• Tidak ada hasil yang ditemukan

2554 3256 1 PB Jurnal Indonesia

N/A
N/A
Fitroh Satrio

Academic year: 2023

Membagikan "2554 3256 1 PB Jurnal Indonesia"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Potensi Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) sebagai Hepatoprotektor

Mira Yustika Susilo1, Putu Ristyaning Ayu Sangging2

1

Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

2

Bagian Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

Abstrak

Hepar merupakan organ internal terbesar yang dimiliki oleh manusia dan memiliki berbagai fungsi khususnya fungsi metabolisme dan detoksifikasi. Hepar merupakan organ yang rentan mengalami kerusakan karena sel parenkim hepar merupakan target utama dari pengikatan radikal bebas yang dapat menyebabkan stres oksidatif. Radikal bebas dapat menyebabkan peroksidasi lipid, hal ini menyebabkan putusnya untaian DNA dan mengoksidasi molekul biologi di membran sel dan jaringan sehingga menyebabkan jejas pada jaringan hepar. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk terapi kerusakan jaringan khususnya yang disebabkan oleh stres oksidatif adalah antioksidan.Selama beberapa tahun terakhir pemanfaatan antioksidan yang berasal dari bahan-bahan alami di Indonesia semakin berkembang. Jamur tiram putih (Pleoratus ostreosus) merupakan tumbuhan jamur yang sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dan telah banyak dipelajari oleh peneliti sebagai terapi herbal untuk beragai macam penyakit. Berbagai penelitian telah menyatakan bahwa ekstrak dari jamur tiram putih memiliki aktivitas sebagai hepatoprotektor karena kandungan antioksidan eksogen yang dimilikinya. Kandungan antioksidan dari jamur tiram putih adalah senyawa fenolik, ergothioneine (ERG), vitamin C dan vitamin E. Antioksidan eksogen tersebut memiliki kemampuan sebagai agen pereduksi donor hidrogen dan meningkatkan sintesis antioksidan endogen di dalam tubuh yaitu glutathione sulfyhydryl (GSH) sehingga dapat mencegah terjadinya stres oksidatif pada hepar.

Kata Kunci: antioksidan, hepatoprotektor, pleurotus ostreatus

Potency of Oyster Mushroom (Pleurotus ostreatus) as Hepatoprotector

Abstract

The liver is the largest internal organ in the human body and has various functions, especially the function of metabolism and detoxification. The liver is an organ that is prone to damage because the liver parenchyma cells are the main target of the binding of free radicals that can cause oxidative stress. Free radicals can cause lipid peroxidation, this results in the breakdown of DNA strands and oxidizes biological molecules in cell membranes and tissues, causing lesions in the liver tissue. Over the last few years, the use of antioxidants derived from natural ingredients in Indonesia has grown. White oyster mushroom (Pleurotus ostrestus) is a mushroom that is often consumed by Indonesian people and has been widely studied by researchers as an herbal therapy for various diseases. Various studies have stated that extracts from oyster mushrooms have hepatoprotective activity because of their exogenous antioxidant content. The oxidant content of oyster mushrooms are phenolic compound, ergothioneine (ERG), vitamin C, and vitamin E. These exogenous antioxidants have the ability to reduce hydrogen donors and increase the synthesis of endogen antioxidant in the body namely glutathione sulfyhydryl (GSH) to prevent oxidative stress in the liver.

Keywords: antioxidant, hepatoprotective, pleurotus ostreatus

Korespondensi: Mira Yustika Susilo, alamat Jl. Raden Gunawan Perum.Palem Permai 1 Blok C/2, HP 082211562118, e-mail mirayustika.28@gmail.com

Pendahuluan

Hepar adalah organ internal terbesar yang dimiliki oleh manusia, dengan berat sekitar 1,5 kg atau mencapai 2% dari berat badan total orang dewasa normal.1,2 Hepar merupakan organ yang terletak di dalam rongga abdomen di bawah diafragma, tepatnya pada kuadran kanan atas. Fungsi utama hepar di dalam tubuh manusia adalah sebagai organ metabolisme, khususnya pada sistem pencernaan karena hepar akan mensekresi garam empedu yang berfungsi dalam

penyerapan lemak ke dalam tubuh. Selain itu, hepar berperan dalam sintesis protein plasma, aktivasi vitamin D, tempat penyimpanan sumber energi, serta detoksifikasi zat sisa maupun agen terapeutik seperti obat- obatan.1,2,3 Hal ini menjadikan hepar salah satu organ yang berpotensi mengalami kerusakan.

Kerusakan hepar terjadi karena berbagai reaksi biokimia seperti peroksidasi lipid, pengikatan kovalen dari metabolisme reaktif pada sel hepar, penghambatan sintesis protein, terganggunya aliran empedu, serta reaksi

(2)

imunologi. Penanda dini dari kerusakan hepar adalah terjadinya peningkatan dari berbagai enzim transaminase yang terdapat di dalam serum yang berupa aspartate amino transaminase (AST) atau serum glutamate oxaloacetate transaminase (SGOT) serta alanine amino transferase (ALT) atau serum glutamate pyruvate transaminase (SGPT).4

Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Scaglione mengenai penyakit hepar kronis, didapatkan bahwa sirosis hepar yang diinduksi penyakit hepar kronis terjadi pada 633.000 pasien per tahun dengan prevalensi 4,5% hingga 9% di dunia. Selain itu terjadi peningkatan insidensi pada kanker hepar tipe hepatocellular carcinoma (HCC) terjadi lebih dari 500.000 kasus di dunia dengan insidensi terbesar 85% ditemukan di Asia Timur dan sub-Sarahan Afrika. Pada penelitian yang sama didapatkan prevalensi infeksi pada hepar yaitu infeksi hepatitis b virus (HBV) 3,6%, hepatitis c virus (HCV) 2,5 %, alcoholic liver disease (ALD) 4,5%, nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD) 5-8%, dan non-alcoholic steatohepatitis NASH

<4%.5 Menurut hasil Riskesdas tahun 2018, prevalensi hepatitis di Indonesia mengalami peningkatan dibandingkan data tahun 2013, di Indonesia prevalensi hepatitis pada tahun 2013 adalah 0,2% dan di tahun 2018 naik dua kali lipat menjadi 0,4%, Prevalensi hepatitis tertinggi berada di provinsi Papua yaitu 0,7%

diikuti oleh Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tengah, Gorontalo, dan Sulawesi Barat dengan angka 0,6%.6

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk terapi kerusakan jaringan khususnya yang disebabkan oleh stres oksidatif adalah antioksidan.Selama beberapa tahun terakhir pemanfaatan antioksidan yang berasal dari bahan-bahan alami di Indonesia semakin berkembang. Antioksidan dapat berperan sebagai penyembuhan luka, gastroprotektif, dan hepatoprotektif melalui pengikatan radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif sehingga dapat menghambat

100 gram dari jamur ini memiliki kandungan protein yang tinggi sebesar 19-35% dengan lebih dari 9 macam asam amino, karbohidrat dengan kadar lemak dan minyak yang rendah, serat, mineral , dan vitamin C dan E yang berperan sebagai antioksidan, serta mikro elemen bersifat logam terkandung sangat rendah di dalam jamur tiram membuat tumbuhan ini aman dikonsumsi setiap hari.8,9,10

Penelitian yang pernah dilakukan terhadap ekstrak jamur tiram putih kepada tikus yang diinduksi dengan bahan hepatotoksik seperti parasetamol dan carbon tetrachloride (CCl4) menunjukkan potensi hepatoprotektor melalui penurunan kadar parameter kerusakan hepar yaitu enzim transaminase yaitu SGOT dan SGPT serta kadar MDA. Selain itu, pada kelompok yang diberikan ekstrak jamur tiram putih terdapat peningkatan kadar antioksidan endogen seperti glutathione (GSH). Berdasarkan hal tersebut, jamur tiram putih memiliki kepentingan yang sangat baik untuk diteliti manfaatnya sebagai hepatoprotektor. 11,12

Isi

Radikal bebas adalah atom atau molekul yang memiliki electron tidak berpasangan dan bersifat tidak stabil dan sangat reaktif. Terdapat dua jenis radikal bebas yaitu radikal berbasis oksigen dan berbasis nitrogen. Radikal bebas berbasis oksigen terbagi menjadi kelompok radikal dan non-radikal. Beberapa contoh kelompok radikal adalah superoxide (O-), hydroxyl radicals (HO), peroxyl radicals. Sedangkan kelompok non-radikal terdiri dari hydrogen peroxide (H2O2), hypochlorous acid (HClO), dan ozone yang dikenal sebagai reactive oxygen species (ROS).

Kelompok radikal dan non-radikal juga terdapat dalam reactive nitrogen species (RNS), beberapa contoh senyawa yang terdapat dalam RNS adalah nitrogen dioxide,

(3)

special, ROS/RNS dapat menginisiasi peroksidasi lipid sehingga menyebabkan putusnya untaian DNA dan mengoksidasi semua molekul biologi di membran dan jaringan sehingga menyebabkan jejas pada jaringan tersebut. 13,14

Hepar merupakan organ utama yang menjadi target dari ROS. Stres oksidatif yang dapat menyababkan kerusakan pada hepar dapat dipicu oleh berbagai faktor yaitu faktor eksogen dan endogen. Faktor endogen yang dapat memicu stres oksidatif pada hepar adalah keadaan obesitas dan resistensi insulin pada penderita diabetes. Pada kedaan resistensi insulin ditemukan penurunan yang

bermakna glutathione sulfyhydryl (GSH) eritrosit, GSH total, alfa-takoferol plasma, dan beta-karoten di dalam plasma, keadaan ini dapat memicu peroksidasi asam lemak membran. Sedangkan faktor eksogen yang berperan adalah konsumsi alkohol, penggunaan obat-obatan, paparan toksin, dan infeksi salah satunya yang disebabkan oleh virus seperti hepatitis. Penggunaan alkohol dan obat-obatan dapat memicu peningkatan kinerja dari sitokrom P450 pada hepar.

Peningkatan aktivitas enzim ini dapat membentuk radikal bebas berupa superoxide (O-).15

Gambar 1. Mekanisme Kerusakan Hepar Karena Stres Oksidatif.15 Hepar

Stres Oksidatif Faktor Eksogen:

Alkohol Obat-obatan Virus Toksin Sinar UV

Faktor Endogen:

Obesitas

Resistensi Insulin Lainnya

Aktivasi sel stelata

Disfungsi Mitokondria

Peroksidase Lipid

Kerusakan DNA

Fibrosis/

Sirosis Kronik Hepatitis

Karsinoma Hepatoseluler Inflamasi

Steatosis

(4)

Sel parenkim adalah target utama dari kerusakan hepar yang diinduksi stres oksidatif.

Mitokondrion, mikrosom, dan peroksisom yang ada pada sel parenkimal hepar dapat memproduksi ROS dan meregulasi proliferator -activated receptor alpha (PPARα) yang berkaitan dengan ekspresi gen dari oksidasi fatty acid hepar. Selain itu sel kupffer, sel stellate, dan sel endotel berpotensi terpapar atau sensitif dengan stres oksidatif yang berkaitan dengan molekul. Berbagai sitokin seperti TNF-α dapat diproduksi oleh sel kupffer yang diinduksi oleh stres oksidatif yang dapat meningkatkan keadaan inflamasi dan apoptosis pada sel hepar. Sedangkan pada sel stellate, proliferasi dan sintesis kolagen dipicu oleh peroksidasi lipid yang disebabkan oleh stres oksidatif.15,16

Stres oksidatif tidak hanya memicu kerusakan hepar melalui alterasi dari lipid, protein, dan komponen DNA yang memodulasi aktivasi jalur yang mengontrol fungsi normal biologis pada hepar. Jalur ini meregulasi transkripsi gen, ekspresi protein, apoptosis sel, dan aktivasi sel stellate sehingga stres oksidatif dikatakan sebagai salah satu mekanisme patalogis untuk berbagai penyakit pada hepar seperti chronic viral hepatitis, alcoholic liver disease, dan non-alcoholic steatohepatitis.14

Jamur tiram (Pleurotus spp.) pertamakali dibudidayakan di Jerman pada tahun 1917 oleh Flank. Jamur tiram merupakan jamur yang tumbuh pada kayu lapuk dan bisa juga ditemukan pada cabang- cabang dari pohon yang masih hidup khususnya pohon hornbeam (Carpinus sp), pohon Betula (Betula sp), dan pohon Gandarusa (Salix sp). Jamur tiram memiliki banyak varietas dengan ukuran yang berbeda, salah satu spesies dari jamur tiram ini memiliki bentuk tubuh buah yang menyerupai tiram atau oyster yang dikenal dengan jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus).17

Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) memiliki pileus atau tudung jamur berbentuk bulat agak lonjong dan melengkung

basidiospora. Ukuran dari badan buah pada jamur ini lebih besar dibanding jamur lainnya, daging buah lebih tebal dengan diameter pileus bervariasi dengan ukuran 9-15 cm.17

Gambar 2. Jamur Tiram Putih.17

Klasifikasi jamur tiram putih adalah sebagai berikut.17

Kingdom : Myceteae Divisi : Basidiomycota Kelas : Agaricomycetes Ordo : Agaricales Familia : Agaricaceae Genus : Pleurotus Spesies : P. ostreatus

Jamur tiram putih mengandung rata- rata karbohidrat 39,9%, protein 17,5%, dan lemak sebanyak 2,9% dengan kandungan mineral dan vitamin lainnya. Jamur tiram putih juga mengandung asam lemak tidak jenuh sebanyak 72% yaitu yaitu linoleic acid (19,1)%. Selain itu, jamur tiram putih juga mengandung lebih dari 9 asam amino.

Kandungan asam amino ditemukan pada miselum dan tubuh buah dari jamur tiram putih dengan kandungan asam amino terbanyak yaitu asparagin, aspartic acid, dan asam glutamat.18,19

Jamur merupakan sumber utama dari ergothioneine (ERG) yaitu thiol yang mengandung asam amino yang memiliki fungsi sebagai antioksidan sebanyak 3.78 μg/g. Selain itu, kandungan total dari senyawa fenolik pada jamur tiram putih adalah 0,71 mg/g dari berat kering. Senyawa fenolik

(5)

antioksidan dapat digunakan untuk mengurangi kerusakan oksidatif pada manusia.

22

Tabel 1. Kandungan Nutrisi Jamur Tiram Putih.20,21 Kandungan per 100 g Jumlah

Kalori 0,41

Karbohidrat 61,7%

Protein 13,8%

Lemak 1,41%

Serat 3,5

Sodium (Na) 837 mg

Zat Besi (Fe) 3,4-18,2 mg

Kalium (K) 3,793 mg

Vitamin C 0,363

Vitamin E 7,23 mg/g

Vitamin A 0,363 mg/g

Tiamin 1,16-4,80

Niasin 46,0-108,7

Ekstrak jamur tiram putih mempunyai efek antioksidan yang besar karena mengandung senyawa fenolik, ergothioneine

(ERG)

, vitamin C dan vitamin E. Kandungan vitamin C atau asam askorbat berfungsi sebagai pendonor elektron sehingga dapat menghentikan reaksi berantai radikal bebas yang dapat menyebabkan reaksi oksidatif.

Sedangkan vitamin E (takoferol), berperan sebagai antioksidan melalui pengompleksan dengan elektron yang tidak berpasangan sehingga menstabilkan senyawa radikal bebas dan mencegah peroksidasi lipid.

Selain itu, senyawa ini memiliki efek penurunan produksi tumor necrosis factor (TNF) pada alkoholik hepatitis dan pencegahan aktivasi sel stellate hepar (HSC) pada hepatitis C kronis.14 Pada penelitian lain yang telah dilakukan sebelumnya, senyawa fenolik merupakan senyawa dengan aktivitas antioksidan yang paling besar pada jamur tiram putih. Aktivitas antioksidan fenolik disebabkan oleh kemampuannya sebagai agen pereduksi donor hidrogen dan mempengaruhi faktor traskripsi pada proses sintesis antioksidan alami di dalam tubuh yaitu glutathione (GSH)

.

18,20

Tabel 2. Senyawa Fenol Jamur Tiram Putih.23-25

Senyawa Fenolik

Kadar Senyawa Fenolik pada berbagai penelitian (μg/g

DW) Kim et

al.23

Palacios et al.24

et al.25 p-hydroxy

benzoic acid

- 4,69 5,30

Synapic acid - - -

Cinnamic acid - - -

Ferulic acid - 20,16 30,00 p-coumaric

acid

- 11,15 10,54

Protocatechic acid

18,0 19,32 0,21

Vanillic acid - - 0,34

Caffeic acid - - 0,35

Gallic acid 7,0 290,34 - Homogentisic

acid

16,0 629,86 -

Chlorogenic acid

19,0 - -

Genstisic acid - 292,62 -

Myricetin 21,0 21,99 -

Naringenin 9,0 - 0,18

Hesperidin - - -

Formononetin - - -

Biochanin A - - -

Pada penelitian yang dilakukan oleh Afroza, et al (2010) mengenai efek hepatoprotektif dari jamur tiram putih, yaitu penelitian pada 34 tikus galur wistar yang dibagi menjadi tiga kelompok yaitu A1, A2, dan B. Kelompok A adalah kelompok kontrol dimana A1 merupakan kontrol negatif dan hanya diberikan propylene glycol 2ml/kgBB secara oral. Kelompok A2 adalah kelompok kontrol positif dimana pada kelompok ini diberikan paracetamol dengan dosis 750 mg/kgBB pada hari terakhir eksperimen untuk menginduksi kerusakan hepar akut.

Sedangkan untuk kelompok B, selama 30 hari diberikan ekstrak jamur tiram sebanyak 200mg/kgBB dan paracetamol 750 mg/kgBB hanya pada hari terakhir eksperimen yaitu hari ke-30.12

(6)

Tabel 3. Pemberian Ekstrak Jamur Tiram Putih kepada Tikus yang diinduksi Paracetamol Grup n SGOT (U/L) SGPT (U/L) A1 10 66,10 ±8,58 56,70 ±7,48 A2 13 106,47 ±20,41 97,08 ±19,21 B 10 87,40 ±17,48 81,80 ±9,77

Keterangan: A1: kontrol negatif , A2: kontrol positif, B:

kelompok perlakuan dengan ekstrak jamur tiram putih, SGOT:

serum glutamic oxaloacetic transaminase, SGPT: serum glutamic pyruvate transaminase

Pada penelitian tersebut didapatkan bahwa pada kelompok yang hanya mendapatkan parasetamol terjadi peningkatan kadar serum glutamic oxaloacetic transaminase (SGOT) dan serum glutamic pyruvate transaminase (SGPT) yang cukup tinggi dari kadar normal pada kelompok kontrol negatif yaitu pada kelompok A2 peningkatan SGOT mencapai mean 106,47 dari nilai 66,10 dan SGPT mencapai 97,08 dari 56,70. Sedangkan pada kelompok B yang mendapatkan ekstrak jamur tiram selama 30 hari menunjukkan peningkatan kadar SGOT dan SGPT yang lebih rendah dibandingkan pada kelompok A2 yaitu SGOT hanya meningkat hingga 87,40 dan SGPT 81,80. Pada penelitian tersebut dikatakan bahwa kandungan yang terdapat dalam ekstrak jamur tiram mencegah penurunan kadar GSH melalui rangkaian enzimatik.12

Pada penelitian mengenai aktivitas hepatoprotektif lainnya yang dilakukan oleh Zhu (2019), ekstrak jamur tiram putih digunakan sebagai hepatoprotektor dari kerusakan hepar yang diinduksi CCl4. Pada penelitian ini digunakan 30 ekor tikus yang dibagi menjadi tiga kelompok yang masing- masing berjumlah 10 tikus yaitu kelompok normal, model, dan kelompok yang diberi ekstrak jamur tiram (POP). Hasil yang didapatkan pada kelompok model yang tidak diberikan ekstrak jamur tiram mengalami kenaikan yang cukup tinggi pada parameter kerusakan hepar yaitu kadar SGOT, SGPT, dan malondialdehyde (MDA) dibandingkan kelompok POP. Sedangkan, pada kelompok POP terdapat peningkatan aktivitas enzim

Tabel 4. Pemberian Ekstrak Jamur Tiram Putih kepada Tikus yang diinduksi CCl4

Parameter Normal Model POP SGPTa 2,87 ±

1,18

436,57 ± 20,02

216,43±

16,49 SGOTa 11,20 ±

3,38

1084,95±

33,18

575,07±

33,69 MDAb 32,12 ±

7,75

116,92 ± 4,76

62,05±

18,25 SODb 552,39

± 13,93

296,45 ± 39,10

389,85±

22,17 CATb 81,65 ±

14,98

17,43 ± 12,89

50,65±

17,84 GSH-Pxb 57,02 ±

24,91

30,01 ± 10,36

40,19±

10,99

Keterangan: Satuan unit a: U/L , b: mmol/mL, SGOT: serum glutamic oxaloacetic transaminase, SGPT: serum glutamic pyruvate transaminase, MDA: malondialdehyde, SOD:

superoxide dismutase, CAT: catalase, GSH-Px: glutathione peroxidase , POP: kelompok eksperimen yang diberikan ekstrak jamur tiram

Kandungan antioksidan seperti fenol dan vitamin C yang terdapat pada ekstrak jamur tiram dilaporkan dapat meningkatkan beberapa enzim tersebut. Hal ini sangat penting karena mekanisme seluler untuk mengontrol stres oksidatif sangat berkaitan dengan homeostasis seluler.14 Sehingga kandungan antioksidan yang meningkatkan produksi GSH, CAT, SOD, dan GPx dapat menangkap radikal bebas dan mencegah terjadinya stres oksidatif pada sel hepar.

Selain itu, kandungan antioksidan tersebut memiliki peran untuk menstabilkan integritas membran hepatosit dan menurunkan terjadinya nekrosis dari hepatosit.15,18,22

Ringkasan

Hepar merupakan organ yang rentan mengalami kerusakan jaringan khususnya yang disebabkan oleh stres oksidatif.

Kerusakan hepar akan mengganggu proses metabolisme dan detoksifikasi pada tubuh manusia. Pemanfaatan antioksidan dari bahan alami bertindak sebagai pengikat radikal dan membantu mengubah radikal bebas menjadi senyawa yang lebih stabil dan kurang reaktif.

Berdasarkan berbagai penelitian yang

(7)

tersebut dapat mencegah stres oksidatif melalui pembentukan kompleks dengan elektron tak berpasangan pada radikal bebas dan mempengaruhi faktor traskripsi pada proses sintesis antioksidan endogen di dalam tubuh yaitu glutathione (GSH).

Potensi hepatoprotektif yang dimiliki oleh jamur tiram putih dipaparkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Afroza, et al (2010) terhadap tikus putih yang diinduksi karbon tetraklorida (CCl4) menghasilkan kadar enzim transaminase dan MDA yang lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol. Selain itu, pada kelompok yang diberikan ekstrak jamur tiram putih terdapat peningkatan enzim-enzim antioksidan seperti catalase (CAT), superoxide dismutase (SOD), dan glutathione peroxidase (GPx). Pada penelitian terbaru yang dilakukan oleh Zhu, et al (2019) pada tikus putih yang diinduksi parasetamol, ditemukan pula kadar enzim transaminase yang lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol.

Simpulan

Jamur tiram putih memiliki potensi sebagai hepatoprotektor dikarenakan kandungan antioksidan berupa ergothionine (ERG), vitamin C, vitamin E, dan senyawa fenolik yang dapat menghambat reaksi oksidatif dan meningkatkan antioksidan endogen yaitu glutathione (GSH) dan enzim- enzim pro-antioksidan lainnya seperti catalase (CAT), superoxide dismutase (SOD), dan glutathione peroxidase (GPx).

Daftar pustaka

1. Mescher, Anthony L. Histologi dasar junqueira teks dan atlas edisi ke-12.

Jakarta: EGC; 2016.

2. Sherwood L. Introduction to human physiology 9th ed. US: Cengage Learning;

2015.

3. Hall EJ, Guyton AC. Guyton and hall textbook of medical physiology 12th ed.

Philadelphia: Elsevier; 2015.

4. Lu F, Kacew S. Lu’s: Basic toxicology 4th ed. New York: Taylor & Francis Alerre Flamman; 2011.

5. Scaglione S, Kliethermes S, Cao G. The epidemiology of cirrhosis in the united

states: a population-based study. J Clin Gastroenterol. 2015; 49: 690-6.

6. Kementrian Kesehatan RI. 2018. Hasil Utama Riskesdas 2018 [internet].

Kementerian Kesehatan RI [disitasi tanggal 12 Juli 2019]. Tersedia dari:

http://www.depkes.go.id/resources/

download/info-terkini/hasil-riskesdas- 2018.pdf

7. Sunil K. The importance of antioxidant and their role in pharmaceutical science - a review. AJRCPS. 2014; 1(1): 27 - 44.

8. Edet UO, Ebana RUB, Etok, CA, Udoidiong VO. Nutrient profile and phytochemical analysis of commercially cultivated oyster mushroom in Calabar, South-South Nigeria. AIR. 2016; 7(3): 1-6.

9. Iwalokun BA, Usen U, Otunba A, Olukoya, DK. Comparative phytochemical evaluation, antimicrobial, and antioxidant properties of Pleurotus ostreatus. Afr. J.

Biotechnol. 2007; 6(15); 1732-9.

10. Sumarni. Botani dan tinjauan gizi jamur tiram putih. INNOFARM : Jurnal Inovasi Pertanian. 2006; 4(2): 124-130.

11. Zhu B, Yongzhe L, Tao H, Yan Z. The hepatoprotective effect of polysaccharides from pleurotus ostreatus on carbon tetrachloride-induced acute liver injury rats. Int J Biol Macromol [internet]. 2019. [disitasi tanggal 15 Juli 2019]; 15(131): 1-9. Tersedia dari:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/3 0851331

12. Afroza KS, Nasim J, Nayma S. Study on the hepatoprotective effect of oyster mushroom against paracetamol induced liver damage in wistar albino rats. J Bangladesh Soc Physiol. 2010; 5(2): 46- 52.

13. Apel K, Hirt H. Reactive oxygen species:

Metabolism, oxidative stress, and signal transduction. Annu. Rev. Plant Biol. 2004;

55: 373–399.

14. Singal AK, Jampana SC, Weinman SA.

Antioxidants as therapeutic agents for liver disease. Liver Int. 2011; 31: 1432–

1448.

15. Sha L, Hor-Yue T, Ning W, Zhang-Jin Z, Lixing L, Chi-Woon W , Yibin F. The role of oxidative stress and antioxidants in liver

(8)

diseases. Int. J. Mol. Sci. 2015; 16: 26087–

26124.

16. Cichoz-Lach H, Michalak A. Oxidative stress as a crucial factor in liver diseases.

World J. Gastroenterol. 2014; 20: 8082–

8091.

17. Rajarathnam S, Zakia B, Philip G, Miles.

pleurotus mushrooms. part Ia.

morphology, life cycle, taxonomy, breeding, and cultivation. Cit. Rev. Food.

Sci. 2009; 26(2); 157-223.

18. Adebayo E. Oloke J. Oyster mushroom (pleurotus species): A natural functional food. J Microbiol Biotech Food. 2017;

7(3): 254-264.

19. Chirinang P, Intarapichet KO. Amino acids and antioxidant properties of the oyster mushrooms, Pleurotus ostreatus and Pleurotus sajor-caju. Sci Asia. 2009; 35:

326-331.

20. Kumari D, Achal, V. Effect of different substrates on the production and non- enzymatic antioxidant activity of pleurotus ostreatus (oyster mushroom).

Life Sci J. 2008; 5(3): 73–76.

21. Ren L, Yacine H, Conrad OP, Gillian L, Geoffrey WK, Peter KB. Antibacterial and antioxidant activities of aqueous extracts of eight edible mushrooms. Bioact Carbohydr Dietary Fibr. 2014; 3: 41–51.

22. Jayakumar T. Thomas PA. Sheu JR.

Geraldine P. In-vitro and in-vivo antioxidant effects of the oyster mushroom Pleurotus ostreatus. Food Res Int. 2011; 44: 851–861.

23. Kim MY, Seguin P, Ahn JK, Kim JJ, Chun SC, Kim EH. Phenolic compound concentration and antioxidant activities of edible and medicinal mushrooms from Korea. J. Agric. Food Chem. 2008; 56:

7265–7270.

24. secka M, Mleczek M, Siwulski M, Niedzielski P. Phenolic composition and antioxidant properties of Pleurotus ostreatus and Pleurotus eryngii enriched with selenium and zinc. Eur. Food Res.

Tech- nol. 2015; 226: 737–743.

25. Palacios I, Lozano M, Moro C, D’Arrigo M, Rostagno A, art e JA, et al.

Antioxidant properties of phenolic compounds occurring in edible mushrooms. Food Chem. 2011; 128: 674–

678

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini terfokus pada pengelolaan stres melalui intervensi asupan diet sehari-hari dengan kandungan asam amino triptofan yang berasal dari ekstrak buah nanas Musa balbisiana

KARAKTERISASI ASAM AMINO DAN ASAM LEMAK RUMPUT LAUT Turbinaria sp DI MALANG RAPAT KABUPATEN BINTAN SKRIPSI FRANS ERIJIO SIMARMATA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN