• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peraturan Daerah Kota Sawahlunto Nomor Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Sawahlunto Tahun 2012-2032

N/A
N/A
bidang lingkungan hidup kota sawahlunto

Academic year: 2024

Membagikan "Peraturan Daerah Kota Sawahlunto Nomor Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Sawahlunto Tahun 2012-2032"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR TAHUN 2012

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SAWAHLUNTO TAHUN 2012-2032

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA SAWAHLUNTO,

Menimbang : a. bahwa dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, maka strategi dan ketentuan umum kebijakan struktur dan pola ruang wilayah nasional perlu dijabarkan ke dalam pedoman daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Sawahlunto.

b. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Kota Sawahlunto dengan memanfaatkan ruang wilayah secara serasi, selaras, seimbang, berdaya guna, berhasil guna, berbudaya dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan dan memelihara ketahanan nasional, perlu disusun Rencana Tata Ruang Wilayah Kota;

c. bahwa dalam rangka mewujudkan visi dan misi pemerintahan Kota Sawahlunto dan keterpaduan pembangunan antarsektor, daerah, dan masyarakat, maka Rencana Tata Ruang Wilayah Kota merupakan ketentuan umum dalam pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu yang dilaksanakan secara bersama oleh pemerintah kota, masyarakat dan dunia usaha;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Sawahlunto.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kota Kecil dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 19) jo Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1990 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Sawahlunto, Kabupaten Daerah Tingkat II Sawahlunto/Sijunjung dan Kabupaten Daerah Tingkat II Solok (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3423);

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2013);

(2)

3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);

sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang- undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

6. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

7. Undang-Undang nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959);

8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1990 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Dati II Sawahlunto, Kabupaten Dati II Sawahlunto/Sijunjung dan Kabupaten Dati II Solok (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3423);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160);

13. Peraturan Daerah Kota Sawahlunto Nomor 16 Tahun 2008 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kota Sawahlunto Tahun 2008 Nomor 16);

14. Peraturan Daerah Kota Sawahlunto Nomor 5 Tahun 2009 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan Daerah Kota Sawahlunto (Lembaran Daerah Kota Sawahlunto Tahun 2009 Nomor 5).

(3)

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SAWAHLUNTO DAN

WALIKOTA SAWAHLUNTO

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

BAB I

KETENTUAN UMUM Bagian Kesatu

Pengertian Pasal 1

Dalam peraturan daerah ini yang dimaksud dengan:

1. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat;

2. Pemerintahan daerah adalah penyelenggara urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut azas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas luasnya dengan sistem dan prinsip negara kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

3. Pemerintah Daerah adalah Walikota dan perangkat daerah Pemerintahan Kota Sawahlunto sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah;

4. Provinsi adalah Sumatera Barat;

5. Daerah adalah Kota Sawahlunto;

6. Walikota adalah Walikota Sawahlunto;.

7. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga Perwakilan Rakyat Daerah Kota Sawahlunto sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah;

8. Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang selanjutnya disebut RTRW kota adalah rencana tata ruang yang bersifat umum dari wilayah kota, yang merupakan penjabaran dari RTRW provinsi, dan yang berisi tujuan, kebijakan, strategi penataan ruang wilayah kota, rencana struktur ruang wilayah kota, rencana pola ruang wilayah kota, penetapan kawasan stategis kota, arahan pemanfaatan ruang wilayah kota, dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota;

9. Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disebut RDTR adalah rencana secara terperinci tentang tata ruang untuk rencana tata ruang wilayah kota yang dilengkapi dengan peraturan zonasi kota;

10. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya;

11. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang;

12. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang;

13. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang;

PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SAWAHLUNTO TAHUN 2012-2032

(4)

14. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional;

15. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut sebagai PKW adalah Kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota;

16. Pusat pelayanan kota adalah pusat pelayanan ekonomi, sosial dan/atau administrasi yang melayani seluruh wilayah kota dan/atau regional;

17. Subpusat pelayanan kota adalah pusat pelayanan ekonomi, sosial dan/atau administrasi yang melayani sub wilayah kota;

18. Pusat lingkungan adalah pusat pelayanan ekonomi, sosial dan/atau administrasi lingkungan kota;

19. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya;

20. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan;

21. Kawasan lindung kota adalah kawasan lindung yang secara ekologis merupakan satu ekosistem yang terletak pada wilayah kota, kawasan lindung yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya yang terletak di wilayah kota, dan kawasan- kawasan lindung lain yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan pengelolaannya merupakan kewenangan pemerintah daerah kota;

22. Kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan; kawasan ini meliputi kawasan budi daya kabupaten dan kawasan budi daya kota;

23. Kawasan budi daya adalah kawasan di wilayah kota yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudi dayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan;

24. Kawasan sempadan sungai adalah kawasan yang terletak di bagian kiri dan kanan sungai yang memiliki fungsi utama untuk melindungi sungai tersebut dari berbagai gangguan yang dapat merusak kondisi sungai dan kelestariannya;

25. Prasarana sumber daya air adalah bangunan air beserta bangunan lain yang menunjang kegiatan pengelolaan sumber daya air, baik langsung maupun tidak langsung;

26. Kolam bekas penambangan adalah kolam yang terjadi akibat cekungan-cekungan bekas penambangan yang terisi oleh air permukaan atau air hujan sehingga berubah menjadi genangan- genangan air atau kolam-kolam besar;

27. Kawasan cagar budaya adalah kawasan yang merupakan lokasi bangunan hasil budaya manusia yang bernilai tinggi ataupun bentukan geologi alami yang khas dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan;

28. Kawasan peruntukan pertahanan keamanan adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk kepentingan kegiatan pertahanan keamanan;

29. Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disebut RTH adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam;

(5)

30. Ruang Terbuka Non Hijau yang selanjutnya disebut RTNH adalah ruang terbuka di wilayah perkotaan yang tidak termasuk dalam kategori RTH, berupa lahan yang diperkeras maupun yang berupa badan air;

31. Zona sabuk hijau (green belt) adalah jalur hijau kota yang dikembangkan di sisi terluar dari ruang milik jalan/Daerah Milik Jalan (DAMIJA) pada jalan-jalan utama kota atau di sekililing kawasan tambang;

32. Wilayah sungai yang selanjutnya disebut WS adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 (dua ribu) kilo meter persegi;

33. Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan;

34. Daerah Irigasi yang selanjutnya disebut DI adalah kesatuan lahan yang mendapat air dari satu jaringan irigasi; daerah irigasi secara administratif terbagi atas daerah irigasi kabupaten/ kota (daerah yang mendapatkan air irigasi dari jaringan irigasi yang seluruh bangunan dan saluran serta luasannya berada dalam satu wilayah kabupaten/ kota), daerah irigasi lintas provinsi (daerah yang mendapatkan air irigasi dari jaringan irigasi yang bangunan dan saluran serta luasannya berada di lebih dari satu wilayah provinsi, tetapi masih dalam satu Negara), dan daerah irigasi lintas negara (daerah yang mendapatkan air irigasi dari jaringan irigasi yang bangunan dan saluran serta luasannya berada di lebih dari satu negara) ;

35. Sistem Penyediaan Air Minum yang selanjutnya disebut SPAM merupakan satu kesatuan sistem fisik (teknik) dan non fisik dari prasarana dan sarana air minum;

36. Instalasi Pengolahan Air Limbah yang selanjutnya disebut IPAL merupakan sistem yang berfungsi untuk mengolah air limbah yang dikumpulkan melalui sistem perpipaan;

37. Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja yang selanjutnya disebut IPLT merupakan sistem yang berfungsi untuk mengolah limbah tinja berupa limbah padat dan limbah cair yang dikumpulkan dalam satu bangunan bak/kolam;

38. Sistem pengelolaan air limbah adalah proses pengelolaan air buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik;

39. Tempat Penampungan Sementara yang selanjutnya disebut TPS adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu;

40. Tempat Pengolahan Sampah Terpadu yang selanjutnya disebut TPST adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah;

41. Tempat Pemrosesan Akhir yang selanjutnya disebut TPA adalah tempat untuk memroses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan;

42. Kawasan strategis kota adalah kawasan yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup Kota Sawahlunto terhadap ekonomi, sosial, budaya,

(6)

dan/atau lingkungan, dan pendayagunaan sumber daya alam dan teknologi tinggi;

43. Sistem jaringan jalan merupakan satu kesatuan jaringan jalan yang terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder yang terjalin dalam hubungan hirarki;

44. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel;

45. Jalan arteri adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna;

46. Jalan kolektor adalah jalan umum untuk melayani angkutan pengumpul atau pembagi, berciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi;

47. Jalan lokal adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat, berciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi;

48. Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disebut KDB adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan;

49. Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disebut KLB adalah angka perbandingan jumlah luas seluruh lantai terhadap luas tanah perpetakan/daerah perencanan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan;

50. Koefisien Daerah Hijau yang selanjutnya disebut KDH adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan dan luas tanah perpetakan/daerah perencanan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan;

51. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan nonpemerintah lain dalam penataan ruang;

52. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang; dan

53. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah yang selanjutnya disebut BKPRD adalah badan bersifat sementara/adhoc yang dibentuk mendukung Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan mempunyai fungsi membantu pelaksanaan tugas Walikota dalam koordinasi penataan ruang di daerah;

Bagian Kedua Peran dan Fungsi

Pasal 2

RTRW kota berperan sebagai alat operasionalisasi pelaksanaan pembangunan di daerah.

(7)

Pasal 3 RTRW kota mempunyai fungsi untuk:

a. Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD);

b. Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD);

c. Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang kota;

d. Perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar wilayah serta keserasian antarsektor;

e. Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi yang dilaksanakan pemerintah kota, masyarakat dan swasta;

f. Penataan ruang kawasan strategis kota; dan

g. Penyusunan rencana rinci tata ruang di wilayah kota.

Bagian Ketiga

Ruang Lingkup Pengaturan Paragraf 1

Muatan Pasal 4 RTRW kota memuat:

a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah kota;

b. rencana struktur ruang kota;

c. rencana pola ruang kota;

d. penetapan kawasan strategis kota;

e. arahan pemanfaatan ruang kota; dan

f. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang kota.

Paragraf 2 Wilayah Perencanaan

Pasal 5

(1) Wilayah perencanaan RTRW meliputi seluruh wilayah administrasi daerah dengan total luas wilayah kurang lebih 27.345 ha (dua puluh tujuh ribu tiga ratus empat puluh lima hektar).

(2) Wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 4 (empat) kecamatan meliputi:

a. Kecamatan Lembah Segar;

b. Kecamatan Barangin;

c. Kecamatan Talawi; dan d. Kecamatan Silungkang.

(3) Batas wilayah perencanaan RTRW meliputi:

a. sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Tanah Datar;

b. sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Solok;

c. sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Sijunjung; dan d. sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Solok.

(8)

BAB II

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI Pasal 6

Penataan ruang wilayah bertujuan untuk melestarikan kota pusaka dan mewujudkan kota wisata yang berbasis kegiatan kepariwisataan, pertambangan, pertanian dan industri kecil dengan didukung oleh sumber daya manusia, infrastruktur yang handal dan pemanfaatan ruang yang berwawasan lingkungan

Pasal 7 Kebijakan penataan ruang kota meliputi:

a. Kebijakan pengembangan struktur ruang kota;

b. Kebijakan pengembangan pola ruang kota; dan c. Kebijakan kawasan strategis kota.

Pasal 8

(1) Kebijakan pengembangan struktur ruang kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a meliputi:

a. pengembangan pusat-pusat pelayanan regional untuk menunjang daerah sebagai kota wisata dan PKW;

b. pengembangan pusat-pusat kegiatan pelayanan perkotaan sebagai satu kesatuan sistem secara terpadu, berhirarki, dan saling berhubungan untuk mendukung fungsi-fungsi kegiatan kota; dan

c. pengembangan sistem jaringan prasarana wilayah, yang meliputi sistem jaringan transportasi, jaringan energi, jaringan telekomunikasi, infrastruktur perkotaan, dan sistem jaringan sumber daya air.

(2) Strategi pengembangan pusat-pusat pelayanan regional untuk menunjang daerah sebagai kota wisata dan PKW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. mengembangkan pusat-pusat kegiatan wisata berskala regional;

b. mengembangkan prasarana rumah sakit dan terminal yang sesuai dengan kriteria PKW;

c. mengembangkan pasar regional atau terminal agrobisnis;

d. meningkatkan akses jalan keluar-masuk ke kabupaten atau kota sekitar; dan

e. meningkatan kapasitas pembangkit listrik tenaga uap.

(3) Strategi pengembangan pusat-pusat kegiatan pelayanan perkotaan sebagai satu kesatuan sistem secara terpadu, berhirarki, dan saling berhubungan untuk mendukung fungsi-fungsi kegiatan kota.

(4) Strategi pengembangan sistem jaringan prasarana wilayah, yang meliputi sistem jaringan transportasi, jaringan energi, jaringan telekomunikasi, infrastruktur perkotaan, dan sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:

a. mengembangkan jaringan kolektor primer, kolektor sekunder, dan jalan lokal;

b. mengembangkan terminal yang terintegrasi dan berhirarkhi;

c. mengembangkan dan pemanfaatan jalur kereta api untuk pelayanan angkutan barang, orang dan wisata berbasis kereta api;

(9)

d. meningkatkan penyediaan prasarana dan sarana jalur pejalan kaki yang terintegrasi dengan jalur evakuasi bencana;

e. menyediaan dan pengaturan prasarana dan sarana parkir;

f. melayani pengolahan limbah rumah tangga di kawasan perumahan dengan tingkat kepadatan rendah dan sedang dengan sistem setempat dan kawasan kepadatan tinggi dengan sistem terpusat;

g. mengurangi volume sampah yang akan dibuang ke TPA dengan metodereduce, reuse,danrecycle;

h. meningkatkan kualitas dan kuantitas prasarana dan sarana pengelolaan sampah; dan

i. mengefektifkan pemanfaatan dan meningkatkan sistem pengolahan TPA dengan metodasanitary landfill.

Pasal 9

Kebijakan untuk pengembangan pola ruang kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b meliputi:

a. Kebijakan pengembangan kawasan lindung; dan b. Kebijakan pengembangan kawasan budi daya.

Pasal 10

(1) Kebijakan pengembangan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a meliputi:

a. pelestarian, perlindungan, rehabilitasi, pengelolaan dan pengendalian kawasan lindung untuk mewujudkan pemanfaatan ruang yang berwawasan lingkungan; dan

b. pengembangan RTH kota untuk menunjang fungsi lindung.

(2) Strategi pelestarian, perlindungan, rehabilitasi, pengelolaan dan pengendalian kawasan lindung untuk mewujudkan pemanfaatan ruang yang berwawasan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. menetapkan batas-batas kawasan lindung;

b. melestarikan hutan, taman kota, sempadan sungai, dan sekitar mata air;

c. melakukan konservasi di daerah rawan bencana longsor di 4 (empat) kecamatan dengan reboisasi, konservasi tanah dan air, serta upaya rehabilitasi;

d. mengelola hutan lindung, sempadan sungai, sekitar mata air, dan taman kota; dan

e. mengendalikan kawasan lindung dari kegiatan alih fungsi lahan.

(3) Strategi pengembangan RTH kota untuk menunjang fungsi lindung dan wisata kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. membangun kawasan yang potensial sebagai jalur hijau pengaman prasarana dalam bentuk garis sempadan sungai dan jalur rel kereta api; dan

b. membuat RTH kota meliputi hutan kota, jalur hijau kota, taman kota, taman lingkungan, kawasan sabuk hijau (green belt) dan lain-lain, untuk memenuhi proporsi RTH 30 % (tiga puluh persen) dari luas kota.

(10)

Pasal 11

(1) Kebijakan pengembangan kawasan budi daya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b meliputi:

a. pengembangan kegiatan budi daya secara seimbang dan serasi sesuai potensi dan daya dukung wilayah, dengan menekankan pada pengembangan wisata berbasis pada sektor atau subsektor unggulan yaitu pertambangan, pariwisata, perkebunan, kehutanan, industri serta perdagangan dan jasa;

b. pengendalian perkembangan kegiatan budi daya agar sesuai fungsi dan tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan;

c. pengelolaan kawasan kehutanan, pertanian dan perkebunan agar dapat berfungsi sebagai resapan air dan RTH kota;

d. pengembangan kawasan perumahan yang layak huni;

e. pengembangan kawasan pusat pemerintahan yang memadai dan berwawasan lingkungan;

f. pengembangan fasilitas pelayanan umum yang memadai sesuai dengan tingkat perkembangan kota;

g. perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antar kegiatan budi daya; dan

h. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara.

(2) Strategi pengembangan kegiatan budi daya secara seimbang dan serasi sesuai potensi dan daya dukung wilayah, dengan menekankan pada pengembangan wisata berbasis pada sektor atau subsektor unggulan yaitu pertambangan, pariwisata, perkebunan, kehutanan, industri serta perdagangan dan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. mengembangkan sektor pertambangan dengan menetapkan kawasan pertambangan yang memperhatikan kelayakan berdasarkan daya dukung lingkungan dan merehabilitasi kawasan lahan bekas tambang untuk kegiatan pariwisata, perikanan, dan RTH;

b. mengembangkan sektor industri dengan mengembangkan kawasan sentra industri kecil dan menengah berbasis sumber daya alam di setiap subpusat kota dan mengembangkan pusat pemasaran produksi industri kecil berupa tenun, kerajinan, cinderamata, dan makanan di pusat kegiatan wisata;

c. mengembangakan sektor pariwisata dengan mengembangkan obyek wisata alam, wisata sejarah, wisata budaya, tempat rekreasi, dan agrowisata;

d. mengembangkan sektor perdagangan dengan memantapkan fungsi pasar yang telah ada dan menyediakan infrastruktur pendukung kegiatan pasar;

e. mengembangkan sektor kehutanan dan perkebunan dengan mengembangkan perkebunan rakyat berorentasi pada agrobisnis dan agrowisata; dan

f. merehabilitasi dan mengelola hutan produksi dengan penanaman tanaman yang memiliki ekonomi tinggi, memiliki kemampuan meresapkan air, dan mencegah bencana longsor.

(11)

(3) Strategi pengendalian perkembangan kegiatan budi daya agar sesuai fungsi dan tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. menetapkan ketentuan-ketentuan peraturan zonasi pada masing-masing kawasan budi daya sesuai dengan karakteristiknya;

b. mitigasi bencana dengan membatasi perkembangan kegiatan budi daya terbangun di kawasan rawan bencana untuk meminimalkan potensi kejadian bencana dan potensi kerugian akibat bencana;

c. mengoptimalkan pemanfaatan ruang secara kompak di kawasan perkotaan;

d. membatasi perkembangan kawasan terbangun di kawasan tangkapan air untuk mempertahankan ketersediaan sumber air;

e. mengendalikan pemanfaatan di kawasan budi daya melalui mekanisme perizinan;

f. memberikan insentif bagi kegiatan yang sesuai dengan fungsi dan disinsentif bagi kegiatan yang mengakibatkan gangguan bagi fungsi utamanya; dan

g. melakukan penertiban bagi kegiatan-kegiatan yang tidak sesuai fungsi.

(4) Strategi pengelolaan kawasan kehutanan, pertanian dan perkebunan agar dapat berfungsi sebagai resapan air dan RTH kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi mempertahankan fungsi, menata, mengendalikan alih fungsi kegiatan hutan produksi, pertanian dan perkebunan sebagai kawasan resapan air dan RTH kota.

(5) Strategi pengembangan kawasan perumahan yang layak huni sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:

a. mencadangkan dan meningkatkan persediaan lahan kota bagi pengembangan kawasan perumahan;

b. mengembangkan kawasan siap bangun (Kasiba) dan lingkungan siap bangun (Lisiba) untuk perumahan;

c. menyediakan lahan untuk rumah susun; dan

d. meningkatkan prasarana permukiman yang berkualitas.

(6) Strategi pengembangan kawasan pusat pemerintahan yang memadai dan berwawasan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi:

a. menyediakan lahan untuk pengembangan kawasan pusat pemerintahan pengembangan infrastruktur untuk mendukung pengembangan pusat pemerintahan secara bertahap; dan

b. membangun prasarana dan sarana

(7) Strategi pengembangan fasilitas pelayanan umum yang memadai sesuai dengan tingkat perkembangan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f meliputi:

a. mencadangkan dan meningkatkan persediaan lahan kota melalui penyerahan sebagian dari setiap kawasan yang dikembangkan oleh pengembang kepada pemerintah kota untuk dijadikan areal pelayanan umum; dan

(12)

b. mengembangkan dan membangun fasilitas umum sesuai dengan kebutuhan pelayanan di setiap subpusat kota dan di pusat lingkungan.

(8) Strategi perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antar kegiatan budi daya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g meliputi:

a. menetapkan kawasan budi daya dan memanfaatkan sumber daya alam di ruang darat, ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi secara sinergis melalui mekanisme perijinan yang tepat untuk mewujudkan keseimbangan pengembangan kota; dan

b. mengembangkan kegiatan budi daya untuk menarik investasi dan menunjang pengembangan sumber daya manusia, lingkungan, aspek politik, pertahanan dan keamanan negara, sosial budaya serta ilmu pengetahuan dan teknologi.

(9) Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h meliputi:

a. mendukung penetapan kawasan peruntukan pertahanan dan kemanan negara;

b. mengembangkan budi daya secara selektif di dalam dan di sekitar kawasan pertahanan dan kemanan negara untuk menjaga fungsi pertahanan dan keamanan negara;

c. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budi daya tidak terbangun di sekitar kawasan pertahanan dan keamanan negara sebagai zona penyangga yang memisahkan kawasan tersebut dengan kawasan budi daya terbangun; dan d. turut serta menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan/

Tentara Nasional Indonesia.

Pasal 12

(1) Kebijakan untuk pengembangan kawasan strategis kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c meliputi:

a. pengembangan kawasan perdagangan regional dan terminal terpadu dalam rangka mendukung fungsi daerah sebagai PKW;

b. perlindungan terhadap kota pusaka dalam rangka konservasi warisan budaya;

c. pengembangan pusat pemerintahan kota dalam rangka peningkatan pelayanan pemerintahan kota dan sebagai pusat pertumbuhan baru di bagian Utara; dan

d. pengembangan wisata tambang guna merehabilitasi kawasan bekas tambang, pelestarian dan peningkatan daya dukung lingkungan hidup dan peningkatan pertumbuhan ekonomi kota.

(2) Strategi pengembangan kawasan perdagangan regional dan terminal terpadu dalam rangka mendukung fungsi daerah sebagai PKW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. mengembangkan kawasan ekonomi regional terpadu; dan b. mengembangkan terminal penumpang dan terminal barang

yang terpadu dengan pengembangan stasiun kereta api.

(3) Strategi perlindungan terhadap kota pusaka dalam rangka konservasi warisan budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

(13)

a. menetapkan dan memantapkan fungsi kawasan cagar budaya;

b. mengkonservasi dan merehabilitasi kawasan cagar budaya;

c. memberikan insentif bangunan tua, bangunan bernilai sejarah dan/atau bernilai arsitektur tinggi; dan

d. meningkatkan fungsi bangunan tua, bangunan bernilai sejarah dan/atau bernilai arsitektur tinggi, serta potensi sosial budaya masyarakat yang memiliki nilai sejarah sebagai objek wisata budaya.

(4) Strategi pengembangan pusat pemerintahan kota dalam rangka untuk peningkatan pelayanan pemerintahan kota dan sebagai pusat pertumbuhan baru di bagian Utara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:

a. mengalokasikan lahan untuk pembangunan kawasan pusat pemerintahan dan kegiatan pendukungnya;

b. membangun kawasan pusat pemerintahan sebagai pusat pelayanan pemerintahan dan pelayanan sosial ekonomi masyarakat kota;

c. membangun infrastruktur pendukung kawasan pusat pemerintahan dan sekitarnya untuk menarik perkembangan kegiatan kota dan sekitarnya.

(5) Strategi pengembangan kawasan wisata dalam rangka rehabilitasi kawasan bekas tambang, pelestarian dan peningkatan daya dukung lingkungan hidup dan peningkatan pertumbuhan ekonomi kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:

a. melakukan rehabilitas kawasan bekas tambang;

b. melakukan konservasi terhadap kolam-kolam bekas penambangan;

c. mendorong pembangunan hutan kota dan taman buah; dan d. mendorong pembangunan kawasan wisata sebagai pendorong

pertumbuhan ekonomi kota.

BAB III

RENCANA STRUKTUR RUANG Paragraf 1

Umum Pasal 13 (1) Rencana struktur ruang kota meliputi:

a. rencana sistem pusat pelayanan kota; dan b. rencana sistem jaringan prasarana kota.

(2) Rencana struktur ruang kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan pada Peta Rencana Struktur Ruang dengan tingkat ketelitian 1:25.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan daerah ini.

(14)

Paragraf 2

Sistem Pusat Pelayanan Kota Pasal 14

(1) Rencana sistem pusat pelayanan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a meliputi:

a. pusat pelayanan kota;

b. subpusat pelayanan kota; dan c. pusat lingkungan.

(2) Pusat pelayanan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, merupakan pusat pelayanan yang jangkauan pelayanannya meliputi seluruh wilayah kota dan/atau regional, meliputi:

a. Kawasan pariwisata diutamakan di Kandih dan Kota Lama b. Kawasan perdagangan dan jasa regional di Muara Kalaban c. Kawasan Pusat Pemerintahan dikembangkan di Kolok dan

Sijantang

(3) Subpusat pelayanan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan di setiap ibukota kecamatan.

(4) Pusat lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditetapkan di setiap pusat pemerintahan kelurahan dan desa.

(5) Setiap subpusat pelayanan kota di daerah akan diatur lebih teknis dengan RDTR yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan sejak penetapan RTRW ini.

Pasal 15

(1) Sistem jaringan prasarana utama kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b meliputi:

a. sistem prasarana utama; dan b. sistem prasarana lainnya.

(2) Sistem prasarana utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi sistem jaringan transportasi darat yang terdiri dari sistem jaringan jalan dan sistem jaringan perkeretaapian.

(3) Sistem prasarana lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. sistem jaringan energi/kelistrikan;

b. sistem jaringan telekomunikasi;

c. sistem jaringan sumber daya air; dan d. sistem infrastruktur perkotaan.

Pasal 16

(1) Sistem jaringan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) meliputi:

a. jaringan jalan;

b. jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan; dan c. jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan

(2) Rencana sistem jaringan transportasi dijelaskan lebih rinci dalam Peta Rencana Sistem Jaringan Transportasi skala 1:25.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

(15)

Pasal 17

(1) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a terdiri atas:

a. jaringan jalan arteri primer;

b. jaringan jalan kolektor primer;

c. jaringan jalan kolektor sekunder; dan d. jaringan jalan lokal.

(2) Jaringan jalan arteri primer sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu Ruas jalan Muara Kalaban - Sawahlunto.

Sawahlunto – Guguk Cino. Muara Kalaban - Tanah Badantung Muara Kalaban - Batas Kota Solok

(3) Jaringan jalan kolektor primer sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf b, menghubungkan Kota Sawahlunto dengan kabupaten/kota sekitar terdiri atas:

a. Guguk Cino – Batas Kota Sawahlunto b. Simpang Napar - Bukit Bual Kab.Sijunjung c. BIPP - Rawang Pasilihan Kabupaten Solok d. Guguk Bungo - Sibarambang Kabupaten Solok

e. Dusun Koto – Talago Gunung – Sibarambang Kabupaten Solok.

f. Kumanih Ateh – Atar Kabupaten Tanah Datar

g. Puncak Polan- Padang Sibusuk Kabupaten Sijunjung

(4) Jaringan jalan kolektor sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, menghubungkan antar kecamatan di dalam wilayah Kota Sawahlunto meliputi:

a. jalan lingkar Barat meliputi ruas Mesjid Syuhada-Air Dingin- Cemara- Air Dingin, Cemara-Kayu Gadang;

b. jalan lingkar Timur dalam meliputi ruas Sikabu-Mudik Air- Pondok Batu-Kelok Cendol; dan

c. jalan lingkar Timur luar meliputi ruas Simpang Kubang- Lunto-Lumindai-Balai Batu Sandaran, Sapan-Ketaping

(5) Jaringan jalan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, menghubungkan subpusat pelayanan dengan seluruh desa dan/atau kelurahan di dalam kota.

Pasal 18

(1) Jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b meliputi terminal penumpang dan terminal barang.

(2) Terminal penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. terminal Tipe B seluas kurang lebih 3 (tiga) hektar terletak di Muara Kalaban, Kecamatan Silungkang; dan

b. terminal Tipe C ditetapkan di Desa Talawi Hilir, Kecamatan Talawi.

(3) Terminal barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan di Desa Sijantang Koto Kecamatan Talawi dan Desa Muara Kalaban, Kecamatan Silungkang.

(16)

Pasal 19

(1) Jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c berupa rencana pengembangan trayek angkutan umum yang melayani kegiatan pada pusat kota, subpusat pelayanan kota, dan pusat lingkungan.

(2) Rencana trayek angkutan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. Kota Lama-Sapan-Santur-Kolok-Talawi;

b. Kota Lama-Sikalang-Talawi;

c. Kota Lama -Santur-Kandih-Talawi;

d. Kota Lama –Muaro Kalaban-Silungkang;

e. Kota Lama -Kubang-Lunto-Lumindai;

f. Sapan-Kajai-Lumindai;

g. Talawi-Kumbayau-Tumpuk Tangah; dan Batu Tanjung- Sijantang

h. Talawi-Bukit Gadang-Kumbayau.

Pasal 20

(1) Sistem jaringan perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) meliputi:

a. jaringan jalur kereta api; dan

b. prasarana perkeretaapian berupa stasiun kereta api.

(2) Jaringan jalur kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. pembangunan dan pengoperasian kereta api antar kota dalam provinsi di koridor Teluk Bayur, Padang-Solok- Sawahlunto-Sijunjung-Dharmasraya;

b. pembangunan jalurshort cut Padang-Solok-Sawahlunto, yang merupakan bagian dari rencana pembangunan jaringan Kereta Api Trans Sumatera (Connecting Trans Sumatera Railway); dan

c. pengembangan fungsi rel kereta api wisata dengan memanfaatkan jaringan jalan kereta api yang telah ada meliputi Bukittinggi-Padang Panjang-Solok-Silungkang- Muara Kalaban Stasiun Kota Sawahlunto.

(3) Prasarana perkeretaapian berupa stasiun kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi Stasiun Kota Sawahlunto, Stasiun Muara Kalaban, dan Stasiun Silungkang.

Pasal 21

(1) Sistem jaringan energi/kelistrikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) huruf a meliputi:

a. pembangkit listrik; dan b. jaringan transmisi listrik.

(2) Pembangkit listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang berlokasi di Sijantang, Kecamatan Talawi.

(3) Jaringan transmisi listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. gardu induk ditetapkan di Kecamatan Talawi;

(17)

b. jaringan transmisi Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) ditetapkan di Desa Salak-Kelurahan Lubang Panjang- Kelurahan Saringan;

c. jaringan transmisi Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) di Kecamatan Talawi dan Kecamatan Barangin.

(4) Rencana sistem jaringan energi/kelistrikan dijelaskan lebih rinci dalam Peta Sistem Jaringan Energi/Kelistrikan dengan tingkat ketelitian 1:25.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 22

(1) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) huruf b meliputi:

a. jaringan tetap yang meliputi jaringan tetap lokal, sambungan langsung jarak jauh, sambungan Internasional dan tertutup;

b. jaringan bergerak meliputi jaringan bergerak terestrial dan seluler.

(2) Jaringan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan secara terpisah untuk tiap kawasan.

(3) Jaringan bergerak teresterial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang meliputi radio tracking dan radio panggil untuk umum akan ditetapkan lebih lanjut oleh penyelenggara telekomunikasi.

(4) Jaringan bergerak seluler sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang meliputi menara bersama telekomunikasi ditetapkan lebih lanjut oleh penyelenggara telekomunikasi dengan memperhatikan efisiensi pelayanan, keamanan dan kenyamanan lingkungan sekitarnya.

(5) Penambahan dan pembangunan sentral telepon baru dan membangun Base Transmiter System (BTS) atau menara bersama ditetapkan di Kecamatan Barangin, Kecamatan Talawi dan Kecamatan Lembah Segar.

(6) Rencana sistem jaringan telekomunikasi wilayah dijelaskan lebih rinci dalam Peta Rencana Sistem Jaringan Telekomunikasi Wilayah dengan tingkat ketelitian 1:25.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan daerah ini.

Pasal 23

(1) Rencana sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) huruf c meliputi:

a. sistem jaringan sumber daya air, lintas provinsi, dan lintas kabupaten kota yang berada pada wilayah kota bersangkutan;

b. wilayah sungai (WS) c. sistem jaringan irigasi

d. sistem jaringan air baku untuk air minum; dan e. sistem pengendalian banjir.

(2) Rencana sistem jaringan sumber daya air dijelaskan lebih rinci dalam Peta Rencana Sistem Jaringan Sumber Daya Air dengan tingkat ketelitian 1:25.000 sebagaimana tercantum dalam

(18)

Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 24

(1) Sistem jaringan sumber daya air lintas kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a adalah Wilayah Sungai Indragiri yang merupakan Wilayah Strategis Nasional.

(2) Wilayah Sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf b meliputi sungai, dan embung.

(3) Sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:

a. Sungai Batang Ombilin;

b. Sungai Batang Lasi;

c. Sungai Batang Lunto;

d. Sungai Batang Sumpahan; dan e. Sungai Batang Malakutan;

(4) Embung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan di Kecamatan Talawi, Kecamatan Barangin, dan Kecamatan Lembah Segar.

Pasal 25

(1) Jaringan irigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c meliputi Daerah Irigasi (DI) dan embung dikembangkan dan diarahkan untuk peningkatan produksi pertanian.

(2) Daerah Irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi DI yang tersebar di kecamatan Talawi, Kecamatan Barangin, Kecamatan Lembah Segar dan Kecamatan Silungkang.

(3) Jaringan irigasi dijelaskan lebih rinci dalam Tabel Layanan Irigasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 26

Sistem jaringan air baku untuk air minum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf d menggunakan sistem air permukaan meliputi:

a. Sungai Batang Ombilin;

b. Sungai Batang Lunto;

c. Sungai Batang Sumpahan;

d. Sungai Batang Malakutan;

e. Mata air Kajai; dan f. Mata Air Sikabu.

g. Mata air Rantih

Pasal 27

(1) Sistem pengendalian banjir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf e bertujuan untuk mengendalikan daya rusak air meliputi:

a. kolam retensi;

(19)

b. sungai; dan c. pintu air.

(2) Kolam retensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yaitu kolam bekas penambangan Tandikek, kolam bekas penambangan Kandih, kolam bekas penambangan Tamatsu dan kolam bekas penambangan Tanah Hitam.

(3) Sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi Batang Lasi, Batang Ombilin, Batang Lunto, Batang Sumpahan, dan Batang Malakutan.

(4) Pintu air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:

a. Pintu air Sawah Dilie, Koto Tingga, Ngungun, Sungai Bae, Koto Tingga, Sawah Rumbio di Kecamatan Silungkang;

b. Pintu air Sawah Jambak, Durian Gampu, Sibolin, Banda Panjang, Simotang Hilir di Kecamatan Lembah Segar;

c. Pintu air Lubuk Sungkai, Lb. Sawah Gadang, Batang Mindai, Koto Tingga, Sawah Banyak, Sawah Laweh Hilir, Sawah Laweh, Tanah Taban, Sawah Panjang, Kaluka Sawah Lurah, Sawah Laweh II, Subangko, Batu Bajuo, Tapian, Singkarewang di Kecamatan Barangin; dan

d. Pintu air Kemaung, Data Rambutan, Batang Kumanih, Limau Sundai, Lubuk Landai, Sawah Dilie/Kandih, Batu Hampar, Sawah Tangah di Kecamatan Talawi.

Paragraf 3

Infrastruktur Perkotaan Pasal 28

Sistem jaringan infrastruktur perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) huruf d meliputi:

a. Sistem penyediaan air minum;

b. Sistem pengelolaan air limbah;

c. Sistem persampahan;

d. Sistem drainase;

e. Penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan jalan pejalan kaki;

f. Jalur evakuasi bencana; dan g. Sistem proteksi kebakaran.

Pasal 29

(1) Sistem penyediaan air minum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a meliputi jaringan perpipaan dan/atau bukan jaringan perpipaan.

(2) Jaringan perpipaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi unit air baku, unit produksi, unit distribusi, unit pelayanan, dan unit pengelolaan dengan kapasitas distribusi diharapkan sebesar 120 (seratus dua puluh) liter/orang/hari ditetapkan di Kecamatan Silungkang, Kecamatan Lembah Segar, Kecamatan Barangin dan Kecamatan Talawi.

(3) Jaringan bukan perpipaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi sumur dangkal, sumur pompa tangan, bak penampungan air hujan, terminal air, mobil tangki air, ditetapkan di setiap desa

(20)

di Kecamatan Silungkang, Kecamatan lembah Segar, Kecamatan Barangin dan Kecamatan Talawi; dan

(4) Perlindungan air baku dilakukan melalui keterpaduan pengaturan pengembangan SPAM dan sarana prasarana sanitasi.

(5) Skala Prioritas pengembangan SPAM dikembangkan di kawasan strategis kota.

(6) Pengembangan SPAM di kawasan strategis dapat melibatkan swasta.

Pasal 30

(1) Sistem pengelolaan air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf b meliputi:

a. air limbah domestik;

b. air limbah industri; dan

c. air limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3).

(2) Sistem pengelolaan air limbah domestik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:

a. sistem pengelolaan air limbah setempat dilakukan secara individual (septic tank) pada kawasan-kawasan yang belum memiliki sistem terpusat.

b. sistem pengelolaan air limbah terpusat dilakukan secara kolektif melalui jaringan pengumpul dan diolah serta dibuang secara terpusat untuk rencana kawasan pusat pemerintahan di Kolok, kawasan pariwisata Kandih, kawasan perdagangan dan jasa, kawasan perumahan dan kawasan permukiman padat.

c. IPAL terpusat diarahkan lokasinya di Kecamatan Barangin.

(3) Sistem pengelolaan limbah industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan sistem pengolahan air limbah setempat.

(4) Sistem pengolahan air limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan secara tersendiri oleh pihak penghasil limbah B3 dan diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 31

(1) Sistem persampahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf c terdiri atas:

a. TPS;

b. TPST; dan c. TPA.

(2) TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan di setiap desa dan/atau kelurahan.

(3) TPST sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan di setiap kecamatan.

(4) TPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditetapkan di TPA Kayu Gadang Kecamatan Barangin.

(21)

Pasal 32

(1) Sistem drainase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf d meliputi jaringan drainase primer dan sekunder.

(2) Jaringan drainase primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian dari sistem pengendalian banjir di DAS Indragiri meliputi :

a. Sungai Batang Lasi;

b. Sungai Batang Ombilin;

c. Sungai Batang Lunto;

d. Sungai Batang Sumpahan; dan e. Sungai Batang Malakutan.

(3) Jaringan drainase sekunder ditetapkan dengan menggunakan pendekatan sub-DAS meliputi :

a. Sungai Selo;

b. Sungai Singkarewang;

c. Sungai Sawah Banyak;

d. Sungai Tambilik;

e. Sungai Rantih;

f. Sungai Parambahan;

g. Sungai Batang Kumanis;

h. Sungai Batang Mindai;

i. Sungai Dili;

j. Sungai Batu Bage;

k. Sungai Batang Piruko;

l. Sungai Agong Gadang; dan m. Anak-anak sungai lainnya

Pasal 33

(1) Penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan jalan pejalan kaki sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf e ditetapkan di sepanjang jalan arteri primer, kolektor primer dan di Kawasan Kota Lama, pusat pemerintahan di Kawasan Kolok, Kecamatan Barangin, Kawasan Pariwisata Kandih, rencana pengembangan kawasan perdagangan regional Desa Muara Kalaban, Kecamatan Silungkang dan di sentra industri kecil di Kecamatan Silungkang.

(2) Penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan jalan pejalan kaki dijelaskan lebih rinci dalam Peta Jalur Pejalan Kaki Kota Sawahlunto dengan tingkat ketelitian 1:25.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 34

(1) Jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf f meliputi jalur penyelamatan (escape way) dan tempat berkumpul (meeting point) baik dalam skala kota, kawasan, maupun lingkungan.

(22)

(2) Jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf f meliputi jalur evakuasi untuk tanah longsor, jalur patahan dan sesar.

(3) Jalur penyelamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan:

a. ruas Jalan Lumindai-Lunto-Simpang Kubang-Jalan Kolektor Primer-Lapangan Sepakbola Ombilin.

b. ruas Jalan Ketaping-Guguk Balang-Jalan Kolektor Primer- Lapangan Segitiga.

c. ruas Jalan Tumpuk Tangah-Pasar Talawi-Sijantang-Jalan Kolektor Primer-Kandih.

(4) Tempat berkumpul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan di lapangan segitiga, Stadion Kota Sawahlunto, dan di kawasan wisata Kandih.

(5) Arahan relokasi kawasan rawan sesar dialokasikan di Kayu Gadang Desa Santur dan Kawasan Kandih.

(6) Jalur evakuasi bencana dijelaskan lebih rinci dalam Peta Jalur Evakuasi Kota Sawahlunto dengan tingkat ketelitian 1:25.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 35

(1) Sistem proteksi kebakaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf g meliputi:

a. pencegahan kebakaran;

b. pemberdayaan peran masyarakat;

c. pemadam kebakaran; dan

d. penyelamatan jiwa dan harta benda.

(2) Sistem proteksi kebakaran kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijelaskan lebih rinci dalam Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK) yang akan ditetapkan melalui Peraturan Walikota.

BAB IV

RENCANA POLA RUANG KOTA Pasal 36

(1) Rencana pola ruang kota meliputi:

a. kawasan lindung; dan b. kawasan budi daya.

(2) Rencana pola ruang kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam Peta Pola Ruang Wilayah dengan skala peta 1:25.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 37

Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf a terdiri atas:

a. hutan lindung;

b. kawasan perlindungan setempat;

(23)

c. RTH;

d. kawasan cagar budaya; dan

e. kawasan rawan bencana alam yang meliputi kawasan rawan tanah longsor.

Pasal 38

Hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf a terdapat di Kecamatan Lembah Segar dan Kecamatan Silungkang dengan luas kurang lebih 88,31 (delapan puluh delapan koma tiga satu) hektar.

Pasal 39

(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf b meliputi sempadan sungai, dan kawasan sekitar mata air.

(2) Kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan di:

a. Sungai Batang Ombilin, yang mengalir dari Utara ke Selatan dari Desa Talawi Mudik ke Desa Rantih Kecamatan Talawi;

b. Sungai Batang Malakutan yang berhulu di Desa Siberambang, Kecamatan X Koto, Kabupaten Solok ke Timur melewati Desa Kolok Mudiak dan Desa Kolok nan Tuo, Kecamatan Barangin dan bermuara di Sungai Batang Ombilin;

c. Sungai Batang Lunto yang berhulu di Desa Lumindai, Kecamatan Barangin dan mengalir dari arah Barat menuju Timur dan membelah Kota Sawahlunto, Kecamatan Lembah Segar dan bermuara di Sungai Batang Ombilin;

d. Sungai Batang Sumpahan yang berhulu di Desa Kubang Utara Sikabu, Kecamatan Lembah Segar kemudian bertemu dengan Batang Lunto dan akhirnya bermuara di Sungai Batang Ombilin; dan

e. Sungai Batang Lasi berhulu di Kecamatan IX Koto Sungai Lasi, Kabupaten Solok yang mengalir menyusuri jalan arteri primer dari Solok-Muara Kalaban-Sijunjung.

(3) Kawasan sekitar mata air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebar di beberapa kelurahan dan desa meliputi:

a. Balai Batu Sandaran;

b. Lumindai;

c. Taratak Bancah;

d. Kubang Tangah;

e. Pasar Kubang;

f. Air Dingin;

g. Aur Mulyo;

h. Batu Tanjung;

i. Muaro Kalaban;

j. Tumpuk Tangah;

k. Talago Gunung; dan l. Silungkang Oso.

(24)

Pasal 40

(1) Kawasan RTH kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf c meliputi RTH Privat dan RTH publik.

(2) Kawasan RTH privat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi kebun atau halaman rumah dan/ atau gedung milik masyarakat dan/ atau swasta yang ditanami tumbuhan.

(3) Kawasan RTH publik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi taman Rukun Tetangga (RT), taman Rukun Warga (RW), taman lingkungan, taman kota, hutan kota, jalur hijau kota, kawasan sabuk hijau (green belt) dan RTH lainnya dengan luas kurang lebih 8.456,59 (delapan ribu empat ratus lima puluh enam koma lima sembilan) hektar atau kurang lebih 30,93 (tiga puluh koma sembilan tiga) persen.

(4) Taman RT sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan luas paling sedikit kurang lebih 250 (dua ratus lima puluh) meter persegi berada pada radius kurang lebih 300 (tiga ratus) meter dari rumah penduduk yang dilayani.

(5) Taman RW sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan luas paling sedikit 1.250 (seribu dua ratus lima puluh) meter persegi berada pada radius kurang lebih 1.000 (seribu) meter dari rumah penduduk yang dilayani.

(6) Taman lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pengembangannya ditetapkan di pusat kelurahan, pusat desa dan kawasan perumahan.

(7) Taman kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pengembangannya ditetapkan di pusat pemerintahan kota di Kolok dan di subpusat pelayanan kota.

(8) Hutan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pengembangannya ditetapkan di Kandih dan di daerah rawan bencana longsor.

(9) Jalur hijau kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pengembangannya ditetapkan di sempadan sungai, sempadan kolam bekas penambangan, sempadan rel kereta api, bahu dan median jalan, pada kawasan perdagangan dan jasa, kawasan perkantoran, kawasan pariwisata dan rekreasi, kawasan pendidikan, dan kawasan perumahan.

(10) Kawasan sabuk hijau (green belt) sebagaimana dimaksud pada ayat (3), merupakan jalur hijau kota yang dikembangkan secara khusus di:

a. sisi terluar dari Ruang Milik Jalan (Rumija) jalan arteri dan jalan kolektor;

b. sekeliling kawasan pertambangan; dan c. sekeliling TPST dan TPA.

(11) RTH lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa Tempat Pemakaman Umum (TPU) meliputi:

a. TPU yang telah ada; dan

b. tempat pemakaman di lokasi yang penataan lingkungannya lebih lanjut diatur dengan peraturan walikota.

Pasal 41

(1) Kawasan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf d ditetapkan di Kawasan Kota Lama, Kecamatan Lembah Segar, Kecamatan Silungkang, Kecamatan Barangin, dan Kecamatan Talawi.

(25)

(2) Kawasan cagar budaya yang lebih rinci dapat dilihat pada Tabel Kawasan Cagar Budaya dalam Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 42

(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf e meliputi kawasan rawan sesar, rawan longsor dan erosi.

(2) Kawasan rawan sesar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan di Kawasan Santur, sebagian Kawasan Kolok, Desa Sikalang, Kelurahan Durian I, Kelurahan Durian II dan Kelurahan Lubang Panjang.

(3) Kawasan rawan longsor dan erosi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan di Desa Taratak Bancah, Kelurahan Durian I dan Kelurahan Durian II, Desa Lumindai, Desa Lunto Barat, Desa Lunto Timur, dan Desa Kubang Tengah.

Bagian Ketiga Kawasan Budi Daya

Pasal 43

Kawasan budi daya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf b meliputi:

a. Kawasan peruntukan perumahan;

b. Kawasan peruntukan perdagangan dan jasa;

c. Kawasan peruntukan perkantoran;

d. Kawasan peruntukan industri;

e. Kawasan peruntukan pariwisata;

f. RTNH;

g. Ruang evakuasi bencana;

h. Kawasan peruntukan ruang bagi kegiatan sektor informal; dan i. Kawasan peruntukan lainnya.

Pasal 44

(1) Kawasan peruntukan perumahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf a meliputi:

a. kawasan peruntukan perumahan kepadatan tinggi;

b. kawasan peruntukan perumahan kepadatan sedang; dan c. kawasan peruntukan perumahan kepadatan rendah.

(2) Kawasan peruntukan perumahan kepadatan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan di Kelurahan Pasar, Kelurahan Kubang Sirakuk Utara, Kelurahan Kubang Sirakuk Selatan, Kelurahan Aur Mulyo, Kelurahan Tanah Lapang, Kelurahan Air Dingin, Kelurahan Saringan, Kelurahan Lubang Panjang, Kelurahan Durian I, Kelurahan Durian II, Desa Silungkang Tigo, Desa Muaro Kalaban.

(3) Kawasan peruntukan perumahan kepadatan sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan di Kecamatan Talawi.

(4) Kawasan peruntukan perumahan kepadatan rendah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditetapkan di Desa Lunto Barat, Desa Lunto Timur, Desa Pasar Kuban, Desa Kubang Tangah, Desa

(26)

Kubang Utara, Sikabu, Desa. Talago Gunung Desa Lumindai, Desa Balai Batu Sandaran, Desa Santur, Desa Kolok Mudik, Desa Kolok Nan Tuo, Desa Sikalang, Desa Rantih, Desa Salak, Desa Sijantang Koto, Desa Talawi Hilir, Desa Talawi Mudik, Desa Bukik Gadang, Desa Batu Tanjung, Desa Kumbayau, Desa Data Mansiang, dan Desa Tumpuk Tangah, Desa Taratak Bancah, Desa Silungkang Oso, Desa Silungkang Duo.

Pasal 45

(1) Kawasan peruntukan perdagangan dan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf b terdiri atas pasar tradisional dan pusat perbelanjaan;

(2) Pasar tradisional dan pusat perbelanjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf b meliputi pasar tradisional dan pusat perbelanjaan skala regional, skala kota, skala subpusat pelayanan kota, dan skala lingkungan.

(3) Pasar tradisional dan pusat perdagangan skala regional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan di Desa Muara Kalaban, Kecamatan Silungkang.

(4) Pasar tradisional dan pusat perbelanjaan skala kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan di Pasar Sawahlunto yang merupakan pusat kawasan perdagangan kota lama.

(5) Pasar tradisional skala subpusat pelayanan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan di pusat kecamatan.

(6) Pasar tradisional skala lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan di pusat lingkungan.

Pasal 46

(1) Kawasan peruntukan perkantoran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf c terdiri atas perkantoran pemerintahan dan perkantoran swasta.

(2) Kawasan perkantoran pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan di Kawasan Kolok, Kecamatan Barangin.

(3) Kawasan perkantoran swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi seluruh kecamatan.

Pasal 47

Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf d meliputi kegiatan industri kecil dan mikro ditetapkan di seluruh kecamatan.

Pasal 48

(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf e meliputi:

a. kawasan wisata alam;

b. kawasan wisata buatan; dan c. kawasan wisata budaya.

(2) Kawasan wisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:

a. Jalur Lingkar Luar Sawahlunto-Talago Gunung-Lumindai- Lunto-Kubang;

(27)

b. pemandangan alam sepanjang Jalur Silungkang-Menara Microwave;

c. Air Terjun Rantih;

d. Puncak Cemara

e. Panorama Bukit Gadang;

f. Gua Janjian Kolok Nan Tuo;

g. Balai Batu Sandaran

h. Puncak Sugar/Puncak Polan

i. Ex. Pemandian Belanda Air Dingin-Lubuak Simerai j. Puncak Talago/Puncak Teletubies di Lunto Timur k. Gua Batu Aguang di Lunto

l. kawasan agrowisata hutan kota dan kebun tanaman buah di Kandih

m. kawasan agrowisata tanaman buah durian di Desa Kubang Tangah, Pasar Kubang; dan

n. pengembangan wisata alam lainnya yang memiliki potensi keindahan panorama.

(3) Kawasan wisata buatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:

a. objek wisata waterboom di Desa Muara Kalaban Kecamatan Silungkang;

b. objek wisata rekreasi di Kandih dengan obyek wisata dream land, kebun binatang, motocross, wisata alam, kolam bekas penambangan dan pacuan kuda.

c. objek wisata tambang berupa kolam-kolam bekas penambangan, lubang-lubang bekas tambang, industri dan atau kegiatan bekas tambang.

d. objek wisata Kereta Gantung di Kampung Teleng dan Puncak cemara

e. objek wisata Kuliner di Kota Lama

f. pengembangan objek wisata buatan lainnya yang memiliki potensi untuk dikembangkan

(4) Kawasan wisata budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas:

a. berbagai warisan seni dan budaya multi etnis tersebar di Kecamatan Barangin, Kecamatan Lembah Segar;

b. kerajinan tangan dan produksi hasil makanan di Kecamatan Barangin, Kecamatan Lembah Segar, Kecamatan Silungkang, dan Kecamatan Talawi; dan

c. kawasan wisata sejarah terdiri atas:

1) sejarah masa kolonial berlokasi di Kawasan Kota Lama dan tersebar di Kecamatan Barangin, Kecamatan Talawi dan Kecamatan Lembah Segar; dan

2) sejarah perkembangan masyarakat Sawahlunto, tersebar di Kecamatan Barangin, Kecamatan Lembah Segar, Kecamatan Silungkang, dan Kecamatan Talawi.

(28)

Pasal 49

(1) RTNH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf f meliputi:

a. plasa kawasan pemerintahan;

b. plasa bangunan ibadah;

c. plasa monumen;

d. lahan parkir;

e. tempat bermain dan rekreasi;

f. koridor pejalan kaki; dan

g. sabuk hijau kawasan pertambangan.

(2) RTNH plasa kawasan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan di pusat pemerintahan di Kolok, Kecamatan Barangin dan di setiap subpusat pelayanan kota.

(3) RTNH plasa bangunan ibadah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan di sekitar tempat ibadah di seluruh Kota Sawahlunto.

(4) RTNH plasa monumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c direncanakan di Monumen Muhammad Yamin dan Hennry William de Greve.

(5) RTNH lahan parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d ditetapkan di pusat kegiatan perdagangan, perkantoran, dan kawasan pariwisata.

(6) RTNH tempat bermain dan rekreasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e terdapat di kawasan waterboom Muaro Kalaban, Kecamatan Silungkang dan Kawasan Wisata di Kandih, Kecamatan Barangin dan Kecamatan Talawi.

(7) RTNH koridor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f berupa jalur pejalan kaki di Kawasan Kota Lama, jalur jalan arteri, dan jalan kolektor.

(8) Sabuk hijau (green belt) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g di kawasan pertambangan berupa jalur pembatas kawasan tambang dan jalur pembatas antara kegiatan pusat pemerintahan di Kolok dengan kegiatan pariwisata di Kandih.

Pasal 50

Ruang evakuasi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf g meliputi:

a. RTH kota di pusat Kota Lama, Kecamatan Lembah Segar;

b. Lapangan olah raga atau stadion Kota Sawahlunto, lapangan olahraga Cinto Moni Silungkang Tigo, lapangan olahraga Talawi, lapangan olahraga Koto Tuo Kolok Nan Tuo, lapangan Segitiga.

c. Tempat parkir di pusat Kota Lama, Kecamatan Lembah Segar;

d. Plasa makam Moh Yamin; dan

e. Plasa kawasan pusat pemerintahan di Kolok, Kecamatan Barangin.

Pasal 51

Kawasan peruntukan ruang bagi kegiatan sektor informal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf h meliputi:

(29)

a. Pusat perdagangan regional di Desa Muara Kalaban, Kecamatan Silungkang;

b. Kawasan perdagangan di sekitar Pasar Talawi;

c. Koridor jalan kawasan perdagangan di pusat Kota Lama, Kecamatan Lembah Segar; dan

d. Sekitar Kawasan Wisata di Kandih, Kecamatan Barangin dan Kecamatan Talawi

Pasal 52

Kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf i meliputi:

a. Kawasan peruntukan pertanian;

b. Kawasan peruntukan perikanan;

c. Kawasan peruntukan pertambangan;

d. Kawasan peruntukan hutan produksi; dan

e. Kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan negara.

Pasal 53

(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf a terdiri atas:

a. kawasan pertanian tanaman pangan;

b. kawasan budi daya hortikultura c. kawasan budi daya perkebunan; dan d. kawasan budi daya peternakan.

(2) Kawasan pertanian tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:

a. pertanian lahan basah tersebar di seluruh kecamatan b. pertanian lahan kering tersebar di seluruh kecamatan.

(3) Kawasan budi daya hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf b meliputi tanaman buah dan tanaman sayuran di Kecamatan Barangin, Kecamatan Lembah Segar, Kecamatan Silungkang, dan Kecamatan Talawi.

(4) Kawasan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf c di Kecamatan Barangin, Kecamatan Lembah Segar, Kecamatan Silungkang, dan Kecamatan Talawi.

(5) Kawasan peruntukan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf d meliputi:

a. peternakan sapi di Kecamatan Barangin, Kecamatan Lembah Segar, Kecamatan Silungkang, dan Kecamatan Talawi; dan b. peternakan lainnya yang terintegrasi dengan kegiatan

pertanian di Kecamatan Barangin, Kecamatan Lembah Segar, Kecamatan Silungkang, dan Kecamatan Talawi.

Pasal 54

Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf b ditetapkan di Kecamatan Barangin, Kecamatan Lembah Segar, Kecamatan Silungkang, dan Kecamatan Talawi.

(30)

Pasal 55

(1) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf c meliputi wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara.

(2) Kawasan peruntukan pertambangan yang memiliki potensi mineral sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi pertambangan tembaga, bitumen padat, coalbed metan, minyak dan gas bumi, batukapur, emas, sirtukil, batu gamping dan tanah liat yang tersebar di Kecamatan Barangin, Kecamatan Lembah Segar, Kecamatan Silungkang, dan Kecamatan Talawi.

(3) Kawasan peruntukan pertambangan batubara sebagaimana dimaksud ayat (1) tersebar di Kecamatan Barangin, Kecamatan Lembah Segar, Kecamatan Silungkang, dan Kecamatan Talawi.

(4) Penambangan batubara dimasa mendatang diarahkan pada pertambangan dalam di Kecamatan Barangin, Kecamatan Lembah Segar, dan Kecamatan Talawi.

Pasal 56

(1) Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf d meliputi hutan produksi dan hutan produksi konversi.

(2) Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan di Kecamatan Barangin, Kecamatan Lembah Segar, Kecamatan Silungkang, dan Kecamatan Talawi dengan luas kurang lebih 5.013,2 (lima ribu tiga belas koma dua) hektar.

(3) Kawasan peruntukan hutan produksi konversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan di Kecamatan Barangin, Kecamatan Lembah Segar, Kecamatan Silungkang, dan Kecamatan Talawi dengan luas kurang lebih 4.216 (empat ribu dua ratus enam belas) hektar.

Pasal 57

Kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf e meliputi:

a. Komando Rayon Militer (Koramil) di kecamatan Silungkang, kecamatan Barangin dan kecamatan Talawi.

b. Kepolisian Resort (Polres) di Kecamatan Barangin; dan c. Kepolisian Sektor (Polsek) di setiap kecamatan.

BAB V

PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KOTA Bagian Kesatu

Umum Pasal 58

(1) Penetapan kawasan strategis kota meliputi:

a. kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi;

b. kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial budaya;

dan

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagai mana proses perumusan peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Yogyakarta berdasarkan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota

Penyusunan Naskah Akademik Raperda Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015-2035 bertujuan untuk: Pertama, untuk menyesuaikan rencana

Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031 merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tarakan yang selanjutnya disebut RTRW Kota Tarakan adalah suatu rencana yang secara umum dapat diartikan sebagai suatu pola dalam pembangunan di

- 1 -.. Oleh karena itu ruang harus dimanfaatkan secara serasi, selaras, dan seimbang dalam pembangunan yang berkelanjutan. Ruang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tarakan yang selanjutnya disebut RTRW Kota Tarakan adalah suatu rencana yang secara umum dapat diartikan sebagai suatu pola dalam pembangunan di

BAB XIII KETENTUAN I-AIN-TAIN Pasal 55 tata ruang wilayah Kabupaten menjadi pedoman untuk: n Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah; Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah;