• Tidak ada hasil yang ditemukan

NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR.. TAHUN 2019 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR.. TAHUN 2019 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN"

Copied!
328
0
0

Teks penuh

(1)

NASKAH AKADEMIK

PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR ….. TAHUN 2019

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2018-2038

(2)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... 1

BAB I PENDAHULUAN ... 7

A. LATAR BELAKANG ... 7

B. IDENTIFIKASI MASALAH ... 9

1. Permasalahan yang Dihadapi dan Cara Pemecahannya ... 9

2. Urgensi Rancangan Peraturan Daerah Sebagai Dasar Pemecahan Persoalan ... 14

3. Pertimbangan Filosofis, Sosiologis, Yuridis Pembentukan Rancangan Peraturan Daerah ... 15

C. TUJUAN DAN KEGUNAAN NASKAH AKADEMIK ... 17

1. Tujuan ... 17

2. Kegunaan ... 17

D. METODE PENELITIAN ... 18

1. Metode Yuridis Normatif ... 18

2. Metode Yuridis Empiris ... 21

BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PRAKTIK EMPIRIK ... 23

A. KAJIAN TEORITIK ... 23

1. Rencana Tata Ruang Wilayah ... 23

2. Kewenangan Daerah dalam Rencana Tata Ruang Wilayah... 26

B. KAJIAN TERHADAP ASAS/PRINSIP YANG TERKAIT DENGAN PENYUSUNAN NORMA 27 1. Asas Keterpaduan... 27

2. Asas Keserasian, Keselarasan, dan Keseimbangan ... 28

3. Asas Keberlanjutan... 29

4. Asas Keberdayagunaan dan Keberhasilgunaan ... 29

5. Asas Keterbukaan... 30

6. Asas Kebersamaan dan Kemitraan ... 30

7. Asas Pelindungan Kepentingan Umum ... 31

8. Asas Kepastian Hukum dan Keadilan ... 31

9. Asas Akuntabilitas ... 31

C. KAJIAN PRAKTIK PENYELENGGARAAN,KONDISI YANG ADA DAN PERMASALAHAN YANG DIHADAPI MASYARAKAT ... 32

1. Gambaran Umum Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 32

2. Kependudukan dan Sumber Daya Manusia ... 38

3. Risiko Bencana Alam ... 48

4. Potensi Sumber Daya Alam... 54

5. Potensi Sumber Daya Buatan ... 73

6. Perekonomian ... 85

7. Potensi Ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 115

8. Isu Strategis berkaitan dengan Struktur Ruang ... 119

9. Isu Strategis berkaitan dengan Pola Ruang ... 121

10. Penyelenggaraan Penataan Ruang di Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta... 126

(3)

D. KAJIAN TERHADAP IMPLIKASI PENERAPAN SISTEM BARU YANG AKAN DIATUR DALAM RANCANGAN PERATURAN DAERAH TERHADAP ASPEK KEHIDUPAN

MASYARAKAT DAN DAMPAKNYA TERHADAP ASPEK BEBAN KEUANGAN DAERAH . 137 BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-

UNDANGAN TERKAIT ... 139 A. DASAR PEMBENTUKAN DAERAH ... 139

1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Jogjakarta ... 139

2. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1955 tentang Perubahan Undang-

Undang Nomor 3 jo. Nomor 19 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta ... 140 B. DASAR KEWENANGAN MENGATUR ... 140

1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan

Daerah Istimewa Yogyakarta ... 140

2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah ... 142 C. DASAR MENGATUR MATERI FORMIL ... 144

1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan ... 144

2. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 15/PRT/M/2009 tentang

Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi ... 145 3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 Tahun 2012 tentang

Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota ... 146 4. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang

Pembentukan Produk Hukum Daerah ... 147 D. DASAR MENGATUR MATERI MATERIIL ... 147

1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria ... 147 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan ... 149

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber

Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya ... 150 4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya ... 151 5. Undang-Undang Nomor 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia 151 6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi . 152 7. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. ... 153 8. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia ... 154

9. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan

Gedung ... 155 10. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional ... 157 11. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan ... 159 12. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan ... 160 13. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian .. 162

(4)

14. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

Bencana ... 163

15. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang 165 16. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi ... 167

17. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah ... 168

18. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan ... 170

19. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara ... 172

20. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan . 172 21. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ... 174

22. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik ... 176

23. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan ... 178

24. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ... 179

25. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan ... 181

26. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan ... 182

27. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman ... 183

28. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum ... 186

29. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani ... 188

30. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ... 189

31. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian ... 190

32. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan ... 190

33. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan ... 193

34. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi ... 194

35. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan ... 195

36. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional junto Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2017 tentang Perubahan Terhadap PP 26 Tahun 2008 ... 196

37. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri ... 197

38. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api ... 198

(5)

39. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan ... 199 40. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang

Penyelenggaraan Penataan Ruang ... 200 41. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan

Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara ... 201 42. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan

Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang ... 202 43. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin

Lingkungan ... 203 44. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2012 tentang Pembangunan

dan Pelestarian Lingkungan Hidup Bandar Udara ... 204 45. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2013 tentang Ketelitian Peta

Rencana Tata Ruang ... 205 46. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21/PRT/M/2007 tentang

Pedoman Penataan Ruang Kawasan Letusan Gunung Berapi dan Gempa Bumi ... 207 47. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 22/PRT/M Tahun 2007

tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana

Longsor... 208 48. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 40/PRT/M/2007 tentang Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai .... 211 49. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 41/PRT/M/2007 tentang Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budi Daya ... 214 50. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M Tahun 2008

tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan ... 216 51. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2008 tentang Tata

Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Daerah ... 217 52. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11/PRT/M Tahun 2009

tentang Pedoman Persetujuan Substansi Dalam Penetapan

Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, Beserta Rencana Rincinya ... 218 53. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 28 Tahun 2009 tentang Tata

Cara Pelaksanaan Konsultasi Dalam Rangka Pemberian Persetujuan Substansi Kehutanan Atas Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Daerah ... 222 54. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 50 Tahun 2009 tentang

Penegasan Status dan Fungsi Kawasan Hutan ... 225 55. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2009 tentang

Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah ... 228

(6)

56. Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya dan Benda Cagar

Budaya ... 230

57. Peraturan Daerah Istimewa Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2013 tentang Kewenangan dalam Urusan Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta ... 232

58. Peraturan Daerah Istimewa Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2017 tentang Penataan Ruang Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten ... 234

59. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya dan Benda Cagar Budaya ... 236

60. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 3 Tahun 2018 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah DIY 2017-2022 ... 237

61. Keputusan Menteri Nomor 12 Tahun 2012 tentang Penetapan Wilayah Sungai ... 239

BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS ... 241

A. LANDASAN FILOSOFIS ... 241

B. LANDASAN YURIDIS ... 246

1. Dasar Pembentukan Daerah ... 246

2. Dasar Kewenangan Mengatur ... 247

3. Dasar Mengatur Materi ... 249

C. LANDASAN SOSIOLOGIS ... 252

BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2015-2035 ... 262

A. JANGKAUAN DAN ARAH PENGATURAN ... 262

B. MATERI MUATAN ... 262

1. Ketentuan Umum ... 262

2. Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Wilayah ... 266

3. Rencana Struktur Ruang Wilayah ... 269

4. Rencana Pola Ruang Wilayah ... 282

5. Penetapan Kawasan Strategis ... 311

6. Arahan Pemanfaatan Ruang Wilayah ... 313

7. Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah ... 313

8. Kelembagaan ... 317

9. Peran Masyarakat ... 317

10. Penyidikan ... 318

11. Ketentuan Pidana ... 320

12. Ketentuan Peralihan ... 320

13. Ketentuan Penutup... 321

BAB VI PENUTUP ... 323

A. KESIMPULAN ... 323

(7)

B. SARAN ... 324

(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penataan ruang merupakan aspek penting dalam pembangunan daerah. Penataan ruang termasuk perencanan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.1 Tujuan penataan ruang adalah: (a) terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; (b) terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan (c) terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.2 Berdasarkan tujuan penataan ruang yang diamanatkan dalam UU No. 26 Tahun 2007 tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan penataan ruang di Indonesia pada dasarnya adalah melakukan penataan ruang dengan mengintegrasikan sumber daya alam, sumber daya buatan dan sumber daya manusia sehingga terwujud pembangunan berkelanjutan. Secara implisit tujuan penataan ruang adalah mengatur pemanfaatan ruang agar dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat.

Berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 23 ayat 4, rencana tata ruang wilayah provinsi dapat ditinjau kembali 1 kali dalam 5 tahun.3 Peninjauan kembali merupakan upaya untuk melihat kesesuaian antara rencana tata ruang dan kebutuhan pembangunan yang memperhatikan perkembangan lingkungan strategis dan dinamika internal serta pelaksanaan pemanfaatan ruang. Hasil

1 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).

2 Pasal 3 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).

3 Pasal 23 ayat (4) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).

(9)

peninjauan kembali berupa rekomendasi perlu tidaknya dilakukan revisi terhadap rencana tata ruang. Perlu tidaknya revisi didasarkan pada ada tidaknya perubahan kebijakan nasional yang mempengaruhi pemanfaatan ruang sebagai akibat perkembangan teknologi yang bersifat mendasar.4 Sifat mendasar ini antara lain bencana alam skala besar dan perubahan batas teritorial provinsi yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.5

Daerah Istimewa Yogyakarta telah memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang disahkan dalam Perda Nomor 2 Tahun 2010.

RTRW Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki jangka waktu perencanaan 20 tahun, yaitu dari tahun 2009 sampai 2029.6 Proses peninjauan kembali yang sudah dilakukan menemukan beberapa perbedaan antara RTRW Daerah Istimewa Yogyakarta saat ini dengan peraturan dan kondisi Daerah Istimewa Yogyakarta saat ini. Perda Daerah Istimewa Yogyakarta No 2 Tahun 2010 perlu dilakukan revisi karena adanya perubahan kebijakan dan strategi nasional yang mempengaruhi pemanfaatan ruang wilayah provinsi dan telah terjadi dinamika internal provinsi yang mempengaruhi pemanfaatan ruang provinsi secara mendasar.7

Kondisi Daerah Istimewa Yogyakarta berubah karena beberapa kejadian, perubahan kebijakan, dan dinamika investasi selama 5 tahun terakhir8. Beberapa hal tersebut antara lain erupsi Gunung Merapi,

4 Penjelasan Pasal 23 ayat (4) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).

5 Pasal 23 ayat (5) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).

6 Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2009-2029.

7 Penjelasan Pasal 23 ayat (4) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).

8 Surat Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 274/KEP/2014 tentang Pelaksanaan Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.

(10)

adanya rencana pembangunan bandara baru di Kulon Progo,9 dan penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan.10 Keadaan tersebut berdampak pada berubahnya peruntukan lahan yang sudah ditetapkan dalam RTRW Daerah Istimewa Yogyakarta. Selain itu, dengan disahkannya UU Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, beberapa hal terutama yang terkait pemanfaatan ruang perlu diatur kembali secara khusus.11

Berdasarkan uraian di atas, Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta perlu disusun. Dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai fungsi yang sangat penting. Tanpa adanya dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta maka upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui penataan ruang wilayah sulit terwujud. Oleh sebab itu diperlukan penetapan dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai produk hukum. Penetapan dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai produk hukum yang mengikat seluruh stakeholders Daerah Istimewa Yogyakarta dalam pemanfaatan ruang wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.

B. Identifikasi Masalah

1. Permasalahan yang Dihadapi dan Cara Pemecahannya Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, provinsi harus menyusun Rencana Tata Ruang

9 Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 1164 Tahun 2013 tentang Penetapan Lokasi Bandar Udara Baru di Kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta.

10 Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

11 Pasal 34 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 170, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5339).

(11)

Wilayah dengan jangka perencanaan 20 tahun.12 Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi ditinjau kembali 1 kali dalam 5 tahun.13 Peninjauan kembali merupakan upaya memperbaiki rencana agar rencana selalu dapat digunakan sebagai pedoman untuk:

a. Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah;

b. Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah;

c. Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang dalam wilayah provinsi;

d. Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah kabupaten/kota, serta keserasian antarsektor;

e. Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi;

f. Penataan ruang kawasan strategis provinsi; dan g. Penataan ruang wilayah kabupaten/kota.

Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta telah ditetapkan melalui Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2009-2029. Sesuai dengan aturan yang berlaku, setelah rencana tata ruang berjalan selama 5 tahun maka perlu dilakukan peninjauan kembali terhadap dokumen tersebut. Peninjauan kembali rencana tata ruang merupakan upaya untuk melihat kesesuaian antara rencana tata ruang dan kebutuhan pembangunan yang memperhatikan perkembangan

12 Pasal 23 ayat (3) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).

13 Pasal 23 ayat (4) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).

(12)

lingkungan strategis dan dinamika internal, serta pelaksanaan pemanfaatan ruang.14

Selama kurun waktu 5 tahun peraturan daerah tersebut disahkan, telah terjadi berbagai dinamika di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Dinamika tersebut diantaranya adalah dinamika akibat bencana erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010, dinamika penduduk dan wisatawan, dinamika ekonomi, dan dinamika investasi. Pasca bencana erupsi Gunung Merapi tahun 2010 menyebabkan perubahan kawasan rawan bencana sehingga mempengaruhi pemanfaatan lahan di sekitar Gunung Merapi.

Perkembangan jumlah penduduk dan wisatawan Daerah Istimewa Yogyakarta yang terus bertambah perlu diakomodasi dengan penyediaan sarana serta prasarana wilayah yang lebih memadai.

Meningkatnya perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta, khususnya pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran, serta sektor jasa-jasa, memicu peningkatan pemanfaatan lahan budi daya. Selanjutnya kegiatan pariwisata dan pendidikan telah menarik berbagai investasi yang mempengaruhi pemanfaatan lahan di Daerah Istimewa Yogykarta. Di sisi lain, telah disahkan berbagai peraturan dan kebijakan yang secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi struktur ruang dan pola ruang Daerah Istimewa Yogyakarta. Peraturan dan kebijakan tersebut meliputi:

a. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan;

b. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya;

c. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman;

14 Penjelasan Pasal 20 ayat (4) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).

(13)

d. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta;

e. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;

f. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai;

g. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 15/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi;

h. Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Jawa-Bali;

i. Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi;

j. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 1164 Tahun 2013 tentang Penetapan Lokasi Bandar Udara Baru di Kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta;

k. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 45 Tahun 2014 tentang Rencana Induk Pelabuhan Perikanan Nasional;

l. Kepmen ESDM Nomor 1204 K/30/MEM/2014 tentang Penetapan Wilayah Pertambangan Pulau Jawa dan Bali;

m. Keputusan Menteri ESDM Nomor 3045 K/40/MEM/2014 tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst Gunung Sewu;

n. Keputusan Kepala Badan Geologi Nomor 1157 K/40/BGL/2014 tentang Penentuan Kawasan Cagar Alam Geologi Daerah Istimewa Yogyakarta;

o. Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2011-2030;

(14)

p. Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan;

q. Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2012-2025; dan

r. Surat Edaran Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 51/SE/IX/2012 tentang Perubahan Nomenklatur Satuan Organisasi Perangkat Daerah.

Dinamika wilayah yang terjadi serta peraturan dan kebijakan baru yang disahkan digunakan sebagai alat peninjauan kembali untuk memastikan bahwa rencana yang termuat dalam Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2009- 2029 masih dapat digunakan sebagai dasar untuk pemanfaatan ruang sehingga tujuan pemanfaatan ruang dapat diwujudkan.

Tanpa adanya peninjauan kembali maka tidak dapat dipastikan kesesuaian rencana dalam Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2009-2029 untuk terus diimplementasikan. Selain itu, tanpa adanya peninjauan kembali maka integrasi rencana di tingkat nasional dan tingkat regional tidak dapat diwujudkan. Selanjutnya perlu dipastikan bahwa rencana dalam Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2009-2029 telah mengakomodasi amanat serta tidak bertentangan dengan peraturan dan kebijakan baru yang telah disahkan. Dengan dilakukannya peninjauan kembali maka dapat dihasilkan rekomendasi berupa rencana tata

(15)

ruang dapat tetap berlaku sesuai dengan masa berlakunya atau rencana tata ruang yang ada perlu direvisi.15

2. Urgensi Rancangan Peraturan Daerah Sebagai Dasar Pemecahan Persoalan

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengamanatkan peninjauan kembali Rencana Tata Ruang Wilayah 1 kali dalam 5 tahun.16 Untuk melakukan peninjauan kembali maka dibentuk Tim Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Surat Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 37/TIM/2014. Tim Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta merekomendasikan perlu dilakukan revisi terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.17

Berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki wewenang untuk menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah. Wewenang pemerintah daerah provinsi dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi hal berikut.

a. Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi, dan kabupaten/kota, serta terhadap pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi dan kabupaten/kota;

b. Pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi;

c. Pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi; dan

15 Penjelasan Pasal 16 ayat (2) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).

16 Pasal 23 ayat (4) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).

17 Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 274/KEP/2014 tentang Pelaksanaan Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.

(16)

d. Kerja sama penataan ruang antarprovinsi dan pemfasilitasan kerja sama penataan ruang antarkabupaten/kota.18

Dalam konteks kewenangan pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam penyelenggaraan penataan ruang maka hasil peninjauan kembali Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta perlu direalisasikan dalam bentuk peraturan daerah sehingga dapat digunakan sebagai alat untuk mewujudkan tujuan pemanfaatan ruang.

3. Pertimbangan Filosofis, Sosiologis, Yuridis Pembentukan Rancangan Peraturan Daerah

Pertimbangan filosofis pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Tata Ruang Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta merujuk pada prinsip “Hamemayu Hayuning Bawana” bermakna kewajiban melindungi, memelihara, dan membina keselamatan dunia. Dunia yang dimaksud mencakup keluarga, masyarakat, serta lingkungan hidup dengan mengutamakan kehidupan banyak orang, tidak mementingkan diri sendiri. “Hamemayu Hayuning Bawana”

menjadi cita-cita luhur mewujudkan kehidupan masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta yang berkelanjutan berdasarkan nilai budaya.

Budaya yang ada bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang gemah ripah loh jinawi, ayem, tata, titi, tentrem, kerta raharja, yaitu budaya yang bermuara pada kehidupan masyarakat yang damai.

Dengan demikian, penyelenggaraan tata ruang wilayah DIY sebagaimana dimaksudkan di sini harus selaras sejalan dengan semangat filosofi yang diusung dalam pembangunan DIY yakni

“Hamemayu Hayuning Bawana”.

Pertimbangan sosiologis pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Tata Ruang Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta adalah:

Pertama, jumlah penduduk yang terus meningkat sedangkan

18 Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).

(17)

wilayah Provinsi DIY yang tetap; Kedua, perkembangan di bidang pariwisata yang berimbas pada terus meningkatnya kunjungan dari wisatawan baik domestik maupun mancanegara; Ketiga, permasalahan transportasi yang saat ini timbul harus dapat diselesaikan yakni: (a) kemacetan di beberapa ruas jalan Kawasan Perkotaan Yogyakarta semakin hari intensitasnya semakin meningkat dan sebarannya semakin meluas; (b) peningkatan beban ruas jalan ring road; (c) peningkatan beban ruas jalan Piyungan – Wonosari; (d) konflik pemanfaatan jaringan jalan di Kabupaten Sleman; (e) keterbatasan pengembangan jaringan jalan; (f) tidak terkendalinya pertumbuhan kendaraan pribadi; (g) tingkat keterpaduan antarmoda transportasi yang rendah; dan (h) terdapat beberapa jaringan rel kereta api yang tidak aktif, yaitu jalur kereta api Yogyakarta – Secang dan jalur Yogyakarta – Palbapang.

Keempat, untuk mengatasi permasalahan transportasi tersebut maka akan direncanakan adanya pengembangan moda transportasi kereta api; Kelima, adanya potensi perikanan yang besar perlu difasilitasi dengan pengembangan pelabuhan perikanan di wilayah pesisir Daerah Istimewa Yogyakarta; Keenam, rencana pembangunan bandara baru di Temon-Kulon Progo sebagai solusi untuk permasalahan kapasitas bandara Adisutjipto mulai tidak mampu menampung jumlah penumpang dan jumlah penerbangan di DIY. Hal-hal tersebut menjadi pertimbangan penting menyusun Raperda RTRW Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta agar setiap permasalahan dan rencana tersebut dapat terakomodir dengan Raperda RTRW tersebut.

Pertimbangan yuridis pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Tata Ruang Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta adalah:

perihal Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta telah diatur sebelumnya dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta 2009-2029. Namun dengan dibentuknya

(18)

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota maka struktur Perda RTRW ahrus menyesuaikan dengan Peraturan Menteri a quo sehingga perlu disusun Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015-2035 sebagai pengganti Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta 2009-2029.

C. Tujuan dan Kegunaan Naskah Akademik 1. Tujuan

Penyusunan Naskah Akademik Raperda Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015-2035 bertujuan untuk: Pertama, untuk menyesuaikan rencana tata ruang wilayah yang telah termaktub dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta 2009-2029 dengan kebijakan dan peraturan baru, antara lain adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota dan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2017 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Kedua, untuk menyesuaikan rencana tata ruang wilayah yang telah termaktub dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta 2009-2029 dengan dengan perkembangan di wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Kegunaan

Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015-2035 adalah untuk memberikan landasan ilmiah penyusunan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015-2035

(19)

yang berfungsi sebagai pedoman pembangunan daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sesuai dengan struktur ruang wilayahnya.

D. Metode Penelitian

Dalam mengawali penelitian hukum ini ada beberapa langkah atau tahapan. Langkah tersebut antara lain mengidentifikasi permasalahan dan menetapkan permasalahan yang relevan, mengumpulkan bahan- bahan hukum, baik primer, sekunder dan tersier serta melakukan kajian terhadap isu hukum yang diajukan sebagai permasalahan dalam penelitian berdasarkan bahan-bahan hukum yang telah dikumpulkan.

Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menggunakan beberapa metode penelitian, yaitu metode pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Metode penelitian ini diperlukan guna memahami konsep rencana tata ruang wilayah secara komprehensif.

1. Metode Yuridis Normatif

Metode yuridis normatif mencakup penelitian terhadap sistematika hukum, dan penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum. Penelitian terhadap sistematika hukum dilakukan terhadap peraturan perundang- undangan tertentu atau hukum tertulis.19 Penelitian terhadap sinkronisasi hukum bertujuan untuk meneliti sampai sejauh mana hukum positif tertulis yang ada sinkron atau serasi satu sama lainnya baik secara vertikal maupun horizontal. Hal tersebut guna menjamin bahwa Rancangan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta ini tidak bertentangan satu sama lain, baik terhadap peraturan perundang-undangan di atasnya maupun dengan peraturan yang sejajar. Metode yuridis normatif dilakukan melalui studi pustaka yang menelaah (terutama) data sekunder yang berupa perundang-undangan. Adapun peraturan perundang-undangan yang menjadi bahan penelitian, yaitu:

19 Zainudin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 25.

(20)

a. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Jogjakarta;

b. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1950 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Jogjakarta;

c. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1955 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 3 jo. Nomor 19 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta;

d. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;

e. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya;

f. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya;

g. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia;

h. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi;

i. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan;

j. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;

k. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;

l. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan;

m. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan;

n. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana;

o. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian;

p. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;

q. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi;

r. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran;

s. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah;

t. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan;

u. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara;

v. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan;

w. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas;

x. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik;

y. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan;

z. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

(21)

aa. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan;

bb. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman;

cc. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;

dd. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Yogyakarta ;

ee. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Perkebunan;

ff. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani;

gg. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian;

hh. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;

ii. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014;

jj. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan;

kk. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi;

ll. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi;

mm. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan;

nn. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri;

oo. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api;

pp. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan;

qq. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang;

rr. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan;

ss. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara;

tt. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang;

uu. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan;

vv. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2012 tentang Pembangunan dan Pelestarian Lingkungan Hidup Bandar Udara;

(22)

ww. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2013 tentang Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang;

xx. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;

yy. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 15/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi;

zz. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota;

aaa. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah;

bbb. Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah Republik Indonesia Nomor 327/KPTS/M/2002 tentang Penetapan Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang;

ccc. Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2012 tentang Penetapan Wilayah Sungai;

ddd. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya dan Benda Cagar Budaya;

eee. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah.

2. Metode Yuridis Empiris

Pendekatan yuridis empiris mencakup penelitian terhadap efektivitas hukum. Penelitian terhadap efektivitas hukum merupakan penelitian yang membahas bagaimana hukum beroperasi dalam masyarakat, penelitian ini sangat relevan di negara-negara berkembang seperti Indonesia, penelitian ini mensyaratkan bahwa di samping mengetahui ilmu hukum juga mengetahui ilmu sosial, dan memiliki pengetahuan dalam penelitian ilmu sosial (social science research).20 Relevansinya dengan Rencana Tata Ruang Wilayah adalah apakah Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta sudah sesuai dengan kondisi kewilayahan kabupaten dan kebutuhan masyarakatnya.

20 Ibid, hlm. 31.

(23)

Penelitian ini dibutuhkan sebagai sarana menyesuaikan antara norma yang diatur dengan peraturan daerah dengan praktek yang terjadi secara nyata di Daerah Istimewa Yogyakarta.

(24)

BAB II

KAJIAN TEORITIK DAN PRAKTIK EMPIRIK

A. Kajian Teoritik

1. Rencana Tata Ruang Wilayah

Pengalokasian ruang secara tepat guna akan menghasilkan manfaat yang maksimal bagi semua pihak. Pengalokasian ruang harus dilakukan secara tepat guna karena ketersediaan ruang yang terbatas.

Hal tersebut mendasari dibuatnya peraturan untuk mengatur alokasi ruang di suatu wilayah. Penataan ruang diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Ruang didefinisikan sebagai wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.21 Tata ruang merupakan wujud struktur ruang dan pola ruang.22 Definisi struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional23. Selanjutnya pola ruang didefinisikan sebagai distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.24

Penataan ruang diselenggarakan berdasarkan 9 asas, meliputi asas keterpaduan, asas keserasian, keselarasan, dan keseimbangan, asas

21 Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).

22 Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).

23 Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).

24 Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).

(25)

keberlanjutan, asas keberdayagunaan dan keberhasilgunaan, asas keterbukaan, asas kebersamaan dan kemitraan, asas perlindungan kepentingan umum, asas kepastian hukum dan keadilan, serta asas akuntabilitas25. Berikut ini penjelasan dari masing-masing asas penataan ruang.

a. Keterpaduan yaitu bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mengintegrasikan berbagai kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan;26

b. Keserasian, keselarasan, dan keseimbangan yaitu bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mewujudkan keserasian antara struktur ruang dan pola ruang, keselarasan antara kehidupan manusia dengan lingkungannya, keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan antardaerah serta antara kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan;27 c. Keberlanjutan yaitu bahwa penataan ruang diselenggarakan

dengan menjamin kelestarian dan kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan dengan memperhatikan kepentingan generasi mendatang;28

d. Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan yaitu bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mengoptimalkan

25 Pasal 2 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).

26 Penjelasan Pasal 2 huruf a Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).

27 Penjelasan Pasal 2 huruf b Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).

28 Penjelasan Pasal 2 huruf c Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).

(26)

manfaat ruang dan sumber daya yang terkandung di dalamnya serta menjamin terwujudnya tataruang yang berkualitas;29 e. Keterbukaan yaitu bahwa penataan ruang diselenggarakan

dengan memberikan akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan penataan ruang30;

f. Kebersamaan dan kemitraan yaitu bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan;31

g. Pelindungan kepentingan umum yaitu bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan masyarakat;32

h. Kepastian hukum dan keadilan yaitu bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan berlandaskan hukum/ketentuan peraturan perundangundangan dan bahwa penataan ruang dilaksanakan dengan mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat serta melindungi hak dan kewajiban semua pihak secara adil dengan jaminan kepastian hukum;33 dan

i. Akuntabilitas yaitu bahwa penyelenggaraan penataan ruang dapat dipertanggungjawabkan, baik prosesnya, pembiayaannya, maupun hasilnya.34

29 Penjelasan Pasal 2 huruf d Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).

30 Penjelasan Pasal 2 huruf e Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).

31 Penjelasan Pasal 2 huruf f Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).

32 Penjelasan Pasal 2 huruf g Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).

33 Penjelasan Pasal 2 huruf h Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).

34 Penjelasan Pasal 2 huruf I Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).

(27)

Asas-asas penataan ruang tersebut merupakan acuan agar dalam pelaksanaan penataan ruang sesuai dengan koridor hukum dan tata perundangan-undangan. Dengan demikian penataan ruang mampu mengakomodasi kepentingan semua stakeholder dan bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat.

2. Kewenangan Daerah dalam Rencana Tata Ruang Wilayah

Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah berisi pembagian urusan-urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten.35 Kewenangan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Penataan Ruang telah diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2014, bahwa penataan ruang termasuk dalam urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar.36 Urusan pemerintah yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta adalah urusan yang penggunanya lintas daerah kabupaten/kota.37 Kewenangan Daerah Istimewa Yogyakarta dalam urusan penataan ruang adalah menyelenggarakan penataan ruang lintas daerah kabupaten/kota.

Selain itu, pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta juga mempunyai wewenang untuk penataan bangunan dan lingkungannya di kawasan strategis Daerah Istimewa Yogyakarta serta penataan bangunan dan lingkungannya lintas daerah kabupaten/kota.38 Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki kewenangan istimewa yang tidak dimiliki daerah lain. Kewenangan tersebut merupakan kewenangan keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Kewenangan dalam urusan

35 Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587).

36 Pasal 12 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587).

37 Pasal 13 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587).

38 Lebih lanjut lihat dalam Lampiran C Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587).

(28)

keistimewaan meliputi (a) tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur; (b) kelembagaan Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta; (c) kebudayaan; (d) pertanahan; dan (e) tata ruang.39

B. Kajian terhadap Asas/Prinsip yang Terkait dengan Penyusunan Norma

Kajian asas/prinsip terkait suatu kebijakan yang dirumuskan dalam sebuah peraturan perundang-undangan pada hakikatnya merupakan nilai-nilai fundamental yang mendasari norma yang ada tersebut. Sebagaimana disarikan oleh Sudikno Mertokusumo, bahwa asas hukum atau prinsip hukum bukan peraturan hukum konkrit, melainkan merupakan pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar belakang dari peraturan yang konkrit yang terdapat dalam dan di belakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat umum dalam peraturan konkrit tersebut.40 Sebagaimana hal tersebut, pengaturan kebijakan mengenai tata ruang wilayah DIY hendaknya pun mempertimbangkan asas-asas yang mendasarinya, yaitu sebagai berikut:

1. Asas Keterpaduan

Tata ruang berdasarkan pengertian dalam Pasal 1 angka 2 Undang- Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang meliputi struktur ruang dan pola ruang. Sementara ruang sebagaimana dimaksudkan mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang udara.41 Dari pengertian tersebut setidaknya telah digambarkan bahwa cakupan

39 Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 170, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5339).

40 Sudikno Mertokusumo, 2008, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, hlm. 34. Lihat juga Paul Scholten, 1949, Verzamelde Gerschriften, Amsterdam, Belanda, hlm. 402.

41 Lihat Pasal 1 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara 4725).

(29)

ruang meliputi keseluruhan ruang yang ada di permukaan bumi, laut, maupun ruang udara sehingga begitu kompleks. Adapun peruntukan masing-masing ruang tersebut cukup beragam berdasarkan fungsi alamiah yang dimiliki dari tiap-tiap daerah yang berbeda-beda.

Sementara persinggungan ruang wilayah dari satu daerah dengan daerah langsung sangatlah erat kaitannya dengan konflik kepentingan yang ada di masing-masing elemen di suatu daerah yang bersangkutan.

Dengan demikian, penyelenggaraan penataan ruang di wilayah DIY ini hendaknya mampu dilaksakan secara terpadu dengan mengakomodir dan mengintegrasikan kepentingan berbagai kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat. Melalui hal tersebut, harapannya penyelenggaraan penataan ruang wilayah di DIY akan lebih kondusif sehingga pelaksanaannya dapat memberikan kemanfaatan bagi semua pihak. Disamping itu, upaya integrasi kepentingan lintas pemangku kepentingan setidaknya menjadi upaya preventif terjadinya tumpang tindih peraturan hukum.

2. Asas Keserasian, Keselarasan, dan Keseimbangan

Penyelenggaraan penataan ruang di wilayah DIY ini tak terlepas dari upaya untuk menyerasikan berbagai kegiatan sektor pembangunan, sehingga dalam memanfaatkan lahan dan ruang dapat dilakukan secara optimal, efektif, dan efisien. Sementara itu, perencanaan penataan ruang ini juga ditujukan untuk mengarahkan struktur dan lokasi beserta hubungan fungsionalnya yang serasi dan seimbang dalam rangka pemanfaatan sumber daya manusia, sehingga tercapai hasil pembangunan yang optimal dan efisien bagi peningkatan kualitas manusia dan kualitas lingkungan hidup secara berkelanjutan.42 Perencanaan tata ruang yang baik sudah selayaknya memperhatikan keserasian struktur ruang dan pola ruang yang ada di wilayah daerah yang bersangkutan agar tidak terjadi ketimpangan dalam rencana tata

42 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, 2008, Hukum Tata Ruang dalam Konsep Kebijakan Otonomi Daerah, Nuansa, Bandung, hlm. 26.

(30)

ruang yang disusun. Sementara itu, rencana tata ruang juga semestinya memperhatikan keselarasan antara kepentingan yang dimaksudkan (kepentingan manusia) dengan unsur lingkungan hidup yang melekat pada struktur ruang dan pola ruangnya. Rencana tata ruang yang baik hendaknya juga memperhatikan pembangunan di kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan agar pertumbuhan wilayah di kawasan tersebut tidak timpang.

3. Asas Keberlanjutan

Rencana penataan ruang di wilayah DIY sejatinya bukan hanya mengedepankan prioritas pembangunan daerah setempat. Namun, lebih dari itu bahwa penataan ruang wilayah DIY hendaknya tidak melalaikan hak-hak alamiah dari lingkungan hidup di wilayah tersebut agar tetap terjamin kelestarian lingkungan hidup. Dengan demikian, menjadi suatu keharusan bagi pemangku kepentingan agar penyelenggaraan penataan ruang, khususnya yang berkaitan dengan pembangunan dan kegiatan industri agar benar-benar menyesuaikan daya dukung lingkungan hidup sehingga tidak merusak kualitas lingkungan hidup. Degradasi kualitas lingkungan hidup hanya akan merugikan kehidupan manusia itu sendiri. Oleh karenanya, pembangunan berdasarkan rencana penataan ruang yang memperhatikan asas keberlanjutan dan kelestarian lingkungan hidup tentu merupakan pilihan terbaik yang sifatnya jangka panjang sehingga bukan hanya bermanfaat bagi generasi masa kini, namun juga kepentingan generasi masa depan.

4. Asas Keberdayagunaan dan Keberhasilgunaan

Sejatinya, penataan ruang diselenggarakan agar penggunaan, peruntukan, dan pemanfaatan tiap kelompok/kawasan ruang wilayah sesuai dengan fungsinya. Dengan demikian, penyelenggaraan penataan ruang dapat berjalan seiring dengan tujuan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam dalam kesatuan ruang wilayah di daerah. Berdasarkan hal ini, maka keberdayagunaan dan keberhasilgunaan penataan ruang akan berjalan saling beriringan karena konsep rencana penataan ruang yang disusun telah

(31)

mempertimbangkan aspek-aspek fundamental ruang wilayah tersebut seperti potensi dan kendala dari beberapa kawasan di ruang wilayah itu sendiri.

5. Asas Keterbukaan

Salah satu asas yang penting diakomodir dalam rencana penataan ruang di wilayah DIY ini yakni terkait dengan keterbukaan. adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan memberikan akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan penataan ruang. Asas keterbukaan atau transparansi ini erat kaitannya dengan peranan pemerintah daerah berdasarkan kewajibannya agar memberikan keterbukaan informasi berkaitan dengan seluruh proses penataan ruang di wilayah DIY. Terlebih bahwa dalam penataan ruang ini bersinggungan langsung dengan hajat hidup masyarakat di wilayah setempat sehingga sosialisasi rencana tata ruang merupakan upaya bijak yang dapat ditempuh oleh pemerintah daerah dalam rangka menjaga hak-hak masyarakat dan memberitahukan kewajiban masyarakat tersebut. Lebih dari itu, asas keterbukaan ini sejalan dengan semangat good governance sehingga di sisi lain merupakan salah upaya pemerintah daerah dalam meningkatkan kepercayaan publik terkait amanah yang diembannya.

6. Asas Kebersamaan dan Kemitraan

Pada dasarnya penataan ruang melibatkan beberapa unsur elemen di masyarakat. Hal ini tak lain karena penataan ruang yang juga merupakan hal yang cukup strategis karena berkaitan dengan kepentingan banyak pihak dari berbagai elemen di masyarakat dengan kepentingan yang tentunya berbeda-benda pula. Oleh sebab itu, penataan ruang idealnya diselenggarakan dengan melibatkan keterwakilan semua pihak dari beberapa elemen yang ada di masyarakat dan saling bersinergi satu sama lain tersebut agar tercapai konsensus dari kepentingan-kepentingan yang ada sehingga dapat mencapai kesejahteraan bagi semua.

(32)

7. Asas Pelindungan Kepentingan Umum

Bahwa penyelenggaraan penataan ruang penting memperhatikan konsep perlindungan kepentingan umum, yaitu kepentingan bersama seluruh masyarakat di wilayah daerah setempat dan kepentingan pemerintah daerah yang selaras dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Rencana penataan ruang yang memperhatikan aspek perlindungan terhadap kepentingan umum sejatinya akan membawa kesejahteraan bagi semua pihak sehingga sejalan dengan konsep penataan ruang yang berdaya guna dan berhasil guna.

8. Asas Kepastian Hukum dan Keadilan

Penataan ruang diselenggarakan dengan berlandaskan hukum/ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga tercapai adanya kepastian hukum yang sebenarnya. Dalam beberapa hal, kepastian hukum ini seringkali dibenturkan dengan asas keadilan. Padahal, semestinya kedua hal ini saling beriringan satu sama lain. Dengan demikian, dalam penyelenggaraan penataan ruang bukan semata-mata hanya mendasarkan pada ketentuan hukum positif yang berlaku, namun pelaksanaannya harus tetap dengan mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat serta melindungi hak dan kewajiban semua pihak secara adil. Hal ini senafas dengan adagium yang diungkapkan oleh Thomas Aquinas, bahwa walaupun tidak secara lugas bahwa hukum yang tidak adil bukanlah hukum (lex injusta non est lex).43

9. Asas Akuntabilitas

Dalam penyelenggaraan penataan ruang, tentu terdapat beberapa hal yang termasuk dalam kategori hak maupun kewajiban bagi masing- masing stake holder. Penataan ruang ini pada dasarnya merupakan suatu kesatuan proses jangka panjang dalam rangka mewujudkan tata ruang wilayah suatu daerah yang ideal sehingga dapat mencapai target

43 Dikutip dari J.H. Nieuwenhuis, Drie Beginselen van Contractenrecht dalam Herlien Budiono, 2006, Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia-Hukum Perjanjian Berlandaskan Asas-Asas Wigati Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung.

(33)

yang telah ditentukan. Sejalan dengan hal tersebut, maka keseluruhan proses penyelenggaraan penataan ruang dapat dimintai pertanggungjawaban dari semua pihak yang terlibat di dalamnya. Hal ini semata-mata demi menciptakan satu kesatuan ruang wilayah yang kondusif dan memberikan kemakmuran yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.

C. Kajian Praktik Penyelenggaraan, Kondisi yang Ada dan Permasalahan yang Dihadapi Masyarakat

1. Gambaran Umum Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta a. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Konstelasi

Keruangan Pulau Jawa-Bali

Daerah Istimewa Yogyakarta adalah daerah istimewa di antara 7 provinsi di wilayah fungsional Pulau Jawa-Bali. Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi daerah istimewa setingkat provinsi dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara geografis, posisi Daerah Istimewa Yogyakarta berada di ujung selatan wilayah fungsional Pulau Jawa-Bali. Wilayah Daerah Istimewa Yoyakarta berbatasan dengan Kabupaten Magelang dan Kabupaten Klaten (Provinsi Jawa Tengah) di sebelah utara, Kabupaten Klaten dan Kabupaten Wonogiri (Provinsi Jawa Tengah) di sebelah timur, Samudera Hindia di sebelah selatan, dan Kabupaten Purworejo (Provinsi Jawa Tengah) di sebelah barat.44

Dalam konstelasi fungsional Daerah Istimewa Yogyakarta berada diantara dua Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yaitu Kota Semarang di sebelah barat sebagai PKN yang berada di Provinsi Jawa Tengah, dan Kota Surakarta di sebelah timur sebagai PKN di Provinsi Jawa Tengah45. Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu pusat pertumbuhan di pesisir selatan Pulau Jawa.

44 Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Angka 2013.

45 Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Jawa-Bali.

Referensi

Dokumen terkait

Pelaksanaan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Yogyakarta Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang

bahwa dengan telah ditetapkannya Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 7 Tahun 2007 tentang Urusan Pemerintahan yang menjadi Kewenangan Pemerintah

RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI KOTA MEDAN TAHUN 2015-2035 1.. RENCANA FUNGSI JALAN ARTERI PRIMER

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 13 ayat (3) Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2011 tentang Perlindungan Anak

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a dan Pasal 28 Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 3 Tahun 2012 tentang

2) permintaan dan/ atau pemberian persetujuan untuk pindah wilayah kerja ke luar dan ke dalam Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta;.. 3) pengiriman izin

bahwa berdasarkan Pasal 57 ayat (1) Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 7 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tatakerja Inspektorat, Badan

bahwa berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah dirubah