Judge berpendapat bahwa efikasi diri merupakan indikator positif dalam melakukan evaluasi diri yang berguna untuk memahami diri sendiri. Sedangkan orang yang mempunyai efikasi diri yang tinggi akan berusaha lebih keras untuk mengatasi tantangan yang ada.
Aspek-aspek efikasi diri
Kemanjuran Meminta Keterlibatan Orang Tua Terkait Keyakinan Tentang Kemampuan Membuat Keterlibatan Orang Tua Menjadi Efektif. Khasiat menciptakan iklim sekolah yang positif berkaitan dengan keyakinan akan kemampuan menciptakan iklim sekolah yang positif.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Efikasi diri Bandura dalam Alwisol menjelaskan
Efektivitas untuk mempengaruhi pengambilan keputusan, yaitu berkaitan dengan keyakinan terhadap kemampuan seseorang dalam mempengaruhi pengambilan keputusan. Efikasi diri disiplin berkaitan dengan rasa percaya diri, kemampuan menegakkan disiplin, yaitu mampu menyelesaikan tugas tepat waktu dan maksimal.
Proses Efikasi diri
Hal ini tergantung pada kondisi seberapa besar kepercayaan yang dimiliki oleh pemberi persuasi dan juga tergantung pada kondisi realistis dari apa yang dibujuk, jadi pada dasarnya hubungan antara persuasi sosial dengan tugas yang dilakukan masuk akal jika itu adalah kegiatan yang tidak mungkin dilakukan. dilakukan, meskipun banyak persuasi sosial, hal tersebut tidak akan mampu meningkatkan efikasi diri. Semakin kuat efikasi diri maka semakin tinggi pula tujuan yang ditetapkan individu terhadap dirinya dan akan memperkuat komitmen individu terhadap tujuan tersebut. Individu juga akan mengantisipasi hasil dari tindakannya di masa depan dan dapat menciptakan tujuan untuk dirinya sendiri serta merencanakan bagian dari tindakannya untuk mewujudkan masa depan yang bermanfaat.
Individu yang percaya pada dirinya mampu mengendalikan situasi yang mengancam tidak akan menciptakan pola pikir yang menyusahkan, sedangkan individu yang tidak dapat mengendalikan situasi yang mengancam akan cenderung mengalami tingkat kecemasan yang tinggi. Individu yang memikirkan ketidakmampuannya untuk mengatasi dan melihat banyak aspek lingkungan sekitarnya penuh dengan bahaya. Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa proses kognitif menunjukkan kemampuan berpikir seberapa mampu seseorang individu dapat mengatasi suatu masalah atau tugas, motivasi disini menjelaskan bagaimana individu dapat merangsang semangat dalam dirinya untuk mengarahkan tindakannya dalam penyelesaian masalah. , proses afektif ini merupakan keyakinan individu bahwa dirinya mempunyai kemampuan untuk mampu mengendalikan dirinya dalam melaksanakan tugas atau permasalahan, afektif ini meliputi watak, perasaan, minat, sikap, emosi dan nilai, karena proses selektif tersebut adalah kepercayaan diri dengan kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya, maka seseorang cenderung menentukan pilihan dalam mencapai tujuan hidupnya.
Faktor yang mempengaruhi Efikasi Diri
Hal ini karena pengaruh sosial berperan dalam pemilihan lingkungan, terus meningkatkan kompetensi, nilai, dan kepentingan tersebut lama setelah faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan keyakinan mempunyai pengaruh awal. Menurut Bandura, ada beberapa faktor yang mempengaruhi efikasi diri guru, yaitu usia, pendidikan tertinggi, dan lama pengalaman mengajar. Kondisi yang menguntungkan ditinjau dari faktor demografi, memiliki pengalaman mengajar yang beragam dan karakteristik afektif yang positif akan meningkatkan efektivitas guru.
Sebaliknya, guru yang mendapat nilai lebih rendah pada aspek status sosial ekonomi, usia, pengalaman, religiusitas, etnis, persepsi kompetensi, persepsi kesejahteraan, persepsi sertifikasi guru, dan indeks kinerja cenderung kurang efektif dalam melaksanakan tugas. tugas mereka. Bandura mengatakan pengalaman pembelajaran juga mencakup kemampuan mengelolanya sebagai tempat belajar yang menyenangkan dan mengajak orang tua ke dalam proses pembelajaran. Kesimpulan yang dapat peneliti ambil dari uraian di atas adalah faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat efektivitas guru meliputi pengalaman mengajar, faktor pribadi, dan faktor demografi yang terdiri dari umur, pengalaman mengajar, dan pendidikan tertinggi.
Pengertian Iklim Sekolah
Halpin dan Croft menjelaskan bahwa iklim sekolah tidak berwujud tetapi penting bagi suatu organisasi dan dapat dianalogikan dengan kepribadian individu. Menurut Sorenson dan Goldsmith, iklim sekolah adalah kepribadian kolektif sekolah dan inti dari iklim sekolah adalah cara kita berinteraksi satu sama lain. Iklim sekolah adalah kualitas dan karakter kehidupan sekolah, yang mencerminkan norma, tujuan, nilai, hubungan interpersonal, praktik belajar mengajar, dan struktur organisasi.
Pengertian iklim sekolah sebagai suasana suatu tempat mengacu pada pendapat berikut: Moss mengartikan iklim sekolah sebagai lingkungan suasana sosial atau lingkungan belajar. Haynes, mendefinisikan iklim sekolah sebagai kualitas dan konsistensi interaksi antarpribadi dalam komunitas sekolah yang mempengaruhi perkembangan kognitif sosial dan psikologis anak. Stringer mendefinisikan iklim sekolah sebagai "..kumpulan dan pola faktor penentu lingkungan dari motivasi gairah." Iklim sekolah sebagai seperangkat dan pola lingkungan yang menentukan munculnya motivasi.
Urgensi Iklim Sekolah
Macam-macam Iklim Organisasi Sekolah dan Karakteristiknya
Anggota kelompok ingin memenuhi kebutuhan pribadi, namun kurang peduli dengan penyelesaian tugas dan kontrol sosial. Semangat kelompok tidak terlalu tinggi karena kelompok mendapat sedikit kepuasan dalam menyelesaikan tugas. Bawahan menerima sedikit kepuasan baik mereka melanjutkan tugas atau kebutuhan pribadi, yang pada akhirnya mengakibatkan rendahnya semangat kerja kelompok.
Sekolah dengan iklim tertutup berarti kepala sekolah menekan pekerjaan rutin guru dan karyawan acuh tak acuh dan acuh tak acuh, serta semangat kerja tim yang rendah.
Dimensi Iklim Sekolah
Dimensi ini mengukur sejauh mana keterlibatan pribadi dalam suatu organisasi atau sekolah, seperti direktur, guru, dan siswa, saling mendukung dan membantu serta sejauh mana mereka dapat mengekspresikan kemampuannya secara bebas dan terbuka. Skala pada dimensi ini adalah dukungan, koneksi, penarikan diri, keintiman, keterbukaan, kedekatan dan keterlibatan. Dimensi ini membahas sejauh mana iklim sekolah mendukung harapan, meningkatkan pengendalian, dan merespon perubahan yang terjadi.
Skala iklim sekolah yang termasuk dalam dimensi ini adalah kebebasan staf, partisipasi dalam pengambilan keputusan, tekanan kerja, kejelasan kerja dan pengawasan. Dimensi ini menjelaskan sejauh mana lingkungan fisik seperti sarana, sarana, dan prasarana dapat mendukung harapan dalam melaksanakan tugas. Skala iklim yang termasuk dalam dimensi ini meliputi kelengkapan sarana dan prasarana, kenyamanan dan keselamatan kerja.
Aspek-Aspek Iklim Sekolah
Sistem sosial mencakup hubungan dan interaksi yang terjalin antara seluruh anggota seperti siswa dengan guru, siswa dengan siswa, termasuk juga peraturan-peraturan yang diberlakukan oleh sekolah. Iklim sekolah yang baik tercipta apabila terdapat lingkungan sekolah yang bangunan sekolahnya tertata jelas dan memberikan kenyamanan. Siswa diharapkan dapat mencapai kemajuan belajar yang mendalam, yang ditandai dengan prestasi siswa dan pemberian penghargaan atas tugas yang diselesaikan dengan baik.
Teori Kinerja Guru
- Pengertian Kinerja Guru
- Sumber Penilaian Kinerja Guru
- Penilaian (Evaluation) Kinerja
- Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Guru
Jika kinerja dikaitkan dengan kinerja tenaga kependidikan (guru) atau guru, maka dapat dikatakan bahwa kinerja guru adalah perilaku kerja guru untuk mencapai tujuan pembelajaran, sedangkan hasil yang dicapai menunjukkan keefektifan perilaku. Dalam menilai atau mengukur kinerja guru, terdapat indikator yang dapat dijadikan acuan dalam menentukan hasil kinerja guru. 27 Muh Ahyat, Kinerja Guru Kontrak Proyek Pendidikan Menengah Pertama Kedua (Proyek BEJ II) (Yogyakarta: PPs UNY, 2002), 13.
Bertentangan dengan kedua pendapat tersebut, Martinis Yamin menyatakan bahwa: Guru mempunyai peran manajerial, yang tugasnya merencanakan pembelajaran, merancang pembelajaran, mengelola proses pembelajaran, melaksanakan kegiatan pembelajaran bersama siswa dan memeriksa keterampilan dan prestasi siswa. . informasi yang dikumpulkan dan digunakan untuk mengetahui tingkat kinerja guru (baik atau buruknya kinerja) berkaitan dengan tugasnya sebagai guru dan sebagai administrator, yaitu: kegiatan. Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa indikator variabel kinerja guru adalah kualitas kerja, kecepatan dan ketepatan kerja, inisiatif dalam bekerja, kemampuan kerja dan komunikasi. Selain itu, Martinis Yamin dan Maisah menyatakan bahwa untuk memperoleh tinggi rendahnya skor kinerja guru dapat diperoleh dari sumber evaluasi tenaga kependidikan antara lain: evaluasi diri, evaluasi siswa, evaluasi teman sejawat (evaluasi dengan rekan kerja) dan evaluasi oleh atasan. 32 Sehingga hal ini menjadi acuan peneliti di pagi hari untuk mencari data tentang kinerja guru dalam penelitian ini.
Hasil penilaian kinerja guru digunakan dan dikumpulkan untuk mengetahui tingkat kinerja guru (kinerja baik atau buruk) yang berkaitan dengan tugasnya sebagai guru dan sebagai penyelenggara pelaksana, yaitu: perencanaan, pelaksanaan dan penilaian proses belajar mengajar. . Kinerja guru yang berkualitas dituntut untuk mampu memberikan kontribusi besar terhadap mutu pendidikan di lingkungan sekolah, khususnya dalam hal pembelajaran.
Penelitian Terdahulu
Namun penulis juga memasukkan variabel independen lain dalam penelitiannya yaitu efikasi diri dan iklim sekolah. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang penulis lakukan adalah mengambil variabel independen Iklim Sekolah dan menggunakan teknik korelasi product moment. Bedanya, variabel terikat yang penulis ambil adalah kinerja guru Madrasdah Ibtidaiyyah, dan variabel bebas yang penulis tambahkan adalah Kecerdasan Emosional dan Self-Efficacy.
Penelitian Ela Minchah Laila Alawiyah pada Pelatihan Guru Sekolah Dasar Universitas Muhammadiyah Magelang dengan judul Self Efficacy pada Guru Sekolah Dasar. Berdasarkan penelitian, terdapat 32,5% guru yang memiliki efikasi diri rendah, 47,5% memiliki efikasi diri sedang, dan 20%. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan penulis lakukan adalah sama-sama mengambil Guru Sekolah Dasar sebagai subjek dan Self-Efficacy sebagai variabel yang diteliti.
Kerangka Berfikir
Bedanya, penelitian ini menggunakan metode kualitatif, sedangkan penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan menambahkan beberapa variabel dalam penelitiannya. Pengalaman menguasai sesuatu, vicarious experience, keyakinan sosial serta keadaan fisik dan keadaan emosi dikatakan sebagai faktor yang mempengaruhi self-ability, dalam hal ini guru. Iklim sekolah mempunyai pengaruh yang besar terhadap kinerja karena jika iklim sekolah rendah maka kinerja positif tidak akan tercapai.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa secara simultan kecerdasan emosional dan self-eficacy guru yang tinggi serta didukung dengan iklim sekolah yang baik akan mampu meningkatkan kinerja guru.
Hipotesis Penelitian
Pengaruh Emotional Intelligence (Kecerdasan emosional) terhadap Kinerja Guru di Madrasah
Tinggi rendahnya kinerja guru sangat dipengaruhi oleh tingkat kecerdasan emosional yang dimiliki guru. Hal ini juga sejalan dengan penelitian sebelumnya yang disebutkan di atas bahwa kecerdasan emosional mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja guru. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka hipotesis yang akan dikembangkan adalah mengenai hubungan variabel kecerdasan emosional dengan kinerja guru.
H1 : Kecerdasan emosional berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja guru Madrasah Ibtidaiyyah Negeri Kudus 2. Sebaliknya, dengan adanya efikasi diri guru yang tinggi berarti guru akan yakin mampu merencanakan kegiatan pembelajaran yang inovatif, sehingga siswa juga akan lebih antusias untuk berpartisipasi. Berdasarkan temuan penelitian ini maka hipotesis yang akan dikembangkan adalah mengenai hubungan variabel Self Efficacy dengan kinerja guru.
Pengaruh Iklim Sekolah terhadap Kinerja Guru di Madrasah Ibtidaiyyah Negeri Kudus
Sesuai dengan penelitian Ela Minchah Laila Alawiyah tentang Self-Efficacy pada Guru Sekolah Dasar, berdasarkan penelitian tersebut terdapat 32,5% guru yang memiliki self-eficacy rendah, 47,5% memiliki self-eficacy sedang dan 20%. Oleh karena itu dapat diasumsikan bahwa Self-Efficacy yang rendah memungkinkan guru untuk tidak mengadakan tantangan karena yakin bahwa dirinya tidak akan mampu menyelesaikan tantangan tersebut.