• Tidak ada hasil yang ditemukan

5. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stabilitas Lereng

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "5. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stabilitas Lereng"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stabilitas Lereng

Pada permukaan tanah yang tidak horizontal, komponen gravitasi cenderung untuk menggerakkan tanah ke bawah. Jika komponen gravitasi sedemikian besar sehingga perlawanan terhadap geseran yang dapat dikerahkan oleh tanah pada bidang longsornya terlampaui, maka akan terjadi kelongsoran lereng. Analisis stabilitas pada permukaan tanah yang miring ini, disebut analisis stabilitas lereng. Umumnya analisis stabilitas dilakukan untuk mengecek keamanan dari lereng alam, lereng galian, dan lereng urugan tanah.

Analisis stabilitas lereng tidak mudah, karena terdapat banyak faktor yang sangat mempengaruhi hasil hitungan. Faktor-faktor tersebut misalnya, kuat geser tanah yang anisotropis, aliran rembesan air dalam tanah dan lain-lainnya. Terzaghi (1950) membagi penyebab kelongsoran lereng terdiri dari akibat pengaruh dalam (internal effect) dan pengaruh luar (external effect). Pengaruh luar, yaitu pengaruh yang menyebabkan bertambahnya gaya geser dengan tanpa adanya perubahan kuat geser tanah. Contohnya, akibat perbuatan manusia mempertajam kemiringan tebing atau memperdalam galian tanah dan erosi sungai. Pengaruh dalam, yaitu longsoran yang terjadi dengan tanpa adanya perubahan kondisi luar atau gempa bumi.

Kelongsoran lereng dapat terjadi dari hal-hal sebagai berikut:

1. Penambahan beban pada lereng. Beban tambahan terutama yang diakibatkan aktivitas manusia seperti pembuatan gedung atau bangunan baru, beban lalu lintas dan lain-lain

2. Naiknya massa tanah akibat terisinya rongga (pori) tanah oleh air. Dengan naiknya massa tanah pada lereng maka gaya pendorong yang cenderung menggerakkan akan meningkat. Tanah yang dalam keadaan basah akan meningkat beratnya sehingga terjadi perubahan tekanan dorong dan tahanan pada lereng secara keseluruhan

3. Penggalian atau pemotongan tanah pada kaki lereng yang akan mengubah dan mempertajam kemiringan lereng

(2)

6

4. Perubahan posisi muka air secara cepat (rapid drawdown) (pada bendungan, sungai dan lain-lain). Surut yang lebih cepat dari aliran dalam tanah menyebabkan perubahan stabilitas lereng secara keseluruhan. Pada kondisi itu tekanan pori tanah masih sama dengan keadaan sebelumnya tetapi gaya apung air pada lereng telah menghilang. Perubahan keseimbangan signifikan ini dapat menyebabkan perubahan kestabilan lereng

5. Kenaikan tekanan tanah lateral oleh air (air yang mengisi retakan akan mendorong tanah kearah lateral)

6. Larutnya zat perekat pada butiran pasir yang menyebabkan hilangnya ikatan antar butiran pasir. Dalam mekanika tanah, hilangnya rekatan ini digambarkan sebagai hilangnya parameter kekuatan tanah (kohesi), sehingga kekuatan lereng hanya berdasarkan tegangan normal yang dikaitkan dengan parameter sudut geser dalam tanah (ϕ)

7. Gempa Bumi

8. Penurunan tahanan geser tanah pembentuk lereng oleh akibat kenaikan kadar air dan lain-lain

2.2 Teori Analisis Stabilitas Lereng

Dalam praktek, analisis stabilitas lereng didasarkan pada konsep keseimbangan plastis batas (limit plastic equilibrium). Adapun maksud analisis stabilitas adalah untuk menentukan faktor aman dari bidang longsor yang potensial. Dalam analisis stabilitas lereng, beberapa anggapan dibuat, yaitu:

1. Kelongsoran lereng terjadi di sepanjang permukaan bidang longsor tertentu dan dapat dianggap sebagai masalah bidang 2 dimensi

2. Massa tanah yang longsor dianggap sebagai benda massif

3. Tahanan geser dari massa tanah pada setiap titik sepanjang bidang longsor tidak tergantung dari orientasi permukaan longsor, atau dengan kata lain kuat geser tanah dianggap isotropis

4. Faktor aman didefinisikan dengan memperhatikan tegangan geser rata-rata sepanjang bidang longsor potensial, dan kuatgeser tanah rata-rata sepanjang permukaan longsoran. Jadi kuat geser tanah mungkin terlampaui di titik-titik tertentu pada bidang longsornya, padahal faktor aman hasil hitungan lebih besar 1

(3)

7 Penentuan bidang runtuh kritis yang menghasilkan faktor keamanan minimum adalah salah satu tahap penting dalam analisis kestabilan lereng menggunakan metode irisan. Lokasi dari bidang runtuh kritis tersebut dapat ditentukan dengan coba-coba atau dengan metode optimasi. Prinsip dasarnya yaitu sebuah bidang runtuh yang masuk akal dibuat kemudian dihitung faktor keamanannya. Kemudian proses tersebut diulangi untuk sejumlah bidang runtuh yang masuk akal lainnya. Dari semua bidang runtuh yang dicoba kemudian dipilih bidang runtuh yang menghasilkan faktor kemaanan terkecil, bidang runtuh ini disebut bidang runtuh kritis.

Bentuk anggapan bidang longsor berupa lingkaran dimaksudkan untuk mempermudah hitungan analisis stabilitas secara matematik, dan dipertimbangkan mendekati bentuk sebenarnya dari bidang longsor yang sering terjadi di alam.

Kesalahan analisis stabilitas lereng tidak banyak disebabkan oleh bentuk anggapan bidang longsornya, akan tetapi kesalahan banyak disebabkan pada penentuan sifat-sifat tanah dan pencarian longsoran kritisnya (Bowles, 1984).

Bentuk model keruntuhan biasanya dapat ditentukan dengan baik walaupun demikian untuk pusat rotasi mungkin memerlukan beberapa kali percobaan (titik pusat dan jari-jari lingkaran ditentukan dengan cara coba-coba) untuk mendapatkan kasus terburuk, angka keamanan yang paling minimum.

(Bowles, 1984)

Faktor aman didefinisikan sebagai nilai banding antara gaya yang menahan dan gaya yang menggerakkan, atau:

( (2.1)

dengan τ adalah tahanan geser maksimum (kPa) yang dapat dikerahkan oleh tanah, dan τd adalah tegangan geser (kPa) yang terjadi akibat gaya berat tanah yang akan longsor, dan F adalah faktor aman.

Menurut teori Mohr-Coulomb, tahanan geser (τ) yang dapat dikerahkan oleh tanah, disepanjang bidang longsornya, dinyatakan oleh:

(4)

8

( 2.2)

Dengan c = kohesi (kPa), σ = tegangan normal (kPa), dan ϕ = sudut gesek dalam tanah ( o ). Nilai-nilai c dan ϕ adalah parameter kuat geser tanah di sepanjang bidang longsor.

Dengan cara yang sama, dapat dituliskan persamaan tegangan geser yang terjadi (τd) akibat beban tanah dan beban-beban lain pada bidang longsornya:

( 2.3)

Dengan cd dan ϕd adalah kohesi (kPa) dan sudut gesek ( o ) dalam yang terjadi atau yang dibutuhkan untuk keseimbangan pada bidang longsornya.

Sehingga apabila disubsitusikan didapatkan persamaan faktor aman sebagai berikut

( 2.4)

2.3 Kuat Geser Tanah

Kuat geser tanah ialah gaya-gaya perlawanan yang dibuat oleh butiran tanah terhadap tarikan. Dalam kaitannya dengan analisis stabilitas lereng, menentukan kuat geser tanah adalah merupakan hal terpenting. Keamanan lereng akan ditentukan oleh nilai perbandingan antara kekuatan tanah yang menahan beban geser dengan tegangan yang dapat menyebabkan pergerakan. Kekuatan tanah (strength) dinyatakan dalam kekuatannya menahan tekanan dan geseran.

Kekuatan geser tanah adalah bagian yang lemah dari tanah untuk menahan beban.

Yang berarti bahwa butir-butir tanah lebih cenderung lepas bergeser ketimbang hancur tertekan. Selain itu tanah adalah merupakan material berbutir yang saling lepas dimana bila diberi tekanan, masing-masing butir akan lebih mudah untuk saling bergeser.

(5)

9 Sebenarnya selain terjadi geser antar butiran tanah, terjadi pula tekanan pada butiran itu sendiri. Namun biasanya akibat beban yang bekerja, tahanan geser antar butir tanah akan terlampaui terlebih dahulu sebelum butirannya hancur tertekan. Oleh sebab itu, dalam ilmu mekanika tanah, ada kecenderungan untuk menggunakan sifat geser tanah untuk menyatakan kekuatan tanah terhadap beban- beban yang bekerja.

Tahanan geser tanah adalah nilai tegangan geser tanah (τ), yang merupakan penjumlahan dari sifat rekat tanah (c = kohesi) dengan perkalian dari koefisien geser tanah (tan υ) dengan tegangan normal (σ) yang bekerja sehingga dapat dituliskan seperti persamaan (2.2). Persamaan tersebut bila diplotkan dalam bidang tegangan normal– tegangan geser, adalah merupakan persamaan garis lurus yang dinyatakan sebagai garis batas keruntuhan (failure line/envelope).

Nama lain dari garis tersebut adalah garis Mohr-Coulomb.

Dalam ilmu mekanika di bidang lainnya, nilai „tan υ‟ dikenal dengan koefisien geser material dari sebuah bidang geser. Namun telah menjadi kebiasaan di bidang mekanika tanah bahwa koefisien geser tanah tidak disebutkan secara langsung akan tetapi disebutkan sudut yang dibentuk garis keruntuhan terhadap bidang horizontal (seperti pada Gambar 2.1 berikut).

Gambar 2.1 Garis Keruntuhan di Bidang Tegangan Normal-Geser (Hakam, 2008)

(6)

10

Garis keruntuhan pada Gambar 2.1 dapat dijelaskan sebagai batasan dari kombinasi tegangan-tegangan (geser dan normal) yang bekerja di dalam tanah.

Kombinasi tegangan yang berada diantara garis keruntuhan dengan sumbu tegangan normal (yang berarsir pada gambar) masih mampu ditahan oleh tanah (atau tidak terjadi keruntuhan geser). Kombinasi tegangan yang berada tepat di garis keruntuhan akan mengakibatkan terjadinya keruntuhan (geser) pada tanah.

Sedangkan kombinasi tegangan geser dan normal yang berada diatas garis keruntuhan dan sumbu tegangan geser, secara teoritis tidak mungkin terjadi sebab tahanan geser tanah telah terlampaui sebelumnya.

2.3.1 Sudut Geser Dalam

Sudut geser dalam tanah adalah sudut yang dibuat di atas kertas dalam menggambarkan tegangan-tegangan yang terjadi pada tanah. Sudut geser dalam tanah adalah sudut yang dibentuk oleh garis batas keruntuhan (failure envelope) dengan sumbu mendatar (tegangan normal). Perkembangan ilmu mekanika tanah telah didasarkan pada penggunaan garis keruntuhan tersebut. Nilai ini juga didapatkan dari pengukuran engineering properties tanah dengan Direct Shear Test. Adapun hubungan antara sudut geser dalam dan tingkat kepadatan dari suatu tanah dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut

Tabel 2.1Hubungan Sudut Geser Dalam dengan Kepadatan (Mayerhof, 1965) Kepadatan Sudut Geser (°)

Very Loose ( Sangat Lepas) < 30

Loose (Lepas) 30-35

Medium Dense (Agak Kompak) 35-40

Dense (Kompak) 40-45

Very Dense (Sangat Kompak) > 45 .

2.3.2 Kohesi

Kohesi merupakan gaya tarik menarik antar partikel tanah. Kohesi yang ada di dalam tanah diakibatkan oleh kekuatan tarikan ion-ion yang membentuk mineral tanah. Bersama dengan sudut geser dalam, kohesi merupakan parameter kuat geser tanah yang menentukan ketahanan tanah terhadap deformasi akibat tegangan yang bekerja pada tanah dalam hal ini berupa gerakan lateral tanah.

Deformasi ini terjadi akibat kombinasi keadaan kritis pada tegangan normal dan

(7)

11 tegangan geser yang tidak sesuai dengan faktor aman dari yang direncanakan.

Nilai ini didapat dari pengujian Direct Shear Test.

2.3.3 Pengujian Kuat Geser Tanah

Untuk tujuan analisis stabilitas lereng dan analisis penstabilan lereng, menentukan kuat geser tanah dapat dilakukan secara langsung di lapangan ataupun di laboratorium. Pemilihan pengujian sedapat mungkin disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai. Umumnya tujuan dari pengujian kekuatan geser tanah adalah untuk menentukan keamanan lereng (analisis stabilitas) dan peningkatan keamanan lereng (penstabilan lereng). Letak titik pengujian juga harus cukup mewaliki mekanisme yang terjadi pada lereng yang ditinjau (Hakam,2008)

Gambar 2.2 mengilustrasikan titik pengujian dan mekanisme yang terjadi sehingga dapat dipilih metoda pengujian yang sesuai. Pada pengujian kuat geser tanah di laboratorium, terdapat tiga jenis pengujian yang sering dilakukan yaitu:

uji tekan bebas, uji geser langsung dan uji triaksial. Berdasarkan mekanisme pergeseran lereng maka pengujian yang cocok untuk titik a adalah uji tekan bebas, uji triaksial untuk titik b dan uji geser langsung untuk titik c.

Walaupun secara teori ketiga jenis pengujian dilaboratorium dapat menghasilkan parameter tanah yang bernilai sama. Namun kenyataannya sering ketiganya memberikan nilai yang berbeda. Hal ini disebabkan tidak samanya (walau sejenis) sampel tanah yang diuji dan perbedaan mekanisme keruntuhan yang terjadi pada sampel tanah.

Gambar 2.2 Mekanisme Keruntuhan (Hakam, 2008)

(8)

12

2.3.4 Uji Geser Langsung (Direct Shear Test)

Pengujian ini merupakan pengujian yang sering digunakan untuk mencari parameter kuat geser tanah mengingat kemudahan dan dapat dilakukan pada semua jenis tanah.

Gambar 2.3 Uji Geser Langsung (Hakam, 2008)

Gambar 2.4 Alat Uji Geser Langsung (SNI 3420:2016)

Pengujian geser langsung dilakukan sebanyak tiga kali pada tanah yang sama. Masing-masing benda uji, diberi beban normal yang berbeda. Kemudian digeser dengan memberikan gaya dari arah tegak lurus terhadap gaya normal sebelumnya. Selama pemberian beban normal tersebut (σ), perpindahan ( Γ ) dan besarnya gaya geser (T) dicatat hingga terjadi keruntuhan. Data-data pencatatan tersebut kemudian diolah dan diplotkan dalam bentuk kurva tegangan-regangan dan tegangan normal-geser untuk menentukan parameter c dan υ seperti yang terlihat pada Gambar 2.5 berikut.

(9)

13 Gambar 2.5 Hasil Olah Data Uji Geser Langsung (Hakam, 2008)

2.4 Properties Fisik Tanah untuk Lereng

Terdapat sejumlah propertis fisik pada tanah yang sering dipelajari pada mekanika tanah. Namun tidak semuanya dipergunakan dalam analisis kestabilan lereng yang lingkupnya terbatas. Terdapat beberapa propertis yang perlu diketahui dan sering dipergunakan dalam kaitannya dengan pembahasan stabilitas lereng seperti yang akan dijabarkan pada bagian berikut.

2.4.1 Berat Volume Tanah (γ)

Berat volume tanah (berat satuan=unit weight) adalah besarnya satuan berat tanah tiap satuan volume. Berat satuan tanah ditentukan dengan membandingkan berat tanah dengan volume yang diisinya. Berbeda dengan spesific gravity yang merupakan perbandingan massa butiran tanah dengan volume butiran saja, berat satuan tanah meliputi perbandingan seluruh berat termasuk butiran, air dan udara pada tanah tersebut dengan keseluruhan volumenya. (Hakam,2008)

Berat satuan tanah sangat penting dalam mengestimasi gaya-gaya yang bekerja pada tanah akibat berat sendiri. Selain itu, beban lateral akibat berat tanah juga ditentukan oleh berat satuan dari tanah. Dalam bagian selanjutnya akan diperlihatkan bahwa parameter berat satuan ini menjadi sangat penting dalam analisis gaya-gaya dan tekanan dalam tanah. (Hakam,2008) Pengujian berat volume dilakukan berdasarkan ASTM D2937-71 atau SNI 03-3637-1994.

(10)

14

2.4.2 Specific Gravity (Gs)

Spesific gravity adalah salah satu parameter tanah yang sering diuji di laboratorium yang merupakan perbandingan massa butiran tanah dengan volume dari butiran tanah tersebut. Untuk menghilangkan satuannya, perbandingan berat/massa dan volume butiran tersebut dibandingkan (dibagi) dengan berat/massa satuan air pada suhu 4o C (yaitu 1 t/m3 atau 9.81 kN/m3). Spesific gravity digunakan untuk menghitung angka pori dari sedimen tanah, yang selanjutnya dapat digunakan sebagai data dalam perhitungan berat volume tanah jenuh. (Hakam, 2008) Pengujian Specific Gravity dilakukan berdasarkan ASTM D854-41 atau SNI 1964-2008

2.4.3 Kadar Air (w)

Kadar air adalah propertis tanah yang menggambarkan perbandingan dari berat air yang ada dalam sampel tanah dengan berat dari partikel tanah kering.

Nilai kandungan air ini dalam berbagai pengujian sampel tanah hampir selalu dilakukan. Kadar air mempunyai satuan persen (%), namun dalam pemakaiannya terkadang satuan persen tersebut tidak dituliskan. (Hakam, 2008)

Parameter kadar air tidak dipakai secara langsung dalam analisis stabilitas lereng. Tetapi nilai kadar air sangat berguna bagi praktisi dalam menentukan keputusan terhadap situasi yang ada. Nilai kadar air menjadi patokan dalam menentukan kekuatan dan perilaku tanah terutama tanah berbutir halus. (Hakam, 2008). Pengujian Kadar air dilakukan berdasarkan ASTM D2216-71 atau SNI 1965-1990

2.4.4 Hubungan Berat Volume Tanah, Kadar Air, dan Angka Pori

Tanah terdiri dari 3 komponen, yaitu: udara, air, dan bahan padat. Udara dianggap tidak mempunyai pengaruh teknis, sedang air sangat mempengaruhi sifat-sifat teknis tanah. Ruang diantara butiran-butiran, sebagian atau seluruhnya dapat terisi oleh air atau udara. Bila rongga tersebut terisi air seluruhnya, tanah dikatakan dalam kondisi jenuh. Bila rongga terisi oleh udara dan air, tanah pada kondisi jenuh sebagian. Tanah kering adalah tanah yang tidak mengandung air sama sekali atau kadar airnya nol.

(11)

15 Hubungan-hubungan antara kadar air, angka pori, porositas, berat volume, dan lain-lainnya tersebut sangat diperlukan dalam praktek. Gambar 2.6 (a) Memperlihatkan elemen tanah yang mempunyai volume V dan berat total W, sedang Gambar 2.6 (b) Memperlihatkan hubungan berat dengan volumenya.

Gambar 2.6 Diagram Fase Tanah (Hardiyatmo, 2006)

Dari memperhatikan gambar di atas dapat dibentuk persamaan:

( 2.5)

dan

( 2.6)

( 2.7)

Dengan:

Ws = Berat butiran padat (g) Ww = Berat air (g)

Vs = Volume Butiran Padat (cm3) Vw = Volume Air (cm3)

Va = Volume Udara (cm3)

Berat udara (Wa) dianggap sama dengan nol. Hubungan-hubungan volume yang sering digunakan dalam mekanika tanah adalah kadar air (w), angka pori (e), porositas (n), dan derajat kejenuhan (S).

(12)

16

Kadar air (w) adalah perbandingan antara berat air (Ww) dengan berat butiran padat (Ws) dalam tanah tersebut, dinyatakan dalam persen

( 2.8)

Porositas (n) adalah perbandingan antara volume rongga (Vv) dengan volume total (V). Nilai n dapat dinyatakan dalam persen atau decimal

( 2.9)

Angka pori (e) didefinisikan sebagai perbandingan antara volume rongga (Vv) dengan volume butiran (Vs), biasanya dinyatakan dalam decimal

( 2.10) Berat volume lembab atau basah (γb) (g/cm3) adalah perbandingan antara berat butiran tanah termasuk air dan udara (W) dengan volume total tanah (V)

( 2.11)

dengan W = Ww + Ws + Wa (Wa = 0). Bila ruang udara terisi oleh air seluruhnya (Va = 0), maka tanah menjadi jenuh.

Berat volume kering (γd) adalah perbandingan antara berat butiran (Ws) dengan volume total (V) tanah

( 2.12)

Berat volume butiran padat (γs) (g/cm3) adalah perbandingan antara berat butiran padat (Ws) dengan volume butiran padat (Vs)

( 2.13)

Berat spesifik atau berat jenis (specific gravity) tanah (Gs) (g/cm3) adalah perbandingan antara berat volume butiran padat (γs) (g/cm3) dengan berat volume air (γw) pada temperature 4oC

(13)

17

( 2.14)

Derajat kejenuhan (S) adalah perbandingan volume air (Vw) dengan volume total rongga pori tanah (Vv). Biasanya dinyatakan dalam persen. Bila tanah dalam keadaan jenuh air, maka S=1

( 2.15)

Dari persamaan-persamaan tersebut diatas dapat dibentuk hubungan- hubungan anatar masing-masing persamaan, yaitu:

(a) Hubungan antara angka pori dengan porositas

( 2.16)

( 2.17)

(b) Berat volume basah (g/cm3) dinyatakan dalam rumus sebagai berikut:

( 2.18)

(c) Untuk berat volume tanah jenuh air (g/cm3) (S = 1)

( 2.19)

(d) Untuk berat volume tanah kering sempurna (g/cm3)

( 2.20)

(e) Bila tanah terendam air, berat volume apung atau berat volume efektif (g/cm3) dinyatakan sebagai γ‟, dengan

( 2.21)

dengan γw = 1 t/m3 atau 9,81 kN/m3

(14)

18

(f) Angka pori dapat pula dicari dengan persamaan sebagai berikut

( 2.22)

( 2.23)

2.5 Klasifikasi Tanah

Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah yang berbeda-beda tapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam kelompok- kelompok dan subkelompok-subkelompok berdasarkan pemakaiannya (Das, 1995).

Terdapat dua sistem klasifikasi yang sering digunakan Klasifikasi tanah berguna untuk memperkirakan sifat-sifat tanah di lapangan, yaitu sistem klasifikasi tanah Unified atau USCS (Unified Soil Classification System) dan AASHTO (American Association of State Highway and Transportation Officials).

Berikut merupakan sistem klasifikasi tanah USCS dan AASHTO yang dapat dilihat pada Tabel 2.2 dan 2.3

(15)

19 Tabel 2.2 Sistem Klasifikasi Tanah AASHTO (Hardiyatmo, 2015)

Klasifikasi Umum Tanah berbutir

(35% atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No. 200)

Klasifikasi Kelompok A-1 A-3 A-2

A-1-a A-1-b A-2-4 A-2-5 A-2-6 A-2-7

Analisis ayakan (%

lolos)

No.10 Maks 50

No.40 Maks 30 Maks 50 Min 51

No.200 Maks 15 Maks 25 Maks 10 Maks 35 Maks 35 Maks 35 Maks 35 Sifat fraksi yang lolos

ayakan No.40

Batas Cair Maks 40 Min 41 Maks 40 Min 41

Indeks

Plastisitas Maks 6 NP Maks 10 Maks 10 Min 11 Min 11

Tipe material yang

paling dominan Batu pecah, kerikil

dan pasir Pasir

halus Kerikil dan pasir yang berlanau atau berlempung

Penilaian sebagai

bahan tanah dasar Baik sekali sampai baik

Klasifikasi umum Tanah berbutir

(Lebih dari 35% dari seluruh contoh tanah yang lolos ayakan No.200)

Klasifikasi Kelompok A-4 A-5 A-6 A-7

Analisis ayakan (%

lolos)

No.10 - - - -

No.40 - - - -

No.200 Min 36 Min 36 Min 36 Min 36

Sifat fraksi yang lolos ayakan No.40

Batas Cair Maks 40 Maks 41 Maks 40 Min 41

Indeks

Plastisitas Maks 10 Maks 10 Maks 11 Min 11

Tipe material yang

paling dominan Tanah berlanau Tanah berlempung

Penilaian sebagai

bahan tanah dasar Biasa sampai jelek

(16)

20

Tabel 2.3 Sistem Klasifikasi Tanah Unified (USCS) (Hardiyatmo, 2015)

Divisi Utama Simbol Nama Umum Kriteria Klasifikasi

Tanah berbutir kasar 50%

butiran tertahan saringan No. 200

Kerikil 50%

fraksi kasar tertahan saringan No.4

Kerikil bersih (hanya kerikil)

GW

Kerikil bergradasi-baik dan campuran kerikil-pasir, sedikit

atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

Klasifikasi berdasarkan prosentase butiran halus : Kurang dari 5% lolos saringan no. 200: GM, GP, SW, SP. Lebih dari 12% lolos saringan no.200: GM, GC, SM, SC. 5% - 12%

lolos saringan no.200: Batasan klasifikasi yang mempunyai simbol

dobel

Antara 1 dan 3

GP

Kerikil bergradasi-buruk dan campuran kerikil-pasir, sedikit

atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk GW

Kerikil dengan butiran halus

GM Kerikil berlanau, campuran kerikil-pasir-lanau

Batas-batas Atterberg di bawah garis A atau PI < 4

Bila batas Atterberg berada didaerah arsir dari diagram

plastisitas, maka dipakai dobel

simbol GC Kerikil berlempung, campuran

kerikil-pasir-lempung

Batas-batas Atterberg di bawah garis A atau PI > 7

Pasir 50% fraksi kasar lolos saringan

No.4

Pasir bersih (hanya pasir)

SW

Pasir bergradasi-baik, pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung

butiran halus

Antara 1 dan 3

SP

Pasir bergradasi-buruk dan campuran kerikil-pasir, sedikit

atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk SW

Pasir dengan butiran halus

SM Pasir berlanau, campuran kerikil-pasir-lanau

Batas-batas Atterberg di bawah garis A atau PI < 4

Bila batas Atterberg berada didaerah arsir dari diagram

plastisitas, maka dipakai dobel

simbol SC Pasir berlempung, campuran

kerikil-pasir-lempung

Batas-batas Atterberg di bawah garis A atau PI > 7 ML Lanau organik, pasir halus sekali,

serbuk batuan, pasir halus, berlanau atau berlempung

(17)

21

Divisi Utama Simbol Nama Umum Kriteria Klasifikasi

Tanah berbutir halus 50% atau lebih lolos ayakan No. 200

Lanau dan lempung batas cair 50%

CL

Lempung anorganik dengan plastisitas rendah sampai

dengan sedang lempung berkerikil, lempung berpasir,

lempung berlanau, lempung

“kurus” (lean clays)

Garis A : PI = 0,73 (LL-20) OL Lanau-organik dan lempung

berlanau organik dengan plastisitas rendah

Lanau dan lempung batas cair 50%

MH Lanau anorganik atau pasir halus diatomae, atau lanau diatomae, lanau yang elastis CH Lempung anorganik dengan plastisitas tinggi, lempung

“gemuk” (fat clays) OH Lempung organik demgan

plastisitas sedang sampai dengan tinggi Tanah-tanah dengan kandungan organik sangat tinggi PT Peat (gambut), muck, dan

tanah-tanah lain dengan kandungan organik tinggi

Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat di ASTM Designation D-2488

*)

(18)

22

2.6 Pembebanan

Pembebanan yang diperhitungan dalam perencanaan adalah beban lalu lintas. Beban lalu lintas ditambahkan pada seluruh lebar permukaan jalan sedangkan besarnya ditentukan berdasarkan kelas jalan berdasarkan Tabel 2.4 berikut.

Tabel 2.4 Beban untuk Analisis Stabilitas (Pd T-09-2005-B)

Kelas Jalan Beban Lalulintas (kPa) Beban diluar jalan (*) (kPa)

I 15 10

II 12 10

III 12 10

ket: (*) beban dari bangunan sekitar lereng 2.7 Faktor Keamanan

Faktor keamanan suatu lereng merupakan perbandingan nilai rata-rata kuat geser tanah/batuan di sepanjang bidang keruntuhan kritisnya terhadap beban yang diterima lereng di sepanjang bidang keruntuhannya.

Nilai faktor keamanan juga perlu mempertimbangkan akibat yang ditimbulkannya, yaitu korban jiwa atau kehilangan secara ekonomi. Tabel 2.5 memperlihatkan nilai rekomendasi faktor keamanan dengan memperhitungkan adanya korban jiwa maupun kehilangan secara ekonomi.

Tabel 2.5 Rekomendasi nilai faktor keamanan untuk lereng (Pd T-09-2005-B) Variabel Resiko Resiko terhadap nyawa manusia

Tak Diperhatikan Rendah Tinggi Resiko

Ekonomis

Diabaikan 1,1 1,2 1,5

Rendah 1,2 1,2 1,5

Tinggi 1,4 1,2 1,5

Pada tabel 2.5 di atas terdapat tiga kategori resiko untuk masing-masing kasus, yaitu dapat diabaikan, rendah dan tinggi. Ketiga kategori merefleksikan perkiraan kehilangan/kerugian yang mungkin timbul pada setiap peristiwa keruntuhan lereng. Kategori resiko ekonomi merefleksikan perkiraan besaran kehilangan secara ekonomi pada saat terjadinya keruntuhan. Contoh tipikal situasi keruntuhan lereng untuk masing-masing kategori diperlihatkan di dalam Tabel 2.6 dan 2.7

(19)

23 Tabel 2.6 Contoh tipikal keruntuhan lereng untuk masing-masing kategori yang

beresiko terhadap nyawa manusia (Pd T-09-2005-B)

Contoh -contoh kondisi Resiko terhadap nyawa manusia diperhatikan Tak Rendah Tinggi

1. Keruntuhan berpengaruh pada suatu taman- taman rekreasi udara terbuka dengan intensitas

pemakaian yang jarang

2. Keruntuhan berpengaruh pada jalan raya

dengan kepadatan lalulintas rendah

3. Keuntuhan berpengaruh pada gudang

penyimpanan (bahan-bahan tidak berbahaya)

4. Keruntuhan berpengaruh pada area terbuka yang sering digunakan, fasilitas-fasilitas rekreasi (misalnya area untuk berkumpulnya massa, area bermain anak-anak, area parkir kendaraan

5. Keruntuhan berpengaruh pada jalanan dengan intensitas penggunaan tinggi atau dengan

kepadatan lalulintas yang tinggi

6.Keruntuhan berpengaruh pada area publik sebagai tempat menunggu (semacam stasiun kecil untuk menunggu kereta api, pemberhentian bus, stasiun pengisian bahan bakar)

7. Keruntuhan berpengaruh pada bangunan- bangunan yang sedang digunakan (misalnya area permukiman, area pendidikan, area komersial, area perindustrian)

8. Keruntuhan berpengaruh pada bangunan- bangunan yang menyimpan bahan-bahan

berbahaya

Tabel 2.7 Contoh tipikal keruntuhan lereng untuk masing-masing kategori yang beresiko secara ekonomis (Pd T-09-2005-B)

Contoh -contoh kondisi Resiko terhadap ekonomi diabaikan Rendah Tinggi 1. Keruntuhan berpengaruh pada suatu taman-

taman rekreasi yang besar

(20)

24

Contoh -contoh kondisi Resiko

terhadap ekonomi

Contoh - contoh kondisi

Resiko terhadap ekonomi 2. Keruntuhan berpengaruh pada jalan

penghubung antar kota (B) , jalan untuk distribusi distrik dan distribusi lokal dan bukan merupakan akses satu-satunya

3. Keuntuhan berpengaruh pada area terbuka

tempat parkir kendaraan

4. Keruntuhan berpengaruh jalan penghubung antar kota (A) atau jalan distribusi utama yang

bukan merupakan akses satu-satunya

5. Keruntuhan berpengaruh pada pusat-pusat servis utama yang dapat menyebabkan kehilangan fungsi layannya untuk sementara waktu

6.Keruntuhan berpengaruh pada jalan-jalan penghubung antara kota atau dalam kota dengan

kepentingan yang strategis

7. Keruntuhan berpengaruh pada pusat-pusat servis utama yang menyebabkan hilangnya

fungsi layan untuk waktu yang panjang

8. Keruntuhan berpengaruh pada bangunan- bangunan yang dapat mengakibatkan kerusakan

struktural yang parah

Perlu ditekankan bahwa faktor keamanan terhadap resiko kehilangan secara ekonomi dan contoh tipikal dari keruntuhan lereng dalam setiap resiko kehilangan secara ekonomi hanyalah sebagai tuntunan belaka. Peristiwa keruntuhan ini hanya merupakan pernyataan umum dan tidak mencakup setiap peristiwa keruntuhan lereng. Sangatlah penting bahwa seorang perencana memilih suatu keseimbangan yang dapat diterima antara kehilangan secara ekonomi yang berpotensi terjadi pada setiap kejadian keruntuhan lereng dan jumlah biaya konstruksi yang akan bertambah untuk memperoleh nilai faktor keamanan yang lebih besar.

(21)

25 Adapun dalam hal mitigasi dan mempertimbangkan ketidakpastian pada data analisis, maka dalam praktek tingkat nilai faktor kemananan dapat dilihat pada Tabel 2.8 berikut.

Tabel 2.8 Tingkat nilai SF lereng sebagai Mitigasi Faktor

Keamanan Kondisi Potensi Keterangan

> 2 Stabil Rendah Pergerakan tanah

jarang terjadi 1,5 < SF < 2 Kritis Sedang Pergerakan tanah

pernah Terjadi

< 1,5 Labil Tinggi Pergerakan tanah

biasa terjadi/sering 2.8 Pemetan pada Lereng

Menurut buku Ilmu Ukur Tanah yang diterbitkan oleh Kanisius (1980), untuk menganalisis stabilitas lereng diperlukan survey pemetaan terlebih dahulu, guna mengetahui topografi pada lereng yang akan ditinjau. Tanpa survey pemetaan, maka stabilitas lereng tidak dapat di analisis karena tahap awal dalam merencanakan stabilitas lereng harus mengetahui topografi dan kontur pada lereng yang akan ditinjau. Pada survey pemetaan dapat digunakan alat seperti theodolite, waterpass, total station, dan lain-lain sebagai alat pengukur, biasanya pada survey pemetaan lereng seringkali digunakan alat ukur theodolite dan total station.

Theodolite adalah sebuah alat optis yang mempunyai fungsi utama untuk mengukur sudut, baik sudut vertikal maupun horizontal, serta alat ini juga dapat digunakan untuk mengukur jarak dan beda tinggi yang akan menjadi acuan dalam membuat gambar peta kontur.

Gambar 2.7 Theodolite (www.teknologisurvey.com)

(22)

26

Adapun alat-alat lainnya yang digunakan dalam survey pemetaan seperti, rambu ukur, kompas, statif, meteran, unting-unting, prisma, buku alat tulis, dan lain-lain. Berikut adalah cara menggunakan theodolite yaitu:

a. Menentukan titik patok,

b. Mendirikan statif setinggi dagu,

c. Memasang theodolite di atas statif, dan kunci (usahakan tegak lurus dengan patok),

d. Setting nivo kotak dan nivo tabung

e. Tentukan titik acuan alat sebagai titik 0˚0‟0” (arah utara dengan menggunakan kompas),

f. Tetapkan lah rambu ukur pada posisi yang akan diukur, g. Arahkan theodolite dan teropong pada rambu ukur, h. Kunci semua sekrup penggerak horizontal dan vertikal, i. Nyalakan alat dengan menekan tombol power,

j. Untuk menyeting sudut horizontal 0˚0‟0”, tekan tombol (0set) 2x, k. Untuk menampilkan sudut vertikal, tekan tombol (v%), dan

l. Theodolite siap digunakan untuk membaca rambu, dapat dilihat pada Gambar 2.8

Gambar 2.8 Pembacaan Benang Pada Rambu (www.teknologisurvey.com)

Setelah didapatkan peta topografi , maka dapat ditentukan pula bentuk dan geometri lerengnya berupa ketinggian, jarak melintang, dan juga kemiringan lerengnya. Kemiringan lereng merupakan ukuran kemiringan lahan relatif

(23)

27 terhadap bidang datar yang secara umum dinyatakan dalam persen atau derajat.

Kecuraman lereng, panjang lereng dan bentuk lereng semuanya akan mempengaruhi besarnya erosi . Menurut Van Zuidam (1985), derajat kemiringan lereng dapat diklasifikasikan ke dalam 7 kelas sebagai berikut.

Tabel 2.9 Tabel Klasifikasi Kemiringan Lereng (Zuidam, 1983) Kemiringan

Lereng (°) Klasifikasi

0-2 Datar hingga hampir datar

2-4 Agak Miring (Gerakan tanah kecepatan rendah) 4-8 Miring (besaran gerakan tanah lebih tinggi) 8-16 Agak Curam (Banyak terjadi gerakan tanah terutama longsoran yang bersifat mendatar) 16-35 Curam (Gerakan tanah sering terjadi) 35-55 Sangat Curam (Batuan umumnya mulai tersingkap,

dan sudah mulai menghasilkan endapan rombakan)

>55 Curam Sekali ( Rawan terjadi jatuhan pada tanah maupun batuan)

2.9 Aplikasi GeoSlope

Selain perhitungan manual, stabilitas lereng dapat juga dianalisis menggunakan software komputer. Ada beberapa macam software yang telah dikembangkan. Tapi untuk penelitian ini akan menggunakan software Geo slope Office. Geo Slope adalah suatu software yang membantu insinyur dalam menyelesaikan suatu permasalahan terutama yang berhubungan dengan tanah.

Geoslope terdiri dari beberapa bagian sub program yang kesemuanya dapat diintegrasikan satu dengan yang lainnya jika dibutuhkan. Sub program yang digunakan dalam analisa stabilitas lereng pada penelitian ini hanya menggunakan satu Sub Program yaitu slope/w.

Slope/w adalah Sub Program dengan kemampuan untuk mengetahui kestabilan lereng akibat beban luar, angker atau perkuatan tanah dengan geotekstil. Menghitung faktor keamanan lereng yang bertanah heterogen di atas tanah keras, dengan lapisan lempung, menganalisis contoh tanah yang berbeda jenis dan tipe. Slope/W menggunakan batas keseimbangan untuk menghitung faktor keamanan tanah dan lereng. Slope/w dapat menghitung faktor keamanan

(24)

28

dari lereng dengan beban luar dan perkuatan lereng dengan angker atau perkuatan dengan geo-textile. Keuntungan lain yaitu dapat menghitung faktor keamanan tiap potongan, sebaik perhitungan faktor keamanan seluruh longsoran.

Pada dasarnya Slope/w terdiri dari beberapabagian langkah kerja yaitu:

A. Pengaturan awal

Pengaturan awal untuk melakukan analisis dengan program Geostudio SLOPE/W terdiri dari beberapa tahap, diantaranya pengaturan kertas kerja, menentukan Project, dan Analysis Setting. Analysis Setting merupakan tahapan untuk menentukan pengaturan dalam menganalisis stabilitas kelongsoran lereng.

B. Membuat Sketsa Gambar

Pemodelan lereng dimulai dengan pembuatan sketsa gambar dari model, yang merupakan representasi dari masalah yang ingin dianalisis. Sebelum melakukan sketsa perlu dilakukan Setting tambahan seperti pengaturan skala, dan juga grid.

Untuk mengatur skala gambar, dari menu utama klik define kemudian pilih scale.

Untuk mengatur jarak grid, dari menu utama klik view kemudian pilih grid. Grid merupakan sebuah titik yang terletak pada lembar kerja yang berfungsi sebagai pemandu sebuah program saat mengatur keakuratan koordinat suatu perancangan / pemodelan. Kemudian lakukan sketsa gambar dengan klik draw region, kemudian pilih Domain Region Polygonal dan lakukan penggambaran sesuai dengan bentuk lereng yang di analisis

C. Mendefinisikan Parameter Tanah

Jenis material yang di input berdasarkan hasil pengujian laboratorium untuk kondisi jenuh air. Material model yang digunakan adalah Mohr-Coulomb. Model ini banyak digunakan dalam analisis stabilitas lereng karena sederhana namum handal yang didasarkan pada parameter-parameter tanah yang diperoleh dari uji laboratorium. Parameter yang diperlukan yaitu berat volume tanah (γ), kohesi (c) dan sudut geser dalam (ϕ). Sebelum dilakukan input data perlu dilakukan penyeragaman satuan masing-masing parameter. Langkah untuk mendefinisikan parameter tanah yaitu dari tampilan menu utama klik define, kemudian pilih materials

(25)

29 D. Menentukan Parameter Tiap Lapisan Tanah

Setelah parameter tanah didefinisikan, maka langkah selanjutnya yaitu menentukan parameter masing-masing lapisan tanah. Untuk menentukan lapisan tanah, pada menu utama klik draw kemudian pilih materials dan klik bagian lereng sesuai dengan jenis tanahnya.

E. Menggambar Entry and Exit Bidang Longsor

Untuk menggambarkan Entry and Exit bidang longsor yaitu dari menu utama klik draw kemudian pilih slip surface dan klik Entry and Exit. Penentuan titik range Entry and Exit berdasarkan trial and error di lapangan hingga mendapatkan nilai FS paling kecil / kritis pada lereng atau pada bidang longsor yang telah terjadi di lapangan

F. Menggambar Beban Merata

Beban merata yang diperoleh berdasarkan pembebanan pada lereng Pd T- 09-2005-B yaitu sebesar 12 kPa untuk kelas jalan III dan 10 kPa untuk beban bangunan, kemudian dimodelkan dalam program. Langkahnya yaitu dari menu utama klik draw kemudian pilih surcharge load. Pada menu Draw Surcharge Load klik add line. Selanjutnya, mulailah menggambar beban merata. Adapun panjang beban merata disesuaikan dengan panjang badan jalan atau panjang bangunan yang direncanakan.

G. Memeriksa Masukan Data Analisis

Setelah data-data yang dibutuhkan untuk proses analisis termodelkan, maka dilakukan pemeriksaan atau validasi data. Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya kesalahan atau error dalam proses pemasukan data guna mencegah terjadinya “garbage in-garbage out”. Artinya, bahwa bila input yang dimasukkan adalah berupa data sampah, maka yang akan keluar berupa data sampah juga (Permana, 2012). Jika dalam tabsheet verify data tidak terdapat kesalahan (0 errors, 0 warnings), maka proses solve checked analyses dapat dilakukan, Langkah untuk melakukan pemeriksaan data yaitu dari menu Project Explorer kemudian klik kanan pada analisis SLOPE/W pilih Verify Analysis Branch.

(26)

30

H. Solving Analysis

Solving Analysis bertujuan untuk menghitung angka keamanan pada lereng berdasarkan data-data yang telah dimasukkan. Langkah untuk Solving Analysis yaitu pada menu Solve Manager klik Start untuk memulai perhitungan. Selama perhitungan Solve menampilkan angka keamanan minimum dan bidang longsor yang mungkin tejadi.

2.10 Penelitian Terdahulu

Berikut adalah rangkuman hasil dari penelitian-penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan

Tabel 2.10 Penelitian Terdahulu (Penulis, 2020)

No Nama dan Judul Hasil

1

Analisis Faktor Kemanan (Safety Factor) Stabilitas Keamanan Lereng

Menggunakan Geo Slope/W 2012. (Arifin, Arif. 2015)

Metode:

Menghitung Kestabilan lereng metode irisan, bishop dan Fellinius

Hasil: Safety Factor stabilitas lereng di Desa Panyindangan yang dihasilkan dari hasil analisa ketiga metode menunjukkan nilai SF < 1,2 dengan arti lereng tersebut akan mengalami sering gerakan tanah atau longsoran

2

Analisis Stabilitas Lereng di Desa Sukamakmur,

Kabupaten Bogor, Menggunakan Metode Fellinius melalui Aplikasi Geostudio Slope/W (Akmal, Fadhly Zul. 2016)

Metode:

Menghitung kestabilan lereng dengan metode Fellinius, serta perencanaan dimensi perkuatan

Hasil:

1.Hasil analisis stabilitas lereng dengan menggunakan metode Fellenius melalui Geostudio SLOPE/W 2004 di Desa Sukamakmur, Kabupaten Bogor, menghasil nilai faktor keamanan 1.334. Nilai tersebut menunjukkan bahwa lereng sebelum terjadinya longsor sudah dikategorikan lereng yang rawan terjadi pergerakan tanah, karena nilai faktor keamanan kurang dari 1.5. Berdasarkan pengamatan dan

(27)

31 hasil analisis, lereng pada lokasi longsor tersebut saat ini masih rawan untuk terjadi longsor susulan. Oleh karena itu diperlukan perencanaan perkuatan lereng.

2.Perkuatan lereng pada lokasi longsoran menggunakan bronjong dan teras. Bronjong dirancang dengan ketinggian 8 m dan lebar 5 m, sedangkan teras dirancang dengan tinggi 3 m dan lebar 3 m.

3

Simulasi Penggunaan Program Geostudio Slope/W 2007 dalam Menganalisis Stabilitas Lereng dengan Jenis Tanah Lempung Berpasir pada Kondisi Tidak Jenuh, Kondisi Jenuh Sebagian, dan Kondisi Jenuh

(Pentawan, Yota. 2017)

Metode:

Menghitung kestabilan lereng dengan metode analisis Ordinary, Bishop, Janbu, dan Morgensten Price

Hasil:

1. Sudut Kemiringan Lereng sangat berpengaruh terhadap hasil nilai faktor keamanan

2. metode Morgenstern Price dan metode Bishop memiliki nilai faktor aman yang cenderung sama dan lebih besar dibandingkan metode Ordinary dan metode Janbu yang cenderung memiliki faktor aman yang lebih kecil.

3. Dengan karateristik dari tanah lempung berpasir yang sangat keras/kaku pada kadar air rendah dan sangat lunak/mudah berubah bentuk pada kadar air yang tinggi, hal ini sesuai dengan hasil analisis yang menunjukkan lereng tergolong stabil pada kondisi tidak jenuh (kering), sedangkan kondisi jenuh lereng tergolong tidak stabil/tidak aman

Pada penelitian ini akan menganalisis kestabilan lereng pada beberapa segmen lereng dengan perbedaan kondisi kemiringan dan ketinggian berdasarkan peta kontur, kondisi tanah berdasarkan pengujian laboratorium, dan juga pembebanan di atas lerengnya, sehingga akan dilakukan pemetaan pada segmen-

(28)

32

segmen lereng tersebut berdasarkan hasil dari analisis faktor keamanan lerengnya menggunakan aplikasi Geostudio Slope/w. Berdasarkan saran pada penelitian terdahulu yang digunakan sebagai referensi, berikut adalah letak penelitian pada tugas akhir ini yang telihat pada Tabel 2.11

Tabel 2.11 Letak Penelitian (Penulis, 2020) Peneliti dan Tahun

Publikasi Pengujian

Laboratorium Pengukuran

Geometri Pemetaan

Arifin, Arif .2015

Akmal, Fadhly Zul .2016

Pentawan, Yota .2017

Letak Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Adalah subsistem struktur yang berfungsi menahan beban lateral akibat pengaruh beban gempa rencana, yang runtuhnya disebabkan oleh momen lentur (bukan disebabkan oleh gaya geser)

Kekuatan geser suatu massa tanah merupakan perlawanan internal tanah tersebut terhadap keruntuhan atau pergeseran sepanjang bidang geser dalam tanah. Tanah yang dibebani

Dalam perencanaan abutment jembatan data-data tanah yang dibutuhkan berupa data-data sudut geser, kohesi dan berat jenis tanah yang digunakan untuk menghitung tekanan tanah

Gerakan tanah ini terjadi akibat regangan geser dan perpindahan dari sepanjang bidang longsoran dimana massa berpindah dari tempat semula dan berpisah dari massa yang

Bila muka air tanah terletak di atas atau sama dengan dasar pondasi (Gambar 2.4b), maka  yang dipakai dalam suku persamaan ke-3 harus γ’, karena zona

Tegangan geser tanah pada bidang geser atau pada interface menjadi lebih kecil dari tegangan geser yang timbul akibat desakan massa tanah yang bergerak, sehingga

Nilai kelangsingan kolom, tidak boleh melebihi 175.. Tekuk murni akibat beban aksial sesungguhnya hanya terjadi bila anggapan-anggapan di bawah.. 1) Sifat tegangan-tegangan tekan

bidang luas δA. Tegangan normal dinotasikan dengan huruf σ dan tegangan geser dengan huruf τ. Untuk menunjukkan arah bidang dimana tegangan tersebut bekerja, digunakan