• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahan Organik di Tanah

N/A
N/A
Agro Santosa

Academic year: 2024

Membagikan "Bahan Organik di Tanah"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

3 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Organik

Bahan organik meliputi semua bahan yang berasal dari jasad hidup, baik tumbuhan, hewan maupun manusia. Bahan organik tanah merupakan kumpulan senyawa-senyawa organik kompleks yang sedang atau telah mengalami proses dekomposisi, baik berupa humus hasil humifikasi, maupun senyawa - senyawa anorganik hasil mineralisasi. Bahan organik menyusun sekitar 5 % bobot total tanah, berasal dari jaringan tanaman berupa akar, batang, daun, ranting, bunga dan buah.

Tanaman merupakan sumber primer bahan organik tidak hanya kepada tanah, tetapi juga kepada semua ekosistem makhluk hidup. Bahan organik mempengaruhi sifat kimia dan kesuburan tanah karena perannya sebagai penyedia unsur hara kepada tanah dan tanaman melalui proses dekomposisi - mineralisasi dan pelapukan mineral oleh senyawa asam organik. Pada saat proses mineralisasi akan dilepas unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman, seperti N, P, K, Ca, Mg, C, H, dan S (Hanafiah, 2005).

Bahan organik memiliki peran penting dalam menentukan kemampuan tanah untuk mendukung tanaman, oleh karena itu, jika bahan organik tanah menurun, kemampuan tanah dalam mendukung produktivitas tanaman juga menurun.

Menurunnya kadar bahan organik tanah dapat ditingkatkan dengan penambahan bahan organik diantaranya seresah tanaman, humus, dan pupuk kandang (Nurmegawati dan Sugandi, 2014).

Menurut Musnamar (2003) pupuk organik merupakan pupuk dengan bahan dasar yang diambil dari alam dengan jumlah dan jenis unsur hara yang terkandung secara alami, mempunyai kelebihan dapat memperbaiki sifat fisika, kimia, dan biologi tanah. Sifat fisika tanah yang diperbaiki dengan penambahan pupuk organik yaitu kemampuan dalam mengikat air pada tanah pasiran dan dapat meningkatkan porositas tanah pada tanah lempung, sehingga memperbaiki respirasi dan pertumbuhan akar tanaman. Peran pupuk organik dalam mengubah sifat kimia tanah yaitu terjadinya sistem pengikatan dan pelepasan ion dalam tanah, sehingga dapat

(2)

mendukung pertumbuhan tanaman. Sedangkan peran pupuk organik dalam mengubah sifat biologi tanah yaitu merangsang mikroorganisme tanah yang menguntungkan. Selain dapat memperbaiki sifat fisika, kimia, dan biologi tanah pupuk organik aman karena tidak menimbulkan residu pada hasil panen sehingga tidak membahayakan manusia dan lingkungan (Sentana, 2010).

Pupuk kandang adalah salah satu macam pupuk organik, merupakan hasil samping pertanian, berasal dari sisa pakan hewan ternak dan kotoran hewan berbentuk padat (feses) dan berbentuk cair yang berasal dari air kencing hewan (urine). Macam pupuk kandang antara lain kotoran kambing, domba, sapi, dan ayam.

Setiap hewan akan menghasilkan kotoran dalam jumlah dan komposisi yang beragam, komposisi hara pada pupuk kandang dapat dipengaruhi oleh jenis ternak, umur, bentuk fisik ternak, jenis pakan, dan air (Parnata, 2010).

Pupuk kandang ayam merupakan salah satu bahan organik yang berpengaruh terhadap sifat fisik, kimia dan pertumbuhan tanaman. Kotoran ayam mempunyai kadar unsur hara dan bahan organik yang tinggi serta kadar air yang rendah.

Komposisi kotoran ayam terdiri dari 1 – 3,13 % N, 2,80 – 6 % P2O5, dan K2O 0,40 – 2,90 %. Kotoran ayam memiliki kadar hara fosfor yang lebih tinggi dan lebih mudah terdekomposisi dari pada kotoran kambing dan sapi serta bersifat panas, hal tersebut dikarenakan mikroorganisme di dalam tanah secara cepat mendekomposisikan pupuk sehingga terbentuk panas (Parnata, 2010). Kandungan unsur hara yang tinggi pada pupuk kandang ayam dapat meningkatkan kandungan unsur hara di dalam tanah.

Menurut hasil penelitian Tufaila dkk. (2014), penambahan pupuk kandang ayam dapat meningkatkan kadar N-total tanah dari sangat rendah (0,02 %) menjadi sedang sampai tinggi (0,26 – 0,57 %). Hasil penelitian Jating dkk. (2017), juga menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kandang ayam pada budidaya tanaman buncis menunjukkan sebagai perlakuan terbaik dalam menghasilkan polong buncis dengan rata-rata sebesar 1,75 ton/ha.

(3)

2.1.1 Dekomposisi Bahan Organik

Tanah merupakan habitat kompleks bagi organisme, di dalam tanah terdapat berbagai jenis organisme yang dapat dibedakan menjadi jenis hewan (fauna) dan tumbuhan (flora), baik yang berukuran makro maupun mikro, golongan flora meliputi bakteri (autotrof dan heterotrof), aktinomisetes, fungi dan ganggang. Sedangkan golongan fauna meliputi protozoa, nematoda, dan cacing tanah. Tanah yang tersusun oleh organisme juga tersusun oleh benda tidak hidup seperti bahan padatan, air, dan udara. Bahan padatan ini meliputi bahan mineral berukuran pasir, debu dan lempung, serta bahan organik. Bahan organik tanah menyusun 5 % bobot total tanah akan tetapi memegang peran penting dalam menentukan kesuburan tanah yang juga berpengaruh secara langsung terhadap perkembangan dan pertumbuhan tanaman dan mikrobia tanah (Hanafiah, 2005).

Menurut Sutedjo dkk. (2010), dekomposisi adalah proses penguraian bahan organik yang berasal dari binatang dan tumbuhan secara fisik dan kimia, menjadi senyawa-senyawa anorganik sederhana yang dilakukan oleh berbagai mikroorganisme tanah (bakteri, fungi, actinomycetes, dll), yang memberikan hasil berupa hara mineral yang dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan sebagai sumber nutrisi. Istilah dekomposisi sering digunakan untuk menerangkan sejumlah besar proses yang dialami oleh bahan-bahan organik, yaitu proses sejak dari perombakan dan penghancuran bahan organik menjadi partikel-partikel kecil sehingga menjadi unsur-unsur hara, yang tersedia dan dapat diserap oleh tanaman kembali. Istilah dekomposisi adalah istilah yang telah digunakan secara luas untuk menjelaskan perubahan-perubahan yang terjadi dalam biokimia, wujud fisik dan bobot bahan organik (Waring dan Schlesingan, 1985).

Hasil dari proses dekomposisi bahan organik terdiri dari (1) energi yang dibebaskan, (2) hasil akhir sederhana, (3) humus. Pertumbuhan jasad mikro memerlukan energi dan bahan organik untuk pembentukan jaringan tubuhnya.

Jumlah energi yang terdapat dalam bahan organik sebagian digunakan oleh

(4)

jasad mikro tanah, selebihnya tetap tinggal dalam sisa bahan organik atau dibebaskan sebagai panas.

Hasil akhir sederhana dari proses dekomposisi menurut Soepardi (1983) yaitu :

1 Karbon : CO2, CO3-2, HCO3-, CH4

2 Nitrogen : NH4+, NO2-, NO3-

3 Belerang : S, H2S, SO3-2, SO4-2, CS2

4 Fosfor : H2PO4-, HPO4-2

5 Lainnya : K+, Ca2+, Mg2+, H2O, H+, OH-, dan lain – lain.

Humus merupakan bahan yang tahan terhadap perombakan selanjutnya oleh jasad mikro dari bahan aslinya, berwarna coklat atau hitam. Humus mempunyai daya menahan air dan unsur hara yang tinggi, hal ini disebabkan karena tingginya kapasitas tukar kation (KTK) dari humus. Humus tersusun dari : 1) asam fulvik yang larut dalam asam maupun alkali, 2) asam humik yang larut dalam alkali tetapi tidak larut dalam asam, dan 3) humin yang tidak larut dalam asam maupun alkali (Soepardi, 1983).

2.1.2 Faktor yang mempengaruhi Dekomposisi Bahan Organik

Laju dekomposisi bahan organik di dalam tanah dipengaruhi oleh banyak faktor yang dapat dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu :

1 Bahan atau jaringan tanaman (jenis tanaman, umur tanaman, dan komposisi kimia),

2 Tanah (aerasi, suhu, pH, kelembaban, dan tingkat kesuburan), 3 Iklim (terutama yang mempengaruhi suhu dan kelembaban).

Bahan tanaman berbeda dalam dekomposisi dan kecepatan dekomposisi tergantung spesies tanaman, umur tanaman, dan terutama bagian tanaman (akar, daun, buah, ranting, dan batang) (Singer dan Munns, 1987). Meskipun secara umum tanaman mengandung kelompok bahan yang sama (lemak, resin, protein, kelompok karbohidrat, lignin dan komponen lainnya) tetapi proporsi dari bahan-bahan ini pada berbagai jenis tanaman berbeda-beda, dan bahan- bahan ini mempengaruhi laju dekomposisi (Kononova, 1966). Laju dekomposisi bahan organik meningkat dengan naiknya suhu dan curah hujan.

(5)

Laju dekomposisi bahan organik tertinggi terjadi di daerah tropis (Laegreid et al., 1999). Berdasarkan hasil penelitian Dan et al. (2016), Suhu, kelembaban tanah dan ketinggian suatu tempat mempengaruhi tingkat dekomposisi bahan organik, dekomposisi tertinggi terdapat dalam kondisi suhu tertinggi, dan laju dekomposisi meningkat secara eksponensial dengan meningkatnya suhu.

2.2 Botani Tanaman Buncis

Tanaman buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan tumbuhan asli dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Ketika bangsa Spanyol dan Portugis sampai ke daratan Amerika, mereka lalu memperkenalkan sayuran polong ini ke Eropa. Dari runutan sejarahnya, diperkirakan buncis mulai dibudidayakan sekitar 5.000 tahun sebelum Masehi (Sastrapraja, 2012)..

Di dalam sistematika botani, tanaman buncis menduduki klasifikasi sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta, Sub divisio : Angiospermae, Klasis : Dicotyledoneae, Sub klasis : Calyciflorae, Ordo : Leguminales, Familia : Leguminoceae, Sub familia : Papilionaceae, Genus : Phaseolus,

Spesies : Phaseolus vulgaris L. (Rukmana, 2014).

2.2.1 Morfologi Tanaman

Buncis memiliki bentuk semak atau perdu dengan tinggi tanaman tipe tegak berkisar antara 30 - 50 cm (tergantung pada varietasnya). Sedangkan tinggi tanaman buncis tipe merambat dapat mencapai 2 m. Tanaman buncis berakar tunggang yang tumbuh lurus ke dalam hingga kedalaman sekitar 11 - 15 cm, dan berakar serabut yang tumbuh menyebar (horizontal) dan tidak dalam, sebagian akar-akarnya membentuk bintil-bintil (nodula) yang

(6)

merupakan sumber unsur nitrogen dan sebagian lagi tanpa nodula yang fungsinya antara lain menyerap air dan unsur hara (Cahyono, 2014).

Batang tanaman buncis tidak berkayu dan relatif tidak keras, serta berbuku-buku. Buku-buku yang terletak dekat dengan permukaan tanah lebih pendek dibandingkan dengan buku-buku yang berada di atasnya. Buku-buku tersebut merupakan tempat melekatnya tangkai daun yang bertipe daun majemuk berdaun tiga. Tinggi batang tanaman beragam, tergantung pada tipe tanaman. Batang tanaman tipe merambat dapat mencapai ketinggian lebih dari 2,5 m, sedangkan batang tanaman tipe tegak mencapai 40 cm dari permukaan tanah (Amin, 2014).

Bunga tanaman buncis berbentuk bulat panjang (silindris) panjangnya 1,3 cm dan lebar bagian tengah 0,4 cm (berukuran kecil) dengan kelopak bunga berjumlah 2 buah dan pada bagian bawah atau pangkal bunga berwarna hijau.

Bunga buncis tersusun dalam karangan berbentuk tandan, kuncup bunga berwarna putih atau putih kekuning-kuningan, bahkan ada juga yang merah atau violet. Pada buncis tipe merambat, keluarnya karangan bunga tidak serempak. Sedangkan pada buncis tipe tegak pertumbuhan karangan bunga hampir pada waktu yang bersamaan (serempak). Kacang buncis termasuk tanaman yang bersifat menyerbuk sendiri (self polination), tetapi persilangan alami sering terjadi meskipun dalam jumlah atau persentase sangat sedikit.

Bunga buncis mekar pada pagi hari sekitar jam 07.00 - 08.00 WIB, dan dari proses penyerbukan bunga akan dihasilkan buah yang disebut polong (Cahyono, 2014).

Polong buncis memiliki bentuk bervariasi, tergantung pada varietasnya, ada yang berbentuk pipih dan lebar yang panjangnya lebih dari 20 cm, bulat lurus dan pendek kurang dari 12 cm, serta berbentuk silindris agak panjang sekitar 12 - 20 cm dan setiap polong mengandung biji antara 2 - 6 butir, tetapi kadang-kadang dapat mencapai 12 butir. biji buncis yang telah tua agak keras berukuran agak besar, berbentuk bulat lonjong dengan bagian tengah (mata biji) agak melengkung (cekung), berat 100 gram biji buncis berkisar antara 16 - 40,6 g (Cahyono, 2014).

(7)

2.2.2 Syarat Tumbuh Tanaman

Tanaman buncis tegak dapat tumbuh optimum pada suhu 20 – 25 oC di ketinggian 300 - 600 m dpl, dengan pH tanah 5,8 - 6. Sedangkan buncis rambat tumbuh baik pada daerah bersuhu dingin dengan ketinggian 1000 - 1500 m dpl.

Buncis peka terhadap kekeringan dan genangan air, sehingga sebaiknya ditanam pada daerah dengan irigasi dan drainase yang baik. Tanaman ini sangat cocok tumbuh di tanah lempung ringan dengan drainasi yang baik (Anonim, 2015).

Tanaman buncis membutuhkan curah hujan yang merata sepanjang tahun yaitu antara 1.500 – 2.500 mm/tahun dengan suhu udara antara 20 – 25 °C.

pada suhu udara yang lebih rendah dari 20 °C, tanaman tidak dapat melakukan proses fotosintesis dengan baik akibatnya pertumbuhan tanaman menjadi terhambat dan jumlah polong yang dihasilkan menjadi sedikit. Sedangkan pada suhu diatas 25 °C polong yang dihasilkan menjadi hampa karena energi yang dihasilkan lebih banyak dimanfaatkan untuk respirasi daripada untuk pengisian polong (Rukmana, 2014).

Cahaya matahari yang dibutuhkan tanaman buncis yaitu penyinaran penuh sepanjang hari (10 – 12 jam) atau intensitas cahaya matahari sebanyak 400 – 800 footcandles. Kelembaban udara yang diperlukan tanaman buncis yaitu sekitar 50 – 60 % (sedang). Kelembaban yang tinggi atau lebih dari 70 % menyebabkan stomata daun menutup dan penyerapan CO2 terhambat, sehingga kebutuhan CO2 bagi tanaman kurang terpenuhi, dan apabila kelembaban terlalu rendah maka dapat menyebabkan gugurnya bunga atau polong muda dan pertumbuhan tanaman kurang baik serta polong yang dihasilkan menjadi pendek-pendek (Cahyono, 2014).

Referensi

Dokumen terkait

Faktor-faktor yang mempengaruhi dekomposisi bahan organik dapat dikelompokkan dalam tiga grup, yaitu 1) sifat dari bahan tanaman termasuk jenis tanaman, umur tanaman dan

Penggunaan fosfat alam dan beberapa bahan organik diharapkan mampu memperbaiki beberapa sifat kimia tanah dan meningkatkan ketersediian unsur hara tanah sehingga

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian bahan organik dan pupuk fosfat alam terhadap perbaikan sifat kimia tanah, pertumbuhan dan produksi padi pada

Adapun judul pada Skripsi ini adalah “Pengaruh Pemberian Beberapa Sumber Bahan Organik Dan Masa Inkubasi Terhadap Beberapa Aspek Kimia Kesuburan Tanah Ultisol” Sebagai salah

Skripsi ini berjudul “Pengaruh Bahan Organik dan Kapur terhadap Sifat-sifat Kimia Tanah Podsolik dari Jasinga” disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Beberapa sifat baik dari peranan bahan organik terhadap kesuburan tanah antara lain : (1) mineralisasi bahan organik akan melepaskan unsur hara tanaman secara lengkap (N, P, K,

Sedangkan sifat kimia pada tanah Ultisol yang berperan dalam menentukan sifat, ciri dan kesuburan tanah yakni kemasaman kurang dari 5,5, kandungan bahan organik rendah sampai

Bahan organik merupakan bahan penting dalam menciptakan kesuburan tanah, baik secara fisika, kimia, dan biologi tanah. Bahan organik adalah bahan pemantap agregat tanah yang