BAB I PENDAHULUAN
F. Kerangka Teori
2. Zakat Core Principle
kepatuhan dengan menerapkan 18 prinsip inti zakat, yakni top of form, tujuan, independensi, otoritas bottom of form, kegiatan amil yang diizinkan, kriteria perijinan, pendekatan pengawasan, teknik dan instrumen pengawasan, pelaporan pengawasan, kekuatan pengawas dalam koreksi dan sanksi, good amil governance (tata kelola amil), management penghimpunan, Management pemberdayaan (disbursement management), risiko negara dan transfer, risiko reputasi dan kerugian muzakki, risiko pendistribusian, risiko operasional dan kepatuhan syariah, pengawasan
Penelitian tentang program pemberdayaan masyarakat pedesaan banyak diteliti oleh para peneliti terdahulu dengan ragam yang tidak sama dengan penelitian yang saat ini peneliti lakukan. Oleh karena itu, peneliti menelaah beberapa penelitian terdahulu yang memiliki kaitan dengan masalah penelitian dalam penelitian ini, di antaranya:
1. Penelitian tesis yang dilakukan oleh Lalu Bagas Jayantara yang berjudul
“Analisis Strategi Fundraising Dana Zakat, Infak dan Shadaqah Pada Lembaga Amil Zakat (Studi di Lembaga Amil Zakat Nahdlatul Ulama’
Nusa Tenggara Barat)”. Adapun hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa (a) Formulasi strategi fundraising dari LAZISNU NTB yaitu dengan mengacu kepada strategi fundraising dari LAZISNU Pimpinan Pusat dengan kewenangan masing-masing wilayah sesuai dengan sosial ekonomi dan kultur budaya masyarakat NTB. Dalam perumusan strategi
pengembangan rencana jangka panjang untuk manajemen yang lebih efektif. LAZISNU NTB memformulasikan strateginya dengan memperhatikan kesempatan dan ancaman lingkungan, yang dilihat dari kekuatan dan kelemahan dari LAZISNU NTB, dan (b) Impelementasi strategi fundraising dari LAZISNU NTB terbagi menjadi dua yaitu;
Pertama, strategi, fundraising langsung yaitu strategi fundraising dengan menggunakan Kotak Koin NU, dengan menyalurkannya kepada Jama’ah NU dan masyarakat NTB. Kedua, strategi, fundraising tidak langsung, yaitu strategi fundraising dengan memanfaatkan teknologi sebagai wadah promosi program yang berdampak secara tidak langsung terhadap jumlah donator atau simpatisan.50
Kesamaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini terletak pada fokus penelitian, yakni pada pengelolaan dana zakat. Pada penelitian terdahulu peneliti mempunyai fokus penelitian pada proses pengelolaan dana zakat yang dilakukan pada LAZISNU NTB. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah pada penelitian terdahulu tidak membahas tentang zakat core principle, karena penelitian terdahulu terfokus kepada strategi fundraising dana zakat, infak dan shadaqah, sedangkan dalam penelitian ini terfokus pada efektivitas distribusi dana zakat dengan pendekatan zakat core principle disbursement management di BAZNAS Provinsi Nusa Tenggara Barat.
50 Lalu Bagas Jayantara, “Analisis Strategi Fundraising Dana Zakat, Infak dan Shadaqah pada Lembaga Amil Zakat (Studi di Lembaga Amil Zakat Nahdlatul Ulama’ Nusa Tenggara Barat)”, (Tesis, UIN Mataram, 2021), 94.
2. Penelitian tesis yang dilakukan oleh Asih Lestari yang berjudul
“Implementasi Zakat Core Principle (ZCP): Suatu Telaah Audit Lembaga Amil Zakat dalam Menciptakan Transparansi serta Akuntabilitas (Studi pada BAZNAS dan Dompet Dhuafa)”. Adapun hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa (a) kuntabilitas serta transparansi yang telah dilakukan oleh BAZNAS dan Dompet Dhuafa telah berjalan dengan namun penerapannya belum sepenuhnya masih memerlukan beberapa perbaikan. Penerapan fungsi-fungsi dari kriteria Zakat Core Principle dalam pelaksanaannya masih terdapat beberapa kegiatan yang belum sesuai dengan Zakat Core Principle. Penerapan standar akuntansi zakat yaitu PSAK 109 belum diterapkan secara menyeluruh. Kurangnya publikasi pada website terkait laporan keuangan dari masing-masing Lembaga menyebabkan tingkat transparansi serta akuntabilitas lembaga zakat rendah.51
Kesamaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini terletak pada fokus penelitian, yakni pada zakat core principle, pada penelitian terdahulu peneliti mempunyai fokus penelitian pada implementasi zakat core principle yang dilakukan sebagai suatu telaah audit lembaga amil zakat dalam menciptakan transparansi serta akuntabilitas di BAZNAS dan Dompet Dhuafa. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah pada penelitian terdahulu terfokus pada implementasi zakat core
51 Asih Lestari, “Implementasi Zakat Core Principle (ZCP): Suatu Telaah Audit Lembaga Amil Zakat dalam Menciptakan Transparansi serta Akuntabilitas (Studi pada Baznas dan Dompet Dhuafa)”, (Tesis, Universitas Jenderal Soedirman, 2021), 7-8.
principle yang dilakukan sebagai suatu telaah audit lembaga amil zakat dalam menciptakan transparansi serta akuntabilitas di BAZNAS dan Dompet Dhuafa, sedangkan dalam penelitian ini terfokus pada efektivitas distribusi dana zakat dengan pendekatan zakat core principle poin 10 disbursement management di BAZNAS Provinsi Nusa Tenggara Barat.
3. Penelitian tesis yang dilakukan oleh M. Ikhsan Suganda yang berjudul
“Analisis Manajemen Risiko Lembaga Amil Zakat Berdasarkan Zakat
Core Principle (Studi Kasus Pada Rumah Zakat)”. Adapun hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa analisis manajemen risiko menunjukan bahwa terdapat 35 risiko yang berhasil teridentifikasi pada Rumah Zakat.
Dimana 7 risiko termasuk dalam kategori high risk atau unacceptable dan 28 risiko masuk kedalam kategori undesirable.52
Dalam penelitian M. Ikhsan Suganda tersebut peneliti menemukan kesamaan, yaitu pada pembahasan tentang zakat core principle.
Disamping itu, ada juga perbedaannya, yaitu dalam penelitian M. Ikhsan Suganda tersebut lebih terfokus pada manajemn risiko lembaga amil zakat berdasarkan zakat core principle secara umum, sedangkan dalam penelitian ini, peneliti menfokuskan pada efektivitas distribusi dana zakat dengan pendekatan zakat core principle dengan menekankan pada ZCP pion 10 yakni disbursement management di BAZNAS Provinsi Nusa Tenggara Barat.
52 M. Ikhsan Suganda, “Analisis Manajemen Risiko Lembaga Amil Zakat Berdasarkan Zakat Core Principle (Studi Kasus Pada Rumah Zakat)”, (Tesis, Universitas Padjadjaran, 2017), 128.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Selamet Riadi dalam artikelnya yang berjudul “Strategi Distribusi Zakat dan Pemberdayaan Mustahik: Studi Kasus BAZNAS Kota Mataram”. Hasil temuan dari penelitian ini adalah strategi pendistribusian dana zakat oleh BAZNAS Kota Mataram menunjukkan bahwa dari beberapa strategi yang telah dilakukan oleh BAZNAS Kota Mataram sendiri masih kurang optimal, terutama dalam pemberdayaan Mustahiq di Kota Mataram. Strategi manajemen yang dilakukan dalam pendistribusian dana zakat masih belum menimbulkan dampak signifikan yang dirasakan oleh mustahik sendiri, karena kurangnya sosialisasi secara langsung. Hal ini menimbulkan kurangnya pemahaman dan kepercayaan Muzakki dalam menyalurkan harta zakatnya melalui BAZNAS Kota Mataram.53
Dalam penelitian Selamet Riadi tersebut peneliti menemukan kesamaan, yaitu pada pembahasan tentang distribusi zakat. Disamping itu, ada juga perbedaannya, yaitu dalam penelitian Selamet Riadi masalah yang diteliti adalah terfokus pada strategi distribusi zakat dan pemberdayaan mustahik di BAZNAS Kota Mataram, sedangkan dalam penelitian ini, peneliti menfokuskan pada efektivitas distribusi dana zakat dengan pendekatan zakat core principle serta yang menjadi objek penelitiannya adalah BAZNAS Provinsi Nusa Tenggara Barat.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Fakhri Amir dengan judul artikelnya “Faktor Determinan Tingkat Pendapatan Mustahiq Penerima
53 Selamet Riadi, “Strategi Distribusi Zakat dan Pemberdayaan Mustahik: Studi Kasus Baznas Kota Mataram”, Schemata 9, No. 1, (Juni 2020): 125.
Zakat Produktif”. Hasil penelitian ini tentang pemanfaatan zakat produktif pada BAZNAS kota Makassar, serta pengaruhnya terhadap tingkat pendapatan mustahiq penerima zakat produktif dapat disimpulkan bahwa secara simultan kelima variabel, yaitu: jumlah zakat, pendampingan usaha, lama usaha, jenis usaha, dan pendidikan berpengaruh terhadap pendapatan dimana diperoleh p-value nya sebesar 0.000 (0.000 < 0.05). Sedangkan secara parsial dengan menggunakan uji-t, diperoleh bahwa terdapat tiga variabel yang berpengaruh signifikan, yaitu: jumlah zakat, pendampingan usaha, dan lama usaha dengan masing-masing nilai p-value sebesar 0.049, 0.042, dan 0.026 (0.049, 0.042, dan 0.026 < 0.05). Sedangkan dua variabel lainnya tidak berpengaruh signifikan yaitu: jenis usaha dan pendidikan dengan masing-masing nilai p-value nya sebesar 0.086 dan 0.407 (0.086 dan 0.407 > 0.05). Hal tersebut disebabkan karena apapun jenis usaha tidak berpengaruh, yang penting adalah besarnya jumlah zakat produktif yang diberikan dan frekuensi pemberian zakat produktif. Demikian pula pendidikan tidak memiliki pengaruh karena pada umumnya para mustahiq memang memandang bahwa pendidikan merupakan hal yang penting, namun untuk dapat mengelola usaha tidak diperlukan adanya tingkat pendidikan yang tinggi.54
Kesamaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini terletak pada fokus penelitian pada pengelolaan zakat. Pada penelitian terdahulu peneliti mempunyai fokus penelitian pada faktor determinan tingkat pendapatan
54 Muhammad Fakhri Amir, “Faktor Determinan Tingkat Pendapatan Mustahiq Penerima Zakat Produktif”, Iqtishaduna 10 No. 2, (Desember 2019): 159.
mustahiq penerima zakat produktif. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah pada penelitian terdahulu lebih menekankan pada faktor determinan tingkat pendapatan mustahiq penerima zakat produktif, sedangkan dalam penelitian ini terfokus pada keefektivitan penyaluran dana zakat dengan pendekatan zakat core principle dengan mengambil lokasi penelitian di BAZNAS Provinsi Nusa Tenggara Barat.
1) Stoner, menekankan pentingnya efektivitas organisasi dalam pencapaian tujuan-tujuan organisasi, dan efektivitas adalah kunci dari kesuksesan suatu organisasi.
2) Miller, efektivitas dimaksud sebagai tingkat seberapa jauh suatu sistem sosial mencapai tujuannya.
3) Georgopualos dan Tannembaum, efektivitas organisasi adalah tingkat sejauh mana suatu organisasi yang merupakan sistem sosial dengan segala sumber daya dan sarana tertentu yang tersedia memenuhi tujuan-tujuannya tanpa pemborosan dan menghindari ketegangan yang tidak perlu diantara anggota- anggotanya.
4) Agris, efektivitas organisasi adalah keseimbangan atau pendekatan secara optimal pada pencapaian tujuan, kemampuan dan pemanfaatan tenaga manusia.
Efektivitas adalah hubungan antara output dan tujuan, yakni ukuran seberapa jauh tingkat output, kebijakan dan prosedur dari organisasi mencapai tujuan yang ditetapkan. Konsep tingkat efektivitas organisasi menunjuk pada tingkat seberapa jauh organisasi melaksanakan kegiatan atau fungsi-fungsi sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan menggunakan secara optimal alat-alat dan sumber-sumber yang ada, yang pada intinya efektivitas organisasi
menyangkut dua aspek, yaitu tujuan organisasi dan pelaksanaan fungsi atau cara untuk mencapai tujuan tersebut.57
Steers yang dikutip oleh Hessel Nogi S. Tangkilisan mengemukakan lima kriteria dalam pengukuran efektivitas, yaitu:
produktivitas, kemampuan adaptasi atau fleksibilitas, kepuasan kerja, kemampuan berlaba, dan pencarian sumber daya.58 Kelima kriteria yang dikemukakan oleh Steers tersebut tidak semuanya relevan untuk diaplikasikan dalam mengukur tingkat efektivitas distribusi dana zakat pada Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), misalnya kemampuan berlaba, mengingat instansi ini bukan organisasi pencari laba.
Untuk mengukur seberapa jauh tingkat efektivitas distribusi dana zakat pada Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Provinsi Nusa Tenggara Barat, maka peneliti menggunakan teori pengukuran efektivitas yang dikemukakan oleh Steers tersebut, akan tetapi hanya 4 indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat efektivitas, yaitu:
Pertama, Produktivitas. Produktivitas disini diartikan sebagai ukuran sampai sejauh mana target yang ditetapkan oleh organisasi dapat direalisasikan dengan baik. Untuk Badan Amil Zakat, produktivitas dapat dilihat sampai sejauh mana pelaksanaan strategi distribusi dana zakat mencapai target yang telah ditetapkan, sesuai dengan tugas BAZNAS untuk melakukan penghimpunan dana zakat.
57 Hessel Nogi S. Tangkilisan, Manajemen Publik, 139-140.
58 Hessel Nogi S. Tangkilisan, Manajemen Publik, 141-144.
Kedua, Kemampuan Adaptasi atau fleksibilitas. Adaptasi adalah kemampuan organisasi untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Apakah program dan strategi yang diterapkan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dapat diterima dengan baik oleh masyarakat sekitar atau tidak, misalnya penggunaan teknologi sesuai perkembangan zaman yang memberi kemudahan kepada masyarakat yang ingin menyalurkan dananya melalui BAZNAS, dan juga melalui kebijakan-kebijakan atau cara-cara yang digunakan oleh BAZNAS dalam penghimpunan dan penyaluran dana zakat pada masyarakat sekitar.
Ketiga, Kepuasan Kerja. Kepuasan kerja adalah perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari evaluasi karakteristiknya. Kepuasan kerja bisa diukur dari respon atau penilaian para muzakki terhadap kinerja para petugas zakat, apakah petugas menjalankan tugasnya dengan baik sehingga para muzakki merasa puas akan kinerjanya atau tidak.
Keempat, Pencarian Sumber Daya. Sumber daya terdiri dari sumber daya manusia, sarana, dan prasarana maupun pembiayaan, yang sagat menentukan keberhasilan organisasi dalam menjalankan tugasnya atau beroperasi dengan baik dalam mencapai tujuan. Dalam pelaksanaan strategi layanan distribusi zakat, faktor sumber daya manusia merupakan faktor yang menentukan keberhasilan pencapaian target BAZNAS dari strategi ini. Dengan tersedianya sumber daya
manusia yang memiliki kemampuan, keterampilan, dan pengetahuan yang cukup memadai, maka pelaksanaan strategi layanan distribusi zakat akan dapat berjalan dengan baik.
Jadi, efektivitas dari strategi layanan distribusi zakat adalah seberapa besar penghimpunan dan penyaluran dana zakat yang diperoleh oleh BAZNAS, dan dari tahun ke tahun penghimpunan tersebut mengalami kenaikan, serta target dan tujuan yang ditentukan oleh BAZNAS. Selain dari peningkatan dana yang dihimpun, efektivitas juga diukur dari kepuasan para muzakki terhadap kinerja para petugas layanan penghimpunan dan distribusi zakat sehingga diharapkan akan berdampak terhadap peningkatan muzakki yang menyalurkan dananya melalui BAZNAS. Ukuran yang lain adalah tersedianya tenaga kerja ahli, serta sarana dan prasarana yang mendukung dalam melakukan strategi layanan jemput zakat.
b. Distribusi Dana Zakat
Kekayaan dan harta dalam Islam tak dibenarkan terpusat pada satu indivdu atau sekelompok orang kaya tertentu, sebab bisa mengendalikan hajat hidup orang banyak, menjadi pengatur kehidupan manusia serta menjadi penentu harga barang,59 terlebih-lebih dalam pendistribusian zakat.
59 Zaki Fuad Chalil, Pemerataan Distribusi Kekayaan dalam Ekonomi Islam (Jakarta:
Erlangga, 2009), 48.
Distribusi akar katanya berasal dari bahasa Inggris yaitu distribute yang berarti pembagian atau penyaluran,60 pembagian atau pengiriman barang atau jasa kepada beberapa orang atau tempat.61 Pendistribusian juga bermakna pembagian, penyaluran, atau pengiriman barang-barang dan sebagainya kepada orang banyak atau beberapa tempat.62
Aktivitas distribusi merupakan pertukaran atau perpindahan suatu komoditas dalam alur tertentu dari pihak tertentu ke pihak lainnya dengan tanpa konpensasi sebagai indera penukar komoditi.63 Kegiatan distribusi tak hanya berlaku pada dunia usaha semata, tapi pula bisa dikerjakan dalam rutinitas ibadah dan dana sosial seperti infaq zakat, dan sedekah yang bisa anggap sebagai redistribusi.
Menurut Kotler distribusi merupakan serangkaian organ yang saling saling terkait yang terjadi dalam suatu proses untuk mengakibatkan produk atau jasa yang pergunakan atau dikonsumsi.
Dalam hal ini distribusi dapat diartikan sebagai kegiatan (membagikan, mengirimkan) kepada orang atau kebeberapa tempat.64
60 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustka, 2005), 269.
61 Idri, Hadist Ekonomi (Ekonomi dalam Prespektif Hadist Nabi) (Jakarta: Prenada Media Group, 2016), 128.
62 Meity Taqdir Qadratillah, Kamus Bahasa Indonesia Untuk Pelajar (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2011), 100.
63 Mufti Afif dan Sapta Oktiadi, “Efektivitas Distribusi Dana Zakat Produktif dan Kekuatan Serta Kelemahannya Pada BAZNAS Magelang”, Islamic Economic Journal 4, Nomor 2, (Desember 2018): 140.
64 Fandy Tjiptono, Strategi Pemasaran (Yogyakarta: Andi, 2001), 185.
Secara garis besar, pendistribusian dapat diartikan sebagai kegiatan pemasaran yang berusaha memperlancar dan mempermudah penyampaian barang dan jasa dari produsen kepada konsumen, sehingga penggunaannya sesuai dengan yang diperlukan (jenis, jumlah, harga, dan saat dibutuhkan). Dengan kata lain, distribusi merupakan aktifitas pemasaran yang mampu menciptakan nilai tambah produk melalui fungsi-fungsi pemasaran yang dapat merealisasikan kegunaan atau fasilitas bentuk, tempat dan kepemilikan dan memperlancar arus saluran pemasaran (marketing channel flow) secara fisik dan non fisik.65
Selanjutnya, distribusi zakat ialah penyaluran dana zakat kepada para mustahiq yang dibagikan dalam jenis konsumtif ataupun produktif guna peningkatan kesejahteraan mustahiq. Sasaran mustahiq zakat sesuai ketentuan Al-Quran dalam surat at-taubah ayat 60.66 Sedangkan Sri Wahyuni menyebutkan bahwa pendistribusian dana zakat adalah suatu program penyaluran dana zakat dari pezakat ke mustahiq, baik untuk program konsumtif maupun kegiatan produktif,67 dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan kewajiban.68
65 Fandy Tjiptono, Strategi Pemasaran, 185.
66 Mulkan Syahriza, dkk, “Analisis Efektivitas Distribusi Zakat Produktif dalam Meningkatkan Kesejahteraan Mustahik (Studi Kantor Cabang Rumah Zakat Sumatera Utara)”, At-Tawassuth 4, No.
1 (2019): 137.
67 Sri Wahyuni, “Pendayagunaan Zakat Produktif dalam Meningkatkan Usaha Masyarakat Melalui Program Bisa (Bunda Mandiri Sejahtera) di Yatim Mandiri Surabaya”, Mazawa:
Management of Zakah and Waqf 1, No. 1, (2019): 28.
68 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat.
Dalam ekonomi Islam, zakat ialah perbuatan yang memindahkan harta dari orang kaya kepada yang tak punya.
Penyaluran kekayaan bermakna penyaluran asal-sumber ekonomi, yang dapat mengakibatkan perubahan eksklusif yang bersifat hemat.
Salah satu persyaratan buat kesuksesan zakat ialah dengan penyaluran yang handal berasaskan landasan yang jelas, sehingga zakat diterima oleh orang yang memang memiliki hak menerimanya.
Dana zakat pada awalnya banyak disalurkan secara konsumtif, lalu dikembangkan dengan cara produktif. Manajemen zakat mengkategorikan dalam empat bentuk, yaitu:
1) Distribusi zakat konsumtif tradisional, yaitu dana yang secara langsung diberikankan kepada mustahiq dan bisa digunakan secara langsung untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, zakat fitrah berupa beras, uang kepada fakir miskin setiap idul fithri atau pembagian zakat mal secara langsung oleh para amil kepada asnaf yang sangat membutuhkan. Pola ini merupakan program jangka pendek dalam mengatasi masalah umat.69
2) Distribusi dana zakat konsumtif kreatif, dibagikan dalam bentuk lain dari benda awalnya, seperti dibagikan dalam bentuk peralatan sekolah dan beasiswa.
3) Distribusi dana zakat produktif tradisional, yaitu dana yang dibagikan dalam bentuk barang produktif, seperti sapi, kambing,
69 Fakhruddin, Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia (Malang: Malang Press, 2008), 314.
alat cukur, dan lainnya, yang dibutuhkan bisa membuka lapangan kerja baru buat mustahiq.
4) Distribusi dana zakat produktif kreatif, yaitu zakat yang dibagikan dalam bentuk modal usaha sebagai tambahan modal usaha bagi para pengusaha kecil.70
Distribusi dana zakat yang sifatnya produktif merupakan kemajuan dari pemikiran ekonomi Islam masa kini. Pola distribusi zakat produktif secara umum menggunakan akad qardhu hasan, yakni suatu pinjaman yang tak memutuskan adanya taraf pengembalian tertentu berasal besaran dana pokoknya.71 Zakat secara produktif dapat berupa bantuan unit usaha, modal usaha, serta penyediaan lapangan kerja pada mustahiq. Sedangkan yang digunakan buat penyaluran zakat tergantung kebijakan setiap lembaga zakat.72 Pendistribusian dana zakat berfungsi guna pencegahan jarak sosial antara si kaya dan si miskin dan dapat menolong pemenuhan keperluan ekonomi orang tak mampu.73 Ajaran zakat pada dasarnya menganjurkan umatnya buat jadi kaya sebab dengan menjadi kaya manusia dapat menunaikan zakat.
70 M. Arif Mufraini, Akuntansi dan Manajemen Zakat Mengkomunikasikan Kesadaran dan Membangun Jaringan (Jakarta, Kencana, 2006), 179-185.
71 Syahrul Amsari, “Analisis Efektifitas Pendayagunaan Zakat Produktif pada Pemberdayaan Mustahik (Studi Kasus LAZISMu Pusat)”, Aghniya: Jurnal Ekonomi Islam 1, No. 2, (2019): 321.
72 Izatul Akmar dan Muhammad Nasri, “Productive Zakat Distribution by Zakat Institutions in Malaysia”, International Journal of Academic Research in Business and Social Science 7. No. 3, (2017): 20.
73 Teguh Ansori, “Pengelolaan Dana Zakat Produktif untuk Pemberdayaan Mustahik pada LAZISNU Ponorogo”, Muslim Heritage. 3, No.1, (2018): 165.
Dana infaq, shadaqah, zakat, dan waqaf dipakai guna menuntaskan kemiskinan apabila dikelola menjadi sumber dana yang membantu usaha para mustahiqnya,74 sehingga bagi yang bekerja dapat berdikari berusaha dan dana tersebut dikelola secara kolektif dan efektif.75
Pemberian modal wajib dipertimbangkan secara matang sang amil guna diolah dana tersebut, sehingga penerima tak lagi bergantung hidup dan kehidupannya kepada manusia lainnya, dan mampu menjadi muzakki di kemudian hari. Prosedur pelaksanaan pemberian modal usaha produktif dilaksanakan dengan melakukan studi pendahuluan kelayakan usaha, penetapan jenis usaha produktif, pembimbingan dan penyuluhan, pemantauan, pengawasan, evaluasi, dan menyusun pelaporan usaha.76
Amil sebagai petugas pentasyarufan zakat harus betul mengetahui tentang hukum-hukum zakat, misalnya berkaitan dengan jenis harta, kadar nisab, haul dan sebagainya. Para pembagi (amil) bertugas mengamati dan menetapkan, setelah pengamatan dan penelitian yang seksama, siapa saja yang berhak mendapatkan zakat, perkiraan kebutuhannya, kemudian membagikan kepada masing- masing yang membutuhkan dengan mempertimbangkan jumlah harta
74 Qodri Azizy, Membangun Fondasi Ekonomi Umat (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 149.
75 M. Ali Hasan, Zakat, Pajak Asuransi dan Lembaga Keuangan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), 41.
76 Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 581 Tahun 1999 Tentang Pelaksanaan UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.
yang diterima dan kebutuhan mereka masing-masing.77 Sehingga pengelolaan zakat dapat terwujud sesuai dengan tujuan pasal 3 Undang-Undang No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, yaitu meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat, dan meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.78
Hal asasi dari distribusi zakat ialah berkeadilan dan kasih sayang, sehingga arah penyaluran zakat dibagi menjadi dua macam yaitu agar kekayaan tidak terpusat kepada sebagian kecil masyarakat, akan tetapi terus-menerus beredar dalam masyarakat, dan berbagai faktor produksi bersumber dari kekayaan nasional harus dibagi secara adil kepada masyarakat.
Pendistribusian dana zakat berfungsi sebagai upaya untuk mengurangi perbedaan antara kaya dan miskin karena bagian harta kekayaan orang kaya membantu dan menumbuhkan kehidupan ekonomi yang miskin, sehingga keadaan ekonomi orang miskin dapat diperbaiki. Oleh karena itu, zakat berfungsi sebagai sarana jaminan sosial dan persatuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan- kebutuhan individu dan memberantas kemiskinan umat manusia, dalam hal ini zakat merupakan bukti kepedulian sosial.79
77 M. Quraisy Shihab, Membumikan Al-Qur’an (Bandung: Mizan, 2002), 329.
78 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
79 Syauqi Ismail Syahhatih, Prinsip Zakat dalam Dunia Modern (Jakarta: Pustaka Media Utama, 2008), 9.