7.3. Makanan Sehari

Tabel 5.13. Nilai Asupan Zat Gizi Total Makanan Sehari Nilai Energi

(kkal)

Protein (g)

Lemak (g)

Karbohidrat (g)

Mean 1251,4 50,5 44,1 189,1

Standar Deviasi 450,2 23,2 23,6 72,3

Minimum 547,3 12,9 5,5 25,4

Maximum 2864,4 189,7 163,1 417,5

Dari tabel 5.13 diperoleh rata-rata siswa mengkonsumsi makanan dalam sehari dengan energi sebesar 1251,4 kkal, protein sebesar 50,5 gram, lemak sebesar 44,1 gram, dan karbohidrat 189,1 gram.

5.7.4. Kontribusi Makanan Jajanan Terhadap Makanan Sehari Tabel 5.14. Persentase Kontribusi Makanan Jajanan

Terhadap Makanan Sehari Nilai Energi

(%)

Protein (%)

Lemak (%)

Karbohidrat (%)

Mean 25,4 15,4 29,3 27,2

Standar Deviasi 13,3 14,6 21 16,2

Minimum 2,9 0,9 0,4 3,0

Maximum 61,4 61,2 92,7 87,6

Dari tabel 5.14 diperoleh rata-rata kontribusi makanan jajanan terhadap makanan sehari yaitu Energi sebanyak 25,4%, Protein sebanyak 15,4%, Lemak sebanyak 29,3%, dan Karbohidrat sebanyak 27,2%.

52 5.8. Tingkat Kecukupan Zat Gizi 5.8.1 Makanan Jajanan

Tabel 5.15. Distribusi Siswa Berdasarkan Tingkat Kecukupan Zat Gizi Makanan Jajanan

n = 168 %

Energi Jajanan

Baik (>300 kkal) 76 45,2

Kurang (<300 kkal) 92 54,8

Protein Jajanan

Baik (>5 gram) 97 57,7

Kurang (<5 gram) 71 42,3

Dari tabel 5.15 dapat dilihat bahwa sebagian besar siswa memiliki tingkat kecukupan energi makanan jajanan yang kurang yaitu sebanyak 92 siswa (54,8%) sedangkan tingkat kecukupan protein makanan jajanan sebagian besar siswa memiliki kecukupan protein yang baik yaitu sebanyak 97 siswa (57,7%).

5.8.2. Makanan Sehari

Tabel 5.16. Distribusi Siswa Berdasarkan Tingkat Kecukupan Zat Gizi Makanan Sehari

n = 168 %

Energi Sehari

Baik ( >80% AKG) 71 42,3

Kurang (70%-80% AKG) 16 9,5

Defisit (<70% AKG) 81 48,2

Protein Sehari

Baik ( >100% AKG) 106 63,1

Kurang (<100% AKG) 62 36,9

53

Dari tabel 5.16 dapat dilihat bahwa tingkat kecukupan zat gizi untuk energi sehari sebagian besar siswa mengalami defisit yaitu sebanyak 81 siswa (48,2%) sedangkan untuk protein sehari sebagian besar siswa cukup baik yaitu sebanyak 106 siswa (63,1%).

5.9. Crosstabulasi

5.9.1. Karakteristik Orang Tua dengan Status Gizi 1. Pendidikan Ayah dengan Status Gizi

Tabel 5.17. Crosstabulasi Pendidikan Ayah dengan Status Gizi

Pendidikan Ayah

Status Gizi (IMT/U)

Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk

n % n % n % n %

SD 2 10,5 4 21,1 13 68,4 0 0,0

SMP 2 7,7 8 30,8 15 57,7 1 3,8

SMA 4 8,9 9 20,0 32 71,1 0 0,0

PT 2 2,6 9 11,5 58 74,4 9 11,5

Total 10 6,0 30 17,9 118 70,2 10 6,0

Dari tabel 5.17 diketahui bahwa status gizi sangat kurus lebih banyak ditemukan pada siswa yang tingkat pendidikan ayahnya adalah SMA yaitu sebanyak 4 siswa (8,9%), status gizi kurus lebih banyak ditemukan pada siswa yang tingkat pendidikan ayahnya adalah Perguruan Tinggi dan SMA yaitu sebanyak 9 siswa, status gizi normal lebih banyak ditemukan pada siswa yang tingkat pendidikan ayahnya adalah Perguruan Tinggi yaitu sebanyak 58 siswa (74,4%), dan status gizi gemuk lebih banyak ditemukan pada siswa yang tingkat

54

pendidikan ayahnya adalah Perguruan Tinggi yaitu sebanyak 9 siswa (11,5%).

2. Pendidikan Ibu dengan Status Gizi

Tabel 5.18. Crosstabulasi Pendidikan Ibu dengan Status Gizi

Pendidikan Ibu

Status Gizi (IMT/U)

Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk

n % n % n % n %

SD 4 13,3 3 10,0 23 76,7 0 0,0

SMP 0 0,0 7 33,3 13 61,9 1 4,8

SMA 4 6,3 13 20,6 42 66,7 4 6,3

PT 2 3,7 7 13,0 40 74,1 5 9,3

Total 10 6,0 30 17,9 118 70,2 10 6,0

Dari tabel 5.18 diketahui bahwa status gizi sangat kurus lebih banyak ditemukan pada siswa yang tingkat pendidikan ibunya adalah SD dan SMA yaitu masing-masing sebanyak 4 siswa, status gizi kurus lebih banyak ditemukan pada siswa yang tingkat pendidikan ibunya adalah SMA yaitu sebanyak 13 siswa (20,6%), status gizi normal juga lebih banyak ditemukan pada siswa yang tingkat pendidikan ibunya adalah SMA yaitu sebanyak 42 siswa (66,7%), dan status gizi gemuk lebih banyak ditemukan pada siswa yang tingkat pendidikan ibunya adalah Perguruan Tinggi yaitu sebanyak 5 siswa (9,3%).

55 3. Pekerjaan Ayah dengan Status Gizi

Tabel 5.19. Crosstabulasi Pekerjaan Ayah dengan Status Gizi

Pekerjaan Ayah

Status Gizi (IMT/U)

Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk

n % n % n % n %

Buruh Harian 4 7,0 15 26,3 37 64,9 1 1,8

PNS 2 4,3 6 12,8 34 72,3 5 10,6

Wiraswasta 4 6,2 9 14,1 47 73,4 4 6,2

Total 10 6,0 30 17,9 118 70,2 10 6,0

Dari tabel 5.19 diketahui bahwa status gizi sangat kurus lebih banyak ditemukan pada siswa yang pekerjaan ayahnya adalah buruh harian dan wiraswasta yaitu masing-masing sebanyak 4 siswa, status gizi kurus lebih banyak ditemukan pada siswa yang pekerjaan ayahnya adalah buruh harian yaitu sebanyak 15 siswa (26,3%), status gizi normal lebih banyak ditemukan pada siswa yang pekerjaan ayahnya adalah wiraswasta yaitu sebanyak 47 siswa (73,4%), dan status gizi gemuk lebih banyak ditemukan pada siswa yang pekerjaan ayahnya adalah PNS yaitu sebanyak 5 siswa (10,6%).

56 4. Pekerjaan Ibu dengan Status Gizi

Tabel 5.20. Crosstabulasi Pekerjaan Ibu dengan Status Gizi

Pekerjaan Ibu

Status Gizi (IMT/U)

Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk

n % n % n % n %

Ibu Rumah Tangga 9 7,3 25 20,2 83 66,9 7 5,6

PNS 1 4,2 3 12,5 18 75,0 2 8,3

Wiraswasta 0 0,0 2 10,0 17 85,0 1 5,0

Total 10 6,0 30 17,9 118 70,2 10 6,0

Dari tabel 5.20 diketahui bahwa status gizi sangat kurus lebih banyak ditemukan pada siswa yang pekerjaan ibunya adalah ibu rumah tangga yaitu sebanyak 9 siswa (7,3%), status gizi kurus lebih banyak ditemukan pada siswa yang pekerjaan ibunya adalah ibu rumah tangga yaitu sebanyak 25 siswa (20,2%), status gizi normal lebih banyak ditemukan pada siswa yang pekerjaan ibunya adalah ibu rumah tangga yaitu sebanyak 83 siswa (66,9%), dan status gizi gemuk lebih banyak ditemukan pada siswa yang pekerjaan ibuhnya adalah ibu rumah tangga yaitu sebanyak 7 siswa (5,6%).

5. Penghasilan Ayah dengan Status Gizi

Tabel 5.21. Crosstabulasi Penghasilan Ayah dengan Status Gizi

Penghasilan Ayah

Status Gizi (IMT/U)

Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk

n % n % n % n %

< Rp 1.200.000 7 11,3 15 24,2 39 62,9 1 1,6

> Rp 1.200.000 3 2,8 15 14,2 79 74,5 9 8,5

Total 10 6,0 30 17,9 118 70,2 10 6,0

57

Dari tabel 5.21 diketahui bahwa status gizi sangat kurus lebih banyak ditemukan pada siswa yang penghasilan ayahnya < Rp 1.200.000 yaitu sebanyak 7 siswa (11,3%), status gizi kurus pada siswa yang penghasilan ayahnya < Rp 1.200.000 sebanyak 15 siswa (24,2%) dan pada siswa yang penghasilan ayahnya > Rp 1.200.000 juga sebanyak 15 siswa (14,2%), status gizi normal lebih banyak ditemukan pada siswa yang penghasilan ayahnya > Rp 1.200.000 yaitu sebanyak 79 siswa (74,5%), dan status gizi gemuk juga lebih banyak ditemukan pada siswa yang yang penghasilan ayahnya > Rp 1.200.000 yaitu sebanyak 9 siswa (8,5%).

6. Penghasilan Ibu dengan Status Gizi

Tabel 5.22. Crosstabulasi Penghasilan Ibu dengan Status Gizi

Penghasilan Ibu

Status Gizi (IMT/U)

Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk

n % n % n % n %

< Rp 1.200.000 9 6,9 25 19,1 89 67,9 8 6,1

> Rp 1.200.000 1 2,7 5 13,5 29 78,4 2 5,4

Total 10 6,0 30 17,9 118 70,2 10 6,0

Dari tabel 5.22 diketahui bahwa status gizi sangat kurus lebih banyak ditemukan pada siswa yang penghasilan ibunya < Rp 1.200.000 yaitu sebanyak 9 siswa (6,9%), status gizi kurus lebih banyak ditemukan pada siswa yang penghasilan ibunya < Rp 1.200.000 sebanyak 25 siswa (19,1%), status gizi normal juga lebih banyak ditemukan pada siswa yang penghasilan ibunya < Rp

58

1.200.000 yaitu sebanyak 89 siswa (67,9%), dan status gizi gemuk juga lebih banyak ditemukan pada siswa yang yang penghasilan ibunya > Rp 1.200.000 yaitu sebanyak 8 siswa (6,1%).

5.9.2. Pola Konsumsi Makan Jajanan dengan Status Gizi 1. Kebiasaan Jajan dengan Status Gizi

Tabel 5.23. Crosstabulasi Kebiasaan Jajan dengan Status Gizi

Kebiasaan Jajan

Status Gizi (IMT/U)

Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk

n % n % n % n %

Ya 8 6,8 22 18,8 81 69,2 6 5,1

Kadang-kadang 2 4,3 8 17,4 32 69,6 4 8,7

Tidak 0 0,0 0 0,0 5 100,0 0 0,0

Total 10 6,0 30 17,9 118 70,2 10 6,0

Dari tabel 5.23 diketahui bahwa status gizi sangat kurus lebih banyak ditemukan pada siswa yang biasa jajan yaitu sebanyak 8 siswa (6,8%), status gizi kurus lebih banyak ditemukan pada siswa yang biasa juga jajan yaitu sebanyak 22 siswa (18,8%), status gizi normal juga lebih banyak ditemukan pada siswa yang biasa jajan yaitu sebanyak 81 siswa (69,2%), dan status gizi gemuk juga lebih banyak ditemukan pada siswa yang biasa jajan yaitu sebanyak 6 siswa (5,1%).

Dalam dokumen Skripsi - Universitas Muhammadiyah Makassar (Halaman 47-51)

Dokumen terkait